LAPORAN PRAKTIKUM
UNIT OPERASI TEKNIK KIMIA
Materi :
Drying
Kelompok :
7/Rabu
Materi : Drying
Kelompok : 7/Rabu
Anggota : 1. Azidane Adipramana Widyadhana (NIM. 21030121140133)
2. Fatimah Mauludiyah (NIM. 21030121120019)
3. Kharissa Nasher (NIM. 21030121140199)
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Operasi Teknik Kimia dengan Materi Drying secara lancar dan sesuai
dengan yang diharapkan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan kerja sama dari
berbagai pihak, maka laporan ini tidak akan dapat terselesaikan sebagaimana
mestinya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. T. Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si. selaku Penanggung Jawab
Laboratorium Operasi Teknik Kimia.
2. Prof. Dr. Ing. Suherman, S.T., M.T. selaku Dosen Pengampu pada praktikum
materi Drying.
3. Marissa Widiyanti, S. T., M. T. selaku Laboran Laboratorium Operasi Teknik
Kimia.
4. Rizky Ramadhan Saputra Koordinator Asisten Laboratorium Operasi Teknik
Kimia.
5. Ghina ‘Afifah Ghassani dan Clara Elvira Lauren selaku Asisten Pengampu
Materi Drying.
6. Seluruh asisten Laboratorium Operasi Teknik Kimia.
7. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2021 yang telah membantu dari segi
waktu maupun motivasi.
Laporan ini merupakan laporan terbaik yang saat ini dapat kami ajukan,
namun laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
5.2 Saran.. ................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 20
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format tabel hasil percobaan pengeringan pada pengering rak ............11
Tabel 3.2 Format tabel hasil percobaan analisa kadar air ......................................11
Tabel 3.3 Format tabel hubungan drying time (hour) dengan total moisture
content (lb) .............................................................................................11
Tabel 3.4 Format tabel hubungan waktu, kandungan air rata-rata, dan drying
rate .........................................................................................................11
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
LAPORAN SEMENTARA
LEMBAR PERHITUNGAN
REFERENSI
LEMBAR ASISTENSI
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Dapat mengetahui hubungan antara waktu pengeringan terhadap
moisture content.
4. Dapat mengetahui hubungan antara moisture content terhadap drying
rate.
5. Dapat membuat kurva sorption isotherm.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam
jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggurnakan energi panas.
Hasil dari proses pengeringan adalah bahan keringa yang mempunyai kadar
air setara dengan kadar air keseimbangan udara normal atau setara dengan
nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan
kimiawi (Anton, 2011 dalam Risdianti et al., 2016). Perubahan fisik yang
mungkin terjadi meliputi penyusutan (shrinkage), penggembungan (puffing),
kristalisasi, transisi kaca (glass transition). Dalam beberapa kasus, diinginkan
atau tidak diinginkan reaksi kimia atau biokimia mungkin terjadi dan
menyebabkan perubahan warna, tekstur, bau atau properti lain dari produk
padatan. Dalam pembuatan katalis, misalnya kondisi pengeringan dapat
menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam aktivitas katalis dengan
mengubah luas permukaan internal.
Pengeringan terjadi melalui penguapan cairan dengan memberikan
panas pada bahan baku basah. Seperti disebutkan sebelumnya, panas
mungkin disediakan oleh konveksi (pengeringan langsung), dengan konduksi
(kontak atau dengan pengeringan tidak langsung), radiasi atau volumetris
dengan menempatkan bahan basah dalam bidang frekuensi mikro atau radio
elektromagnetik. Lebih dari 85% pengeringan industri adalah jenis konvektif
dengan udara panas atau gas pembakaran langsung dengan media
pengeringan. Lebih dari 99% dari aplikasi melibatkan penghilangan air.
Semua mode kecuali dielektrik (microwave dan frekuensi radio) memasok
panas pada batas objek pengeringan sehingga panas harus berdifusi ke padat
terutama oleh konduksi. Cairan harus berjalan ke batas materi sebelum
diangkut pergi oleh gas pembawa (atau oleh aplikasi vakum untuk
pengeringan non-konvektif).
