Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KULTUR JARINGAN PERKEBUNAN PEMBUATAN

MEDIA AKLIMATISASI VANILI DAN TEMBAKAU


LAPORAN

Disusun Oleh :

ZAINI : A32202566 / GOLONGAN B

DOSEN PENGAMPU :

DYAH NUNING ERAWATI, S.P., M.P

TEKNISI:

EKO HADI CAHYONO, S.P., MP

RIANI NINGSI , S.ST

PROGRAM STUDI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN

JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2022
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu


komoditi pertanian yang menghasilkan devisa negara bagi Indonesia. Posisi
Indonesia menempati peringkat kedua setelah Madagaskar dengan produksi
vanili sebesar 2.304 ton pada tahun 2016. Nilai ekspor vanili mencapai
72,511 ribu US dolar pada tahun 2017 tetapi menurun pada tahun 2018
dengan nilai ekspor 63,062 ribu US dolar (Loedji, 2019). Perbanyakan vanili
secara vegetatif konvensional dengan menggunakan setek batang (Palama et
al., 2010). Namun pengembangan vanili dihadapkan pada kendala serangan
penyakit layu Fusarium (Fusarium oxysporum) dan keterbatasan bahan
tanam karena harus diambil dari sulur tanaman induk yang belum pernah
berbuah Pinaria et al. (2010). Teknik mikropropagasi untuk perbanyakan
vegetatif vanili telah banyak dikembangkan untuk mengatasi kendala
tersebut.

Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim yang banyak


dibudidayakan di Indonesia dan family dari solanaceae. Tanaman tembakau
dibudidayakan sebagai bahan baku rokok dan memiliki peranan penting
dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta
sebagai penyumbang devisa negara. Menurut Hasan & Darwanto (2016)
realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2011 sebesar 65,4
Triliun. Tembakau prancak merupakan varietas tembakau yang berasal dari
Madura. Tembakau varietas ini masih dibudidayakan di daerah asalnya.
Budidaya tembakau yang baik harus memperhatikan syarat tumbuh dan
penyediaan bibit yang sesuai dengan kriteria yang memiliki kualitas mutu
yang baik. Penyediaan bibit dengan kualitas yang memenuhi dapat dilakukan
dengan metode perbanyakan secara in vitro. Petani tembakau masih
menggunakan pembibitan secara konvensional, yaitu dengan menggunakan
teknik sederhana. Salah satu kelebihan perbanyakan tanaman melalui teknik
kultur jaringan adalah mendapatkan bahan tanam dalam jumlah besar dalam
waktu singkat (Retno Mastuti, 2017).

Aklimatisasi merupakan salah satu proses dari kultur jaringan


tanaman yang merupakan tahap penyesuaian tanaman dari kondisi
terkendali menjadi kondisi tidak terkendali. Syarat utama
bibit tembakau hasil in vitro agar tumbuh dengan baik di lapang adalah
proses aklimatisasi yang baik dan benar. Aklimatisasi merupakan salah satu
proses dari kultur jaringan tanaman yang merupakan tahap penyesuaian
tanaman dari kondisi terkendali menjadi kondisi tidak terkendali. Syarat
utama bibit tembakau hasil in vitro agar tumbuh dengan baik di lapang
adalah proses aklimatisasi yang baik dan benar. Media tanam merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman untuk mendapatkan hasil yang optimal, pada tahap aklimatisasi ini
merupakan tahapan yang penting bagi tanaman tembakau beradaptasi pada
kondisi lapang.

1.2 Tujuan

1. Menetapkan jenis dan komoditi bahan untuk media aklimatisasi yang


sesuai dengan kebutuhan komoditas yang akan dikulturkan.
2. Menghitung dengan benar kebutuhan masing – masing bahan
sesuai komposisi yang akan digunakan untuk media yang telah
ditetapkan dalam aklimatisasi.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

Pembentukan varietas unggul melalui bioteknologi melibatkan


kultur in vitro. Penyesuaian bibit kultur terhadap lingkungan luar
(aklimatisasi) adalah salah satu tahapan yang harus dilalui dalam penelitian
yang melibatkan kultur jaringan (kultur in vitro). Aklimatisasi dilakukan
setelah teknik regenerasi tanaman dikuasai. Namun, selain teknik
aklimatisasi yang sulit, protokol teknik aklimatisasi tanaman tidak berlaku
umum. Setiap jenis tanaman hasil regenerasi kultur in vitro biasa
(nontransgenik) menghendaki teknik aklimatisasi yang berbeda.
Keberhasilan aklimatisasi merupakan salah satu tindakan penyelamatan
plasma nutfah yang tidak ternilai.

