Anda di halaman 1dari 21

Proposal School of Research

PEMANFAATAN LIMBAH KERTAS SEBAGAI MEDIA TANAM DENGAN


FERMENTASI BAKTERI ASAM LAKTAT PADA KOTORAN TERNAK UNTUK
MENGATASI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Tim : Avogadro

Diusulkan Oleh:

Azmi Mu’amar 21030123120043 2023


Alifio 21030123130054 2023
Hanif Farrel Ardan 21030123120033 2023

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2023
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Permasalahan lingkungan yang sering diperbincangkan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu sampah. Pengolahan sampah secara berkelanjutan melibatkan penerapan
teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meminimalkan
limbah yang menumpuk, dan mendukung penggunaan kembali bahan. Salah satu
pengolahan sampah yaitu pengolahan limbah kertas. Menurut riset Kementerian
Perindustrian Indonesia, produksi kertas di Indonesia mencapai 13 juta ton pada tahun
2013, yang mana menghilangkan sekitar 300.000 hektar pohon yang seharusnya dapat
mengikat CO2 di udara sebesar 98,55 juta ton. Konsumsi kertas di Indonesia terus
meningkat satu kilogram (kg) per kapita tahun. Kapasitas produksi kertas adalah kertas
koran 750 ribu ton, kertas sackracft 0,4 juta ton, kertas bungkus 92 ribu ton, kertas sigaret
64 ribu ton, kertas tisu 312 ribu ton, dan kertas berharga 13,5 ribu ton (Haryono dkk.,
2016). Hal ini berarti ketersediaan pohon bergantung pada tingkat konsumsi kertas.
Salah satu konsumen kertas yang cukup konsumtif di Indonesia adalah instansi
pendidikan. Sekolah membutuhkan kertas mulai dari buku tulis, buku paket, kertas
ulangan, kertas rapor, dan sebagainya. Kertas sisa selama setahun pun menumpuk,
sedangkan TPA tidak sanggup untuk menampung semua limbah kertas bekas yang ada
(Haryono dkk., 2016). Limbah kertas yang ada terutama berasal dari hasil kegiatan
pembelajaran dalam instansi pendidikan, seperti kertas sisa laporan praktikum. Kertas
sisa praktikum yang berisi revisian para praktikan, jika tidak diolah maka kertas tersebut
akan menumpuk sebagai barang yang tidak bernilai.
Pengolahan kertas masih banyak dilakukan dengan cara yang tidak efektif sehingga
menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan
pengolahan limbah kertas menjadi salah satu faktor permasalahan limbah kertas tidak
teratasi dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari penanganan limbah kertas dalam
masyarakat yang dilakukan dengan pembakaran. Pembakaran sampah kertas yang terus
dilakukan dalam jumlah besar dapat menimbulkan efek rumah kaca serta menyebabkan
menipisnya lapisan ozon sehingga memicu adanya pemanasan global, selain itu
pembakaran sampah mampu menimbulkan bau dan asap yang memberi dampak negatif
bagi kesehatan manusia dan lingkungan (Artayani dkk., 2015).
Berdasarkan permasalahan pengolahan limbah kertas di atas, penelitian ini akan
memberikan solusi mengenai pencemaran lingkungan dan cara pengolahan limbah yang
efektif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan fermentasi pada limbah
sayur-sayuran menggunakan bakteri Asam Laktat sehingga dapat menghasilkan protein
yang digunakan sebagai nutrisi mikroorganisme. Pada proses berikutnya akan
ditambahkan ke limbah kertas sebagai MOL agar dapat digunakan untuk media tanam.
Selain itu, penelitian ini juga memberikan analisis bakteri asam laktat dengan metode
enumeration dan isolation, pH dengan pH meter, kadar C-organik, kadar Nitrogen
metode Kjeldahl, kadar PO43- secara Spektrofotometri, kadar Kalium secara
Flamefotometri, unsur hara mikro (Fe, Zn, Mn, Cu) secara Spektrofotometri Serapan
2

Atom, Cemaran logam (As, Hg, Pb, Cd) secara Spektrofotometri Serapan Atom, dan
bakteri patogen (E.Coli dan Salmonella sp). Sehingga penggunaan limbah kertas sebagai
media tanam dapat memberikan nutrisi berharga untuk tanaman dengan media tanam
organik, seperti tanaman anggrek, pisang, mangga, tomat, mint, dan lain-lain.
Pemanfaatan limbah kertas sebagai media tanam berguna untuk mengatasi berbagai
masalah lingkungan diantaranya, penumpukan limbah kertas, pencemaran lingkungan
oleh pembakaran kertas, lahan tanam yang semakin sempit, dan penurunan kualitas tanah
karena terus menerus digunakan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pemanfaatan limbah kertas menjadi media tanam dapat berdampak pada
lingkungan sekitar?
2. Mengapa peran mikroorganisme sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan media
tanam?

1.3. Tujuan
1. Mengurangi limbah kertas yang berlimpah di lingkungan sekitar.
2. Memanfaatkan kegunaan dari limbah kertas yang sudah tidak terpakai menjadi media
tanam.
3. Membuat media tanam dari limbah kertas dengan bantuan mikro organisme lokal.