Transportasi uap cair dalam padatan dapat terjadi oleh salah satu atau
lebih dari mekanisme transfer massa berikut:
− Difusi cair, jika padatan basah pada suhu di bawah titik didih cairan
− Difusi uap, jika cairan menguap dalam bahan.
− Knudsen difusi, jika pengeringan dilakukan pada suhu dan tekanan yang
sangat rendah, misalnya dalam pengeringan beku.
− Difusi permukaan (mungkin walaupun tidak terbukti).
3
− Perbedaan tekanan hidrostatik ketika laju penguapan internal melebihi
laju transportasi uap melalui padatan ke lingkungan.
− Kombinasi dari mekanisme di atas.
4
Gambar 2.1 menunjukkan kurva laju pengeringan eksternal, dimana
N=Nc=konstan. Periode laju konstan diatur sepenuhnya oleh pemanasan
eksternal dan perpindahan massa di sebuah film air pada permukaan
penguapan. Periode pengeringan tidak dipengaruhi oleh jenis material yang
sedang dikeringkan. Banyak makanan dan produk pertanian, bagaimanapun
tidak menampilkan periode laju konstan sama sekali, karena laju perpindahan
panas, internal dan massa menentukan laju alir menjadi terekspose ke
permukaan penguapnan.
Pada periode pengeringan laju konstan, laju pengeringan tidak
tergantung pada kandungan kebasahan. Selama periode ini, zat cair ini
sedemikian basah sehingga terdapat suatu film kontinyu pada keseluruhan
permukaan, dan air itu berperilaku seakan-akan tidak ada zat padat disitu. Jika
zat padat itu tidak berpori, air yang keluar dalam periode ini terutama adalah
air permukaan yang terdapat pada permukaan zat. Dalam zat padat berporos
kebanyakan air yang dikeluarkan pada periode laju konstan berasal dari
bagian dalam (interior) zat padat. Penguapan dari bahan berpori berlangsung
menurut mekanisme yang sama seperti penguapan dari termometer cembul
basah pada dasarnya adalah suatu pengeringan laju konstan. Dalam keadaan
dimana tidak ada radiasi atau perpindahan kalor konduksi melalui kontak
langsung dengan permukaan panas, suhu zat padat tersebut selama periode
laju konstan adalah cembul basah udara.
Selama periode laju konstan laju pengeringan persatuan luas Rc dapat
ditaksi dengan ketelitian yang memadai dari korelasi-korelasi yang
dikembangkan untuk evaporasi dari permukaan zat cair bebas. Perhitungan
bisa didasarkan atas perpindahan massa persamaan atau perpindahan kalor
persamaan 2.4, sebagai berikut:
𝑀𝑢. 𝐾𝑦(𝑦𝑖 − 𝑦)𝐴
𝑀𝑢 = (2.3)
(1 − 𝑦)𝐿
ℎ𝑦(𝑇 − 𝑇𝑖)𝐴
𝑚= (2.4)
𝑋𝑖
dimana:
mu = luas penguapan
A = luas permukaan
hy = koefisien perpindahan kalor
Mu = bobot molekul uap
T = suhu gas
Ti = suhu antarmuka
5
y = fraksi mol
yi = fraksi mol uap pada antarmuka
Xi = kalor laten pada suhu
Bila udara itu mengalir sejajar dengan permukaan zat padat, koefisien
perpindahan kalor dapat ditaksir dengan dimensional.
hy = 0,0128 G0,8 (2.5)
dimana
hy = koefisien perpindahan kalor
G = kecepatan massa, lb/ft2.jam
Bila aliran itu tegak lurus terhadap permukaan, persamaan itu adalah
hy = 0,0128 G0,37 (2.6)
Laju perpindahan konstan Rc adalah:
Rc = Mv/A = hy(T-Ti)/ (2.7)
Dalam kebanyakan situasi ini sebagaimana disinggung terdahulu, suhu
Ti dapat diandaikan sama dengan udara cembul basah. Bila radiasi dari
lingkungan panas serta konduksi dari permukaan padat yang berada dengan
kontak dengan bahan itu tidak dapat diabaikan, maka suhu pada antarmuka
itu akan lebih besar dari suhu cembul basah, yi akan bertambah besar, dan
laju pengeringan sesuai dengan persamaan 2.3 akan meningkat pula
mengikutinya. Metode untuk menafsir efek-efek ini sudah ada.
