Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

KESUBURAN, PEMUPUKAN, DAN KESEHATAN TANAH


ACARA I
TRILOGI BIOMASSA

Disusun oleh :
Nama : 1. Hanna Kristian Putri (15177)
2. Yohanna Tania (15185)
3. Regina Diva Dyah Kusuma(15283)
4. Julia Rizki Jumas (15302)
Golongan : B1-sore
Kelompok :4
Asisten Koreksi: Anggih Juniatmoko

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH


DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ACARA I
TRILOGI BIOMASSA

ABSTRAK
Praktikum Kesuburan, Kesehatan, dan Pemupukan Tanah Acara I “Trilogi Biomassa”
dilaksanakan pada hari Senin, 8 Oktober 2018 di Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Seluruh
biomassa atau material penyusun organisme dapat dikembalikan ke dalam tanah melalui 3
jalan yaitu bagian keras, bagian berair, dan bagian lunak. Limbah organik, baik padat,
lunak, maupun cair dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah dan pupuk melalui proses
pengolahan. Pengolahan bahan material keras dengan teknik open firing menghasilkan
produk berupa biochar yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan mampu bertahan
selama beberapa abad. Pengolahan material basah dengan teknik bio-composting
menggunakan larva lalat hitam Hermetia illucens menghasilkan produk berupa biokompos
yang bermanfaat sebagai pupuk organik cair (POC) untuk jangka waktu yang sangat
singkat. Pengolahan material lunak dengan teknik composting menghasilkan produk berupa
kompos yang bermanfaat sebagai pupuk organik padat dan mampu bertahan sampai 3-5
tahun. Alat dan bahan yang digunakan digunakan adalah kayu bakar, ranting, seresah daun,
jerami, sayur dan buah busuk, kotoran sapi, air, EM4, drum, ember, kaleng, dan korek api.

Kata kunci: biochar, pupuk organik cair, kompos, Hermetia illucens

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah yang subur dan sehat merupakan faktor utama penentu keberhasilan
usaha tani tanaman budidaya. Penggunaan lahan secara intensif selama bertahun-
tahun untuk budidaya tanaman pertanian telah menurunkan kesuburan kimia dan
biologi tanah. Padahal tanah memegang peranan penting sebagai penghasil
biomassa yang mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Tanah
memiliki peranan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan
kelestarian sumber daya air. Pemanfaatan tanah harus dapat terkendali pada
tingkat kualitas atau mutu tanah yang tidak melebihi ambang batas kerusakannya.
Sebab jika tanah telah mengalami kerusakan, tanah tidak lagi dapat dimanfaatkan
dengan optimal sebagai media tanam bagi tanaman budidaya. Oleh karena itu
harus dilakukan usaha untuk menjaga kesuburan tanah, salah satunya dengan
melakukan pengembalian biomassa atau material penyusun organisme ke dalam
tanah.
Pengembalian biomassa ke dalam tanah dapat dilakukan dengan cara
menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Penambahan bahan organik secara
teratur dapat menjaga keseimbangan ekosistem di dalam tanah karena mampu

2
meningkatkan populasi dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Bahan
organik juga berperan dalam proses penting dalam tanah, seperti kesuburan dan
aerasi tanah (Widyati, 2013). Penambahan bahan organik ke dalam tanah berasal
dari limbah organik. Limbah organik dapat berupa material keras seperti kayu,
ranting, cabang, dan kertas, material basah seperti sayuran dan buah-buahan, dan
material lunak seperti kotoran ternak. Limbah-limbah organik yang ada dapat
diolah untuk dijadikan produk berupa pupuk dan bahan pembenah tanah. Pupuk
berperan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, sedangkan
bahan pembenah tanah berperan dalam memperbaiki suasana lingkungan hidup
dalam tanah, memperbaiki kesuburan tanah karena mampu melarutkan hara agar
tersedia bagi tanaman, dan memperbaiki karakter tanah secara keseluruhan.

B. Tujuan
Mempelajari teknik pembuatan produk dari biomassa, pemanfaatan, serta
pengaplikasian produk biomassa.

II. TINJAUAN PUSTAKA

3
Secara umum, biomassa didefinisikan sebagai material yang dapat
diperoleh dari tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam jumlah besar (Mirmanto. dkk. 2017).
Sumber daya biomassa dapat berasal dari limbah hutan, pertanian dan juga limbah
industri. Biomassa memberikan kontribusi yang baik terhadap lingkungan karena
terdiri bahan organik. Biomassa di alam tersedia dalam berbagai bentuk, seperti
potongan batang kayu, ranting-ranting kayu, limbah pertanian, batang, daun, dan
lain-lain.
Pemanfaatan biomassa menggunakan input berupa bahan organik yang
berbahan material keras, material basah, dan material lunak. Pemanfaatan
biomassa menggunakan input material keras seperti kayu, bambu, cabang, ranting,
dan kertas dapat menghasilkan output berupa biochar yang bermanfaat sebagai
bahan pembenah tanah. Pemanfaat biomassa menggunakan input material lunak
berupa daun dan kotoran ternak dapat menghasilkan output berupa kompos yag
bermanfaat sebagai pupuk organik cair (POC). Pemanfaatan biomassa
menggunakan input material basah berupa sayur, buah, daging, dan susu dapat
menghasilkan output berupa biokompos yang bermanfaat sebagai pupuk organik
padat.
Bahan organik mempunyai peran sebagai sumber hara makro seperti N, P,
K, dan juga unsur hara mikro lainnya yang sehingga mampu mencukupi
kebutuhan nutrisi tanaman untuk tumbuh. Bahan organik seperti pupuk kandang
dapat memperbaiki beberapa sifat fisik tanah seperti mengurangi kepadatan tanah,
meningkatkan pori drainase dan kadar air tanah, serta meningkatkan ketersediaan
C-organik dalam tanah (Prasetyo, dkk. 2014). Penambahan biochar ke dalam
tanah merupakan salah satu manajemen dalam meningkatkan kualitas tanah.
Penambahan biochar ke tanah dapat memunculkan interaksi antara bahan organik
dan siklus nutrisi dengan mempengaruhi komposisi dan fungsi dari
mikroorganisme yang ada dalam sebuah ekosistem (Tian et al., 2016). Biochar
adalah substrat yang sangat kaya akan C dan tahan terhadap pembusukan karena
struktur aromatiknya, hanya 6% dari biochar yang telah ditambahkan dalam tanah
termineralisasi ke CO2 selama jangka waktu 8,5 tahun pertama (Kuzyakov et al.,
2014).