1.4. Manfaat
1. Menjadikan lingkungan sekitar lebih sehat dan ramah lingkungan.
2. Memahami proses pembuatan media tanam dari limbah kertas.
3. Mengetahui kegunaan mikroorganisme yang terdapat pada limbah organik.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Tanam


Media tanam adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan tanaman, tempat
akar atau bakal akar akan tumbuh dan berkembang. Media tanam juga digunakan
tanaman sebagai tempat berpegangnya akar, agar tajuk tanaman dapat tegak kokoh berdiri
di atas media tersebut dan sebagai sarana untuk menghidupi tanaman (Sasmita dan
Haryanto, 2018). Putro dkk. (2022) menyatakan bahwasanya keberhasilan pertumbuhan
tanaman ditunjang oleh baiknya media tanam. Hal ini dikarenakan media tanam nantinya
akan menjadi tempat berpijak tanaman dimulai dari peletakkan biji hingga tumbuh
menjadi tanaman yang besar dan berkualitas, jika media tanamnya bagus maka
pertumbuhan tanaman akan bagus begitu juga sebaliknya. Maka dari itu pemilihan media
tanam yang baik merupakan hal krusial yang harus diperhatikan agar pertumbuhan
tanaman tidak terganggu.
Media tanam yang ideal untuk tanaman adalah bersifat subur, gembur, beraerasi
cukup baik, dan berdrainase baik. Secara umum, dalam menentukan media tanam yang
tepat media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan
cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Sasmita dan Haryanto, 2018).
Menurut Pratiwi dkk. (2017) menyatakan dalam suatu media tanam akan menjadi baik
ketika memiliki komponen media tanam yang baik bagi pertumbuhan tanaman yaitu
tanah, bahan organik, air dan udara. Komposisi media tanam secara umum terdiri dari
50% ruang pori, 45% bahan mineral (anorganik) dan 5% bahan organik (Adiprasetyo
dkk., 2020). Media tanam dengan keadaan tekstur dan struktur yang baik sangat
menunjang keberhasilan usaha pertanian, struktur tanah yang dikehendaki tanaman
adalah struktur tanah yang tidak mengandung bibit hama dan penyakit, bebas dari gulma,
mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang atau mengalirkan kelebihan air,
remah dan porous sehingga akar bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.
Berdasarkan skala penanaman, media tanam yang digunakan tentunya akan
berbeda. Menurut Sasmita dan Haryanto (2018) budidaya tanaman skala besar apalagi
untuk makanan ternak, tanah merupakan pilihan utama. Sedangkan untuk penanaman
tanaman skala kecil misalnya dengan menggunakan ruangan terkontrol seperti dalam
rumah kaca memerlukan media tanam yang berbeda, umumnya digunakan media tanam
non tanah jenis organik dan anorganik.

A. Tanah
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik, kimia, dan
biologi secara integral mampu menunjang produktivitas tanaman untuk
menghasilkan biomassa dan produksi baik tanaman pangan, pakan, obat-obatan,
industri, perkebunan maupun kehutanan. Dalam bidang pertanian, tanah
biasanya digunakan sebagai media tumbuh tanaman darat. Tanah berasal dari
hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme
(vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Fungsi tanah
4

sebagai faktor produksi tanaman adalah sebagai tempat tumbuh dan


berkembangnya perakaran tanaman, penyedia kebutuhan primer tanaman (air,
udara, dan unsur hara), penyedia kebutuhan sekunder tanaman, dan sebagai
habitat biota tanah (Sasmita dan Haryanto, 2018).

B. Bahan Organik
Bahan organik sebagai media tanam akan mengalami proses pelapukan
atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut,
akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), dan mineral. Penggunaan
bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan
bahan anorganik dan media tanah. Media tanam berbahan dasar organik
mempunyai banyak keuntungan dibandingkan media tanah, yaitu kualitasnya
tidak bervariasi, bobot lebih ringan, tidak mengandung inokulum penyakit, dan
lebih bersih (Dalimoenthe, 2013). Selain itu, dengan pori-pori makro dan mikro
yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta
memiliki daya serap air yang tinggi. Beberapa jenis bahan organik yang dapat
dijadikan sebagai media tanam diantaranya arang, batang pakis, kompos, moss,
sabut kelapa, pupuk kandang, sekam padi, dan humus (Sasmita dan Haryanto,
2018).

C. Bahan Anorganik
Bahan organik merupakan media tanam dengan kandungan unsur mineral
tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan induk di dalam bumi.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan batuan
induk dapat digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-batuan
(berukuran lebih dari 2 mm), pasir (berukuran 1-2 mm), debu (berukuran 2 –
50µ), dan tanah liat (berukuran kurang dari 2µ). Selain itu, bahan anorganik juga
bisa berasal dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa
media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam yaitu kerikil, pasir,
tanah liat, pecahan batu bata, gel, vermikulit, perlit, spons, dan gabus (Sasmita
dan Haryanto, 2018).

2.2 Mikroorganisme Lokal (MOL)


Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil
(Kurniawan, 2018). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat mengalami pertumbuhan,
menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Larutan MOL (Mikro
Organisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai
sumber daya yang tersedia setempat baik dari tumbuhan maupun hewan. MOL
mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga mengandung mikroba yang berpotensi
sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali
hama penyakit tanaman (Lubis, 2020). Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam
MOL tersebut, maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan
sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida (Suhastyo dkk., 2013).
5

Banyak yang menduga bahwa mikroorganisme membawa dampak yang merugikan


bagi kehidupan hewan, tumbuhan, dan manusia, misalnya pada bidang mikrobiologi
kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang patogen yang
menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupan yang khas (Kurniawan, 2018).
Walaupun demikian, terdapat banyak keuntungan yang dapat diambil dari
mikroorganisme tersebut. Penggunaan mikroorganisme sendiri berperan dalam
pembuatan MOL sehingga dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti
bidang pertanian, kesehatan, dan lingkungan (Hadi, 2019).
Keunggulan dari penggunaan MOL yang paling utama adalah mudah dan murah
bahkan tanpa biaya dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar. Cara
pembuatan MOL mudah, bahan-bahan seperti limbah dapur, keong mas, urin kelinci,
buah maja, kotoran hewan dan sebagainya dihaluskan atau dicincang kemudian
dimasukkan kedalam drum plastik, kemudian dicampur dengan larutan yang mengandung
glukosa seperti air nira, air kelapa atau air gula sebagai sumber energi, dan dibiarkan
selama beberapa hari. Setelah itu larutan MOL dapat dipakai untuk menyemprot tanaman
padi di sawah dan dapat juga digunakan sebagai aktivator dalam proses pembuatan
kompos (Suhastyo dkk., 2013).

