Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

“PEMBUATAN MEDIA”

Disusun oleh:
Nama : Muhammad Hanan Abdurrahman
NIM : 215040200111073
Kelas :P
Asisten : Amanda Sheren

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai macam metode telah dilakukan guna menyediakan bibit dalam
jumlah banyak sebagai upaya pengembangan tanaman dalam suatu proses
produksi pada sektor pertanian dan perkebunan. Pada umumnya, perbanyakan
tanaman dilakukan secara konvensional seperti menanam dari biji, stek, cangkok,
dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut merupakan metode perbanyakan
tanaman yang membutuhkan waktu yang lama untuk dapat memperoleh bibit
dalam jumlah banyak. Terdapat berbagai kendala pada kualitas, waktu, maupun
teknis di lapangan yang harus dihadapi saat menggunakan teknik perbanyakan
secara konvensional. Oleh sebab itu, teknik kultur jaringan dapat menjadi pilihan
sebagai upaya penyediaan bibit suatu tanaman. Kultur jaringan merupakan suatu
teknik mengisolasi bagian tanaman seperti sel, protoplas, jaringan, dan organ, lalu
menumbuhkannya pada media buatan.
Media kultur jaringan adalah media tanam yang terdiri dari berbagai
macam komposisi, unsur hara, dan sebagainya. Selain itu, media kultur jaringan
merupakan faktor utama dalam perbanyakan menggunakan teknik kultur jaringan
dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bagian
tanaman yang diisolasi, serta bibit yang dihasilkannya. Terdapat dua jenis media
tanam kultur jaringan, yaitu media padat dan media cair. Media padat pada
umumnya berupa padatan gel, seperti agar yang telah dicampurkan dengan nutrisi
yang diperlukan tanaman, sedangkan media cair merupakan nutrisi yang
dilarutkan di air. Sementara itu, diperlukan penimbangan dan penakaran bahan
secara tepat dalam pembuatan media tanam kultur jaringan. Ketidaktepatan
ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang tidak dikehendaki.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum pembuatan media kultur yaitu :
1. Mengetahui komponen penyusun beserta fungsinya masing-masing dalam
media kultur jaringan;
2. Mengetahui serta dapat mempraktekkan cara membuat larutan stok yang akan
dipergunakan dalam pembuatan media kultur jaringan sesuai komposisi
medium yang diinginkan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum pembuatan media kultur
yaitu mahasiswa dapat mengetahui dan memahami komponen penyusun beserta
fungsinya masing-masing dalam media kultur jaringan. Selain itu, mahasiswa juga
dapat mengetahui serta mempraktekkan cara membuat larutan stok yang akan
dipergunakan dalam pembuatan media kultur jaringan sesuai komposisi medium
yang diinginkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Media MS
Pada perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan, Rupawan et al. (2014)
menyatakan bahwa terdapat beberapa media yang paling sering digunakan, yaitu
media MS (Murashige Skoog), media VW (Vacin and Went), dan media KC
(Knudson C). Menurut Silalahi (2015), media MS merupakan media yang paling
banyak digunakan dalam kegiatan kultur jaringan dibanding media lainnya,
dikarenakan media MS mengandung hampir semua unsur yang dibutuhkan untuk
tanaman. Muawanah (2005) mengatakan bahwa media MS merupakan media
kultur jaringan hasil formulasi dua orang ilmuan, yaitu Toshio Murashige dari
Jepang dan Folke Skoog dari Amerika. Murashige dan Skoog mempublikasikan
hasil formulasi media MS yang terbukti cocok untuk teknik kultur jaringan pada
tahun 1962.
Keistimewaan pada media MS yaitu memiliki kandungan nitrat, kalium,
dan amonium yang tinggi, serta memiliki jumlah hara anorganik yang layak untuk
memenuhi kebutuhan banyak sel tanaman dalam kultur (Wetter & Constabel,
1991). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Latifah (2017) yang menyatakan
bahwa media MS mampu mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman
karena memiliki kandungan yang tepat untuk kebutuhan nutrisi tanaman. Selain
itu, media MS juga kaya akan kandungan unsur hara dan memiliki komposisi
yang kompleks. Bahkan komposisi media MS yang kompleks berpengaruh pada
harga jual yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan media lainnya, seperti
media VW.
2.2 Pembuatan Larutan Stok
Prinsip dasar pembuatan media kultur jaringan yaitu penyediaan larutan
stok yang akan digunakan untuk menghasilkan media perlakuan yang berbeda-
beda dan memudahkan proses dalam pembuatan media kultur jaringan (Harahap
et al., 2013). Larutan stok yang dapat digunakan yaitu stok unsur makro, stok
unsur mikro, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Syahid dan Hadipoentyanti
(2017) mengatakan bahwa dalam pembuatan larutan stok memerlukan ketelitian
dalam penimbangan dan pencampuran bahan kimianya. Hal tersebut dikarenakan
bahan kimia yang ditimbang harus sesuai dengan komposisi yang telah
ditentukan, sebab akan berpengaruh terhadap keseimbangan pertumbuhan
tanaman.
Banyaknya larutan stok yang akan dibuat dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Larutan stok dapat dibuat untuk 25, 50, bahkan 100 kali dan
seterusnya. Unsur hara makro dapat dibuat 20 kali kepekatan untuk satu liter
media, sedangkan unsur hara mikro dapat dibuat 100 kali kepekatan dalam satu
liter media, dan vitamin dapat dibuat 1000 kali kepekatan dalam satu liter media.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fauziah et al. (2019),
pembuatan larutan stok diawali dengan menimbang unsur hara makro, unsur hara
mikro, zat besi, vitamin, dan myo-inositol sesuai dengan komposisi media MS.
Bahan-bahan tersebut kemudian dilarutkan dengan menggunakan akuades sesuai
kebutuhan. Setelah itu, larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer hingga
larutan menjadi homogen dan diuji dengan alat ukur. Larutan lalu dimasukkan ke
dalam botol yang telah diberi label atau tanda, kemudian disimpan pada kulkas.
2.3 Fungsi Masing-Masing Larutan Stok
George et al. (2008) berpendapat bahwa media kultur jaringan tanaman
terdiri dari larutan stok sebagai berikut:
 Zat gizi makro (selalu digunakan);
 Zat gizi mikro (hampir selalu digunakan tetapi kadang-kadang hanya satu
elemen yang digunakan);
 Gula (hampir selalu digunakan, tetapi tidak digunakan pada beberapa tujuan
khusus);
 Zat pertumbuhan tanaman (hampir selalu ditambahkan)
 Vitamin (umumnya dimasukkan, meskipun jumlah sebenarnya dari senyawa
yang ditambahkan sangat bervariasi);
 Bahan pemadatan (digunakan bila diperlukan media semi padat. Agar-agar
atau permen karet merupakan pilihan yang sering digunakan);
 Asam amino dan suplemen nitrogen lainnya (biasanya digunakan dengan
tujuan khusus).
Menurut Sutarni (1989), unsur-unsur yang terdapat pada suatu media
kultur jaringan memiliki fungsi bagi pertumbuhan maupun jaringan tanaman.
Fungsi tiap-tiap unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Unsur Makro, seperti nitrogen (N) berfungsi untuk memacu pertumbuhan
tanaman secara umum, terutama pada fase vegetatif, serta berperan dalam
pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim dan persenyawaan lain;
fosfor (P), berfungsi untuk pembentukan karbohidrat. Fosfor dibutuhkan pada
waktu pertumbuhan benih, pembungaan, pemasakan buah dan biji; kalium
(K), berfungsi memperkuat tubuh tanaman, karena dapat menguatkan serabut-
serabut akar. Unsur K juga dapat berfungsi sebagai hidratasi karena
membantu pembentukan misel dalam dinding sel, sehingga lebih mudah
menyerap air; sulfur (S), berfungsi untuk membentuk beberapa jenis protein,
seperti asam amino dan vitamin B1. Selain itu, membantu pembentukan bintil
akar dan pertumbuhan tunas baru; kalsium (Ca), berfungsi merangsang
pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang, dan merangsang
pembentukan biji; magnesium (Mg), berfungsi dalam pembentukan klorofil
karena unsur Mg merupakan inti dari klorofil.
2. Unsur Mikro, seperti besi (Fe), berfungsi sebagai penyangga yang penting
untuk menyangga kestabilan pH media saat digunakan menumbuhkan
jaringan tanaman, pernafasan, dan pembentukan hijau daun.
3. Sukrosa, berfungsi sebagai sumber energi yang diperlukan untuk induksi
kalus. Sukrosa dengan konsentrasi 2%-5% merupakan sumber karbon.
Penggunaaan sukrosa di atas kadar 3% menyebabkan terjadinya penebalan
dinding sel.
4. Myo-inositol, berfungsi dalam membantu pertumbuhan sejumlah jaringan.
Apabila pemberian myo-inositol disertai dengan auksin, kinetin, dan vitamin,
maka dapat mendorong pertumbuhan jaringan kalus.
5. Vitamin, berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar,
juga berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Fungsi
No. Nama Alat Fungsi
1. Neraca analitik Sebagai pengukur massa yang akurat
2. Pipet ukur Untuk mengambil atau memindahkan larutan
3. Gelas ukur Untuk mengukur volume larutan
4. Labu takar Untuk mengukur volume larutan
5. Beaker glass Sebagai wadah penampung larutan
6. Erlenmeyer Sebagai wadah penampung larutan
7. pH meter/kertas lakmus Untuk mengukur pH
8. Autoclave Untuk sterilisasi alat
9. Botol kultur Sebagai wadah media stok
10. Plastik Sebagai penutup botol media
11. Karet Sebagai pengerat penutup botol
12. Kertas label Sebagai penanda sampel
3.2 Bahan dan Fungsi
No. Nama Bahan Fungsi
1. Unsur hara makro Sebagai stok media
2. Unsur hara mikro Sebagai stok media
3. Vitamin Sebagai stok media
Zat pengatur tumbuh Sebagai komponen media untuk mengatur
4.
(ZPT) tumbuh tunas dan akar
5. Media MS Sebagai media kultur jaringan
6. NaOH 0,1 N Untuk mengendalikan pH media
7. HCl 0,1 N Untuk mengendalikan pH media
Sebagai bahan pembangun untuk memproduksi
8. Gula pasir
molekul
9. Agar Sebagai agen pengental untuk media
3.3 Diagram Alir
Siapkan lembar media dan tentukan media yang akan dibuat


Siapkan alat-alat yang dibutuhkan


Siapkan botol media beserta plastik penutup yang sudah dibersihkan dan
disemprot ethanol 70%

Siapkan seluruh larutan stok media (makro, mikro, vitamin, dan Fe-Na-EDTA)
dan karet


Timbang sukrosa dan agar-agar sesuai kebutuhan


Bilas alat-alat gelas dengan akuades sebelum mulai menyiapkan media


Pipet larutan stok (makro, mikro, vitamin, Fe-Na-EDTA) sesuai kebutuhan


Masukkan ke dalam beaker glass dan tambahkan akuades sampai dengan
volume yang diinginkan


Masukkan magnet stirrer ke dalam beaker glass dan letakkan pada plate
magnetic stirrer


Nyalakan magnetic stirrer agar larutan homogen dan tambahkan sukrosa (30
g/L) hingga larut


Ukur pH larutan sesuai ketentuan (5,6-5,8) dengan pH meter atau kertas pH
universal


Jika pH sudah sesuai, tambahkan agar-agar (7 g/L) yang sudah disiapkan,
panaskan sampai mendidih dan larut sempurna

Tiriskan sampai tidak terlalu panas dan tuangkan dalam botol kultur (masing-
masing 20 mL)


Tutup botol dengan plastik yang sudah disiapkan dan media siap disterilisasi
dengan autoclave pada tekanan 1,5 psi selama 20 menit


Setelah di autoclave botol media dipindahkan ke ruang kultur jaringan dan
selanjutnya siap untuk digunakan sebagai media tanam