4
Pupuk organik yang dihasilkan dari proses pemanfaatan limbah organik
dapat berupa padat dan cair. Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian
besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman
dan kotoran hewan yang berbbentuk padat. Pupuk kompos merupakan pupuk
organik padat yang berasal dari limbah organik yang telah mengalami
dekomposisi dan fermentasi (Hadisuwito, 2007). Kompos mampu meningkatkan
unsur hara dalam tanah karena mengandung unsur hara makro dan mikro yang
penting bagi pertumbuhan tanaman. manfaat lainnya kompos dapat memperkaya
jumlah mikroba dalam tanah dan mampu memperbaiki struktur tanah (Djaja,
2008). Pupuk organik cair (POC) adalah larutan hasil dari pembusukan bahan-
bahan organik yang berasal dari sisa tanaman yang kandungan unsur haranya
lebih dari satu unsur hara (Hadisuwito, 2007). POC mampu mengatasi defisiensi
hara oleh tanaman dengan cepat. POC berfungsi untuk menyuburkan tanaman,
sehingga didapatkan tiga manfaat sekaligus dari pemberian POC pada tanaman
yaitu, mampu menyiram, memupuk, dan mengobati tanaman sekaligus (Patanga
dan Yuliarti, 2016).

III. METODOLOGI

5
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah Acara I yang
berjudul Trilogi biomassa dilaksanakan pada hari Senin, 8 Oktober 2018 pada
pukul 15.30 WIB di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada
praktikum ini dilakukan praktek pembuatan bahan pembenah tanah, biochar,
melalui teknik open firing. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan kaleng
roti sebagai wadah dan bahan berupa kayu kering dan kertas yang kemudian
dibakar dalam wadah kaleng. Pembakaran dilakukan sampai kayu menghitam
menjadi arang namun tidak sampai jadi abu. Kemudian disiram dengan air dan
EM 4. Biochar kemudian disosialisasikan kepada petani. Dilakukan juga
praktek pembuatan pupuk organik padat dan cair. Pembuatan pupuk organik
padat yaitu kompos dilakukan dengan teknik composting dengan alat berupa
kotak kayu ukuran 1x1 meter persegi sebagai wadah dan bahan yang
digunakan disusun sesuai lapisan berikut, jerami, kotoran sapi, sersah daun,
dedak, activator EM 4, kemudian ditutup jerami lagi. Kompos didiamkan
selama 4 hari kemudian dibalik. Didiamkan lagi sampai hari ke-7 kemudian
dibalik lagi. Kompos akan matang pada hari ke-21, dimana kompos sudah
tidak berbau menyengat, strukturnya remah, dan diremas tidak lagi
mengeluarkan air. Selain itu, dilakukan pula pembuatan pupuk organik cair
melalui teknik biokomposting dengan menggunakan larva lalat hitam
(Hermetia illucens). Wadah yang digunakan berupa ember yang telah disusun
vertical dan dilubangi diberi kran sebagai alat untuk mengalirkan POC yang
telah jadi. Bahan yang digunakan adalah limbah organik berupa sayur, buah,
daging, dan susu yang dimasukkan dalam ember yang paling atas. Kemudian
diberi larutan EM4 dan didiamkan. Lalat hitam akan bertelur dan merombak
limbah organik menjadi POC.

6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan

Reaktor arang sekam Biochar POC


Gambar 1.1 Ilustrasi reaktor arang sekam, biochar, dan POC
B. Pembahasan
Konsep trilogi biomassa yang telah dikemukakan oleh Yuwono (2017)
adalah terkait pengembalian suatu biomassa baik yang bersifat keras, lunak
maupun berair. Biomassa tersebut selanjutnya diadakan pengolahan melalui cara
yang berebeda antar sifat biomassa untuk dikembalikan ke dalam tanah agar
tujuan pengembalian biomassa untuk memenuhi daya dukung tanah melalui
ketersediaan unsur hara dapat dipenuhi. Biomassa dengan sifat keras merupakan
bagian berkayu tanaman, sifat lunak merupakan kotoran ternak atau pupuk
kandang, dan sifat berair merupakan sayuran, buah, daging ataupun susu. Bagian
keras atau berkayu melalui proses pirolisis (pembakaran tanpa oksigen) akan
menghasilkan arang, yang apabila diteruskan pada proses perendaman dalam POC
akan menjadi biochar, biochar terbentuk sebagai akibat dari proses penghidupan
arang biasa. Biochar dapat diaplikasikan langsung ke dalam tanah dengan
kemmpuan bertahan dalam waktu beberapa abad. Konsep yang dikemukakan
mengenai biochar telah didukung dengan adanya teknologi reaktor arang sekam.
Biomassa yang bersifat lunak akan diubah menjadi kompos melalui proses
composting. Composting terdiri dari 2 proses yaitu dekomposisi dan rekomposisi.
Dekomposisi yang berarti perombakan atau penguraian berfungsi untuk
menguraikan biomassa menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan
mikroorganisme, sedangkan rekomposisi berarti membentuk kembali biomassa

