LAPORAN
Disusun Oleh :
DOSEN PENGAMPU :
TEKNISI:
1.2 Tujuan
1. Menetapkan jenis dan komoditi bahan untuk medi yang sesuai dengan
kebutuhan komoditas yang akan dikulturkan.
2. Menghitung dengan benar kebutuhan masing – masing bahan sesuai
komposisi yang akan digunakan untuk media yang telah ditetapkan.
3. Membuat larutan stok dengan benar dan sesuai dengan jenis media yang
telah ditetapkan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Media Murashige & Skoog (media MS) merupakan perbaikan komposisi media
Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang dalam bentuk NO3 dan
mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan. Media MS
mengandung 40 mM N 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali
lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller dan 19 kali lebih tinggi
dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM.
Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur
makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS
ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media
MS merupakan perbaikan komposisi media skoog terutama kebutuhan garam
anorganiknya. Media MS mengandung NH4+ . Kandungan N ini, 5 kali lebih tinggi
dari N total yang terdapat pada media Miller,15 kali lebih tinggi dari media
tembakau Hildebrant,dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga
ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya
konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media
MS dibuat untuk kultur kalus tembakau,tetapi komposisi MS ini sudah umum
digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak
digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan
media MS (Hendaryono, 1994).
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan
persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan
yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih
sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang
mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari
dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap.
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik
dan kimiawi.
a) Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang
berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba
tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi
bahan yang peka panas,misalnya larutan enzim dan antibiotik.
(Machmud, 2008).
b) Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan dan
penyinaran. Pemanasan Pemijaran (dengan api langsung) yaitu
membakar alat pada api secara langsung contoh alatnnya yaitu
inokulum,pinset,batang L. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-
kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat
dari kaca misalnnya erlemenyer tabung reaksi dll. Uap air panas,
konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih
tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi. Uap
air panas yang bertekanan dapat menggunakan autoklaf. (Machmud,
2008) Penyinaran dengan UV Sinar Ultra Violet juga dapat . digunakan
untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang
menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari
lampu UV (Machmud, 2008).
c) Sterilisasi secara kimiawi biasannya menggunakan senyawa
desinfektan antara lain alkohol (Miller et al, 1956) Sterilisasi dengan
panas unit operasi dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup
tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan
aktivitas enzim. Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya simpan lebih dari enam bulan pada suhu ruang. Contoh
proses sterilisasi adalah produk olahan dalam kaleng seperti kornet,
sarden dan sebagainya. Perkembangan teknologi prosesing yang
memiliki tujuan mengurangi kerusakan nutrien dan konponen
sensoris dan juga mengurangi waktu prosesing menjadikan teknik
serilisasi terus dikembangkan. Lamanya waktu sterilisasi yang
dibutuhkan bahan dipengaruhi oleh:resistensi mikroorganisme dan
enzim terhadap panas, kondisi pemanasan, pH bahan, ukuran wadah
atau kemasan yang disterilkan, keadaan fisik bahan (Yunita, 2003)
Sterilisasi dengan udara kering Alat yang umum digunakan adalah
oven. Alat ini dipakai untuk mensterilkan alat – alat gelas seprti
erlenmeyer,petridish,tabung reaksi dan alat gels lainnya
(Wood,1961). Sterilisasi dengan uap air panas Bahan yang
mengandung cairan tidak dapat disterilkan dengan oven sehingga
menggunakan alat ini,alat ini disebut Arnold steam sterilizer dengan
suhu 1000C dalam keadaan lembab (Yunita, 2003). Sterilisasi dengan
uap air panas bertekanan Alat ini disebut autoklaf (autoclave) untuk
sterilisasi alat ini dilengkapi dengan katup pengaman. Alat diisi
dengan air kemudian bahan dimasukkan (Yunita, 2003). 2.4 Rumus
Perhitungan Larutan Stock Cara perhitungan kebutuhan media dan
larutan stok disajikan dibawah ini dan hasilnya secara lengkap pada
Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 menyajikan macam-macam larutan stok
yang sebaiknya ada pada pembuatan media MS, pengelompokan
bahan-bahan penyusun larutan stok, perhitungan kebutuhan bahan-
bahan untuk pembuatan larutan stok per 10 liter media, ukuran
volume wadah untuk tempat larutan stok, perhitungan konsentrasi
masing-masing stok, dan banyaknya pengambilan (volume) larutan
stok yang diambil untuk keperluan pembuatan media 1 liter
(Wardiyanti, 1998).
