Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM II

KULTUR JARINGAN

STERILISASI ALAT DAN PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN

A. Aldi

08220200011

Kelompok 1

LABORATORIUM KULTUR JARINGAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVESITAS MUSLIM INDONESIA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam teknik perbanyakan tanaman melalui kultur, tidak hanya dibutuhkan


peralatan kultur jaringan yang memadai. Penggunaan media kultur juga
mempengaruhi sukses tidaknya melakukan perbanyakan tanaman, dikarenakan
pada media kultur mengandung berbagai macam nutrisi yang dibutuhkan eksplan
yang ingin dikultur. Namun, tidak semua media dapat digunakan pada proses kultur
tanaman, dikarenakan media kultur memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-
beda, dalam kata lain beberapa media memiliki perbedaan kandungan dan
konsentrasi zat-zat yang diperlukan saat kultur (Elimasni dkk, 2006).

Medium tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya bagi


pertumbuhan dan perkembangan eksplan, sehingga berbagai komposisi media
kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikultur. Medium kultur akan memenuhi syarat
apabila mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar tertentu, seperti sumber
karbon (sukrosa), serta mengandung vitamin, maupun ZPT. Medium umumnya
dapat berupa padatan maupun dalam bentuk cair, dimana pada medium padat
digunakan agen pemadat berupa agar.

Pembuatan medium harus memperhatikan sterilitas, dimana medium yang


dibuat haruslah terhindar dari segala jenis kontaminan yang bersifat patogenik
terhadap eksplan. Keberadaan kontaminan sangat mempengaruhi pertumbuhan dari
eksplan yang akan dikultur.

Aspek penting yang harus diperhatikan pada komposisi suatu media yaitu
kebutuhan terhadap zat pengatur tumbuh, khususnya kombinasi dan konsentrasi
dari zat pengatur tumbuh yang digunakan, serta memperhatikan kesterilan suatu
medium dari segala bentuk kontaminan. Oleh karena itu, percobaan pembuatan
medium penting dilakukan agar dapat mengetahui teknik pembuatan medium yang
optimal dan sesuai kebutuhan eksplan dalam kultur jaringan.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum Kultur Jaringan tentang Sterilisasi alat dan


Pembuatan Media Kultur jaringan yaitu, untuk menciptakan kondisi (baik bahan,
media, alat dan ruangan) yang steril dari mikroorganisme.

Kegunaan Praktikum

Adapun Kegunaan praktikum Kultur Jaringan tentang Sterilisasi alat dan


Pembuatan Media Kultur jaringan yaitu, untuk menghilangkan mikoorganisme
penyebab kontaminan pada eksplan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sterilisasi Kultur Jaringan

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus


dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat
yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan
etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi
yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. (Hana Lestari S.Pd, 2019).

Teknik sterilisasi merupakan salah satu proses yang menentukan


keberhasilan Dalam kultur jaringan. Sterilisasi bertujuan untuk menciptakan
kondisi (baik bahan, Media, alat dan ruangan) yang steril dari mikroorganisme.
Berbagai teknik sterilisasi Telah dikembangkan berdasarkan kelompok tertentu.
Teknik sterilisasi dapat berupa Metode panas basah, panas kering, kimiawi, filtrasi,
dan penyinaran cahaya menggunakan Sinar ultraviolet (Sugiri, 2005). Ada tiga
kategori sterilisasi, yaitu sterilisasi ringan, sedang dan berat (Aisyah, 2011).

Sterilisasi eksplan merupakan langkah yang sangat penting agar inisiasi


kultur bebas dari kontaminan. Teknik sterilisasi eksplan bergantung pada jenis
tanaman. Bahan sterilan dan waktu sterilisasi dapat berbeda untuk jenis tanaman
tertentu. Sering kali proses sterilisasi dilakukan dengan berbagai cara sampai
beberapa kali agar mencapai kesesuaian. Hal ini sering kali dilakukan pada tanaman
kayu seperti gaharu. Lama pengaplikasian bahan-bahan sterilan mempengaruhi
keberhasilan kultur jaringan. Proses sterilisasi yang sebentar tidak akan dapat
menekan kontaminan. Namun semakin lama proses sterilisasi maka semakin tinggi
terjadinya browning yang merupakan masalah utama tanaman kayu (Zulkarnain,
2009).

Pengaruh Sterilisasi Dalam Kultur Jaringan

Sterilisasi merupakan salah satu Upaya untuk menghilangkan mikoorganisme


penyebab kontaminan pada eksplan. Kontaminasi merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi keberhasilan dalam Teknik kultur jaringan terutama pada eksplan.
Beberapa bahan kimia yang dapat Digunakan untuk mensterilkan permukaan
eksplan adalah sunligth cair, clorox, (NaOCl), HgCl2, AgNo3 Dan alkohol.
Sugiharto et al., (2007) menggunakan Larutan clorox dengan konsentrasi 5%
selama 3 menit kemudian dilakukan Pembilasan berulang menggunakan aquades
steril. Eksplan dari jenis tanaman Yang berbeda, kadangkala berbeda pula teknik
dan bahan sterilannya, sehingga Perlu pengkajian. (Yuyun Fitriani, 2019).

Media Kultur Jaringan

Media kultur jaringan merupakan media yang diperlukan agar sel atau
jaringan tanaman yang diisolasi dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman
yang lengkap. Media tersebut mempunyai komposisi nutrien yang dapat
mendukung pertumbuhan eksplan sesuai dengan yang diinginkan. Kebutuhan
nutrisi untuk pertumbuhan bahan tanam/eksplan yang optimal sangat bervariasi
antar jenis tanaman, bahkan di antara bagian tanaman yang berbeda. (Rena Afrieska
Apriliani, S.P, 2021).

Media kultur jaringan adalah media tanam yang terdiri dari berbagai
Komposisi dan macam unsur hara dan sebagainya. Menurut Ryugo (1988) Media
tanam pada kultur jaringan berisi kombinasi dari asam amino Essensial, garam-
garam anorganik, vitamin-vitamin, larutan buffer, dan Sumber energi (glukosa).
Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor Penentu keberhasilan dalam
perbanyakan tanaman secara in vitro (Yusnita, 2003). Dikarenakan media
merupakan faktor penting dalam Penentu keberhasilan in vitro maka menurut
Rahardja (1994) untukmembuat media dengan jumlah zat seperti yang ditentukan,
diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara tepat. Ketidaktepatan ukuran
dapat menyebabkan terjadinya proses yang tidak dikehendaki.Media tanam kultur
jaringan terdiri dari dua jenis yaitu, media cair dan media padat. Media cair
digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai terbentuk PLB (protocorm like
body) yaitu eksplan yang akan tumbuh jaringan seperti kalus berwarna putih. Media
padat digunakan untuk menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet (Rahardja dan
Wahyu, 2003).
Jenis – jenis Media Kultur Jaringan

Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan
yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya.
Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis
media dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan
tanaman yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa
jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat
pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi
media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan kambium. Media
untuk penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White (1934 dalam Gunawan
1988), pertama White menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast
ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan dengan 3 macam
vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan nicotinic acid (Chawla, 2002).

Kultur kalus biasanya ditumbuhkan pada media dengan konsentrasi garam-garam


yang rendah seperti dalam kultur akar. Nobecourt (1937) dalam George &
Sherrington, 1984), menggunakan setengah konsentrasi dari larutan Knop yang
biasa digunakan untuk hidroponik, digunakan juga untuk menumbuhkan kalus
wortel. Pada media Knop sumber karbon berupa glucosa dan dan vitamin berupa
cysteine hydrochloride. Media White juga dikembangkan oleh Hildebrant dkk
(1946 dalam Gunawan 1988), dengan memodifikasi unsur-unsur makro yang lebih
tinggi dibandingkan pada media kultur tembakau, media ini media ini digunakan
mengkulturkan jaringan tumor tembakau dan bunga matahari. Konsentrasi untuk
NO3- K + lebih tinggi dibandingkan pada media White, namun konsentrasi tersebut
masih lebih rendah dibandingkan media yang lain yang banyak digunakan pada
kultur jaringan sekarang, sedangkan kandungan unsur P, Ca, Mg dan S pada media
tumor matahari, sama dengan media untuk jaringan tanaman pada umumnya seperti
pada media yang dikembangkan sekarang. Perbaikkan formulasi media yang
penting adalah pengembangan unsur makro yang universal, untuk mendukung
pertumbuahan jaringan tumbuhan. Dalam media perlu ditambahkan ammonium
dengan meningkatkan konsentrasi NO3- dan K +.