7
yang telah beralih fungsi menjadi suatu hasil yang dapat mendukung kegunaan
tanah dalam menghidupi tanaman. Kompos akan bertahan dalam tanah dalam
jangka waktu 3-5 tahun, dan telah didukung dengan diadakannya teknologi
lumbung biomassa, sehingga pengadaan kegiatan perbaikan kesburan tanah dapat
berjalan dengan baik.
Biomassa dengan sifat cair atau berair akan diolah menjadi pupuk organik
cair dalam reaktor biokompos Hi, yang dalam prosesnya memanfaatkan larva lalat
hitam atau Hermetia illucens, POC mampu diaplikasikan langsung ke tanah
maupun melalui daun, selain itu bisa juga digunakan sebagai bahan untuk
menghidupkan biochar. POC hanya bisa bertahan dalam waktu yang relatif
singkat (Yuwono, 2017). Keseluruhan biomassa akan saling menunjang untuk
menciptakan perbaikan kesburan tanah dan pemanfaatan biomassa yang tidak
terpakai, sehingga akan terjadi siklus yang dapat menyeimbangkan alam
sebagaimana proses alami yang sebenarnya.
Pada pengolahan limbah organik terdapat 3 metode, yaitu bio composting ,
composting dan metode open firing atau pirolisis. Metode bio composting
memanfaatkan larva lalat hitam (Hermetia illucens) yang akan menrubah limbah
organik menjadi bentuk cairan. Larva lalat hitam berfungsi sebagai organisme
biokonversi yang bertugas melakukan perombakan limbah organik sehingga dapat
diperoleh cairan dari limbah tersebut. Larva tersebut memproses nutrisi dari
limbah organik dan hasilnya dapat dikatakan sebagai hasil fermentasi dari limbah
organik yang digunkanan (Sepulveda, 2013). Limbah organik dapat juga berupa
biomassa yang bersifat lunak, sehingga dalam hal ini dapat dimanfaatkan proses
composting. Composting merupakan rangkaian peristiwa kompleks yang
melibatkan proses dekomposisi limbah organik melalui pemanasan tanpa oksigen.
Metode open firing atau pirolisis menggunakan bahan yang keras sehingga dalam
prosesnyadimanfaatkan limbah pertanian berupa sekam padi untuk diubah
menjadi arang aktif . arang aktif adalah senyawa karbon hasil pembakaran bahan
alami yang mengandung karbon dan memiliki ruang pori (Yuwono, 2017).
Dalam proses pembuatan POC atau pupuk organik cair, digunakan
organisme yaitu lalat tentara hitam atau black soldier fly (Hermetia illucens) yang
larvanya akan dimanfaatkan sebagai bahan pembusuk bahan-bahan limbah buah

8
dan sayur yang digunakan pada pembuatan POC. Lalat tentara hitam (Hermetia
illucens) termasuk kedalam famili Stratiomyidae dan memiliki habitat di zona
neotropikal dengan suhu hangat dan kelembaban yang cukup tinggi. Meski habitat
alaminya cenderung hangat dan lembab, lalat tentara hitam juga dapat ditemukan
di benua-benua dengan suhu yang lebih dingin seperti di Eropa, serta udara yang
cenderung kering seperti di benua Afrika (Cranshaw dan Shetlar, 2018). Lalat
tentara hitam ini sangat mudah ditemui pada daerah dengan kandungan limbah
organik yang tinggi dan larva (maggots) dari lalat jenis ini dapat berperan sebagai
detritifor dari limbah organik yang menumpuk di lingkungan.
Lalat tentara hitam tidak dianggap sebagai hama karena lalat dewasa tidak
mengganggu habitat manusia dan tidak merusak tanaman yang dibudidayakan
(Salomone et al, 2017). Lalat tentara hitam memiliki masa hidup sekitar 52 hari,
namun bisa berubah tergantung dengan knodisi lingkungan dan ketersediaan
makanan. Waktu yang dibutuhkan telur lalat untuk menetas ialah sekitar 4 hari,
kemudian menetas dan menjadi larva. Larva lalat tentara hitam ini memiliki
ukuran sekitar 27 mm dan diameter 6 mm. Larva (maggot) Hermetia illucens akan
mengkonsumsi sampah-sampah dapur yang membusuk, kotoran, dan bahan
organik lainnya dalam jumlah banyak. Rentang waktu lalat tentara hitam saat
menjadi larva ialah 22 hari dan kemudian berubah menjadi pupa, namun fase larva
dapat berlangsung lebih lama apabila suhu lingkungan yang mejadi habitat larva
rendah dan ketersediaan makanan bagi larva sedikit. Larva akan memasuki masa
pre-pupa yang berlangsung selama 7 hari. Pada masa pre-pupa, larva lalat akan
berhenti makan, mengosongkan perutnya, kemudian bagian mulutnya akan
mengalami modifikasi menjadi semacam kait yang membantu larva untuk
menggantung, dan mencari daerah yang kering dan terlindungi untuk berubah
menjadi pupa (Holmes et al, 2013). Masa pupa Hermetia illucens dapat
berlangsung selama 7-14 hari dan dapat hidup pada range suhu yang cukup luas,
namun suhu optimum untuk pertumbuhan larva ini ialah pada suhu sekitar 16°C.
Kemudian, lalat dewasa akan keluar dari cangkang pupanya.
Lalat dewasa umumnya berukuran sekitar 26 mm dengan ukuran lalat
jantan umumnya lebih kecil dari lalat betina, namun perbedaan seksualnya sulit
diamati secara kasat mata (Oliveira et al, 2016). Lalat dewasa tidak membutuhkan

9
makanan selama masa hidupnya, karena nutrisinya telah terpenuhi saat lalat masih
berbentuk larva (maggot) dan dapat bertahan hidup dengan simpanan lemak yang
dimiliki, namun masa hidupnya akan lebih panjang apabila lalat dewasa hidup di
lingkungan dengan ketersediaan air yang cukup dan makanan seperti gula dalam
penangkaran dan nektar bunga (Nakamura et al, 2016). Lalat dewasa dapat
bertahan selama kurang lebih 8-10 hari tanpa makanan, sedangkan dengan
ketersediaan makanan yang cukup lalat dewasa dapat hidup hingga 73 hari. Lalat
dewasa dapat menghasilkan 206 hingga 639 telur lalat dalam sekali bertelur
(Tomberlin et al, 2014). Telur lalat yang dihasilkan memiliki warna putih dan
berbentuk seperti benang tipis dengan panjang kurang lebih 1 mm. Lalat tentara
hitam tidak termasuk kedalam serangga proovigenik, karena lalat betina dewasa
tidak membawa telur yang matang. Selain itu, lalat betina Hermetia illucens hanya
mampu bertelur 1 kali semasa hidupnya, karena ovarium lalat tidak dapat
berkembang lagi pasca oviposisi. Dengan begitu, lalat Hermetia illucens dapat
digolongkan sebagai serangga sinovigenik.
Lalat tentara hitam (Hermetia illucens) akan tertarik untuk masuk ke
dalam reaktor biokompos karena didalam reaktor terdapat limbah-limbah organik
berupa sampah dapur seperti tangkai sayur dan buah-buahan. Meskipun lalat
dewasa tidak membutuhkan asupan makanan lagi, lalat betina akan mencari
tempat bertelur yang memiliki ketersediaan makanan cukup bagi calon larva lalat.
Selain itu, sampah dapur yang berperan sebagai media bertelur lalat memiliki
aroma yang khas sehingga dapat dikenali dan disukai oleh lalat Hermetia illucens
(Katayane et al, 2014). Lalat Hermetia illucens selektif dalam pemilihan tempat
bertelurnya, apabila lokasi tersebut memiliki nutrient yang cukup, namun
aromanya tidak menarik bagi lalat, maka lalat tidak akan meletakkan telurnya di
tempat tersebut. Aroma khas dari sampah dapur di dalam reaktor biokompos akan
keluar mealui lubang-lubang yang dibuat pada tepi tutup reaktor biokompos.
Pemilihan lalat Hermetia illucens sebagai dekomposer dalam proses
pembuatan pupuk organik cair (POC) adalah karena larva lalat ini sangat kebal
terhadap suhu dan lingkungan yang ekstrim, sehingga tidak akan mati ketika suhu
di dalam reaktor biokompos meningkat pada saat proses dekomposisi. Larva lalat
(maggots) ini dapat hidup pada media dengan kandungan garam, alkohol, asam,

10
dan ammonia yang tinggi (Suciati dan Faruq, 2017). Larva lalat ini menyukai
lingkungan dengan suhu yang hangat, namun apabila suhu lingkungan mendingin
lalat akan mengalami vakum (idle) dan menunggu hingga lingkungan menjadi
hangat kembali. Selain karena tahan dengan suhu tinggi, pemlihan larva lalat
Hermetia illucens ialah karena larva lalat mampu bertahan di lingkungan dengan
pH yang rendah, sehingga dapat tetap hidup saat limbah mengalami dekomposisi
yang menyebabkan penurunan pH akibat aktivitas bakteri.
Larva lalat Hermetia illucens mampu mendetritifor sampah organik karena
memiliki aktivitas selulotik dengan keberadaan bakteri pada ususnya (Supriyatna
dan Ukit, 2016). Larva lalat tentara hitam dapat mengkonversi limbah organik
menjadi lemak dan protein di dalam biomassa tubuhnya (Supriyatna dan Putra,
2017). Selain itu, lalat tentara hitam memiliki kemampuan untuk melalukan
perombakan limbah organik lebih efektif daripada jenis lalat yang lain (Yuwono,
2016). Larva dari Hermetia illucens akan mengeluarkan enzim katalitik yang
mampu mencerna selulosa, lignin, protein, lemak, san karbohidrat yang
terkandung dalam limbah organik seperti sampah dapur. Enzim yang digunakan
dalam proses perombakan dihasilkan oleh mikrobia yang terdapat pada usus larva
lalat tentara hitam tersebut (Kim et al, 2014). Enzim yang dihasilkan oleh lalat
Hermetia illucens di dalam ususnya ialah Alkalin phosphatase, Esterase (C4),
Esterase lipase, Lipase, Leucine arylamidase, Valine arylamidase, Cystine

arylamidase, Trypsin, -Chymotrypsin, Acid phosphatase, Napthol-As-Bl-

phosphohydrolase, -Galactosidase, -Galactosidase, -Glucosidase, -

Glucosidase, N-Acetyl- -glucoamidase, -Mannosidase, dan -Fucosidase

(Yuwono, 2016). Pada saat proses dekomposisi, suhu di dalam reaktor akan
mengalami peningkatan hingga sekitar 40˚C yang merupakan suhu ideal bagi
enzim-enzim untuk bekerja. Selain mengalami peningkatan suhu, pH bahan akan
naik akibat aktivitas mikroorganisme lain yang terdapat pada bahan yang ingin
didekomposisi. Setelah diolah oleh enzim-enzim yang ada, sampah dapur lama
kelamaan akan habis dan cairan hasil dekomposisi akan menetes ke tabung
pemisah yang terletak di bagian bawah reaktor biokompos Hi melalui lubang-

11
lubang, sehingga antara cairan dan sampah dapur tidak tercampur menjadi satu.
Suhu dan pH di dalam reaktor juga akan kembali kedalam keadaan yang normal.
Pupuk organik cair (POC) dapat dimanfaatkan apabila warnanya sudah
berubah menjadi cokelat kekuningan dan tidak berbau menyengat.
Pemanfaatannya dapat digunakan langsung kepada tanaman, maupun dicampur air
dengan penambahan POC sebanyak 5% dari jumlah air yang digunakan. POC
juga dapat dimanfaatkan sebagai aktivator dalam proses pembuatan kompos dan
biochar, karena di dalam POC yang dihasilkan terkandung berbagai jenis mikroba
yang dapat dimanfaatkan untuk membantu proses dekomposisi bahan organik agar
dapat menjadi kompos dan biochar. Pupuk jenis ini memiliki ketahanan hingga 1-
2 bulan apabila penyimpanan pupuk dilakukan dengan baik. POC akan sangat
menguntungkan bagi petani, karena dalam proses pembuatannya tidak
memerlukan banyak biaya, alatnya dapat dipakai secara terus-menerus, dan dapat
mengurangi limbah organik seperti sampah dapur yang selama ini tidak
dimanfaatkan.
Penyusun organisme tidak hanya berupa material cair, bagian yang keras
juga mampu dikembalikan ke tanah dan dimanfaatkan kembali oleh tanah sebagai
bahan pembenah tanah atau dikenal sebagai biochar. Menurut Widiastuti dan
Lantang (2017), sampah biomassa seperti sekam padi, tongkol jagung, kulit buah
kakao atau cokelat, cangkang kemiri, kulit kopi, limbah gergaji kayu, ampas daun
minyak kayu putih, ranting kayu pada limbah sisa pakan ternak, ataupun
tempurung kelapa merupakan contoh-contoh bahan baku yang dapat digunakan
untuk pembuatan biochar. Maka dari itu, biochar atau biasa disebut arang hidup
adalah produk yang dihasilkan ketika limbah biomassa utamanya limbah pertanian
dipanaskan tanpa udara atau dengan udara yang kadarnya sangat sedikit. Menurut
Widiastuti dan Lantang (2017), tahap awal pembuatan sekam padi adalah dengan
memasukkan sekam ke dalam drum sampai setengah bagian sambil dilakukan
perlakuan pemadatan dengan pemberian sedikit minyak tanah. Kemudian, sekam
yang telah dipadatkan tadi dibakar dengan memasukkan api ke dalam pipa yang
berada di dalam drum, dilanjutkan dengan memasukkan kembali sekam sampai
drum terisi penuh. Lalu sekam dibakar melalui lubang silindris dengan
memanfaatkan pematik seperti ranting daun atau koran bekas. Dalam peristiwa