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mikroorganisme Lokal


Setiap organisme pendegradasi bahan organik di lingkungan membutuhkan kondisi
alam dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer
tersebut akan mendekomposisi limbah padat organik dengan tingkat yang optimal
(Wiratini, 2017). Untuk menciptakan kondisi dan kualitas mikroorganisme yang optimum
dalam proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu
sendiri. Kualitas dari MOL yang ditentukan oleh faktor-faktor tersebut adalah kandungan
unsur hara dan mikroorganisme di dalamnya. Menciptakan kondisi yang optimum untuk
proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan MOL antara lain rasio C/N,
ukuran partikel, aerasi, porositas, kelembaban (Moisture content), temperatur, pH,
kandungan hara, kandungan bahan berbahaya, dan lama pengomposan (Kurniawan,
2018).

2.4 Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin “fervere” yang berarti merebus (to boil).
Berdasarkan arti kata tersebut fermentasi dapat dikaitkan dengan kondisi cairan yang
mendidih atau mengeluarkan gelembung. Menurut Suryani dkk. (2017) fermentasi
merupakan proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Lebih lanjut lagi menurut Surianti
dkk. (2020) fermentasi adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa
organik (karbohidrat, lemak, protein, dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob
maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Hal ini berarti
fermentasi dapat terjadi dalam keadaan aerob maupun anaerob. Pada bidang biokimia
fermentasi dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik.
6

Teknologi fermentasi dapat diterapkan pada bidang pangan, pertanian, peternakan,


industri, dan kesehatan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses fermentasi antara lain
suhu, fermentor, lama fermentasi, serta oksigen. Faktor utama yang mendukung
keberhasilan fermentasi adalah fermentor. Fermentor adalah mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya fermentasi. Menurut Surianti dkk. (2020) mikroorganisme mix
merupakan fermentor yang sangat baik untuk digunakan karena diramu dengan bahan
alami dan mengandung 44 mikroba unggul yang dapat menghasilkan berbagai enzim
menguntungkan. Aspek suhu pada saat fermentasi mempunyai peran penting untuk
mendukung bakteri utama predominant yang membantu proses fermentasi (Arumsari
dkk., 2022). Setiap jenis fermentasi memiliki suhu optimum masing-masing bergantung
pada suhu optimum suatu mikroorganisme bekerja. Faktor lain yang berpengaruh pada
fermentasi yaitu lama waktu proses fermentasi berlangsung. Semakin lama periode
fermentasi akan memberikan kesempatan mikroba untuk memanfaatkan bahan organik
substrat yaitu mendegradasi bahan organik seperti gula, protein, pati, hemiselulosa dan
selulosa untuk pertumbuhannya sehingga bahan organik substrat mengalami penurunan
(Surianti dkk., 2020). Keberadaan oksigen berpengaruh pada proses fermentasi karena
jenis-jenis fermentasi yaitu fermentasi aerob dan fermentasi anaerob.
Fermentasi memiliki manfaat yang beragam. Pada umumnya fermentasi memiliki
manfaat untuk memperbaiki kualitas gizi, mengurangi dan bahkan menghilangkan
pengaruh bahan pakan tertentu (Surianti dkk., 2020). Pada bidang pangan, dan industri
fermentasi memberikan manfaat dalam memperbaiki kualitas gizi dan mengurangi atau
menghilangkan bahan yang berbahaya pada suatu bahan makanan. Dengan demikian
diperoleh produk makanan atau minuman yang memiliki kualitas yang lebih baik dari
bahan bakunya. Pada bidang pertanian fermentasi bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas hal-hal pendukung pertumbuhan tanaman seperti media tanam, dan pupuk
sehingga meningkatkan kualitas produktivitas tanaman. Manfaat fermentasi pada bidang
peternakan menurut Prabowo (2016) yaitu untuk penyimpanan pakan dalam waktu cukup
lama. Pada bidang kesehatan fermentasi bermanfaat karena produk yang dihasilkan dapat
meningkatkan kualitas kesehatan. Jika ditinjau dari segi kesehatan, fermentasi membantu
mengurangi faktor anti nutrisi secara signifikan, seperti asam fitat, inhibitor tripsin, dll
(Šikić‑Pogačar dkk., 2022).