Amati dan catat hasilnya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Media MS
Kontaminasi yang sering terjadi pada media tanam kultur jaringan terbagi
menjadi dua macam, yaitu kontaminasi oleh jamur dan kontaminasi oleh bakteri.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan selama tiga hari setelah
pembuatan media, diperoleh hasil bahwa keadaan media MS tidak terkontaminasi
oleh jamur maupun bakteri. Hal ini dikarenakan menurut Oratmangun (2017),
tanda-tanda pada media MS yang terkontaminasi jamur akan terdapat hifa
berwarna putih hingga keabu-abuan. Begitu pula dengan media yang
terkontaminasi bakteri, maka pada media MS akan terdapat lendir. Pada
permukaan media MS yang diamati tidak ditemukan hifa maupun lendir, dan juga
tidak didapati gejala busuk.
Pada saat pembuatan media MS, praktikan wajib menggunakan sarung
tangan latex guna meminimalisir risiko kontaminasi, penyebaran kuman, bakteri,
atau virus. Sterilisasi alat juga perlu dilakukan agar tidak ada kotoran, bakteri,
ataupun virus yang terikut saat pembuatan media MS. Selain itu, Sterilisasi media
kultur juga perlu dilakukan dengan menggunakan uap panas yang dapat diperoleh
dari penggunaan alat autoclave. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
media MS yang telah dibuat tidak mengalami kontamintasi. Keadaan media MS
yang diamati bersih dari serangan patogen yang dapat membawa penyakit
sehingga media MS layak untuk digunakan dalam pelaksanaan penanaman kultur
jaringan.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Ciri-Ciri Media yang Terkontaminasi dan Tidak Terkontaminasi
Pembuatan media tanam merupakan hal yang penting bagi kegiatan
kultur jaringan sebab media tanam menjadi tempat berkembangnya eksplan
yang akan dikultur, jika media yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi
yang diinginkan maka akan mempengaruhi proses kultur jaringan. Salah satu
hambatan dalam pembuatan media yaitu adanya kontaminasi yang membuat
media tanam menjadi tidak dapat digunakan. Adapun kontaminasi yang
sering terjadi pada media kultur jaringan tanaman terdiri atas 2 jenis, yaitu
kontaminasi oleh bakteri dan kontaminasi oleh jamur. Perbedaan kedua jenis
kontaminasi ini dapat dilihat dari ciri-ciri fisik yang muncul pada media
kultur.
Shonhaji (2014) menjelaskan bahwa apabila media kultur jaringan
terkontaminasi bakteri maka akan terdapat lendir di bawah permukaan media.
Sedangkan apabila terkontaminasi oleh jamur, maka akan muncul hifa jamur
di atas permukaan media tanam yang dapat dicirikan dengan adanya garis-
garis (seperti benang) yang berwarna putih sampai abu-abu. Sementara itu,
pada media MS yang steril dan tidak terkontaminasi bakteri ataupun virus
tidak terdapat ciri-ciri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Apabila
permukaan atas maupun bawah media MS yang telah dibuat berwarna jernih
dan tidak keruh, maka media tersebut layak untuk digunakan pada proses
penanaman kultur jaringan.
4.2.2 Penyebab Media Kontam
Pada umumnya kontaminasi media MS disebabkan oleh
mikroorganisme yang berasal dari lingkungan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan dari Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Pontianak
(2019) yang menyatakan bahwa kontaminasi dapat berasal dari eksplan (baik
internal maupun eksternal), organisme kecil yang masuk kedalam media
(seperti semut), botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja
dan ruang kultur yang kurang steril (terdapat spora di udara). Sterilisasi
sendiri merupakan proses untuk menghilangkan semua jenis mikroorganisme,
baik itu protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, dan virus yang hidup dalam
suatu benda. Adapun sterilisasi bertujuan untuk menjaga kebersihan atau
sterilitas suatu benda yang akan dipergunakan. Salah satu penelitian di
laboratorium yang sangat membutuhkan lingkungan kerja dan peralatan yang
steril adalah pembuatan media dan penanaman kultur jaringan (Istini, 2020).
Media kultur jaringan merupakan media yang sangat mendukung bagi
