Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH KULTUR JARINGAN

MEDIA MS (MURASHIGE DAN SKOOG)

Disusun Oleh :

Tedi Septiawan 134170009

Rohmat Sugeng N 134170041

Desy Tribodrorini 134170116

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kultur jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan
vegetatif nonkonvensional. Perbedaan teknik ini dibandingkan dengan teknik
perbanyakan konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi yang
berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan tanaman mensyaratkan kondisi di
dalam ruangan (laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari patogen).
Selain peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu faktor utama
dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua
zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam.
Media kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak
semua media dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena, beberapa
media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang
diperlukan atau digunakan pada kultur.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media.
Beberapa macam medium kultur jaringan adalah MS (tanaman semusim),
VW (tanaman anggrek), WPM (tanaman keras), Nitsch, White, N-6,
Gamborg (G-5) (tanaman paku-pakuan), dan BZ (buah-buahan). Oleh karena
itu, pada makalah ini akan dijelaskan lebh lanjut mengenai media kultur
jaringan khususnya pada media MS (Murashige dan Skoog).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
1. Apa itu media kultur jaringan?
2. Apa itu media MS?
BAB II
ISI

A. Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf
(Suryowinoto, 1991).
Sebelum membuat media, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan
stok. Larutan stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan
bahan-bahan kimia khususnya yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu
sering menimbang karena hal ini kurang praktis. Larutan stok disimpan di
dalam lemari pendingin agar tidak mudah rusak dan mencegah
terdegradasinya bahan-bahan kimia oleh mikroba penyebab kontaminasi.
Pembuatan larutan stok harus dilakukan dengan cermat, sebab larutan stok
yang terlalu pekat akan mengalami pengendapan di lemari es, dan larutan
stok yang terkontaminasi tidak boleh digunakan lagi (Anonim2, 2012).
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsur
murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan
kedalam media tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulu
dilarutkan dalam konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh
nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut
dipakai akuades (Yuwono, 2008).
Untuk memenuhi faktor pertumbuhan tanaman, media kultur jaringan
yang baik mengandung (Anonim1, 2011) :
1. Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan
beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro.
Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting
ini harus dimasukkan dalam media kultur.
2. Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in
vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak
menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang
sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin
merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan
inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan
kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein
hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain-lain.
Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.
Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat
diganti dengan zat tertentu, seperti suatu vitamin atau asam amino.
3. Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena
mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus
ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi
pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk
memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh.
Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1-5% digunakan sebagai sumber
karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan
laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk
menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien
oleh tanaman dalam kultur.
4. Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel
dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau
Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7-1.0%. Pada
konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang
tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan
kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak
mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan.
5. pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum.Jika
pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH
kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Seperti auksin
dan sitokinin.
7. Air
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquades (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan
ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol
kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
B. Media MS
Media MS (Murashige And Skoog) dikembangkan pertama kali
oleh Toshio Murashige dan Folke K. Skoog pada tahun 1962. Murashige
merupakan seorang mahasiswa doktoral yang mendapat bimbingan langsung
dari Skoog. Medium MS optimum digunakan pada keadaan cenderung asam,
yaitu pH 5.8. Medium MS merupakan jenis media yang digunakan untuk
perbanyakan tanaman seperti kentang dan pisang. Setiap jenis tanaman yang
ditanam atau dibiakkan dengan menggunakan jenis media MS (Murashige
And Skoog) mempunyai komposisi yang sedikit berbeda yaitu pada
penggunaan bahan hormone tumbuh.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti
agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari
kultur jaringan yang dilakukan. Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam
media MS adalah auksin (IAA) dan sitokinin (kinetin). Kedua homon ini
mempengaruhi pertumbuhan akar, tunas, dan kalus berdasarkan
keseimbangan konsentrasi dari kedua ZPT tersebut yang terkandung dalam
media. Pada konsentrasi yang hampir tepat sama antara auksin dan sitokinin
akan menghasilkan kalus. Apabila sitokinin lebih besar dari auksin akan
menginduksi tunas, sedangkan konsentrasi auksin lebih besar dari sitokinin
akan menginduksi perakaran yang lebih cepat (Trigiano and Gray 2000).
Media Murashige Skoog (MS) merupakan perbaikan komposisi media
Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan
optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N
dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima
kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih
tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media
White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM.
Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-
unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi
komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis
tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan
kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga
dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain
media :
1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur
makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang
seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm,
tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba,
kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur
jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam
Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988)
dalam penelitian kultur anther.
2. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam
Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara
mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+
nya.
3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan
konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur
pucuk Bougainvillea glabra.
4. Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan
persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari
persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam
jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling
sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca
dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13%
dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-unsur
tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih
tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum
diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya
menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA
yang tetap.
C. Pembuatan Medium MS dan Larutan Stok
Berikut merupakan bahan-bahan atau kompisisi yang terkandung
dalam medium Murashige-Skoog (MS) :

Cara membuat larutan stok dan media MS yaitu sebagai berikut :


1. Menyiapkan larutan stok A, B, C, D, E, F, dan vitamin, serta gula dan
agar sesuai dengan tabel yang terlampir.
2. Mengukur larutan stok sesuai takaran yang dibutuhkan.
3. Menimbang agar-agar 10 mg dan gula sebanyak 45 mg.
4. Memasukkan semua bahan yang telah ditimbang kedalam gelas piala.
5. Menambahkan air kedalam gelas piala hingga lebih dari 2 Liter agar
menghindari dari adanya penguapan.
6. Meletakkan gelas piala di atas hot plate dan memasukkan magnetic
spiral kedalamnya, kemudian panaskan dan tunggu hingga air
mendidih ( 1.30-2 jam)
7. Menyiapkan pH meter kemudian mengukur pH hingga mencapai 5,7-
5,8, bila terlalu asam dapat ditambahkan KOH, dan bila terlalu basa
ditambahkan HCl.
8. Menyiapkan botol-botol sebagai tempat media. Menuangkan media
yang telah masak ke dalam botol-botol media, kemudian menutup
dengan menggunakan plastik kaca atau alumunium foil.
9. Mensterilkan media dengan autoklaf dengan suhu 120oC dan tekanan
1 atm selama 20-25 menit. Media MS siap digunakan.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


2. Media MS (Murashige dan Skoog) merupakan media dasar yang dapat
digunakan untuk memperbanyak berbagai jenis tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Pengenalan Alat Laboratorium Bioteknologi. Fakultas Pertanian.


Universitas Hasanuddin.
Anonim. 2019. Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan. Yogyakarta : UPN ‘Veteran’
Yogyakarta
Daisi, P. H. Sriyanti, & Wijayani A.,. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta:
Kanisus I Kapi.
Trigiano, RN and Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts and Laboratory
Exercises. Boca Raton: CRC Press
Wetter LR and Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman.
Diterjemahkan oleh Widianto MB. Bandung: ITB Press
Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.
Zulkarnain, H.2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta. PT Bumi Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai