Tim : Avogadro
Diusulkan Oleh:
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
1
BAB I
PENDAHULUAN
Atom, Cemaran logam (As, Hg, Pb, Cd) secara Spektrofotometri Serapan Atom, dan
bakteri patogen (E.Coli dan Salmonella sp). Sehingga penggunaan limbah kertas sebagai
media tanam dapat memberikan nutrisi berharga untuk tanaman dengan media tanam
organik, seperti tanaman anggrek, pisang, mangga, tomat, mint, dan lain-lain.
Pemanfaatan limbah kertas sebagai media tanam berguna untuk mengatasi berbagai
masalah lingkungan diantaranya, penumpukan limbah kertas, pencemaran lingkungan
oleh pembakaran kertas, lahan tanam yang semakin sempit, dan penurunan kualitas tanah
karena terus menerus digunakan.
1.3. Tujuan
1. Mengurangi limbah kertas yang berlimpah di lingkungan sekitar.
2. Memanfaatkan kegunaan dari limbah kertas yang sudah tidak terpakai menjadi media
tanam.
3. Membuat media tanam dari limbah kertas dengan bantuan mikro organisme lokal.
1.4. Manfaat
1. Menjadikan lingkungan sekitar lebih sehat dan ramah lingkungan.
2. Memahami proses pembuatan media tanam dari limbah kertas.
3. Mengetahui kegunaan mikroorganisme yang terdapat pada limbah organik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik, kimia, dan
biologi secara integral mampu menunjang produktivitas tanaman untuk
menghasilkan biomassa dan produksi baik tanaman pangan, pakan, obat-obatan,
industri, perkebunan maupun kehutanan. Dalam bidang pertanian, tanah
biasanya digunakan sebagai media tumbuh tanaman darat. Tanah berasal dari
hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme
(vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Fungsi tanah
4
B. Bahan Organik
Bahan organik sebagai media tanam akan mengalami proses pelapukan
atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut,
akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), dan mineral. Penggunaan
bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan
bahan anorganik dan media tanah. Media tanam berbahan dasar organik
mempunyai banyak keuntungan dibandingkan media tanah, yaitu kualitasnya
tidak bervariasi, bobot lebih ringan, tidak mengandung inokulum penyakit, dan
lebih bersih (Dalimoenthe, 2013). Selain itu, dengan pori-pori makro dan mikro
yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta
memiliki daya serap air yang tinggi. Beberapa jenis bahan organik yang dapat
dijadikan sebagai media tanam diantaranya arang, batang pakis, kompos, moss,
sabut kelapa, pupuk kandang, sekam padi, dan humus (Sasmita dan Haryanto,
2018).
C. Bahan Anorganik
Bahan organik merupakan media tanam dengan kandungan unsur mineral
tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan induk di dalam bumi.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan batuan
induk dapat digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-batuan
(berukuran lebih dari 2 mm), pasir (berukuran 1-2 mm), debu (berukuran 2 –
50µ), dan tanah liat (berukuran kurang dari 2µ). Selain itu, bahan anorganik juga
bisa berasal dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa
media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam yaitu kerikil, pasir,
tanah liat, pecahan batu bata, gel, vermikulit, perlit, spons, dan gabus (Sasmita
dan Haryanto, 2018).
2.4 Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin “fervere” yang berarti merebus (to boil).
Berdasarkan arti kata tersebut fermentasi dapat dikaitkan dengan kondisi cairan yang
mendidih atau mengeluarkan gelembung. Menurut Suryani dkk. (2017) fermentasi
merupakan proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Lebih lanjut lagi menurut Surianti
dkk. (2020) fermentasi adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa
organik (karbohidrat, lemak, protein, dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob
maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Hal ini berarti
fermentasi dapat terjadi dalam keadaan aerob maupun anaerob. Pada bidang biokimia
fermentasi dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik.