1. Media Knop dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur
kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang
rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa,
gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983).
2. Media White dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan
tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur
tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F,
Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media
untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan
K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih
lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
3. Media Knudson dan media Vacin and Went, media ini dikembangkan khusus
untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan
baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada
tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-
, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek.
Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
4. Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup
tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem.
Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan
pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa
NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956
dalam Gunawan 1988).
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor
tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan
ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai
pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang
diperoleh, hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller (Wood &
Braun (1961 dalam Gunawan 1988).
5. Media Murashige & Skoog (media MS) merupakan perbaikan komposisi media
Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan
optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N
dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima
kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih
tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media
White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur
makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur
makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi
MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media
MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun
sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain
berdasarkan media MS tersebut, antara lain media:
1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur
makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya
10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM.
Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh
Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga
digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch &
Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
2. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam
Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi
konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan
konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk
Bougainvillea glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan
persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari
persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah
yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah
senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh
hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap
(Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting,
karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh
pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton
dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan
EDTA yang tetap.
6. Media Gamborg B5 (media B5) pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus
kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan
media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan
suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh
bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur
lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan
konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM
menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM,
Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
7. Media Schenk & Hildebrant (media SH) merupakan media yang juga cukup
terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray,
2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan
komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+,
Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari
pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan
bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19%
baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi
karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda.
Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
8. Media WPM (Woody Plant Medium) yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc
Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih
rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan
dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari
sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan
tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan
media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang
mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin.
(Lukman, 2021)