Aklimatisasi merupakan tahapan paling kritis dan sulit pada proses


regenerasi tanaman secara in vitro. Kegagalan aklimatisasi tanaman
merupakan kendala yang banyak dijumpai di Indonesia. Oleh karena itu,
tahapan ini memerlukan pengalaman dan penanganan yang sarat kehati-
hatian karena aklimatisasi adalah mengadaptasikan planlet dari media
kultur in vitro ke media tanah pada ruangan terbuka (Pardal et al.2005).
Penyesuaian bibit kultur terhadap lingkungan luar merupakan salah satu
tahapan yang harus dilalui dalam kegiatan yang melibatkan kultur in vitro.
Menurut Ziv (1986dalam Pierik 1987), aklimatisasi adalah masa adaptasi
planlet dari kultur heterotrofik menjadi autotrofik, yang merupakan tahap
akhir dari kegiatan kultur in vitro. Aklimatisasi merupakan adaptasi planlet
dari lingkungan yang terkendali (in vitro) ke lingkungan in vivo sebelum
ditanam di lapangan (Husni et al.2004a).
BAB 3. METEDOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Pratikum dilakukan pada tanggal 23 maret 2022 di laboratorium
kultur jaringan politeknik negeri jember.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah pasir, tanah, pupuk kandang,
karung goni, dan autoklaf.

3.3 Cara Kerja


1. Siapkan alat dan bahan.
2. Campurkanlah pasir,tanah, dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1.
3. Aduk dan campurlah hingga merata dan halus.
4. Setelah pencampuran merata dan halus masukkan ke karung
goni.
5. Masukkan ke autoklaf untuk proses sterilisasi.
6. Media siap digunakan.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Nama media Penjelasan


Tanah yang digunakan
adalah tanah yang halus dan
tidak berikil hal ini karena
menyesuaikan dengan
proses aklimatisasi tanaman
yang diaklimatisasikan.
Pupuk kandang yang
digunakan adalah yang
bagus yang dicampurkan
dengan pasir dan tanah
untuk media aklimatisasi
proses kultur jaringan.

Pasir yang digunakan adalah


pasir yang halus sebagai
media dalam aklimatisasi
kultur jaringan sebagai
tahap akhirnya dengan
perbandingan 1:1:1.

4.2 Pembahasan

Keberhasilan aklimatisasi ditentukan oleh berbagai faktor. Secara


umum, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan aklimatisasi
adalah kondisi planlet (ukuran bibit, perakaran), kondisi lingkungan
(ketepatan media tumbuh yang digunakan dan kelembapan udara),
ketepatan perlakuan pradan pasca transplantasi dari media in vitro ke media
tanah, dan sanitasi lingkungan dari infeksi penyakit.

Secara umum, pengaruh komposisi media terhadap keberhasilan


aklimatisasi tampaknya belum ada kesepahaman. Penambahan kompos pada
media aklimatisasi tanaman lada tidak memberikan pengaruh terhadap
peningkatan jumlah tanaman hidup. Keberhasilan aklimatisasi lebih
ditentukan oleh jumlah akar dan umur planlet yang akan diaklimatisasi.
Komposisi media aklimatisasi tanah:pasir:pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1.
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa


aklimatisasi hasil kultur in vitro dipengaruhi antara lain oleh ukuran bibit,
perakaran, media, kelembapan udara, dan serangan hamapenyakit.
Aklimatisasi hendaknya memerhatikan beberapa hal antara lain vigor
tanaman bibit kultur,yaitu tinggi tanaman dan jumlah akar, serta sterilisasi
lingkungan, termasuk media tanam dan komposisinya. Perlakuan yang tepat
pada fase pra-/pasca transplantasi berpengaruh positif terhadap
keberhasilan aklimatisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Dinarti, D., A. Purwito, dan A.D. Susila. 2007. Optimasi daya regenerasi dan
multiplikasi tunas in vitro bawang merah untuk mendukung
penyediaan bibit berkualitas. Jurnal Agronomi dan Hortikultura
Faperta IPB. http://lppm.ipb.ae.id/lppmipb/penelitian/
hasilcari.php?status=buka&id_haslit=HB/ 009.07/DIN/0 [20 maret
2022]

Hasan, F., & Darwanto, H. (2016). Prospek Dan Tantangan Usahatani


Tembakau Madura. Sepa, 10(September 2013), 63–70.

Husni, A. dan M. Kosmiatin. 2005. Seleksi in vitro tanaman lada untuk


ketahanan penyakit busuk pangkal batang. J. AgroBiogen 1(1): 13-19.

Loedji, H. (2019). 8 Besar Produk Pertanian Indonesia. PortoNews

Pinaria, A. G., Liew, E. C. Y., & Burgess, L. W. (2010). Fusarium species


associated with vanilla stem rot in Indonesia. Australasian Plant
Pathology, 39(2), 176–183.

Pinaria, A. G., Liew, E. C. Y., & Burgess, L. W. (2010). Fusarium species


associated with vanilla stem rot in Indonesia. Australasian Plant
Pathology, 39(2), 176–183.

Retno,Mastuti. 2017. Dasar-Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang. Ub


Press.

Anda mungkin juga menyukai