6
2.5 Bioaktivator
Bioaktivator adalah isolat mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
mendegradasi bahan organik yang mengandung selulosa, yang berperan dalam
meningkatkan proses pengomposan (Sutrisno dkk., 2020). Hal ini berarti pada
bioaktivator hanya terdapat jenis mikroorganisme tertentu yang hendak dibutuhkan.
Bioaktivator terbuat dari bahan-bahan alami yang tidak mengandung bahan berbahaya
dan zat beracun, sehingga menjadikannya ramah lingkungan. Bioaktivator terdiri dari
mikroorganisme alami yang menempel pada kompos organik. Bioaktivator mengandung
selulolitik mikroorganisme (yaitu organisme kecil yang hidup dari selulosa). Selulosa
limbah pertanian digunakan sebagai sumber energi mikroba selulolitik pada bioaktivator.
Artinya selulosa dalam jaringan tumbuhan diurai menjadi karbohidrat sederhana yang
7
dapat dengan cepat diserap oleh tanaman (Sutrisno dkk., 2020). Menurut Zaman dkk.
(2020), bioaktivator dapat berbentuk larutan, bubuk (powder), pellet atau kapsul, dan juga
dapat berupa padatan yang slow release. Selain dapat digunakan sebagai biang atau
starter dalam pengomposan sampah organik, bioaktivator juga dapat diberikan secara
langsung ke dalam tanah.
Jenis bioaktivator yang sering digunakan dalam pengomposan adalah EM4,
bioaktivator beras, bioaktivator kotoran sapi, bioaktivator sayur dan bioaktivator buah
(Sutrisno dkk., 2020). Bioaktivator dapat tersedia secara komersial atau dapat dibuat
sendiri menggunakan bahan-bahan yang lebih ekonomis. Beberapa bioaktivator
komersial yang digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan adalah
StarTmik@OK dan Tricho Plus (LIPI) dan Promi (Indrayani dkk., 2021), EM4
(Widjajanto dkk., 2017). Selain itu, bioaktivator juga dapat berasal dari bahan alami
seperti air beras (Abror, 2018), cairan rumen (Natsir dkk., 2020), limbah udang atau ikan
(Dewilda dkk., 2021), serta bioaktivator dari limbah buah-buahan dan sayuran (Sutrisno
dkk., 2020). Jenis bioaktivator lainnya yaitu bioaktivator inokulan. Inokulan merupakan
bioaktivator yang diaplikasikan pada jerami padi segar atau limbah lain di ladang.
Inokulan ini dapat mempercepat proses pengomposan hingga satu bulan. Setelah
dikomposkan, bahan organik membantu meningkatkan kadar bahan organik tanah untuk
menjaga kesuburan tanah, sekaligus mengurangi kebutuhan penerapan pupuk kimia.
Keunggulan inokulan yaitu sangat mudah beradaptasi dan dapat digunakan pada hampir
semua hal pertanian keuntungan kedua menggunakan bioaktivator adalah aman bagi
lingkungan (Sutrisno dkk., 2020).
Penambahan bioaktivator ke dalam tanah dapat meningkatkan kolerasi tanaman
terhadap cekaman air, memperbaiki kondisi fisik tanah, serta meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap penyakit, hama serta nematoda (Lerner dkk., 2021). Penggunaan
Bioaktivator dapat mempercepat reaksi fermentasi sehingga dapat mengurangi waktu
fermentasi (Marlinda, 2015). Disamping itu, bioaktivator memiliki pengaruh terhadap
tanaman yang beragam tergantung jenis tanamannya. Bioaktivator dapat meningkatkan
efek pada karakteristik tanah, nutrisi, dan produktivitas tanaman. Menurut Junior dkk.