Komposisi Media Kultur Jaringan


Komposisi media kultur jaringan terdiri dari sejumlah unsur yang
diperlukan untuk pertumbuhan bahan tanam/eksplan dalam lingkungan
buatan, dengan pengelompokan sebagai berikut :
1. Hara Makro (Macro Nutrient).
Hara makro adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah banyak
oleh tanaman, yaitu nitrogen (N), phosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), dan sulfur (S). N merupakan komponen dalam pembentukan
protein dan asam amino dalam tubuh tanaman, juga merupakan elemen pada
beberapa koenzim. P merupakan komponen pembentukan asam nukleat (DNA
dan RNA) serta dibutuhkan sebagai sumber energi transfer. K dibutuhkan
untuk mengatur potensial osmotik sel tanaman. Ca untuk sintesis dinding sel,
fungsi membran dan berperan dalam aktifnya signal sel. Mg merupakan
kofaktor enzim dan komponen klorofil. S adalah komponen beberapa asam
amino dan beberapa kofaktor enzim. Media makro pada MS terdiri dari KNO3,
NH4NO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4.
2. Hara Mikro (Micro Nutrient).
Hara mikro adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit
oleh tanaman, yaitu ferum/zat besi(Fe), manganese (Mn), zinc (Zn), cobalt (Co),
copper (Cu) dan molybdenum (Mo). Fe merupakan komponen cytochrome
yang berperan dalam transfer electron. Mn adalah kofaktor enzim, Zn berperan
dalam sintesis klorofil dan juga merupakan kofaktor enzim. Co adalah
komponen beberapa vitamin. Cu merupakan kofaktor enzim dan berperan
dalam reaksi transfer elektron. Mo juga merupakan kofaktor enzim dan
komponen dari enzim nitrate reductase. Baik hara makro maupun hara mikro,
keduanya diberikan dalam bentuk garam inorganik.
3. Myo-inositol
Myo-inositol adalah senyawa golongan karbohidrat yang ditambahkan pada
media kultur dalam jumlah sedikit untuk menstimulasi pertumbuhan sel pada
banyak spesies tanaman. Meskipun bukan tergolong vitamin, namun senyawa
ini akan terpecah menjadi vitamin C dan pectin. Myo-inositol memiliki peran
dalam pembelahan sel, digunakan dalam konsentrasi berkisar 50-5000 ppm.
4. Zat pengatur tumbuh.
Umumnya ada dua golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam
kultur in-vitro, yakni golongan auksin dan sitokinin. ZPT golongan auksin yang
biasa digunakan dalam kultur in-vitro adalah: indole-3- acetic acid (IAA),
indole-3- butricacide (IBA), 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid (2,4-D) dan
naphthalene- acetic acid (NAA). ZPT dari golongan sitokinin adalah: BA
(Benzyladenine), BAP (6-benzyloaminopurine), 2- iP (isopentenyl adenine),
kinetin (6-furfurylaminopurine), Zeatin (6-4-hydroxy-3-methyl-trans-2-
butenylaminopurine) dan TDZ (thidiazuron). Rasio kedua golongan ZPT ini
akan mempengaruhi arah morfogenesis yang terjadi pada kultur. Rasio auksin
yang lebih tinggi dari sitokinin akan menstimulasi terbentuknya akar,
sedangkan rasio sitokinin yang lebih tinggi dari auksin akan menginduksi
terbentuknya tunas. Jika auksin dan sitokinin pada konsentrasi yang sama (rasio
1) maka akan terbentuk kalus. Untuk pembentukan kalus juga dapat digunakan
2,4-D. Ada beberapa jenis ZPT lainnya yang digunakan dalam kultur in vitro.
ZPT tersebut yaitu gibberellin (GA3) untuk pembentukan tunas pada spesies
tertentu, dan asam absisik (ABA) untuk pematangan embrio pada proses
embriogenesis somatik. Dalam proses pembuatan larutan stok ZPT, untuk
IAA, 2,4-D dan NAA dapat dilarutkan awal dengan beberapa tetes alkohol 95%
atau NaOH 1N, sedangkan untuk golongan sitokinin umumnya digunakan
beberapa tetes HCL 1N atau dimethylsulfoxide (DMSO). Jika bahan sudah
terlarut oleh pelarut awal, maka baru kemudian ditambah DD water (Double
distilled water) untuk mencapai volume yang diinginkan. Penggunaan pelarut
awal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya penggumpalan akibat tidak
larutnya ZPT tersebut.
5. Vitamin
Vitamin dibutuhkan tanaman sebagai katalisator dalam berbagai proses
metabolisme. Vitamin digunakan untuk pertumbuhan sel serta proses
diferensiasi sel dan jaringan yang ditanam secara in vitro. Beberapa jenis
vitamin yang digunakan dalam kultur in vitro adalah thiamin, nicotinic acid dan
pyridoxine. Diantara ketiganya, yang bersifat esensial adalah thiamin (vitamin
B1) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel tanaman. Nicotinic acid dan
pyridoxine (vitamin B6) dibutuhkan hanya oleh spesies tanaman tertentu. Ada
beberapa jenis vitamin lainnya yang digunakan dalam kultur in vitro namun
bersifat tidak umum atau spesifik hanya untuk kultur tertentu, yakni biotin, folic
acid, ascorbic acid, pantothenic acid, tocopherol (vitamin E), riboflavin, dan p-
amino- benzoic acid.
6. Gula
Jenis gula yang umum digunakan dalam kultur in vitro adalah sukrosa,
jumlahnya berkisar 2-3 % atau 20-30 gram/liter media. Selain sukrosa, beberapa
jenis gula lainnya adalah laktosa, galaktosa, maltosa , glukosa dan fruktosa.
Gula diberikan pada media kultur sebagai sumber karbohidrat untuk respirasi
karena tanaman kultur bersifat heterotroph, tidak dapat melakukan fotosintesis
untuk menghasilkan karbohidrat. Respirasi menghasilkan energi yang
digunakan oleh sel tanaman untuk melakukan pembelahan sel. Dengan
demikian gula ditambahkan pada media kultur sebagai sumber energi.
7. Asam amino
Asam amino tidak selalu harus ditambahkan pada media kultur, namun
diperlukan untuk kultur sel dan kultur protoplas. Penggunaannya secara
tunggal atau campuran dari beberapa asam amino. Asam amino menyediakan
sumber nitrogen untuk pertumbuhan sel. Senyawa nitrogen ini lebih mudah
diserap oleh sel tanaman dibandingkan sumber nitrogen dari garam inorganik.
Asam amino yang biasa digunakan adalah casein hydrolysate, L- glutamine, L-
asparagine, adenine, glycine, glutamine, asparagine, L-arginine, cysteine dan L-
tyrosine.
8. Pemadat media
Penambahan senyawa pemadat bertujuan untuk membuat media menjadi padat
maupun semi padat. Pemadat tersebut dapat berupa agar, agarose atau gellan
gum. Agar dan agarose digunakan dalam konsentrasi 0.7-1.0% (7-10 gram per-
liter media), sedangkan gellan gum 0.2-0.6% (2-6 gram per-liter media). Gellan
gum dijual dengan nama dagang Gellrite, Phytagel dan Kelcogel. Media kultur
sebaiknya tidak terlalu padat agar penyerapan nutrisi dapat berjalan baik. (Anny
Dufi, 2021).
BAB III
METODOLOGI
Tempat dan Waktu