2.5 Bioaktivator
Bioaktivator adalah isolat mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
mendegradasi bahan organik yang mengandung selulosa, yang berperan dalam
meningkatkan proses pengomposan (Sutrisno dkk., 2020). Hal ini berarti pada
bioaktivator hanya terdapat jenis mikroorganisme tertentu yang hendak dibutuhkan.
Bioaktivator terbuat dari bahan-bahan alami yang tidak mengandung bahan berbahaya
dan zat beracun, sehingga menjadikannya ramah lingkungan. Bioaktivator terdiri dari
mikroorganisme alami yang menempel pada kompos organik. Bioaktivator mengandung
selulolitik mikroorganisme (yaitu organisme kecil yang hidup dari selulosa). Selulosa
limbah pertanian digunakan sebagai sumber energi mikroba selulolitik pada bioaktivator.
Artinya selulosa dalam jaringan tumbuhan diurai menjadi karbohidrat sederhana yang
7

dapat dengan cepat diserap oleh tanaman (Sutrisno dkk., 2020). Menurut Zaman dkk.
(2020), bioaktivator dapat berbentuk larutan, bubuk (powder), pellet atau kapsul, dan juga
dapat berupa padatan yang slow release. Selain dapat digunakan sebagai biang atau
starter dalam pengomposan sampah organik, bioaktivator juga dapat diberikan secara
langsung ke dalam tanah.
Jenis bioaktivator yang sering digunakan dalam pengomposan adalah EM4,
bioaktivator beras, bioaktivator kotoran sapi, bioaktivator sayur dan bioaktivator buah
(Sutrisno dkk., 2020). Bioaktivator dapat tersedia secara komersial atau dapat dibuat
sendiri menggunakan bahan-bahan yang lebih ekonomis. Beberapa bioaktivator
komersial yang digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan adalah
StarTmik@OK dan Tricho Plus (LIPI) dan Promi (Indrayani dkk., 2021), EM4
(Widjajanto dkk., 2017). Selain itu, bioaktivator juga dapat berasal dari bahan alami
seperti air beras (Abror, 2018), cairan rumen (Natsir dkk., 2020), limbah udang atau ikan
(Dewilda dkk., 2021), serta bioaktivator dari limbah buah-buahan dan sayuran (Sutrisno
dkk., 2020). Jenis bioaktivator lainnya yaitu bioaktivator inokulan. Inokulan merupakan
bioaktivator yang diaplikasikan pada jerami padi segar atau limbah lain di ladang.
Inokulan ini dapat mempercepat proses pengomposan hingga satu bulan. Setelah
dikomposkan, bahan organik membantu meningkatkan kadar bahan organik tanah untuk
menjaga kesuburan tanah, sekaligus mengurangi kebutuhan penerapan pupuk kimia.
Keunggulan inokulan yaitu sangat mudah beradaptasi dan dapat digunakan pada hampir
semua hal pertanian keuntungan kedua menggunakan bioaktivator adalah aman bagi
lingkungan (Sutrisno dkk., 2020).
Penambahan bioaktivator ke dalam tanah dapat meningkatkan kolerasi tanaman
terhadap cekaman air, memperbaiki kondisi fisik tanah, serta meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap penyakit, hama serta nematoda (Lerner dkk., 2021). Penggunaan
Bioaktivator dapat mempercepat reaksi fermentasi sehingga dapat mengurangi waktu
fermentasi (Marlinda, 2015). Disamping itu, bioaktivator memiliki pengaruh terhadap
tanaman yang beragam tergantung jenis tanamannya. Bioaktivator dapat meningkatkan
efek pada karakteristik tanah, nutrisi, dan produktivitas tanaman. Menurut Junior dkk.
(2018) pengaruh bioaktivator pada tanaman penutup yang berbeda, teramati bahwa hanya
pada perlakuan antara oat, lobak, lupin, gandum hitam, vetch (ANTCE), yang
ditambahkan bioaktivator, meningkatkan saturasi basa yang lebih tinggi nilai. Pada
bioaktivator limbah sayuran, kandungan mikroorganisme akan membantu mempercepat
proses pengomposan dan memperbaiki kondisi tanah yang rusak ketika kompos
diaplikasikan ke tanah. Keuntungan lain bioaktivator limbah sayuran adalah bahwa
pembuatan bioaktivator nabati sangat mudah dan biaya murah (Sutrisno dkk., 2020).
Hasil penelitian Manullang dan Rusmini (2015), bioaktivator dari bonggol pisang dan
limbah buah-buahan mengandung bakteri Enterobacter sp dan Bacillus sp, sedangkan
hasil penelitian Rusmini, (2016) menyatakan bioaktivator dari keong mas mengandung
bakteri Pseudomonas fluorescens.

2.6 Kertas
Kertas adalah barang yang berwujud lembaran-lembaran tipis. Yang dihasilkan
dengan kompresi serat yang berasal dari pulp yang telah mengalami pengerjaan
8

pengeringan, ditambah beberapa bahan tambahan yang saling menempel dan saling
menjalin, serat yang digunakan biasanya berupa serat alam yang mengandung selulosa
dan hemiselulosa (Ayunda dkk., 2013). Serat kertas berasal dari pulp yang saling melekat
satu sama lain yang diproses dengan cara kompresi dan pengeringan. Kertas merupakan
bagian penting bagi kehidupan manusia yang digunakan sebagai suatu media yang
berguna untuk menulis, berkreasi, pengemasan, dan digunakan sebagai kebutuhan khusus
lainya.
Proses pembuatan pulp pada dasarnya adalah proses pemisahan serat dari bahan
baku yang mengandung serat dengan cara mekanis, kimia atau gabungan dari keduanya.
Dalam proses kimia, bahan baku dimasak dalam bejana pemasak (digester) dan
ditambahkan dengan bahan kimia untuk melarutkan komponen dalam bahan baku yang
tidak diinginkan sehingga diperoleh pulp dengan kandungan selulosa yang tinggi.

