Disusun oleh:
Kelompok 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dosen Pembimbing:
Riri Novita, S, M.Si
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa macamnya salah
satunya dalam kerajaan tumbuhan, sebagai contoh adalah Nepenthes atau kantong
semar merupakan sejenis tanaman hias yang unik dan merupakan salah satu
tanaman pemakan serangga khas daerah tropis. Nepenthes sp. merupakan salah satu
tanaman unik dan langka yang ada di Indonesia. Menurut Direktorat Budidaya
Tanaman Hias (2006) Nepenthes merupakan jenis tumbuhan yang termasuk dalam
CITES Appendix 1 tahun 2003 dan 2. Tanaman yang terdaftar di dalamnya
merupakan jenis-jenis yang telah terancam punah, sehingga perdagangan
internasional spesimen yang berasal dari habitat alam harus dikontrol dengan ketat
dan hanya diperkenankan untuk kepentingan non komersial tertentu dengan izin
khusus.
Nepenthes diberi sebutan kantong semar karena ujung daunnya termodifikasi
menjadi kantong seperti perut semar yang buncit. Kantong-kantong ini sangat
menarik, karena bentuk dan warnanya yang indah. Keunikan lainnya terdapat pada
kantung yang berbentuk corong berisi cairan yang di dalamnya dapat ditemukan
berbagai jenis serangga.
Metode perbanyakan tanaman Nepenthes yang banyak dilakukan selama ini
ialah dengan menggunakan biji, stek dan pemisahan anakan. Pengembangbiakan
Nepenthes dengan biji memiliki kendala pada lamanya waktu berkecambah dan
keragaman individu akibat segregasi. Cara perbanyakan melalui stek terbatas dari
jumlah buku dan waktu yang relatif lama untuk penyiapan tanaman induk yang siap
memproduksi stek. Perbanyakan dengan pemisahan anakan terbatas oleh sedikitnya
jumlah anakan yang terbentuk. Pada Nepenthes mirabilis anakan jarang terbentuk,
salah satu alternatif metode perbanyakan yang dapat ditempuh adalah melalui
kultur in vitro. Metode ini diharapkan mampu menghasilkan tanaman dalam skala
besar dengan waktu yang relatif cepat. Sudarmonowati (2002) menyatakan bahwa
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan telah banyak dilakukan untuk
tanaman yang bernilai ekonomi tinggi atau tanaman yang tergolong langka dan sulit
dipropagasi dengan cara konvensional, oleh karena itu dalam makalah ini akan
dibahas tentang salah satu cara untuk memperbanyak tanaman Nepenthes dengan
menggunakan teknik kultur jaringan melalui berbagai konsentrasi media MS.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik dalam kultur jaringan tumbuhan?
2. Apa saja media yang dapat digunakan dalam kultur jaringan
tumbuhan?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dalam kultur
jaringan tumbuhan?
4. Bagaimana cara mengkultur bagian tunas dari tumbuhan
kantung semar ?
5. Media apa yang digunakan dalam kultur tunas dari tumbuhan
kantung semar ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kultur Jaringan Tumbuhan
A. Pengertian Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Pada mulanya, orientasi teknik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori
totipotensi sel. Kemudian hal ini menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi
tanaman dan aspek-aspek biokimia tanaman (Gunawan, 1987).
Perbanyakan mikro beberapa tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif,
merupakan contoh aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan. Teknik kultur
jaringan juga dapat diterapkan dalam pemuliaan tanaman untuk mempercepat
pencapaian tujuan dan membantu dimana cara-cara konvensional menemui
rintangan alamiah (Gunawan, 1987).
Teknik kultur jaringan tanaman terdiri dari beberapa tahapan yang secara umum
terdiri dari: tahap persiapan, tahap inisiasi kultur, tahap multiplikasi tunas, tahap
pemanjangan tunas, induksi akar dan perkembangan akar dan tahap terakhir berupa
pemindahan ke rumah kaca (aklimatisasi).
Salah satu teknik yang dilakukan di kultur jaringan yaitu subkultur.
Subkultur merupakan pemindahan kultur ke media yang baru, baik media yang
sama maupun media yang komposisi kimianya berbeda (Gunawan, 1992).
Subkultur
dapat
menjadi
kebutuhan
untuk
memperbanyak
tanaman
dan
tanam
adalah
faktor
penentu
dalam
perbanyakan
bergantung
dengan
jenis
tanaman
yang
akan
kultur
mengurangi
konsentrasi
K+
dan
NO3-,
dan
menambah
bunga
matahari,
ditemukan
bahwa
unsur
makro
yang
ditanam
di
kebun
dapat
tumbuh
dengan
baik
dengan
Penambahan
NH4+
ternyata
dibutuhkan
untuk
perkembangan protocorm.