6
(Andrade et al.,2011)
Gambar 2.2 Kurva sorption isotherm
7
Gambar 2.3 Alat pengering rak
8
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Analisa Hasil
Gambar 3.1 Skema percobaan pengeringan pada rak
Timbang bahan baku sebanyak 20 gram
Analisa Hasil
Gambar 3.2 Skema analisis kadar air
3.1.2 Variabel
a. Variabel terikat : moisture content dan drying rate
b. Variabel bebas : suhu dryer 30°C; 40°C; 50°C
c. Variabel kontrol : buah nanas berukuran rusuk kubus 1.5 cm3,
suhu udara 27°C, relative humidity 60%
9
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Nanas
3.2.2 Alat
1. Pengering rak batch (Tray batch dryer)
2. Oven
3. Timbangan
4. Cawan porselen
5. Stopwatch
6. Pisau
10
3. Pengisian nanas ke dalam rak dengan susunan potongan 4x4 buah.
4. Operasi pengeringan dilakukan dengan menimbang sampe pada tiap rak
untuk memperkirakan jumlah air yang menguap setiap interval waktu 5
menit selama 45 menit. Pada saat nanas dikeluarkan dari alat tray dryer
dan ditimbang, stopwatch dihentikan dan dihidupkan kembali saat nanas
dimasukan kembali ke alat tray dryer.
5. Setelah selesai, hasil percobaan dianalisa dan diambil kesimpulan.
Tabel 3.1 Format tabel hasil percobaan pengeringan pada pengering rak
Berat
Waktu
Tray 1 Tray 2 Tray 3 Tray 4
Tabel 3.3 Format tabel hubungan drying time (hour) dengan total
moisture content (lb)
No Drying time (hour) Total moisture content (lb)
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
(a) (b)
(d)
(c)
Gambar 4.1 Pengaruh suhu terhadap moisture content pada (a) Tray 1, (b)
Tray 2, (c) Tray 3, dan (d) Tray 4
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat hubungan antara suhu terhadap
moisture content yang dihasilkan. Pada Tray 1 (a), nilai moisture content
untuk suhu 30℃, 40℃, dan 50℃ secara berturut-turut adalah 59,981%;
58,169%; 54,850%. Pada Tray 2 (b), nilai moisture content untuk suhu 30℃,
40℃, dan 50℃ secara berturut-turut adalah 57,167%; 53,685%; 52,269%.
Pada Tray 3 (c), nilai moisture content untuk suhu 30℃, 40℃, dan 50℃
secara berturut-turut adalah 58,556%; 55,140%; 53,209%. Pada Tray 4 (d),
nilai moisture content untuk suhu 30℃, 40℃, dan 50℃ secara berturut-
turut adalah 58,836%; 54,549%; 52,720%. Dari fenomena tersebut dapat
dilihat pada tiap tray, saat suhu dinaikkan terjadi penurunan yang signifikan.
Berdasarkan teori yang ada, semakin tinggi suhu pengeringan jelas
mempengaruhi karakteristik pengeringan nanas berbentuk kubus. Waktu
pengeringan dan kadar air berkurang dengan cepat seiring dengan
peningkatan suhu pengeringan (Meerasri & Sothornvit, 2022). Semakin
12
tinggi suhu pengeringan maka semakin rendah moisture content yang
dihasilkan.
Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan
yang didapatkan sudah sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan suhu
pengeringan berbanding terbalik terhadap moisture content yang dimana
semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan, semakin rendah moisture
content.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.2 Pengaruh Suhu terhadap drying rate pada (a) Tray 1, (b) Tray
2, (c) Tray 3, dan (d) Tray 4
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat hubungan antara suhu terhadap
drying rate yang dihasilkan. Pada Tray 1 (a), nilai drying rate untuk suhu
30℃, 40℃, dan 50℃ secara berturut-turut adalah 0,00161; 0,00179;
0,00148. Pada Tray 2 (b), nilai drying rate untuk suhu 30℃, 40℃, dan 50℃
secara berturut-turut adalah 0,00187; 0,00184; 0,00163. Pada Tray 3 (c),
nilai drying rate untuk suhu 30℃, 40℃, dan 50℃ secara berturut-turut
adalah 0,00186; 0,00185; 0,00170. Pada Tray 4 (d), nilai drying rate untuk
suhu 30℃, 40℃, dan 50℃ secara berturut-turut adalah 0,00161; 0,00298;
13
0,00152. Pada Tray 1 (a) dan Tray 4 (d) nilai drying rate untuk suhu 40℃
mengalami kenaikan dari suhu 30℃, lalu pada suhu 50℃ mengalami
penurunan. Pada Tray 2 (b) dan Tray 3 (c) nilai drying rate untuk suhu 40℃
mengalami penurunan dari suhu 30℃.
Berdasarkan teori yang ada, drying rate dan suhu memiliki keterkaitan
yaitu semakin besar suhu pengeringan maka semakin tinggi pula drying
rate. drying rate bahan pangan ditentukan oleh laju relatif dan interaksi
antara perpindahan panas di dalam pangan dengan perpindahan massa air
dari pangan ke lingkungan luar (Jiang et al., 2022). Berdasarkan penjelasan
diatas, suhu pengeringan berbanding lurus terhadap drying rate dimana
semakin tinggi suhu pengeringan maka drying rate juga akan semakin
meningkat. Pada percobaan yang telah dilakukan, baik pada Tray 1, 2, 3
maupun 4 diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini
dapat disebabkan oleh drying rate yang juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan
sifat kimia bahan yang akan dikeringkan, misalnya ukuran dan bentuk bahan
serta komposisi kadar air awal bahan yang akan dikeringkan
(Luketsi & Rohmah, 2019). Sehingga perbedaan antara susunan panjang
dan lebar sampel memberikan perbedaan yang cukup signifikan.
Berdasarkan teori diatas, percobaan yang telah dilakukan belum
sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat disebabkan oleh drying rate yang
dipengaruhi juga oleh sifat fisik dan sifat kimia, sehingga perbedaan antara
susunan panjang dan lebar sampel memberikan perbedaan yang cukup
signifikan.
14
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat grafik suhu pada variabel 30℃,
40℃, dan 50℃ pada tray 1 di mana semakin menurun seiring dengan
bertambahnya waktu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu
pengeringan maka moisture content yang terdapat pada bahan akan semakin
berkurang. Hal ini berlaku untuk semua variabel suhu yang didapatkan.
Semakin lama waktu pengeringan maka kandungan air di dalam bahan
akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena air yang terkandung
dalam padatan baik air terikat ataupun air tidak terikat, dengan berjalannya
waktu akan menyebabkan air itu teruapkan dan mendifusi keluar dari bahan
tersebut akibat adanya gaya dorong dari udara pengering dengan
temperature tertentu. Menurut Sumardi dalam Sari & Lestari (2016) pada
awal pengeringan, laju pengeringannya masih tinggi, kadar air turun dengan
cepat kemudian melandai dan sangat lambat saat menuju air kesetimbangan.
Proses penurunan kadar air pada awal pengeringan berlangsung dalam
jumlah yang besar. Hal ini disebabkan oleh air yang menguap adalah air
bebas. Setelah itu, penurunan kadar air dan laju pengeringan kembali
menurun seiring dengan berkurangnya kadar air bahan.
Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil yang
didapatkan pada percobaan pengeringan pada tray 1 sudah sesuai dengan
teori. Hal ini disebabkan kadar air pada sampel mengalami penurunan
seiring berjalannya waktu. Setelah itu, penurunan kadar air kembali
menurun seiring dengan berkurangnya kadar air bahan.
15
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat grafik moisture content dengan
drying rate pada variabel 30℃, 40℃, dan 50℃ pada tray 1 terjadi fluktuasi
(peningkatan dan penurunan) pada garis laju pengeringan seiring dengan
peningkatan kadar air.
Dengan meningkatnya laju pengeringan, akan terjadi penurunan setiap
kenaikan suhu. Hal ini terjadi dikarenakan energi panas yang terdapat pada
udara pengering memiliki kemampuan untuk menguapkan molekul-molekul
air yang ada di permukaan sehingga meningkatkan tekanan uap air pada
bahan akibat berkurangnya kelembaban udara disekitar bahan.
Meningkatnya tekanan uap menyebabkan uap air dari dalam bahan mengalir
ke udara, sehingga laju penguapan bahan pun meningkat. Selain itu,
peningkatan kecepatan udara pengeringan akan meningkatkan difusi panas
dari udara ke dalam butiran umpan, sehingga meningkatkan jumlah air yang
dapat menguap (Sonjaya et al., 2022).
Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa laju alir
pengeringan berbanding lurus dengan kadar air sehingga seiring dengan laju
alir pengeringan yang meningkat, kadar air yang teruapkan dari dalam bahan
akan semakin banyak yang dikarenakan oleh peningkatan tekanan uap cair
dan difusi panas udara. Namun, dengan adanya kondisi yang fluktuatif yang
dapat disebabkan oleh nilai relative humidity yang pada saat percobaan
berlangsung cukup tinggi, yaitu 60%. Kadar air dalam nanas akan
meningkat jika udara disekitarnya lembab. Semakin lembab udara disekitar
nanas maka semakin lembab juga nanas tersebut, sehingga kadar air yang
teruapkan terkadang meningkat dan menurun. Sehingga percobaan pada
pengeringan tray ke-1 belum sesuai dengan teori yang ada.
16
Gambar 4.5 Psychrometric chart
Tahapan untuk melakukan plotting pada psychometric chart dalam
praktikum ini. Didapatkan data suhu udara, yaitu 27℃ dan relative humidity
60%. Kemudian suhu udara 27℃ dan relative humidity 60% diplotkan pada
psychrometric chart. Lalu, titik potong antara garis relative humidity dan
suhu udara ditarik garis ke kanan sehingga didapatkan garis yang sama
untuk mencari relative humidity pada variabel suhu operasi pada praktikum
ini. Pada suhu operasi 30℃, didapatkan nilai relative humidity sebesar 53%.
Sedangkan pada suhu operasi 40℃, didapatkan nilai relative humidity
sebesar 31%. Dan pada suhu operasi 50℃, didapatkan nilai relative
humidity sebesar 29%.
Gambar 4.6 Kurva sorption isotherm nanas pada suhu 30℃, 40℃, dan
50℃ (Hossain et al., 2001)
17
Kurva sorption isotherm merupakan plot dari kesetimbangan antara
moisture content dengan humiditas. Kurva sorption isotherm pada berbagai
temperatur yang berbeda biasanya digunakan untuk mengilustrasikan efek
dari temperatur terhadap kesetimbangan. Dalam praktikum yang dilakukan
menggunakan sampel wortel yang dikeringkan dengan temperatur 30℃,
40℃, dan 50℃. Data sorpsi dapat digunakan untuk memilih titik akhir dari
proses pengeringan atau maksimal residu moisture content yang dapat
tercapai oleh produk akhir dan dapat bermanfaat pula dalam
mengkalkulasikan waktu pengeringan.