2.7 Kotoran
Kotoran ternak merupakan suatu limbah organik yang berasal dari hewan ternak.
Sebagian besar kotoran hewan dapat digunakan untuk pupuk setelah mengalami
pengomposan yang matang, yaitu bila secara fisik (warna, rupa, tekstur dan kadar air)
tidak serupa dengan bahan aslinya, secara kimia memiliki kandungan bahan organik:
60-70%, N: 2%, P2O5: 1%, K2O: 1%. Jenis kotoran hewan yang umum digunakan adalah
kotoran sapi, kerbau, kelinci, ayam, dan kambing. Kotoran ternak disebut sebagai substrat
yang dianggap paling cocok sebagai sumber pembuat gas bio, karena substrat tersebut
telah mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan
ruminansia. Keberadaan bakteri di dalam usus besar ruminansia tersebut membantu
proses fermentasi (Irawan dan Suwanto, 2017). Keunggulan dari pupuk yang berasal dari
kotoran hewan adalah ramah lingkungan, dapat menambah pendapatan peternak dan
dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat
pemakaian pupuk anorganik (kimia) secara berlebihan (Ratriyanto dkk., 2019).
Limbah peternakan dan pertanian, bila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan
dampak bagi lingkungan berupa pencemaran udara, air dan tanah, menjadi sumber
penyakit, dapat memacu peningkatan gas metan dan juga gangguan pada estetika dan
kenyamanan (Nenobesi dkk., 2017). Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan limbah
ternak agar bisa dimanfaatkan sekaligus agar tidak mencemari lingkungan.
9

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Ember
2. Blender
3. pH meter
4. Corong
5. Pipet volume
6. Labu ukur 50 ml, 100 ml
7. Penangas air
8. Spektrofotometer
9. Labu Kjeldahl
10. Batu didih
11. Pipet tetes
12. Alat destilasi (Penampung H3BO3 dan HCl)
13. Piala gelas 100 ml
14. Flamefotometer
15. AAS
16. Kompor listrik
17. Pembakar spiritus
18. Erlenmeyer
19. Cawan petri
20. Batang Ose
21. Inkubator

3.1.2 Bahan
1. Limbah sayur-sayuran dan kotoran ternak
2. Bioaktivator
3. Garam
4. Air cucian beras
5. Gula merah
6. Penyaring
7. Limbah kertas
8. Air
9. Kertas pH
10. Kertas saring
11. Standar induk C-Organik 2000 ppm
12. KCl
13. K2CrO7 1N
14. H2SO4 (p)
15. Air suling
10

16. Campuran selen


17. Indikator PP
18. Indikator BCG:MM
19. HNO3 5N
20. Ammonium Molibdat 5%
21. Ammonium Vanadat 0,25%
22. HClO4
23. Korek api
24. Label
25. Media Mac Conkey Agar
26. Media Brilliant Green Agar

3.2 Metode Sintesis


Dalam pemanfaatan limbah kertas sebagai media tanam diperlukan metode sintesis
untuk menghasilkan produk dengan analisis dan prosedur yang sistematis. Metode
sintesis yang dilakukan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sintesis media tanam kertas dan
mol.
3.2.1 Sintesis Mikroorganisme Lokal (MOL)
1. Disiapkan bahan baku pembuatan yaitu limbah sayur-sayuran dan kotoran
ternak.
2. Bahan baku dipotong dan diolah menjadi ukuran yang lebih kecil.
3. Bahan baku yang digunakan dimasukkan ke wadah seperti ember untuk
fermentasi.
4. Ditambahkan bioaktivator secukupnya sebagai penyuplai mikroorganisme yang
berguna bagi media tanam.
5. Ditambahkan garam sebanyak 5% dari berat bahan limbah.
6. Ditambahkan air cucian beras sebagai sumber nutrisi mikroorganisme sampai
bahan limbah terendam.
7. Ditambahkan larutan gula merah sebanyak 2% dari volume air cucian beras.
8. Dilakukan fermentasi secara anaerob selama 3-4 minggu, selama proses
fermentasi sesekali dibuka untuk menghilangkan gas yang terbentuk.
9. Setelah proses fermentasi selesai, bahan limbah disaring dan filtratnya dapat
digunakan sebagai mol.
3.2.2 Sintesis Media Tanam Kertas
1. Disiapkan 3 Kg limbah kertas.
2. Direndam dengan air selama 30-45 menit.
3. Kemudian air rendaman dibuang. Proses perendaman dilakukan sekitar 4-5 kali
pengulangan.
4. Lalu dikeringkan di bawah sinar matahari selama 24 jam.
5. Hasil pengeringan dihaluskan menggunakan blender sampai menjadi serat-serat
yang dapat digunakan sebagai media tanam.
6. Kemudian media tanam direndam dengan air selama 5-10 menit, setelah itu
direndam dengan MOL selama 5-10 menit juga.
7. Media tanam siap digunakan.
11