9. Media B5(Gamborg)
Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis
media dasar diantaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan
Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg et al. pada
tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan
untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium
lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5
dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik
sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.
Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan
konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi
dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Tetapi peneliti lain
melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM
berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus
tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut
adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih
mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan media MS.
Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi
kalus
atau
diutamakan
sebagai
kultur
suspensi,
tetapi
dapat
Harjadi
(1989)
bagian
tanaman
yang
yang
dijadikan
dikulturkan.
sebagai
eksplan
mencakup ujung pucuk (shoot tips), irisan-irisan batang, daun, daun bunga, daun keping
biji, akar, buah, embrio, meristem pucuk apikal (yang betul-betul merupakan
titik tumbuh) dan jaringan nuselar. Rasco jr dan Maquilan (2005) menggunakan
eksplan
biji pada
studi perkecambahan
N. truncata,
(2003)
juga
menambahkan bahwa ukuran eksplan yang dapat digunakan dalam teknik kultur
jaringan bervariasi dari ukuran mikroskopik ( 0,1 mm) hingga 5 cm.
2. Media tanam
Penambahan agar-agar ke dalam kultur bertujuan agar terjadinya kontak antara
jaringan tanaman, media dan udara. Jika media berbentuk cair, kultur harus selalu
digoyangkan dengan shaker agar aerasi yang baik tetap terjaga. Jika media tersebut
tidak
digoyang-goyangkan,
eksplan
akan
tenggelam
seluruhnya
yang dapat
berkecambah
tercepat
pada
perkecambahan
Nepenthes
mirabilis
(37.61HST), jumlah daun terbanyak dan tanaman paling tinggi (3.99 mm).
Tinggi tanaman terendah (1.07 mm) diperoleh pada media MS. Hal ini diduga terjadi
karena adanya penghambatan pertumbuhan pada media MS yang disebabkan oleh
konsentrasi garam yang tinggi.
3. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) didefinisikan sebagai senyawa organik bukan nutrisi
yang aktif dalam jumlah kecil (10-6-10-5 mM) yang disintesiskan pada bagian
tertentu tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat
tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis
(Wattimena, 1988). Dua golongan zat pengatur tumbuh yang penting dalam kultur
jaringan yaitu auksin dan sitokinin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel dan organ.
Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam
media
dan
perkembangan
yang
suatu
diproduksi
kultur
oleh
sel
(Gunawan,
secara
1987).
endogen
menentukan
Armini
et
al.
arah
(1991)
disesuaikan dengan tipe organ atau eksplan, metode kultur jaringan dan tingkat
kultur jaringan (pembuatan kalus, induksi tunas, induksi akar, dan lain-lain).
2.2 Kantong semar (Nepenthes)
Nepenthes atau kantong semar merupakan sejenis tanaman hias yang unik
dan
Sebanyak 60% dari 83 spesies yang telah teridentifikasi di dunia dapat ditemukan
di Indonesia dengan bermacam-macam nama yang diberikan terhadap tanaman
tersebut sesuai dengan wilayahnya masing-masing, seperti Periuk Monyet di Riau,
Kantong Beruk di Jambi, di Bangka dikenal dengan Ketakung, sedangkan
masyarakat Jawa Barat mengenal Nepenthes dengan sebutan Sosok Raja Mantri
(Mansur, 2006).
Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena tanaman ini
mempunyai kemampuan untuk memangsa serangga melalui kantong yang terbentuk
dari ujung daun untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Clarke, 2001 dalam
Rahayu dan Isnaini, 2009). Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ
berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya yang disebut pitcher atau
kantong. Handoyo dan Sitanggang (2006) melaporkan bahwa uniknya kantongkantong Nepenthes adalah pada kantongnya yang merupakan penjebak ulung bagi
serangga berupa lalat, semut, maupun kupu-kupu, bahkan ada jenis kantong
Nepenthes tertentu bisa menjebak katak atau burung. Berdasarkan habitatnya
Tunas-tunas mikro ini dipisah-pisahkan dan ditanam pada media 1/2 MS selama 2
minggu yang bertujuan untuk melihat tingkat kontaminasi eksplan dan
keseragaman tunas.
yaitu yang pertumbuhannya bagus, warna daun hijau cerah, pertumbuhannya tidak
merana seperti kekurangan hara dan tidak terbentuk kalus.
Pertumbuhan yang
seragam yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun awal sama. Setelah dilakukan
pemilihan terhadap tunas yang bagus kemudian tunas-tunas ini ditanam pada
media perlakuan. Tiap botol kultur terdiri atas satu eksplan agar tersedia ruang
yang cukup bagi eksplan pada saat membentuk kantong.
B. Media Tanam
Media tanam yang digunakan tersusun dari garam mineral (makro dan mikro),
vitamin dan bahan-bahan organik formulasi MS (Murashige dan Skoog, 1962).
Media untuk induksi kantong yang digunakan terdiri dari lima (5) konsentrasi
perlakuan media MS yaitu : 0,500 MS yaitu media MS dengan :
unsur makro, 0,250 MS yaitu media MS dengan
unsur makro, 0,125 MS yaitu media MS dengan
1/8 unsur makro, 0,0625 MS yaitu media MS dengan
1/16 unsur makro dan 0,000 MS yaitu media yang hanya terdiri atas air, gula dan
agar.
Pada semua media yang digunakan ditambahkan sukrosa (30 g/l). Sebelum
disterilkan, pH media diatur sehingga mencapai 5.7 dengan penambahan
(1N) atau NaOH (1N).
HCL
campuran media sebanyak 7 gr/l dan dilarutkan dengan pengadukan dan pemanasan.
Media dituang ke dalam botol kultur berkapasitas 300 ml. Setelah itu ditutup
dengan plastik bening, masing-masing botol diisi lebih kurang 30 ml media. Botol
kultur yang telah di isi media disterilkan selama 7 menit dalam autoklaf yang
dipanaskan sampai 121C dan tekanan 1.5 kg/cm3.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu hingga 12 minggu
setelah tanam. Perubah yang diamati adalah jumlah daun, jumlah
kantong yang terbentuk per eksplan, dan tinggi tanaman. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan awal tanaman
pada semua perlakuan tidak memperlihatkan perbedaan. Semua
tunas terlihat segar, daun hijau dan cerah. Setelah dua minggu di
media perlakuan, mulai terlihat munculnya tendril atau bakal
kantong
pada
ujung-ujung
daun
tanaman.
Kantong
mulai
pertama
hingga
12
minggu
setelah
tanam
tanpa
penambahan
BAP
sudah
cukup
efisien
untuk
menunjukkan
tidak
ada
interaksi
antara
jenis
pengaruh
dari
masing-masing
faktor
yaitu
jenis
segar
kurang
lebih
minggu
hingga
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kultur jaringan merupakan salah satu cara memperbanyak
tanaman secara in vitro, kultur jaringan memiliki beberapa teknik
seperti tahap persiapan, tahap inisiasi kultur, tahap multiplikasi
tunas, tahap pemanjangan tunas, induksi akar dan perkembangan
akar dan tahap terakhir berupa pemindahan ke rumah kaca
(aklimatisasi). Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi beberapa
faktor salah satunya kondisi fisik tanaman dan media tanam.
Tumbuhan kantong semar (Nepenthes) salah satu dari tumbuhan
yang langkah dan bernilai ekonomis dapat diperbanyak dengan
cara dikulturkan menggunakan media MS. Jenis Nepenthes yang
dikulturkan memberikan pengaruh terhadap jumlah daun, jumlah
kantong dan tinggi tanaman pada media in vitro. Selain jenis
Nepenthes, berbagai konsentrasi media MS juga mempengaruhi
jumlah daun dan jumlah kantong yang terbentuk, namun tinggi
tanaman tidak dipengaruhi oleh konsentrasi media MS.
DAFTAR PUSTAKA
Clarke, C. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninsular Malaysia. Kota
Kinabalu : Natural History Publications (Borneo).
Dagla, H.R. 2012. Plant Tissue Culture. Historical Developments and
Applied Aspects. Resonance.
Direktorat Budidaya Tanaman Hias. 2006. Profil Tanaman Hias:
Zingiberaceae, Phalaenopsis, Cordyline. Direktorat Jenderal
Hortikultura. Departemen Pertanian.
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Departemen
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mansur, M. 2006. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Samsurianto. 2010. Induksi Tunas Mikro Kantong Semar (Nepenthes
spp.) In Vitro. Bioprospek.
Wattimena G.A., L.W. Gunawan, M.N. Ansori, E. Syamsudin, M.N.W.
Armini, dan A. Ernawati. 1992. Bioteknologi Tanaman.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktoorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, PAU Bioteknologi IPB. 71p.
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor : Pusat
Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.
Alitalia,Y.2008.Webside:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/12
3456789/3009/A08yal.pdf?sequence=4. Di Akses pada tanggal
07 April 2015 pada pukul 10.30 WIB.
http://journal.unila.ac.id/index.php/agrotropika/article/viewArticle/837.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jhi/article/download/4085/1111