Kegiatan praktikum Sterilisasi alat dan Pembuatan Media Kultur jaringan


dilaksanakan Pada hari Kamis, 20 Oktober 2022 pukul 07.30 sampai selesai. Di
Laboratorium Kultur Pertanian, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum Kultur Jaringan tentang


Sterilisasi alat dan Pembuatan Media Kultur jaringan yaitu air bersih, sabun cuci
dan spons, sabun cuci, spons, tissue, kertas, oven, plastik, gula karet, agar, Media
MS, gula, aluminium foil, plastik karet dan aquades, gelas kimia 1 L, pengaduk,
magnetic stirrer, panci, spatula, timbangan elektrik, kompor, pH meter dan
autoklaf.

Pelaksanaan Praktikum

Adapun Prosedur Kerja dari pelaksanaan Praktikum Kultir jarinagn


tentang Kultur Jaringan tentang Sterilisasi alat dan Pembuatan Media Kultur
jaringan yaitu :

➢ Sterilisasi alat
A. Langkah-langkah sterilisasi:
• Menuci botol kultur di bawah air mengalir.
• Membersihkan menggunakan sabun dan spons sampai seluruh bagian botol
tersentuh.
• Memasukkan botol yang telah dicuci ke dalam autoklaf .
• Mengatur suhu autoklaf pada suhu 121oC dalam waktu 20 menit.
B. Langkah-langkah sterilisasi alat penanaman;
• Mencuci bersih semua alat penanaman menggunakan air mengalir, air, sabun
cuci dan spons.
• Mengeringkan semua alat penanaman menggunakan tissue.
• Menyusun alat penanaman sesuai jenis dan ukuran.
• Membungkus semua alat penanaman yang telah disusun menggunakan kertas.
• Memasukkan alat ke dalam oven.
• Menyetel suhu oven di 125o C selama 1 Jam.
➢ Pembuatan Media
A. Langkah-langkah
• Menimbang gula sebanyak 30 gr/l, agar-agar 7 gr/l, media MS 1 liter.
• Melarutkan gula dengan aquades secukupnya menggunakan magnetic stirrer.
• Menambahkan aquades sampai 900 ml.
• Mengukur pH larutan menggunakan pH meter, pH larutan media yang baik
berada pada pH 5,7-5,8.
• Menambahkan agar-agar kedalam larutan, lalu menambahkan aquades sampai
1000 ml.
• Menghomogenkan larutan menggunakan magnetic stirrer.
• Menuang larutan yang telah homogen ke dalam panci, kemudian dimasak dan
diaduk hingga mendidih.
• Memasukkan larutan media ke dalam botol kultur.
• Menutup botol menggunakan aluminium foil dan mengikat dengan karet.
• Memasukkan media ke dalam autoklaf.
• Mengatur suhu autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
DAFTAR PUSTAKA

Anny Dufi. 2021. Media tanam kultur jaringan. [Online].


https://pertanian.jogjakota.go.id/detail/index/17038

Hana Lestari S.pd. 2019. Kultur jaringan. [Online].


https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Biologi%20Kult
ur%20Jaringan-BB/index.html

Lukman. 2021. Jenis Media Kultur Jaringan. [Online].


http://luqmanmaniabgt.blogspot.com/2012/07/jenis-media-kultur-
jaringan.html?m=1

S Wulansari. 2015. Teknik sterilisasi terbaik terhadap pertumbuhan eksplan gaharu.


[Online].
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjeo
K6apOr6AhVuUGwGHadKD80QFnoECAsQAQ&url=http%3A%2F%2F
digilib.uinsgd.ac.id%2F18206%2F4%2F4_BAB%2520I.pdf&usg=AOvVa
w2zMcu5rPCfWKVBReJPsJr4

Yaaro Gaho. 2017. Pembuatan Medium dan Sterilisasi.


https://www.academia.edu/34567385/LAPORAN_KJT_Pembuatan_Medi
um_dan_Sterilisasi

Yuyun Fitriani. 2019. TEKNIK STERILISASI DAN EFEKTIVITAS 2,4-D


TERHADAP PEMBENTUKAN KALUS EKSPLAN DAUN NILAM
(Pogostemon cablin Benth) IN VITRO. [Online].
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JASB/article/download/54630/32361/

Anda mungkin juga menyukai