3.3 Metode Analisis


Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
kuantitatif. Metode analisis yang memerlukan kemampuan untuk menghitung dan
menginterpretasikan data yang kompleks dan akurat. Contoh dari metode analisis
kuantitatif, seperti analisis deskriptif, regresi, dan faktor.
3.3.1 Analisis Bakteri Asam Laktat dengan Metode Enumeration dan Isolation
1. 1 ml atau 1 gram dari sampel dicampur dengan 9 ml larutan fisiologis steril
(0,85% NaCl) untuk pengenceran awal.
2. Pengenceran series dilakukan untuk setiap sampel dengan faktor pengenceran
yang sesuai.
3. 1 ml dari pengenceran sampel dicampurkan dengan lelehan agar de Man,
Rogosa, dan Sharpe (MRS; Difco Laboratories, Detroit, MI) untuk dihitung
jumlah bakteri asam laktat (LAB) secara metode tuang-cawan.
4. Cycloheximide pada konsentrasi 0,01% (vol/vol) ditambahkan ke dalam cawan
agar pertumbuhan jamur dapat dicegah.
5. Masing-masing pengenceran sampel dituangkan ke dalam cawan agar MRS dan
M17 (Oxoid Ltd.) dan diinkubasi dalam kondisi anaerobik pada suhu 30°C
selama 48 hingga 72 jam.
6. Setelah terbentuk koloni dengan morfologi yang berbeda-beda, koloni tersebut
dipisahkan dan dimurnikan dengan cara metode streaking pada media yang
sama.
7. Setelah itu, jumlah koloni yang terbentuk dapat dihitung.
3.3.2 Uji pH dengan pH meter
1. Prinsip
Nilai keasaman (pH) dapat ditetapkan dengan pH meter dengan
berdasarkan pada potensial elektrokimia. Larutan sampel akan melepaskan ion
H+ dengan cara pengocokan baik menggunakan air maupun KCl sehingga nilai
keasamannya dapat diukur. Semakin banyak ion H+ yang dilepaskan, semakin
bernilai asam.
2. Reaksi
-
3. Cara Kerja
a. Uji pH dalam air
1.) Ditimbang 1 gram tanah, dimasukan ke dalam botol kocok.
2.) Ditambahkan 10 ml air.
3.) Dikocok 15 menit dengan shaker 250 rpm.
4.) Diendapkan dan disaring.
5.) Diukur pH larutan dengan kertas pH meter.
b. Uji pH dalam KCl
1.) Ditimbang 10 gram tanah, dimasukan ke dalam botol kocok.
2.) Ditambahkan 100 ml KCl.
3.) Dikocok 15 menit dengan shaker 250 rpm.
4.) Diendapkan dan disaring.
5.) Diukur pH larutan dengan kertas pH meter.
12

3.3.3 Penetapan Kadar C-organik


1. Prinsip
Dalam suasana asam, karbon dalam senyawa organik dapat mereduksi
K2Cr2O7 menjadi Cr3+ yang serapannya dapat diukur secara spektrofotometri
pada panjang gelombang 590 nm.
2. Reaksi

3. Cara Kerja
a. Dibuat deret standar C-Organik 0-200 ppm dari standar induk C-Organik
2000 ppm.
b. 25 ml (duplo) diambil dengan menggunakan pipet kedalam labu ukur 100
ml.
c. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1N dan 10 ml H2SO4 (p) pada masing-masing
deret standar dan contoh.
d. Diaduk perlahan-lahan dan didiamkan 20-30 menit atau dipanaskan di
penangas air hingga berwarna hijau.
e. Deret standar dan contoh diencerkan dan dihimpitkan dengan air suling
sampai tanda tera dan dihomogenkan.
f. Deret standar dan contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 590 nm.
4. Perhitungan

3.3.4 Penetapan Kadar Nitrogen Metode Kjeldahl


1. Prinsip
Kadar nitrogen dalam sampel dapat ditetapkan dengan metode
Kjeldahl. Melalui penambahan H2SO4 (p), N-organik pada sampel diubah
menjadi (NH4)2SO4 yang kemudian didestilasi dengan dibantu NaOH 30%
akan dibebaskan NH3 dan ditangkap oleh penampung H3BO3 atau HCl
menggunakan indikator BCG:MM. Lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N (TA :
merah) atau dititrasi dengan NaOH 0,1N (TA : hijau).
2. Reaksi
13

3. Cara Kerja
a. Ditimbang sampel sebanyak 0,5 gram dan timbang campuran selen dalam
wadah yang sama.
b. Dimasukan ke dalam labu Kjeldahl yang telah berisi batu didih.
c. Ditambahkan 25 ml H2SO4 (p).
d. Didestruksi hingga warna larutan kuning kehijauan jernih lalu didinginkan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
e. Dipipet 10,00 ml dan ditambahkan indikator PP ke dalam alat destilasi yang
telah dipersiapkan penampung H3BO3 atau HCl dan ditambahkan indikator
BCG:MM didalamnya.
f. Didestilasi hingga volume penampung 3x volume awal.
g. Dititrasi dengan titran yang sesuai hingga mencapai TA.
4. Perhitungan
Penampung HCl

3.3.5 Penetapan Kadar PO43- secara Spektrofotometri


1. Dasar
Dalam suasana asam fosfat bereaksi dengan asam molibdat dan
ammonium Vanadat membentuk senyawa Fosfomolibdovanadat yang berwarna
kuning yang dapat diukur serapannya dengan spektrofotometri pada lamda 420
nm.
2. Reaksi

3. Cara Kerja
a. Pipet 5,00 mL sampel secara duplo.
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 Ml.
c. Ditambahkan 5 mL HNO3 5N.
d. Ditambahkan 5 mL Amonium Molibdat 5%.
e. Ditambahkan 5 Ml Amonium Vanadat 0,25%.
f. Diukur dengan spektrofotometer pada lambda 420 nm.
4. Perhitungan
14

3.3.6 Penetapan Kadar Kalium secara Flamefotometri


1. Dasar
Unsur golongan I, A, Na, dan K memiliki potensial ionisasi rendah,
sehingga atom dapat tereksitasi dengan nyala api LPG. Atom yang tereksitasi
akan kembali ke keadaan dasar sambil melepaskan sinar emisi. Konsentrasi
sampel dapat ditentukan dengan membandingkan nilai emisi sampel dan standar.
2. Reaksi
K+ Cl- → K+Cl- → KCl → KCl → K ⇔ K* → K
Larutan aerosol padatan gas molekul flame
3. Cara Kerja
a. Dipipet sampel 5,00 ml secara duplo.
b. Dimasukkan ke dalam piala gelas 100 ml.
c. Ditambahkan 15 ml campuran pereaksi (HNO3 : HClO4 : H2SO4 dengan
perbandingan 1:1:5).
d. Digest hingga larutan jernih dan volume berkurang.
e. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
f. Dibaca % emisi pada Flamefotometer.
4. Perhitungan

3.3.7 Penetapan Unsur Hara Mikro (Fe, Zn, Mn, Cu) secara Spektrofotometri
Serapan Atom
1. Prinsip
Destruksi contoh dengan cara pengabuan basah pada suhu 150°C dengan
penambahan HNO3 pekat. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal.

2. Reaksi

3. Cara kerja
a. Pipet maksimal 10 ml sampel larutan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 15 ml campuran pereaksi (HNO3 : HClO4 : H2SO4 dengan
perbandingan 1:1:5).
15

c. Dipanaskan (digest) 350oC sampai larutan sampel kurang lebih 5 ml.


d. Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml.
e. Diencerkan dengan air suling.
f. Diukur dengan AAS.
4. Perhitungan

3.3.8 Penetapan Cemaran Logam (As, Hg, Pb, Cd) secara Spektrofotometri Serapan
Atom
1. Prinsip
Destruksi contoh dengan cara pengabuan basah pada suhu 150°C dengan
penambahan HNO3 pekat. Logam yang terlarut ditetapkan menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal.
2. Reaksi

3. Cara kerja
a. Pipet maksimal 10 ml sampel larutan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 15 ml campuran pereaksi (HNO3 : HClO4 : H2SO4 dengan
perbandingan 1:1:5).
c. Dipanaskan (digest) 350oC sampai larutan sampel kurang lebih 5 ml.
d. Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml.
e. Diencerkan dengan air suling.
f. Diukur dengan AAS.
4. Perhitungan

3.3.9 Analisis Bakteri Patogen (E.Coli dan Salmonella sp)


1. Dasar
Pemeriksaan bakteri patogen ini dilakukan setelah proses pengerjaan
perhitungan jumlah bakteri cara APM dan perhitungan jumlah coliform cara
16

APM. Hasil pengujian yang positif (keruh dan menghasilkan gas) dari
pengerjaan sebelumnya digoreskan di media selektif steril (plate) lalu diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam.
2. Cara kerja
a. Dilakukan teknik aseptik untuk area kerja, kemudian dinyalakan pembakar.
b. Dilakukan labelling pada setiap alat.
c. Disiapkan erlenmeyer yang sudah berisi media selektif steril untuk
masing-masing bakteri yang akan diujikan dengan suhu ± 400C.
d. Dituangkan masing-masing media selektif (Mac Conkey Agar untuk E.coli
dan Brilliant Green Agar untuk Salmonella sp ) ke dalam cawan petri
sebanyak ± 15 mL 1/3 tinggi cawan petri) secara merata dan tunggu hingga
media membeku.
e. Diambil satu mata ose hasil pengujian yang positif (keruh dan bergas) dari
pengerjaan sebelumnya kemudian gores (bentuk goresan zig-zag) secara
aseptik.
f. Dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 30-350C selama 24 jam (posisi
terbalik).
g. Diamati dan catat hasilnya.
h. Hasil pengamatan dibandingkan dengan standar pada tabel bakteri patogen.
17

3.4 Diagram Alir


18

DAFTAR PUSTAKA

Abror, M. (2018). The Effect of Rice Washing Water and Lactobacillus Bacteria on the
Growth and Production of Mustard Plants. Nabatia, 15(2), 93–97.

Adiprasetyo, T., Hermawan, B., Herman, W., & Arifin, Z. (2020). Pelatihan Pembuatan Media
Tanam Dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal Di Kelurahan Beringin Raya Kota
Bengkulu. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Dewantara, 3(1), 37–40.

Artayani, M., Jumawan, F., & Tri TS, A. T. (2015). Pemanfaatan Sampah Kertas Menjadi
Papan Partikel Sebagai Dinding Dekoratif Ruangan. Nature : National Academic
Journal of Architecture, 2(2), 254–263.

Arumsari, N. G., Suparthana, P., & Nocianitri, K. (2022). Pengaruh Suhu Dan Lama
Fermentasi Terhadap Karakteristik Kedelai Terfermentasi Dalam Tahapan Produksi Sere
Kedele. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 11(4), 776-787.

Ayunda, V., Humaidi, S., & Barus, D. A. (2013). Pembuatan dan Karakterisasi Kertas dari
Daun Nanas dan Eceng Gondok. Saintia Fisika, 2(1), 1–6.

Dalimoenthe, S. L. (2013). Pengaruh media tanam organik terhadap pertumbuhan dan


perakaran pada fase awal benih teh di pembibitan. Jurnal Penelitian Teh Dan Kina,
16(1), 1–11.

Dewilda, Y., Aziz, R., & Rahmayuni, F. (2021). Application of local microorganisms from
tuna fish and shrimp waste as bio activator for household organic waste composting by
Takakura method. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 896(1),
1-12.

Hadi, R. A. (2019). Pemanfaatan Mol (Mikroorganisme Lokal) Dari Materi yang Tersedia Di
Sekitar Lingkungan. Agroscience (AGSCI), 9(1), 93.

Haryono, Jessica A., Bangsa, Gogor P., Christianna, Aniendya. (2016). Perancangan
Kampanye Sosial Mengolah Kertas Bekas Untuk Meningkatkan Rasa Cinta Kepada
Lingkungan Bagi Anak Usia 9-11 Tahun. Jurnal Desain Komunikasi Visual Adiwarna,
vol. 1, no. 8.

Indrayani, S., Nuriyanah, N., Nurjanah, L., Wibowo, H., & Priadi, D. (2021). The Production
of Compost from Organic Wastes using Bioactivators and Its Application to Celery
(Apium graveolens L.) Plant. Jurnal Ilmu Lingkungan, 19(2), 479–484.