(2018) pengaruh bioaktivator pada tanaman penutup yang berbeda, teramati bahwa hanya
pada perlakuan antara oat, lobak, lupin, gandum hitam, vetch (ANTCE), yang
ditambahkan bioaktivator, meningkatkan saturasi basa yang lebih tinggi nilai. Pada
bioaktivator limbah sayuran, kandungan mikroorganisme akan membantu mempercepat
proses pengomposan dan memperbaiki kondisi tanah yang rusak ketika kompos
diaplikasikan ke tanah. Keuntungan lain bioaktivator limbah sayuran adalah bahwa
pembuatan bioaktivator nabati sangat mudah dan biaya murah (Sutrisno dkk., 2020).
Hasil penelitian Manullang dan Rusmini (2015), bioaktivator dari bonggol pisang dan
limbah buah-buahan mengandung bakteri Enterobacter sp dan Bacillus sp, sedangkan
hasil penelitian Rusmini, (2016) menyatakan bioaktivator dari keong mas mengandung
bakteri Pseudomonas fluorescens.
2.6 Kertas
Kertas adalah barang yang berwujud lembaran-lembaran tipis. Yang dihasilkan
dengan kompresi serat yang berasal dari pulp yang telah mengalami pengerjaan
8
pengeringan, ditambah beberapa bahan tambahan yang saling menempel dan saling
menjalin, serat yang digunakan biasanya berupa serat alam yang mengandung selulosa
dan hemiselulosa (Ayunda dkk., 2013). Serat kertas berasal dari pulp yang saling melekat
satu sama lain yang diproses dengan cara kompresi dan pengeringan. Kertas merupakan
bagian penting bagi kehidupan manusia yang digunakan sebagai suatu media yang
berguna untuk menulis, berkreasi, pengemasan, dan digunakan sebagai kebutuhan khusus
lainya.
Proses pembuatan pulp pada dasarnya adalah proses pemisahan serat dari bahan
baku yang mengandung serat dengan cara mekanis, kimia atau gabungan dari keduanya.
Dalam proses kimia, bahan baku dimasak dalam bejana pemasak (digester) dan
ditambahkan dengan bahan kimia untuk melarutkan komponen dalam bahan baku yang
tidak diinginkan sehingga diperoleh pulp dengan kandungan selulosa yang tinggi.
2.7 Kotoran
Kotoran ternak merupakan suatu limbah organik yang berasal dari hewan ternak.
Sebagian besar kotoran hewan dapat digunakan untuk pupuk setelah mengalami
pengomposan yang matang, yaitu bila secara fisik (warna, rupa, tekstur dan kadar air)
tidak serupa dengan bahan aslinya, secara kimia memiliki kandungan bahan organik:
60-70%, N: 2%, P2O5: 1%, K2O: 1%. Jenis kotoran hewan yang umum digunakan adalah
kotoran sapi, kerbau, kelinci, ayam, dan kambing. Kotoran ternak disebut sebagai substrat
yang dianggap paling cocok sebagai sumber pembuat gas bio, karena substrat tersebut
telah mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan
ruminansia. Keberadaan bakteri di dalam usus besar ruminansia tersebut membantu
proses fermentasi (Irawan dan Suwanto, 2017). Keunggulan dari pupuk yang berasal dari
kotoran hewan adalah ramah lingkungan, dapat menambah pendapatan peternak dan
dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat
pemakaian pupuk anorganik (kimia) secara berlebihan (Ratriyanto dkk., 2019).
Limbah peternakan dan pertanian, bila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan
dampak bagi lingkungan berupa pencemaran udara, air dan tanah, menjadi sumber
penyakit, dapat memacu peningkatan gas metan dan juga gangguan pada estetika dan
kenyamanan (Nenobesi dkk., 2017). Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan limbah
ternak agar bisa dimanfaatkan sekaligus agar tidak mencemari lingkungan.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.2 Bahan
1. Limbah sayur-sayuran dan kotoran ternak
2. Bioaktivator
3. Garam
4. Air cucian beras
5. Gula merah
6. Penyaring
7. Limbah kertas
8. Air
9. Kertas pH
10. Kertas saring
11. Standar induk C-Organik 2000 ppm
12. KCl
13. K2CrO7 1N
14. H2SO4 (p)
15. Air suling
10
3. Cara Kerja
a. Dibuat deret standar C-Organik 0-200 ppm dari standar induk C-Organik
2000 ppm.