BAB 3. METEDOLOGI PENELITIAN
2230
MnSO4.4H2O 22.3 1115
860
ZnSO4.7H2O 8.6 430
2,5
CuSO4.5H2O 0.025 1,25
2,5
CoCl2.6H2O 0.025 1,25
25
Nikotine acid 0.5 12,5
Pyridoxine- 25
G 0.5 200 12,5
HCl
5
Thiamine-HCl 0.1 2,5
Glycine 2.1 105
210
5000
H Myo-inositol 100 100 2500
Kepekatan Stok
Nama Konsentrasi Larutan Stok yang
Bahan Kimia diambil
Stok (Mg/Liter) (g/Liter)
B KNO3 1900 95 50 20
MgSO4.7H2O 370 37 10
Kl 0.83 1.66 5
Setelah semua bahan yang telah di dimasak dalam panci makan di letakkan
dalam botol kultur yang diisi lalu di simpan dalam ruang penyimpanan untuk
membeku atau agar keras karena telah ditambahkan dengan media agar – agar.
Jenis Kontaminasi Media Kontaminasi merupakan salah satu gangguan yang umum
terjadi pada kultur jaringan. Menurut Santoso dan Nursandi (2003) tingkat
kontaminasi media berbanding lurus dengan tingkat kekayaan unsur hara dalam
media yaitu semakin diperkaya suatu media maka tingkat kontaminasinya juga
semakin besar,demikian pula sebaliknya semakin sederhana suatu media maka
tingkat kontaminasinya juga semakin kecil . Pada umumnya, kontaminasi karena
jenis media disebabkan karena kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan luar
dan yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, jika mikroorganisme dari lingkungan
luar dan eksplan tidak ada maka tidak akan terjadi kontaminasi media dan eksplan.
Adapun sumber-sumber kontaminan menurut Santoso dan Nursandi (2003) dapat
berasal dari : V1 X M1 = V2 X M2
1. Udara : kontaminan yang ada di udara dapat berupa spora bakteri atau
cendawan dan umumnya banyak terdapat pada daerah yang
berkelembaban tinggi.
2. Bahan tanam (eksplan) : untuk eksplan yang berasal dari tanah
umumnya lebih banyak mengandung bahan kontaminan dibanding
eksplan yang ada di permukaan atau pucuk. Kontaminan yang berada
di permukaan eksplan dapat dibersihkan menggunakan air dan larutan
pensteril. Sedangkan untuk kontaminan yang berasal dari dalam
eksplan ditangani dengan penggunaan antibiotika.
3. Manusia atau pekerja : kontaminan yang berasal dari manusia dapat
terbawa melalui pakaian yang dikenakan, anggota badan dan
pernapasan.
4. Alat-alat yang digunakan : kontaminan dapat berasal dari peralatan
yang digunakan dalam kegiatan penanaman karena proses sterilisasi
yang kurang sempurna sehingga kontaminan masih melekat dalam
peralatan.
5. Aquades (air steril) Menurut Gunawan (2007) untuk mengurangi
kontaminasi yang berhubungan dengan media maka sebaiknya
menggunakan media ½ MS. Kontaminasi sangat beragam mulai dari
jenis kontaminannya (bakteri, jamur, virus, yeast, kapang),waktu
terjadinya kontaminasi (cepat, dalam hitungan jam; sedang, dalam
hitungan hari; lambat, dalam hitungan minggu dan bulan), dan apa
yang terkontaminasi (media atau eksplan). Jenis kontaminasi ada dua
yaitu kontaminasi eksternal dan kontaminasi internal. Kontaminasi
eksternal dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri, sedangkan
kontaminasi internal umumnya disebabkan oleh bahan eksplan itu
sendiri. Untuk mengatasi kontaminasi internal dapat digunakan HgCl2
karena dapat menurunkan laju kontaminasi bakteri internal tanpa
merusak jaringan. Selain itu juga dapat dilakukan dengan penggunaan
fungisida, HgCl2 dan klorin karena dengan penggunaan kombinasi
bahan sterilan tersebut merupakan upaya sterilisasi berlapis untuk
mereduksi resiko kontaminasi baik yang berasal dari cendawan,
bakteri maupun kotoran-kotoran lain yang menempel pada permukaan
eksplan.Sedangkan untuk pencegahan kontaminasi eksternal dapat
dilakukan dengan sterilisasi kontak (Gunawan, 1987). Gunawan
(1987) menyatakan bahwa setiap bahan tumbuhan memiliki tingkat
kontaminasi permukaan yang berbeda tergantung dari :
1. Jenis tumbuhannya
2. Bagian tumbuhan yng dipergunakan
3. Morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak)
4. Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang)
5. Musim waktu pengambilan (musim penghujan atau musim kemarau)
6. Umur tumbuhan (seedling atau tumbuhan dewasa)
7. Kondisi tumbuhannya (sehat atau sakit) Menurut Gunawan (1987)
kontaminasi dapat berasal dari sterilisasi yang kurang sempurna, lingkungan kerja
dan pelaksanaan, eksplan, serangga atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam
botol kultur setelah diletakkan di ruang kultur. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan terjadinya kontaminasi yaitu proses sterilisasi yang kurang sempurna,
lingkungan kerja dan pelaksanaan atau cara kerja saat penan aman, eksplan,
molekul-molekul atau benda-benda asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke
dalam botol kultur jaringan setelah penanaman dan ketika diletakkan di ruang
kultur. Adapun dari semua jenis sumber kontaminan Gunawan (1987) berpendapat
bahwa kontaminan yang berasal dari eksplanlah yang paling sulit diatasi karena
untuk menanggulanginya diperlukan metode sterilisasi yang selektif yaitu hanya
mengeliminasi organisme mikro yang tidak diinginkan dengan gangguan seminimal
mungkin terhadap bahan tanaman. Ciri-Ciri Media yang Sesuai untuk Pertumbuhan
Eksplan Menurut Sriyanti (2002), media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang cocok mempengaruhi
pertumbuhan eksplan yang telah ditanam untuk menjadi plantet (tanaman kecil).