Irawan, D., & Suwanto, E. (2017). Pengaruh Em4 (Effective Microorganisme) Terhadap
Produksi Biogas Menggunakan Bahan Baku Kotoran Sapi. Turbo : Jurnal Program
Studi Teknik Mesin, 5(1).
19

Junior, K. S. F., Terra, A. B. C., Teruel, T. R., Mantovani, J. R., & Florentino, L. A. (2018).
Effect Of Cover Crops And Bioactivators In Coffee Production And Chemical
Properties Of Soil. Coffee Science, 13 (4), 559-567.

Kurniawan, Andri. (2018). Produksi Mol (Mikroorganisme Lokal) dengan Pemanfaatan


Bahan-bahan Organik yang Ada di Sekitar. Jurnal Hexagro, vol. 2, no. 2.

Lerner, A. W., Guimarães, V. F., Brito, T. S., Röske, V. M., Cecatto Junior, R., Silva, A. S. L.,
& Weizenmann, J. C. (2021). Inoculation methods of Azospirillum brasilense associated
to the application of soil bioactivator in the maize crop. Communications in Plant
Sciences, 11(2021), 67–75.

Lubis, Z. (2020). Pemanfaatan mikroorganisme lokal (mol) dalam pembuatan kompos.


Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian 2020, (18), 361–374.

Manullang, RM dan Rusmini. (2015). Empty recemus of oil palm as source of organic
fertilizer With bio-activator on soybean plants. Global Journal of Agricultural
Research, 3 (2), 1-12.

Marlinda. (2015). Pengaruh Penambahan Bioaktivator Em4 Dan Promi Dalam Pembuatan
Pupuk Cair Organik Dari Sampah Organik Rumah Tangga. Konversi, 4 (2), 1-6.

Natsir, A., Syahrir, S., Nadir, M., & Mujnisa, A. (2020). Assessing The Effectiveness Of
Biostarter Formulated From Rumen Bacteria Of Buffalo: Effects On Chemical
Components Of The Corn Tumpi. Journal of Critical Reviews, 7(13), 203–207.

Nenobesi, D., Mella, W., & Soetedjo, P. (2017). Pemanfaatan Limbah Padat Kompos Kotoran
Ternak dalam Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan dan Biomassa Tanaman
Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Pangan, 26, 43–55.

Prabowo, A. (2016). Penggunaan Teknologi Fermentasi Pakan Dalam Sistem Integrasi


Sapi-Tanaman Jagung. Jurnal Triton, 7(2), 99-106.

Pratiwi, N. E., Simanjuntak, B. H., & Banjarnahor, D. (2017). Pengaruh Campuran Media
Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Stroberi (Fragaria Vesca L.) Sebagai Tanaman
Hias Taman Vertikal. Agric, 29(1), 11.

Putro, P. D. C., Sukendah, S., & Triani, N. (2022). Pengaruh Komposisi Media Tanam Dan
Konsentrasi PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Terhadap Pertumbuhan
Bibit Stek Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium) di Dataran Rendah.
AGRICOLA, 12(2), 67–81.

Ratriyanto, A., Widyawati, S. D., P.S. Suprayogi, W., Prastowo, S., & Widyas, N. (2019).
Pembuatan Pupuk Organik dari Kotoran Ternak untuk Meningkatkan Produksi
Pertanian. SEMAR (Jurnal Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni Bagi Masyarakat),
8(1).
20

Rusmini, N. (2016). Pengaruh Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kenaf. Buletin Loupe, 2, 9-17.

Sasmita, E. R., & Haryanto, D. (2018). Ragam Media Tanam Tanah dan Non Tanah.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Vol. 3, pp. 10–27).

Šikić-Pogačar, M., Turk, D.M. & Fijan, S. (2022). Knowledge of fermentation and health
benefits among general population in North-eastern Slovenia. BMC Public Health, 22
(1695), 2-11.

Suarianti, S., Tandipayuk, H., & Aslamyah, S. (2020). Fermentasi tepung ampas tahu dengan
cairan mikroorganisme mix Sebagai bahan baku pakan. Jurnal Agrokompleks, 9 (1),
9-15.

Suhastyo, A. A., Anas, I., Santosa, D. A., & Lestari, Y. (2013). Studi Mikrobiologi dan Sifat
Kimia Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan Pada Budidaya Padi Metode
SRI. Sainteks.Volume X No. 2, 29–39.

Suryani, Y., Hermawan, I., Ningsih. (2017). Pengaruh Penambahan Urea dan Sulfur pada
Limbah Padat Bioetanol yang Difermentasi Em-4 terhadap Kandungan Protein dan
Serat Kasar. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 5 (1), 13-17.

Sutrisno, E., Zaman, B., Wardhana, I. W., Simbolon, L., & Emeline, R. (2020). Is
Bio-activator from Vegetables Waste are Applicable in Composting System? IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 448(1) 1-5.

Widjajanto, D. W., Purbajanti, E. D., Sumarsono, & Utama, C. S. (2017). The Role of Local
Microorganisms Generated from Rotten Fruits and Vegetables in Producing Liquid
Organic Fertilizer. Journal of Applied Chemical Science, 4 (2017), 325–329.

Wiratini, N. M. (2017). Pelatihan Membuat Kompos Dari Limbah Pertanian Di Subak Telaga
Desa Mas Kecamatan Ubud. Jurnal Widya Laksana, 3(2), 70.

Zaman, B., Sutrisno, E., Sudarno, S., Simanjutak, M. N., & Krisnanda, E. (2020). Natural Soil
as Bioactivator for Wastewater Treatment System. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 448(1), 1-4.

Anda mungkin juga menyukai