pertumbuhan jamur dan bakteri. Mikrooganisme akan tumbuh dengan cepat
dan akan menutupi permukaan atas maupun bawah dari media. Media tanam
dapat terkontaminasi oleh mikrooganisme karena dapat berfungsi sebagai
subsrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, termasuk bakteri dan
jamur (Oratmangun, 2017). Pengamatan morfologi diperlukan guna
mendeskripsikan bakteri atau jamur yang menyerang media tanam.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam melakukan kegiatan kultur jaringan, diperlukan media tanam yang
mampu menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya. Keberhasilan dalam melaksanakan kultur jaringan sangat
ditentukan oleh media tanam yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pH,
cahaya, temperatur, sterilisasi, dan pemilihan eksplan. Media MS merupakan
media tanam kultur jaringan yang dibuat dari campuran antara agar-agar dengan
bahan lainnya sehingga sesuai untuk dijadikan sebagai media tanam kultur
jaringan. Pembuatan media tanam menjadi hal yang penting bagi kegiatan kultur
jaringan sebab media tanam menjadi tempat berkembangnya eksplan yang akan
dikultur, jika media yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan
maka akan mempengaruhi proses kultur jaringan. Media MS yang telah dibuat
memiliki unsur hara, baik makro maupun mikro sesuai dengan yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman.
5.2 Saran
Waktu harus digunakan sebaik-baiknya agar laporan praktikum dapat
selesai tepat waktu dengan hasil yang memuaskan. Selain itu, keseriusan dan
keaktifan saat praktikum perlu ditingkatkan guna tercapai pembelajaran yang
maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Pontianak. (2019). Penanganan
Kontaminasi pada Kultur Jaringan. Artikel.
https://pertanian.pontianak.go.id/artikel/60-penanganan-kontaminasi-
pada-kultur-jaringan.html.
Fauziah, R. H., Kusmiyati, F., Anwar, S. (2019). Lilium Longiflorum Plant
Growth with a Combination of Naphthylacetic Acid (NAA) and 6-
Benzylaminopurine (BAP) In Vitro. Journal Tropical Crop Science and
Technology, 1(2), 78-92.
George, E. F., Hall, M. A., Klerk, GJ. D. (2008). The Components of Plant Tissue
Culture Media I: Macro- and Micro-Nutrients. Springer.
Harahap, E. R., Siregar, L. A. M., Bayu, E. S. (2013). Pertumbuhan Akar pada
Perkecambahan Beberapa Varietas Tomat dengan Pemberian Polyethylene
Glikol (PEG) secara in Vitro. J. Online Agroekoteknologi, 1(3), 418-428.
Istini, I. (2020). Pemanfaatan Plastik Polipropilen Standing Pouch sebagai Salah
Satu Kemasan Sterilisasi Peralatan Laboratorium. Indonesian Journal of
Laboratory, 2(3), 41-46.
Latifah, R., Suhermiatin, T., & Ermawati, N. (2017). Optimasi Pertumbuhan
Planlet Cattleya Melalui Kombinasi Kekuatan Media Murashige Skoog
dan Bahan Organik. Journal of Applied Agricultural Science, 1(1), 59-68.
Muawanah, G. (2005). Pisang dalam Perbanyakan dan Perbesaran Planlet
Anggrek Dendrobium (Dendrobium canayo) Secara in Vitro. Skripsi.
Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Oratmangun K. M., Pandiangan D., Febby, E., & Kandou, F. E. (2017).
Description Types of Contaminants From Culture Callus Catharanthus
roseus (L.) G. Don. Jurnal MIPA Unsrat Online, 6(1), 47-52.
Rupawan, I. M., Basri, Z., & Bustami, M. (2014). Pertumbuhan Anggrek Vanda
(Vanda sp.) pada Berbagai Komposisi Media Secara in Vitro. e-J.
Agrotekbis, 2(5), 488-494.
Shonhaji. A. (2014). Efektivitas Sterilisasi Eksplan Lapang Acacia mangium willd
dalam dalam Perbanyakan Tamanan Melalui Teknik Kultur Jaringan.
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, Malang.
Silalahi, M. (2015). Pengaruh Modifikasi Media Murashige-Skoog (MS) dan Zat
Pengatur Tumbuh BAP terhadap Pertumbuhan Kalus Centella asiatica L.
(Urban.). Jurnal ProLife, 2(1), 14-23.
Sutarni, M. S. (1989). Merawat Anggrek. Kanisius.
Syahid, S. F., & Hadipoentyanti, E. (2017). Protokol Perbanyakan Benih
Temulawak. (Curcuma xanthorrhiza) Secara In Vitro. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai