“PEMBUATAN MEDIA”
Disusun oleh:
Nama : Muhammad Hanan Abdurrahman
NIM : 215040200111073
Kelas :P
Asisten : Amanda Sheren
Siapkan alat-alat yang dibutuhkan
Siapkan botol media beserta plastik penutup yang sudah dibersihkan dan
disemprot ethanol 70%
Siapkan seluruh larutan stok media (makro, mikro, vitamin, dan Fe-Na-EDTA)
dan karet
Timbang sukrosa dan agar-agar sesuai kebutuhan
Bilas alat-alat gelas dengan akuades sebelum mulai menyiapkan media
Pipet larutan stok (makro, mikro, vitamin, Fe-Na-EDTA) sesuai kebutuhan
Masukkan ke dalam beaker glass dan tambahkan akuades sampai dengan
volume yang diinginkan
Masukkan magnet stirrer ke dalam beaker glass dan letakkan pada plate
magnetic stirrer
Nyalakan magnetic stirrer agar larutan homogen dan tambahkan sukrosa (30
g/L) hingga larut
Ukur pH larutan sesuai ketentuan (5,6-5,8) dengan pH meter atau kertas pH
universal
Jika pH sudah sesuai, tambahkan agar-agar (7 g/L) yang sudah disiapkan,
panaskan sampai mendidih dan larut sempurna
Tiriskan sampai tidak terlalu panas dan tuangkan dalam botol kultur (masing-
masing 20 mL)
Tutup botol dengan plastik yang sudah disiapkan dan media siap disterilisasi
dengan autoclave pada tekanan 1,5 psi selama 20 menit
Setelah di autoclave botol media dipindahkan ke ruang kultur jaringan dan
selanjutnya siap untuk digunakan sebagai media tanam
Amati dan catat hasilnya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Media MS
Kontaminasi yang sering terjadi pada media tanam kultur jaringan terbagi
menjadi dua macam, yaitu kontaminasi oleh jamur dan kontaminasi oleh bakteri.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan selama tiga hari setelah
pembuatan media, diperoleh hasil bahwa keadaan media MS tidak terkontaminasi
oleh jamur maupun bakteri. Hal ini dikarenakan menurut Oratmangun (2017),
tanda-tanda pada media MS yang terkontaminasi jamur akan terdapat hifa
berwarna putih hingga keabu-abuan. Begitu pula dengan media yang
terkontaminasi bakteri, maka pada media MS akan terdapat lendir. Pada
permukaan media MS yang diamati tidak ditemukan hifa maupun lendir, dan juga
tidak didapati gejala busuk.
Pada saat pembuatan media MS, praktikan wajib menggunakan sarung
tangan latex guna meminimalisir risiko kontaminasi, penyebaran kuman, bakteri,
atau virus. Sterilisasi alat juga perlu dilakukan agar tidak ada kotoran, bakteri,
ataupun virus yang terikut saat pembuatan media MS. Selain itu, Sterilisasi media
kultur juga perlu dilakukan dengan menggunakan uap panas yang dapat diperoleh
dari penggunaan alat autoclave. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
media MS yang telah dibuat tidak mengalami kontamintasi. Keadaan media MS
yang diamati bersih dari serangan patogen yang dapat membawa penyakit
sehingga media MS layak untuk digunakan dalam pelaksanaan penanaman kultur
jaringan.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Ciri-Ciri Media yang Terkontaminasi dan Tidak Terkontaminasi
Pembuatan media tanam merupakan hal yang penting bagi kegiatan
kultur jaringan sebab media tanam menjadi tempat berkembangnya eksplan
yang akan dikultur, jika media yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi
yang diinginkan maka akan mempengaruhi proses kultur jaringan. Salah satu
hambatan dalam pembuatan media yaitu adanya kontaminasi yang membuat
media tanam menjadi tidak dapat digunakan. Adapun kontaminasi yang
sering terjadi pada media kultur jaringan tanaman terdiri atas 2 jenis, yaitu
kontaminasi oleh bakteri dan kontaminasi oleh jamur. Perbedaan kedua jenis
kontaminasi ini dapat dilihat dari ciri-ciri fisik yang muncul pada media
kultur.
Shonhaji (2014) menjelaskan bahwa apabila media kultur jaringan
terkontaminasi bakteri maka akan terdapat lendir di bawah permukaan media.
Sedangkan apabila terkontaminasi oleh jamur, maka akan muncul hifa jamur
di atas permukaan media tanam yang dapat dicirikan dengan adanya garis-
garis (seperti benang) yang berwarna putih sampai abu-abu. Sementara itu,
pada media MS yang steril dan tidak terkontaminasi bakteri ataupun virus
tidak terdapat ciri-ciri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Apabila
permukaan atas maupun bawah media MS yang telah dibuat berwarna jernih
dan tidak keruh, maka media tersebut layak untuk digunakan pada proses
penanaman kultur jaringan.
4.2.2 Penyebab Media Kontam
Pada umumnya kontaminasi media MS disebabkan oleh
mikroorganisme yang berasal dari lingkungan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan dari Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Pontianak
(2019) yang menyatakan bahwa kontaminasi dapat berasal dari eksplan (baik
internal maupun eksternal), organisme kecil yang masuk kedalam media
(seperti semut), botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja
dan ruang kultur yang kurang steril (terdapat spora di udara). Sterilisasi
sendiri merupakan proses untuk menghilangkan semua jenis mikroorganisme,
baik itu protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, dan virus yang hidup dalam
suatu benda. Adapun sterilisasi bertujuan untuk menjaga kebersihan atau
sterilitas suatu benda yang akan dipergunakan. Salah satu penelitian di
laboratorium yang sangat membutuhkan lingkungan kerja dan peralatan yang
steril adalah pembuatan media dan penanaman kultur jaringan (Istini, 2020).
Media kultur jaringan merupakan media yang sangat mendukung bagi
pertumbuhan jamur dan bakteri. Mikrooganisme akan tumbuh dengan cepat
dan akan menutupi permukaan atas maupun bawah dari media. Media tanam
dapat terkontaminasi oleh mikrooganisme karena dapat berfungsi sebagai
subsrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, termasuk bakteri dan
jamur (Oratmangun, 2017). Pengamatan morfologi diperlukan guna
mendeskripsikan bakteri atau jamur yang menyerang media tanam.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam melakukan kegiatan kultur jaringan, diperlukan media tanam yang
mampu menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya. Keberhasilan dalam melaksanakan kultur jaringan sangat
ditentukan oleh media tanam yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pH,
cahaya, temperatur, sterilisasi, dan pemilihan eksplan. Media MS merupakan
media tanam kultur jaringan yang dibuat dari campuran antara agar-agar dengan
bahan lainnya sehingga sesuai untuk dijadikan sebagai media tanam kultur
jaringan. Pembuatan media tanam menjadi hal yang penting bagi kegiatan kultur
jaringan sebab media tanam menjadi tempat berkembangnya eksplan yang akan
dikultur, jika media yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan
maka akan mempengaruhi proses kultur jaringan. Media MS yang telah dibuat
memiliki unsur hara, baik makro maupun mikro sesuai dengan yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman.
5.2 Saran
Waktu harus digunakan sebaik-baiknya agar laporan praktikum dapat
selesai tepat waktu dengan hasil yang memuaskan. Selain itu, keseriusan dan
keaktifan saat praktikum perlu ditingkatkan guna tercapai pembelajaran yang
maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Pontianak. (2019). Penanganan
Kontaminasi pada Kultur Jaringan. Artikel.
https://pertanian.pontianak.go.id/artikel/60-penanganan-kontaminasi-
pada-kultur-jaringan.html.
Fauziah, R. H., Kusmiyati, F., Anwar, S. (2019). Lilium Longiflorum Plant
Growth with a Combination of Naphthylacetic Acid (NAA) and 6-
Benzylaminopurine (BAP) In Vitro. Journal Tropical Crop Science and
Technology, 1(2), 78-92.
George, E. F., Hall, M. A., Klerk, GJ. D. (2008). The Components of Plant Tissue
Culture Media I: Macro- and Micro-Nutrients. Springer.
Harahap, E. R., Siregar, L. A. M., Bayu, E. S. (2013). Pertumbuhan Akar pada
Perkecambahan Beberapa Varietas Tomat dengan Pemberian Polyethylene
Glikol (PEG) secara in Vitro. J. Online Agroekoteknologi, 1(3), 418-428.
Istini, I. (2020). Pemanfaatan Plastik Polipropilen Standing Pouch sebagai Salah
Satu Kemasan Sterilisasi Peralatan Laboratorium. Indonesian Journal of
Laboratory, 2(3), 41-46.
Latifah, R., Suhermiatin, T., & Ermawati, N. (2017). Optimasi Pertumbuhan
Planlet Cattleya Melalui Kombinasi Kekuatan Media Murashige Skoog
dan Bahan Organik. Journal of Applied Agricultural Science, 1(1), 59-68.
Muawanah, G. (2005). Pisang dalam Perbanyakan dan Perbesaran Planlet
Anggrek Dendrobium (Dendrobium canayo) Secara in Vitro. Skripsi.
Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Oratmangun K. M., Pandiangan D., Febby, E., & Kandou, F. E. (2017).
Description Types of Contaminants From Culture Callus Catharanthus
roseus (L.) G. Don. Jurnal MIPA Unsrat Online, 6(1), 47-52.
Rupawan, I. M., Basri, Z., & Bustami, M. (2014). Pertumbuhan Anggrek Vanda
(Vanda sp.) pada Berbagai Komposisi Media Secara in Vitro. e-J.
Agrotekbis, 2(5), 488-494.
Shonhaji. A. (2014). Efektivitas Sterilisasi Eksplan Lapang Acacia mangium willd
dalam dalam Perbanyakan Tamanan Melalui Teknik Kultur Jaringan.
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, Malang.
Silalahi, M. (2015). Pengaruh Modifikasi Media Murashige-Skoog (MS) dan Zat
Pengatur Tumbuh BAP terhadap Pertumbuhan Kalus Centella asiatica L.
(Urban.). Jurnal ProLife, 2(1), 14-23.
Sutarni, M. S. (1989). Merawat Anggrek. Kanisius.
Syahid, S. F., & Hadipoentyanti, E. (2017). Protokol Perbanyakan Benih
Temulawak. (Curcuma xanthorrhiza) Secara In Vitro. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat.
LAMPIRAN