Dalam menentukan moisture content dari variabel nanas dengan
menggunakan sorption isotherm, digunakan data relative humidity yang
telah diperoleh sebelumnya pada psychrometric chart sebagai nilai aw. Dari
hasil plotting diperoleh nilai moisture content nanas untuk relative humidity
53%, 31%, dan 29% berturut – turut sebesar 27%; 14%; dan 12%. Entalpi
desorpsi meningkat ketika kadar air menurun. Untuk kadar air rendah,
molekul air menguap sesuai dengan interaksi terkuat. Oleh karena itu,
entalpi desorpsi sesuai dengan panas sorpsi tinggi. Pengurangan energi
ikatan air dalam nanas mungkin disebabkan oleh fenomena relaksasi dan
transisi fase yang terkait dengan mobilitas air yang lemah. Di mana, dapat
terlihat hubungan antara moisture content dengan relative humidity yaitu
kelembaban udara dapat berpengaruh terhadap aktifitas air di sekitar bahan,
dengan tingginya kelembaban udara dapat memicu bertambahnya kadar air
pada bahan (Hadi, 2013).
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada percobaan pengaruh suhu terhadap moisture content memiliki hasil
yang sudah sesuai dengan teori, dimana suhu pengeringan berbanding
terbalik terhadap moisture content, semakin tinggi suhu pengeringan
yang digunakan, semakin rendah moisture content.
2. Pada percobaan pengaruh suhu terhadap drying rate memiliki hasil yang
sudah sesuai teori, yaitu semakin besar suhu pengeringan maka semakin
tinggi pula drying rate.
3. Hubungan waktu terhadap moisture content mengalami penurunan
seiring berjalannya waktu. Hasil yang diperoleh sudah sesuai teori, yaitu
diperoleh grafik yang menurun moisture content-nya seiring dengan
lamanya waktu operasi.
4. Hubungan antara moisture content dengan laju pengeringan mengalami
penurunan seiring dengan menurunnya moisture content. Namun, hasil
percobaan pada tray 1 belum sesuai teori disebabkan oleh nilai relative
humidity yang pada saat percobaan berlangsung cukup tinggi, yaitu 60%.
5. Berdasarkan hasil plotting pada kurva sorption isotherm, nilai moisture
content pada nanas dengan relative humidity 53%, 31%, dan 29%
berturut – turut sebesar 27%; 14%; dan 12%.
5.2 Saran
1. Dalam praktikum selanjutnya dapat digunakan variasi jenis bahan yang
digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap drying rate dari
proses drying.
2. Memastikan jeda waktu pengambilan nanas saat penentuan kandungan
air adalah sama.
3. Menambahkan pengetahuan mengenai faktor-faktor eksternal maupun
internal yang memengaruhi proses pengeringan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Andrade, R.D.P., Roberto, L.M., & Perez, C.E.C. (2011). Models of Soption
Isotherms for Food. Uses and Limitation. Vitae, 18(3), 325-334.
da Silva, F.B., Fakhouri, F.M., Galante, R.M., Antunes, C.A., Santos, M.D., Caon,
T., & Martelli, S.M. (2018). Drying Kinectics of French Fries Covered with
Soy Protein/Starch Edible Coatings.
Hadi, P. (2013). Keterkaitan Suhu Dan Kelembaban Udara Ruang Penyimpanan
Terhadap Kadar Air Jagung Pada Bangunan Penyimpanan (Studi Kasus Pada
Gudang KUD Di Desa Pringgasela Kecamatan Pringgasela) (Doctoral
dissertation, Universitas Mataram).
He, C., Wang, H., Yang, Y., Huang, Y., Zhang, X., Arowo, M., ... & Xiao, M. (2021).
Drying behavior and kinetics of drying process of plant-based enteric hard
capsules. Pharmaceutics, 13(3), 335.
Hossain, M. D., Bala, B. K., Hossain, M. A., & Mondol, M. R. A. (2001). Sorption
isotherms and heat of sorption of pineapple. Journal of food engineering,
48(2), 103-107.