12
ini, pembakaran akan mudah berlangsung karena selain sekam ada dalam keadaan
kering, udara yang masuk ke dalam drum melalui mulut tungku juga naik ke atas
sehingga proses pembakaran dapat terjadi dengan cepat. Akibat perlakuan
tersebut, sekam yang terbakar sedikit demi sedikit akan jatuh ke bawah sambil
dibalik-balik sehingga menjadi arang sekam. Arang sekam yang telah berwarna
hitam dikeluarkan dari sekop dan disiram dengan air bersih, dengan tujuan agar
sekam tadi tidak menjadi abu. Langkah terakhir adalah menjemur arang sekam
supaya kering, kemudian dimasukkan ke dalam karung atau plastic dan arang
sekam atau biochar tersebut siap untuk digunakan.
Dalam pemanfaatannya, biochar dapat diaplikasikan secara langsung ke
dalam tanah sebagai mulsa dipermukaan tanah, atau diaplikasikan dalam proses
pengomposan. Adapun untuk waktu pemanfaatan, biochar tergolong sebagai
biomassa yang dapat bertahan lama dalam tanah. Ketahanan biochar dalam tanah
tersebut dapat diuji melalui parameter aktivitas mikrobia pada tanah yang diberi
penambahan biochar. Hal ini disebabkan karena meskipun saat di dalam tanah
biochar menyediakan habitat yang baik bagi mikrobia, tetapi mikrobia tanah tidak
dapat mengonsumsi biochar seperti halnya saat mengonsumsi bahan organik lain
sehingga dalam jangka panjang arang aktif ini masih tersimpan dalam tanah dan
mampu menyediakan air dan nutrisi secara berlebih bagi tanaman (Saputra dan
Ardika, 2012). Disamping itu, Saputra dan Ardika (2012) menyampaikan pula
bahwa potensi afinitas dan persistensi biochar terhadap unsur hara dapat dijadikan
parameter yang mengindikasikan bahwa biochar dapat tersimpan lama di dalam
tanah. Parameter afinitas biochar terhadap unsur hara yang tinggi menandakan
bahwa bahan pembenah tanah atau biochar tersebut memiliki kemampuan
menarik atau membentuk suatu ikatan dengan unsur hara yang tinggi. Sedangkan
sifat persisten biochar dalam tanah menandakan bahwa semua manfaat biochar
yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah dapat berjalan lebih
lama dibanding bahan organik lain yang biasa diberikan.
Selain itu, salah satu pupuk organik yang dapat digunakan dalam pertanian
dalam upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik dikenal dengan
sebutan kompos (Elpawati dkk., 2015). Menurut Roidah (2013), kompos
merupakan bahan organik yang terbuat dari sampah atau sisa-sisa tanaman

13
tertentu yang mengalami pembusukan. Pembusukan sampah atau sisa-sisa
tanaman tersebut terjadi pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan
hujan, sehingga kelembabannya diatur dengan penyiraman air serta kecepatan
perombakan diatur dengan penambahan kapur. Hal tersebut mengakibatkan
terbentuknya nisbah C/N rendah dan menandakan kompos menjadi siap untuk
digunakan. Disamping itu, Yuniwati dkk. (2012) menambahkan bahwa secara
umum kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan
dengan ciri-ciri warna yang berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak
berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu ruang.
Adapun proses pembuatan kompos diperlukan beberapa tahapan, diawali
dengan pengumpulan dan penimbunan bahan dasar kompos. Hal yang perlu
diperhatikan adalah tidak boleh dilakukan pemadatan pada saat penimbunan
bahan kompos yang bertujuan untuk menjaga penghawaan sehingga bahan
kompos mudah untuk terdekomposisi. Oleh karena itu, bahan-bahan kompos
dicincang dan ditimbun setebal 20-30 cm disesuaikan dengan ketersediaan bahan
dasar kompos. Langkah setelah penimbunan adalah penaburan timbunan dengan
kotoran ternak hingga tebal mencapai 5-10 cm. Setelah selesai ditaburi kotoran
ternak, kemudian pada bagian atas diberi taburan abu bakaran sampah yang
berasal dari sekitar pekarangan dan kapur dengan tebal kurang lebih 2 cm. Untuk
menjaga kelembaban selama pengomposan, penyiraman secara rutin perlu untuk
dilakukan namun tetap disesuaikan dengan keadaan bahan kompos. Selanjutnya,
setelah proses pengomposan berjalan 3-4 minggu, perlakuan yang diberikan
adalah pembalikan. Perlakuan pembalikan ini dilakukan kembali untuk 3-4
minggu mendatang dan seterusnya sampai wujud dasar bahan kompos tidak lagi
nampak dan warna sudah menjadi coklat kehitam-hitaman. Hal itu menandakan
bahwa kompos sudah matang dan siap untuk digunakan (Sutanto, 2002).
Secara umum, terdapat beberapa jenis pupuk kompos yang sering
diaplikasikan dalam tanah dalam pertanian organik. Beberapa diantaranya yaitu
pupuk kompos aerob dan anaerob, pupuk bokhasi, vermikompos, dan pupuk
organik cair. Kompos aerobic merupakan jenis kompos yang berasal dari sampah
organik biodegradable dan dibuat dalam kondisi terbuka. Ciri khas dari
pengomposan tipe aerobic ini adalah pembuatannya yang ada dalam kondisi

14
terbuka serta adanya pengontrolan terhadap kadar air, suhu, pH, kelembaban,
ukuran bahan, maupun volume tumpukan dan pemilihan bahan secara intensif
sehingga dapat diperoleh proses pengomposan yang optimal baik dari segi
kualitas, kecepatan, maupun kelancaran udara yang masuk. Apabila hasil
pengomposan aerobic ini telah berwarna hitam kecokelatan yang remah dan
gembur, menandakan bahwa kompos tersebut siap digunakan pada tanaman atau
dikemas dalam wadah (Dewi dkk., 2017). Di sisi lain, terdapat juga kompos
anaerob yang merupakan hasil penguraian dari senyawa organik dari
mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen dalam proses pembentukannya. Pada
kompos anaerob ini produk akhir yang diperoleh adalah berupa materi teroksidasi,
sel baru, energi dan gas-gas seperti metan dan karbondioksida (Sari dkk., 2015).
Disamping itu terdapat juga jenis pupuk lain seperti pupuk bokhasi,
vermikompos, dan pupuk organik cair. Pupuk Bokashi adalah jenis pupuk kompos
berasal dari kotoran ternak (sapi). Pupuk ini termasuk dalam pupuk organik yang
mengandung unsur hara N,P dan K. Oleh karena itu, dalam pemanfaatannya,
pupuk bokashi ini dapat digunakan untuk menyuburkan dan memperbaiki struktur
tanah
(Rostini dkk., 2016). Berbeda halnya dengan vermikompos, yang merupakan hasil
perombakan dari bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vermikompos
ini tergolong dalam pupuk organik yang ramah lingkungan dan kaya akan hara
sebab jenis kompos ini merupakan campuran kotoran cacing tanah dengan sisa
pakan dalam budidaya cacing tanah. Adapun aplikasi dari vermikompos sendiri
dapat dilakukan dengan pencampuran dengan tanah yang dapat berperan dalam
perbaikan sifat-sifat fisika tanah (Suparno dkk., 2013). Selain keempat jenis
kompos tersebut, pupuk organik cair juga termasuk dalam salah satu macam
kompos yang sering digunakan. Menurut Nur dkk. (2016), pupuk organik cair
merupakan larutan dari hasil pembusukkan bahan-bahan organik yang berasal dari
sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih
dari satu unsur. Pada jenis kompos ini, permasalahan terkait defisiensi hara cepat
teratasi sebab tidak bermasalah dalam pencucian hara.
Dalam pengaplikasiannya, kompos sebagai pengganti alternatif pupuk
anorganik memegang banyak fungsi penting, antara lain yaitu menyediakan unsur

15
hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan
tekstur tanah, meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme
tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memumdahkan pertumbuhan
akar tanaman, menyimpan air tanah lebih lama, meningkatkan efisiensi pemakaian
pupuk kimia, serta bersifat multi lahan karena dapat diaplikasikan di lahan
pertanian, perkebunan, maupun reklamasi lahan kritis (Yuniwati dkk., 2012)
Pengomposan, merupakan salah satu contoh proses pengolahan buangan
(sampah) secara aerobic dan anaerobic, dimana kedua proses tersebut akan
berjalan saling menunjang dan menghasilkan pupuk organik yang disebut kompos
(Irawan, 2014). Kompos merupakan penambah kandungan unsur hara dalam
tanah yang berfungsi dalam mencukupi kebutuhan serapan nutrisi oleh tanaman
dari dalam tanah. Kompos terbuat dari bahan-bahan berupa seresah daun tanaman,
jerami, kotoran sapi, dedak, dan EM4. Menurut Irawan (2014), beberapa
persyaratan yang diperlukan agar proses pembuatan kompos berjalan lancer
adalah masalah bandingan sumber nitrogen dan karbon (C/N-rasio) di dalam
bahan, kadar air bahan, bentuk dan jenis bahan, temperature, pH dan jenis
mikroba yang berperan di dalamnya.
Limbah organik seperti seresah daun tanaman digunakan sebagai bahan
dalam pembuatan pupuk kompos. Dalam proses pengomposan, seresah daun
difermentasi dengan EM4. Penambahan aktivator EM4 bertujuan untuk
mempercepat pengomposan. Penggunaan aktivator EM4 dapat mempercepat
proses pengomposan hingga 20 hari dibandingkan dengan penggunaan aktivator
kotoran sapi dan pupuk organik komersial memakan waktu 40 hari (Hamdiani et
al., 2018). Penambahan aktivator dapat mempengaruhi nilai pH dan suhu selama
proses pembuatan kompos. Perbedaan penurunan nilai pH disebabkan perbedaan
jumlah asam organik yang dihasilkan. Penurunan nilai pH disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme yang mampu menguraikan bahan organik dan
menghasilkan asam-asam organik. Suhu dalam pengomposan erat kaitannya
dengan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Pada awal
proses pengomposan kelompok mikroorganisme mesofilik yang berperan.
Selanjutnya pada minggu ke dua pengomposan, kelompok mikroorganisme
termofilik yang bekerja, kemudian pada akhir pengomposan kelompok

16
mikroorganisme mesofilik yang kembali menguraikan bahan kompos (Gunawan
et al., 2015).
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan penambahan bioaktivator.
Selain itu, bioaktivator juga dapat meningkatkan kualitas produk kompos. Salah
satu bioaktivator yang dapat digunakan dalam proses pengomposan adalah
kotoran sapi. Penambahan kotoran sapi sebagai bioaktivator bermanfaat sebagai
sumber nutrien untuk membangun sel-sel baru mikroorganisme agar proses
dekomposisi berjalan dengan baik atau mempercepat proses pematangan (Widarti
et al., 2015).
Penambahan jerami juga dilakukan dalam proses pengomposan. Jerami
padi merupakan salah satu bahan yang dapat dan mudah digunakan untuk
pembuatan pupuk organik, hal ini karena banyaknya jerami padi ketika musim
panen tiba. Penggunaan jerami padi ini dapat meminimalkan dan memperbaiki
kualitas tanah yang menurun akibat dari penggunaan pupuk anorganik. Jerami
berfungsi sebagai bahan pensuplai berbagai unsur hara C, N, P, K, S, dan senyawa
lainnya dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah dan dapat tersedia sebagai
hara bagi tanaman, seperti salah satunya nitrogen, sehingga ketersediaan-N tanah
meningkat. Hasil pemberian kompos jerami menurunkan serapan-Nitrogen (N)
tanaman (Kaya, 2014).
Menurut Rochman (2015), penambahan dedak dalam proses pembuatan
kompos digunakan untuk meningkatkan nutrisi dalam tanah sebagai sumber
karbohidrat, karbon, dan nitrogen. Dedak padi merupakan hasil sisa dari
penumbukan atau penggilingan gabah padi. Dedak tersusun dari tiga bagian yaitu
kulit gabah, selaput perak, dan lembaga beras. Ketiga bagian tersebut masing
masing memiliki kandungan zat yang berbeda. Kulit gabah banyak mengandung
serat kasar dan mineral. Selaput perak kaya akan protein, vitamin B1, lemak, dan
mineral. Lembaga beras sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah
dicerna.
Tabel 1.1 Kandungan nutrisi yang terdapat pada dedak dalam persen (%)
Kandungan Persen (%)
Kadar air 2,49
Protein 8,77
Lemak 1,09