b. 25 ml (duplo) diambil dengan menggunakan pipet kedalam labu ukur 100
ml.
c. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1N dan 10 ml H2SO4 (p) pada masing-masing
deret standar dan contoh.
d. Diaduk perlahan-lahan dan didiamkan 20-30 menit atau dipanaskan di
penangas air hingga berwarna hijau.
e. Deret standar dan contoh diencerkan dan dihimpitkan dengan air suling
sampai tanda tera dan dihomogenkan.
f. Deret standar dan contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 590 nm.
4. Perhitungan
3. Cara Kerja
a. Ditimbang sampel sebanyak 0,5 gram dan timbang campuran selen dalam
wadah yang sama.
b. Dimasukan ke dalam labu Kjeldahl yang telah berisi batu didih.
c. Ditambahkan 25 ml H2SO4 (p).
d. Didestruksi hingga warna larutan kuning kehijauan jernih lalu didinginkan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
e. Dipipet 10,00 ml dan ditambahkan indikator PP ke dalam alat destilasi yang
telah dipersiapkan penampung H3BO3 atau HCl dan ditambahkan indikator
BCG:MM didalamnya.
f. Didestilasi hingga volume penampung 3x volume awal.
g. Dititrasi dengan titran yang sesuai hingga mencapai TA.
4. Perhitungan
Penampung HCl
3. Cara Kerja
a. Pipet 5,00 mL sampel secara duplo.
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 Ml.
c. Ditambahkan 5 mL HNO3 5N.
d. Ditambahkan 5 mL Amonium Molibdat 5%.
e. Ditambahkan 5 Ml Amonium Vanadat 0,25%.
f. Diukur dengan spektrofotometer pada lambda 420 nm.
4. Perhitungan
14
3.3.7 Penetapan Unsur Hara Mikro (Fe, Zn, Mn, Cu) secara Spektrofotometri
Serapan Atom
1. Prinsip
Destruksi contoh dengan cara pengabuan basah pada suhu 150°C dengan
penambahan HNO3 pekat. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal.
2. Reaksi
3. Cara kerja
a. Pipet maksimal 10 ml sampel larutan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 15 ml campuran pereaksi (HNO3 : HClO4 : H2SO4 dengan
perbandingan 1:1:5).
15
3.3.8 Penetapan Cemaran Logam (As, Hg, Pb, Cd) secara Spektrofotometri Serapan
Atom
1. Prinsip
Destruksi contoh dengan cara pengabuan basah pada suhu 150°C dengan
penambahan HNO3 pekat. Logam yang terlarut ditetapkan menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal.
2. Reaksi
3. Cara kerja
a. Pipet maksimal 10 ml sampel larutan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 15 ml campuran pereaksi (HNO3 : HClO4 : H2SO4 dengan
perbandingan 1:1:5).
c. Dipanaskan (digest) 350oC sampai larutan sampel kurang lebih 5 ml.
d. Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml.
e. Diencerkan dengan air suling.
f. Diukur dengan AAS.
4. Perhitungan
APM. Hasil pengujian yang positif (keruh dan menghasilkan gas) dari
pengerjaan sebelumnya digoreskan di media selektif steril (plate) lalu diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam.