Media yang baik, harus memenuhi syarat nutrisi yang diperlukan eksplan untuk
tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, di dalam media kultur jaringan
ditambahkan berbagai macam zat. Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan dalam
media kultur jaringan adalah sukrosa, mio inositol, asam amino, dan zat pengatur
tumbuh. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang
dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol
kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf. Sedangkan sebagai tambahan biasanya diberi zat organik lain
seperti air kelapa, ekstrak ragi, pisang, tomat, toge dan lain-lain. (Sriyanti, 2002).
Menurut (Yuniastuti, 2008) Untuk memenuhi factor pertumbuhan tanaman,
maka factor – factor yang harus diperhatikan dalam pembuatan media kultur
jaringan yang baik adalah media yang mengandung:
1) Hara anorganik Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan
tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi
pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur
jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media
kultur.
2) Hara organik Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat
autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya.
Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini,
diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang
cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin
mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang
penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya
ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks
seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air
kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan
kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.
3) Sumber karbon Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara
heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan
karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber
karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga
sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih
besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada
konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber
karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga
digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk
menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien
oleh tanaman dalam kultur.
4) Agar umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat
seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti
Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara
0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit
sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk.
Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi
lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu
pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang
digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat
menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem
fisiologis yang terjadi pada kultur.
5) pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang
berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan
optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu
keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6) Zat Pengatur Tumbuh Pada media umumnya ditambahkan zat
pengatur tumbuh.
7) Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquabides (air destilata ganda).
8) Pemilihan Media Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan
media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung
konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media
lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk
inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5
mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan
dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah.
Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pembuatan larutan stok harus dilakukan dengan cennat, sebab larutan stok
yang terlalu pekat akan mengalami pengendapan di lemari es, dan larutan stok
yang terkontaminasi tidak boleh digunakan lagi. Hormon adalah bahan organik
yang disintesa pada jaringan tanaman. Pada saat praktikum pembuatan larutan
stok, terlebih dahulu melakukan sterilisasi alat dan bahan yamg akan digunkan
dalam pembuatan larutan stok. Dalam proses pembuatan larutan stok
penimbangan bahan kimia merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan
karena setiap bahan kimia tersebut bisa terjadi konsentrasi senyawa yang
merugikan bagi eksplan yang akan ditanam di media karena reaksi antar molekul
kimia. Pengambilan stok yang diperlukan dihitung dengan rumus pengenceran
yakni : V1.M1 = V2.M2 digunakan media MS karena media MS cocok dengan semua
jenis tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Herawan, Toni & Leksono, Budi. 2018. Kultur Jaringan untuk Konservasi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta : Penerbit Kaliwangi.
Dr.Ir. Suaib M.Sc., A. (2014). Kultur Jaringan Tanaman. kendari: Sulo Printing.
Prasetyorini. (2019). Kultur Jaringan. Bogor: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian
Masyarakat Universitas Pakuan
Sari, N. (2015). Pembuatan Stok dan Media MS. Pembuatan Stok dan Media MS, 25.
Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (Ms) untuk
Konservasi In Vitro Mawar (Rossa spp.). Bandung : Balai Penelitian Miller et
al,1956 dalam Gunawan, 1988. Teknik dan metode dasar dalam
mikrobiologi.Yogyakarta : Kanisius