17
Abu 1,60
Serat 1,69
Karbohidrat 84,36
Kalori 382,32 kal
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor (Rochman,
2015).
Indikator yang jelas tampak bahwa proses dekomposisi senyawa organik
berjalan lancar, ditandai oleh adanya perubahan nilai pH dan temperature, yaitu
bahwa proses pengomposan, akan berjalan dalam empat fasa, yaitu fasa mesofilik,
fasa termofilik, fasa pendinginan dan fasa masak. Kompos yang baik atau telah
matang sempurna memiliki beberapa karakteristik seperti strukturnya remah dan
lunak, namun tidak berlumur, warna cenderung gelap kehitaman, kadar air 30%
ditandai dengan ketika diperas dengan tangan tidak ada air yang menetes,
aromanya menyerupai humus tanah atau tidak berbau busuk menyengat, reaksi pH
netral berikisar 6-7, dan kadar bahan organiknya sekitar 30-60% dengan nisbah
C/N sekitar 15.

V. PENUTUP
A. Kesimpulan

18
Berdasarkan praktikum Trilogi Biomassa, dapat diambil kesimpulan
bahwa produk yang dihasilkan dari biomassa berupa pupuk kompos, pupuk
organik cair (POC), dan biochar. Kompos berfungsi sebagai pupuk organik padat.
Kompos dan POC berfungsi sebagai penambah kesuburan hara pada tanah.
Biochar berfungsi sebagai bahan pembenah tanah.

B. Saran
Penggunaan pupuk organik baik padat maupun cair berupa kompos dan
POC, serta bahan pembenah tanah berupa biochar harus lebih disosialisasikan
kepada masyarakat luas, terutama petani, karena pupuk organik dan biochar
bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian. Selain itu produk biomassa
berupa kompos, POC, dan biochar merupakan produk yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

19
Cranshaw, W. dan D. Shetlar. 2018. Garden Insects of North America : The
Ultimate Guide to Backyard Bugs Second Edition. Princeton University Press,
New Jersey. Hal : 364
Dewi, C.M., D.M.Mirasari, Antaresti, dan W. Irawati. 2007. Pembuatan kompos
secara aerob dengan bulking agent sekam padi. Widya Teknik 6(1): 21-31.
Djaja, W. 2008. Langkah Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah.
Agromedia Pustaka, Tangerang. Hal :
Elpawati, S.D. Dara, dan Dasumiati. 2015. Optimalisasi penggunaan pupuk
kompos dengan penambahan : Effective microorganism 10 (EM 10) pada
produktivitas tanaman jagung (Zea mays L.). Jurnal Biologi 8(2) : 77-87.
Gunawan, R., Kusniadi, R., dan Prasetiyono, E. Studi pemanfaatan sampah
organik sayuran sawi (Brassica juncea L.) dan limbah rajungan (Portunus
pelagicus) untuk pembuatan kompos organik cair enviagro. Jurnal Pertanian
dan Lingkungan 8(1): 37-47.
Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hamdiani, S., N. Ismillayli, S. R. Kamali, S. Hadi. Pengolahan mandiri limbah
organik rumah tangga untuk mendukung pertanian organik lahan sempit.
Jurnal Pijar MIPA 13(2): 151-154.
Holmes, L. A., S. L. Vanlaerhoven, J. K. Tomberlin. 2013. Substrate effects on
pupation and adult emergence of Hermetia illucens (Diptera : Stratiomyidae).
Environmental Entomology 42(2) : 370-374
Irawan, T. A. B. 2014. Pengaruh susunan bahan terhadap waktu pengomposan
sampah pasar pada komposter beraerasi. Jurnal Kesehatan Lingkungan 10(1):
18-24.
Katayane, F.A., B. Bagau, F. R. Wolayan, M. R. Imbar. 2014. Produksi dan
kandungan protein maggot (Hermetia illucens) dengan menggunakan media
tumbuh berbeda. Jurnal Zootek 34 : 27-36.
Kaya, E. 2013. Pengaruh kompos jerami dan pupuk NPK terhadap N-tersedia
tanah, serapan-N, pertumbuhan, dan hasil padi sawah (Oryza sativa L.) Jurnal
Agrologia 2(1): 43-50.
Kim, E., J. Park, S. Lee, Y. Kim. 2014. Identification and physiological characters
of intestinal bacteria of the black soldier fly Hermetia illucens. Korean Journal
of Applied entomology 53(1) : 15-26.
Kuzyakov, Y., Bogomolova, I., Glaser, B., 2014. Biochar stability in soil:
decomposition during eight years and transformation as assessed by
compound-specific 14C analysis. Soil Biology and Biochemistry 70: 229–236.
Mirmanto, A. Mulyanto, L. R Hidayatullah. 2017. Hubungan ketinggian dan
diameter lubang udara tungku pembakaran biomassa dan efisiensi tungku.
Jurnal Teknik Mesin 6(4): 225-230.

20
Nakamura, S., R.T. Ichiki, M. Shinoda, S. Morioka. 2016. Small-scale rearing of
the black soldier fly Hermetia illucens (Diptera : Stratiomyidae) in the
laboratory: low-cost and year-round rearing. Applied Entomology and
Zoology 51(1) : 161-166.
Nur, T., A.R. Noor, dan M. Elma. 2016. Pembuatan pupuk organik cair dari
sampah organik rumah tangga dengan penambahan bioaktivator EM4.
Konversi 5(2).: 5-12
Oliveira, F. R., K. Doelle, R. P. Smith. 2016. External morphology of Hermetia
illucens Stratiomyidae: Diptera (L.1758) based on electron microscopy.
Science Domain International 9(5) : 1-10
Patanga, A dan N. Yuliarti. 2016. Pembuatan, Aplikasi, dan Bisnis Pupuk Organik
dari Limbah Pertanian, Peternakan, dan Rumah Tangga. PT Gramedia, Jakarta.
Prasetyo, A., E. Listyorini, W. H. Utomo. 2014. Hubungan sifat fisik tanah,
perakaran, dan hasil ubi kayu tahun kedua pada Alfisol Jatikerto akibat
pemberian pupuk organik dan anorganik. Junal Tanah dan Sumberdaya Lahan
1(1): 27-37.
Rochman, A. 2015. Perbedaan proporsi dedak dalam media tanam terhadap
pertumbuhan jamur tiram putih (Pleurotus florida). Jurnal Agribisnis Fakultas
Pertanian Unita 11(13): 56-67.
Roidah, I.S. 2013. Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan tanah.
Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO 1(1) :30-42
Rostini, T., G.K. Ni’mah, dan Sosilawati. 2016. Pengaruh pemberian pupuk
bokashi yang berbeda terhadap kandungan protein dan serat kasar rumput
gajah (Pennisetum purpureum ). Ziraa’ah 41(1):118-126.
Salomone, R., G. Saija, G. Mondello, A. Giannetto, S. Fasulo, D. Savastano.
2017. Environmental impact of food waste bioconversion by insects:
application of life cycle assessment to process using Hermetia illucens.
Journal of Cleaner Production 140(2) : 890-905.
Saputra, J., dan R. Ardika. 2012. Potensi biochar dari limbah biomassa
perkebunan karet sebagai amelioran dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Warta Perkaretan 31(1):43-49.
Sari, F.P., D. Hendrawan, dan D. Indrawati. 2015. Pengaruh penambahan
bioaktivator pada proses dekomposisi sampah organik secara anaerob. Jurnal
Teknik Lingkungan 7(2):57-66.
Sepulveda, T. 2013. “Composting Using Black Soldier Flies (BSF) and Their
Effect on Earth Worm Bins”. http://www.edthatmatters.com/composing-using-
black-soldier-flies-bsf-and-their-effect-on-earth-worm-bins/ . Diakses tanggal
15 November 2018.
Suciati, R., H.; Faruq. 2017. Efektifitas media pertumbuhan maggots Hermetia
illucens (lalat tentara hitam) sebagai solusi pemanfaatan sampah organik.
Jurnal Biosfer 2(1) : 8-13.

21
Suparno, B. Prasetya, A. Talkah, dan Soemarno. 2013. Aplikasi vermikompos
pada budidaya organik tanaman ubijalar (Ipomoea batatas L.). Indonesian
Green Technology Journal 2(1): 37-44.
Supriyatna, A., R. E. Putra. 2017. Estimasi pertumbuhan larva lalat black soldier
(Hermetia illucens) dan penggunaan pakan jerami padi yang difermentasi
dengan jamur P. chrysosporium. Jurnal Biodjati 2(2) : 159-166
Supriyatna, A., Ukit. 2016. Screening and isolation of cellulolytic bacteria from
gut of black soldier flies larva (Hermetia illucens) feeding with rice straw.
Journal of Biology and Biology Education 8(3) : 314-320.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal : 75-78.
Tian, J., J. Wang, M. Dippold, Y. Gao, E. Blagodatskaya, Y. Kuzyakov. Biochar
affects soil organik matter cycling and microbial functions but does not alter
microbial community structure in a paddy soil. Science of the Total
Environment 556: 89–97.
Tomberlin, J. K., D. C. Sheppard, J. A. Joyce. 2014. Selected life-history traits of
black soldier flies (Diptera: Stratiomyidae) reared on three artificial diets.
Annals of the Entomological Society of America 95(3) : 379-386.
Widarti, B. N, W. K. Wardhini, E. Sarwono. Pengaruh rasio C/N bahan baku pada
pembuatan kompos dari kubis dan kulit pisang. Jurnal Integrasi Proses 5(2):
75-80.
Widiastuti, M.M.D., dan B. Lantang. 2017. Pelatihan pembuatan biochar dari
limbah sekam padi menggunakan metode retort kiln. Jurnal Ilmiah Pengabdian
kepada Masyarakat 3 (2) : 129-135.
Widyati, E. 2013. Pentingnya keragaman fungsional organisme tanah terhadap
produktivitas lahan. Jurnal Teknologi Hutan Tanaman 6(1): 29-37.
Yuniwati, M., F. Iskarima, dan A. Padulemba. 2012. Optimasi kondisi proses
pembuatan kompos dari sampah organik dengan cara fermentasi
menggunakann EM4. Jurnal Teknologi 5(2): 172-181.
Yuwono, N. W. 2016. Pemanfaatan reaktor biokompos Hi untuk menghasilkan
pupuk organik cair dengan bahan limbah sayur dan buah. Prosiding Seminar
Nasional - Kontribusi Akademisis dalam Pencapaian Pembangunan
Berkelanjutan. Hal : 61-65.
Yuwono, N. W. 2017. Teknologi tribio untuk mempercepat proses perbaikan
kesuburan tanah di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional – Perbaikan
Kualitas Lahan Kering. Hal : 61-69.

LAMPIRAN

22
Gambar 1. Rumah Kepala Dukuh
Gambar 2. Proses Pemasukan bahan
Sinduadi, Sleman pupuk organik cair, bahan-bahan sayur.

Gambar 3. Hasil dari pupuk organik cair, Gambar 4. Minggu pertama pembuatan
berwarna hitam. kompos

Gambar 5. Minggu kedua pembuatan 23


kompos.
Gambar 6. Minggu ketiga Gambar 7. Minggu keempat
pembuatan kompos. pembuatan kompos.

Gambar 8. Minggu kelima


pembuatan kompos.

24

Anda mungkin juga menyukai