2. Cara kerja
a. Dilakukan teknik aseptik untuk area kerja, kemudian dinyalakan pembakar.
b. Dilakukan labelling pada setiap alat.
c. Disiapkan erlenmeyer yang sudah berisi media selektif steril untuk
masing-masing bakteri yang akan diujikan dengan suhu ± 400C.
d. Dituangkan masing-masing media selektif (Mac Conkey Agar untuk E.coli
dan Brilliant Green Agar untuk Salmonella sp ) ke dalam cawan petri
sebanyak ± 15 mL 1/3 tinggi cawan petri) secara merata dan tunggu hingga
media membeku.
e. Diambil satu mata ose hasil pengujian yang positif (keruh dan bergas) dari
pengerjaan sebelumnya kemudian gores (bentuk goresan zig-zag) secara
aseptik.
f. Dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 30-350C selama 24 jam (posisi
terbalik).
g. Diamati dan catat hasilnya.
h. Hasil pengamatan dibandingkan dengan standar pada tabel bakteri patogen.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abror, M. (2018). The Effect of Rice Washing Water and Lactobacillus Bacteria on the
Growth and Production of Mustard Plants. Nabatia, 15(2), 93–97.
Adiprasetyo, T., Hermawan, B., Herman, W., & Arifin, Z. (2020). Pelatihan Pembuatan Media
Tanam Dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal Di Kelurahan Beringin Raya Kota
Bengkulu. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Dewantara, 3(1), 37–40.
Artayani, M., Jumawan, F., & Tri TS, A. T. (2015). Pemanfaatan Sampah Kertas Menjadi
Papan Partikel Sebagai Dinding Dekoratif Ruangan. Nature : National Academic
Journal of Architecture, 2(2), 254–263.
Arumsari, N. G., Suparthana, P., & Nocianitri, K. (2022). Pengaruh Suhu Dan Lama
Fermentasi Terhadap Karakteristik Kedelai Terfermentasi Dalam Tahapan Produksi Sere
Kedele. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 11(4), 776-787.
Ayunda, V., Humaidi, S., & Barus, D. A. (2013). Pembuatan dan Karakterisasi Kertas dari
Daun Nanas dan Eceng Gondok. Saintia Fisika, 2(1), 1–6.
Dewilda, Y., Aziz, R., & Rahmayuni, F. (2021). Application of local microorganisms from
tuna fish and shrimp waste as bio activator for household organic waste composting by
Takakura method. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 896(1),
1-12.
Hadi, R. A. (2019). Pemanfaatan Mol (Mikroorganisme Lokal) Dari Materi yang Tersedia Di
Sekitar Lingkungan. Agroscience (AGSCI), 9(1), 93.
Haryono, Jessica A., Bangsa, Gogor P., Christianna, Aniendya. (2016). Perancangan
Kampanye Sosial Mengolah Kertas Bekas Untuk Meningkatkan Rasa Cinta Kepada
Lingkungan Bagi Anak Usia 9-11 Tahun. Jurnal Desain Komunikasi Visual Adiwarna,
vol. 1, no. 8.
Indrayani, S., Nuriyanah, N., Nurjanah, L., Wibowo, H., & Priadi, D. (2021). The Production
of Compost from Organic Wastes using Bioactivators and Its Application to Celery
(Apium graveolens L.) Plant. Jurnal Ilmu Lingkungan, 19(2), 479–484.
Irawan, D., & Suwanto, E. (2017). Pengaruh Em4 (Effective Microorganisme) Terhadap
Produksi Biogas Menggunakan Bahan Baku Kotoran Sapi. Turbo : Jurnal Program
Studi Teknik Mesin, 5(1).
19
Junior, K. S. F., Terra, A. B. C., Teruel, T. R., Mantovani, J. R., & Florentino, L. A. (2018).
Effect Of Cover Crops And Bioactivators In Coffee Production And Chemical
Properties Of Soil. Coffee Science, 13 (4), 559-567.
Lerner, A. W., Guimarães, V. F., Brito, T. S., Röske, V. M., Cecatto Junior, R., Silva, A. S. L.,
& Weizenmann, J. C. (2021). Inoculation methods of Azospirillum brasilense associated
to the application of soil bioactivator in the maize crop. Communications in Plant
Sciences, 11(2021), 67–75.
Manullang, RM dan Rusmini. (2015). Empty recemus of oil palm as source of organic
fertilizer With bio-activator on soybean plants. Global Journal of Agricultural
Research, 3 (2), 1-12.