Jiang, D., Li, C., Lin, Z., Wu, Y., & Pei, H. (2022). Effects of pulsation ratio on
center temperature and drying characteristics of pineapple slices with pulsed
vacuum drying. International Journal of Agricultural and Biological
Engineering, 15(6), 242-253.
Luketsi, W. P., & Rohmah, D. U. M. (2019). Pengaruh bentuk irisan singkong
terhadap karakteristik pengeringan. Agroindustrial Technology
Journal, 3(1), 29-36.
Meerasri, J., & Sothornvit, R. (2022). Artificial neural networks (ANNs) and
multiple linear regression (MLR) for prediction of moisture content for coated
pineapple cubes. Case Studies in Thermal Engineering, 33, 101942.
Risdianti, D., Murad, & Putra, G.M.D. (2016). Kajian Pengeringan Jahe (Zingiber
Officinale Rosc) Berdasarkan Perubahan Geometrik Dan Warna
Menggunakan Metode Image Analysis. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian
dan Biosistem, 4(2).
Sari, D. K., dan Lestari, R. S. D. (2016). Pengaruh Laju Alir Udara Pengering
terhadap Pengeringan Kulit Manggis. Jurnal Teknika, 12(1), 35-42.
Sonjaya, A.N., Djamruddin, D., Nulhakim, L., & Rahmadani, A. (2022). Analisis
Laju Pengeringan Cetakan Piring Keramik Kapasitas 2880 Menggunakan
Tray Dryer. Jurnal Teknologi, 9(2), 143-153.
20
LEMBAR PERHITUNGAN
68,000
66,000
Moisture Content (X%)
64,000
62,000
60,000
30 C
58,000
40 C
56,000
54,000 50 C
52,000
50,000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
➢ Tray 2
68,000
66,000
Moisture Content (X%)
64,000
62,000
60,000
30
58,000
40
56,000
54,000 50
52,000
50,000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
➢ Tray 3
68,000
66,000
Moisture Content (X%)
64,000
62,000
60,000
30
58,000
40
56,000
54,000 50
52,000
50,000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
➢ Tray 4
0,00500
0,00400
Moisture Content (X%)
0,00300
30 C
0,00200 40 C
50 C
0,00100
0,00000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
• t vs Drying Rate
➢ Tray 1
68,000
66,000
64,000
Moisture Content (X%)
62,000
60,000
30
58,000
40
56,000 50
54,000
52,000
50,000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
➢ Tray 2
0,00500
0,00300
30 C
0,00200 40 C
50 C
0,00100
0,00000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
➢ Tray 3
0,00500
Moisture Content (X%)
0,00400
0,00300
30 C
0,00200 40 C
50 C
0,00100
0,00000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
➢ Tray 4
0,00500
Moisture Content (X%)
0,00400
0,00300
30 C
0,00200 40 C
50 C
0,00100
0,00000
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
• Moisture Content vs Drying Rate
➢ Tray 1
0,00600
0,00400
0,00300
0,00200
0,00100
0,00000
54,000 56,000 58,000 60,000 62,000 64,000 66,000
30 40 50
Moisture Content (%)
➢ Tray 2
0,00450
Drying Rate (gr/cm2.menit)
0,00400
0,00350
0,00300
0,00250
0,00200
0,00150
0,00100
0,00050
0,00000
50,000 55,000 60,000 65,000 70,000
30 40 50
Moisture Content (%)
➢ Tray 3
0,00500
0,00450
Drying Rate (gr/cm2.menit)
0,00400
0,00350
0,00300
0,00250
0,00200
0,00150
0,00100
0,00050
0,00000
50,000 55,000 60,000 65,000 70,000
30 40 50
Moisture Content (%)
➢ Tray 4
0,00400
0,00350
Drying Rate (gr/cm2.menit)
0,00300
0,00250
0,00200
0,00150
0,00100
0,00050
0,00000
50,000 55,000 60,000 65,000 70,000
30 40 50
Moisture Content (%)
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA TANDA
KETERANGAN
NO TANGGAL TANGAN