Marlinda. (2015). Pengaruh Penambahan Bioaktivator Em4 Dan Promi Dalam Pembuatan
Pupuk Cair Organik Dari Sampah Organik Rumah Tangga. Konversi, 4 (2), 1-6.
Natsir, A., Syahrir, S., Nadir, M., & Mujnisa, A. (2020). Assessing The Effectiveness Of
Biostarter Formulated From Rumen Bacteria Of Buffalo: Effects On Chemical
Components Of The Corn Tumpi. Journal of Critical Reviews, 7(13), 203–207.
Nenobesi, D., Mella, W., & Soetedjo, P. (2017). Pemanfaatan Limbah Padat Kompos Kotoran
Ternak dalam Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan dan Biomassa Tanaman
Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Pangan, 26, 43–55.
Pratiwi, N. E., Simanjuntak, B. H., & Banjarnahor, D. (2017). Pengaruh Campuran Media
Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Stroberi (Fragaria Vesca L.) Sebagai Tanaman
Hias Taman Vertikal. Agric, 29(1), 11.
Putro, P. D. C., Sukendah, S., & Triani, N. (2022). Pengaruh Komposisi Media Tanam Dan
Konsentrasi PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Terhadap Pertumbuhan
Bibit Stek Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium) di Dataran Rendah.
AGRICOLA, 12(2), 67–81.
Ratriyanto, A., Widyawati, S. D., P.S. Suprayogi, W., Prastowo, S., & Widyas, N. (2019).
Pembuatan Pupuk Organik dari Kotoran Ternak untuk Meningkatkan Produksi
Pertanian. SEMAR (Jurnal Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni Bagi Masyarakat),
8(1).
20
Rusmini, N. (2016). Pengaruh Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kenaf. Buletin Loupe, 2, 9-17.
Sasmita, E. R., & Haryanto, D. (2018). Ragam Media Tanam Tanah dan Non Tanah.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Vol. 3, pp. 10–27).
Šikić-Pogačar, M., Turk, D.M. & Fijan, S. (2022). Knowledge of fermentation and health
benefits among general population in North-eastern Slovenia. BMC Public Health, 22
(1695), 2-11.
Suarianti, S., Tandipayuk, H., & Aslamyah, S. (2020). Fermentasi tepung ampas tahu dengan
cairan mikroorganisme mix Sebagai bahan baku pakan. Jurnal Agrokompleks, 9 (1),
9-15.
Suhastyo, A. A., Anas, I., Santosa, D. A., & Lestari, Y. (2013). Studi Mikrobiologi dan Sifat
Kimia Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan Pada Budidaya Padi Metode
SRI. Sainteks.Volume X No. 2, 29–39.
Suryani, Y., Hermawan, I., Ningsih. (2017). Pengaruh Penambahan Urea dan Sulfur pada
Limbah Padat Bioetanol yang Difermentasi Em-4 terhadap Kandungan Protein dan
Serat Kasar. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 5 (1), 13-17.
Sutrisno, E., Zaman, B., Wardhana, I. W., Simbolon, L., & Emeline, R. (2020). Is
Bio-activator from Vegetables Waste are Applicable in Composting System? IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 448(1) 1-5.
Widjajanto, D. W., Purbajanti, E. D., Sumarsono, & Utama, C. S. (2017). The Role of Local
Microorganisms Generated from Rotten Fruits and Vegetables in Producing Liquid
Organic Fertilizer. Journal of Applied Chemical Science, 4 (2017), 325–329.
Wiratini, N. M. (2017). Pelatihan Membuat Kompos Dari Limbah Pertanian Di Subak Telaga
Desa Mas Kecamatan Ubud. Jurnal Widya Laksana, 3(2), 70.
Zaman, B., Sutrisno, E., Sudarno, S., Simanjutak, M. N., & Krisnanda, E. (2020). Natural Soil
as Bioactivator for Wastewater Treatment System. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 448(1), 1-4.