Anda di halaman 1dari 50

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH A.R. FACHRUDDIN

MODUL
PRAKTIKUM KIMIA FARMASI
(DASAR DAN ANALISIS)
S1 Farmasi

PENULIS:
Dr. apt. Nita Rusdiana, M.Sc
Diana Sylvia, M.Si
Zenith Putri Dewianti, M.S.Farm
MODUL PRAKTIKUM
KIMIA FARMASI
(DASAR & ANALISIS)
S1 Farmasi

OLEH :
Dr. apt. Nita Rusdiana, M.Sc
Diana Sylvia, M.Si
Zenith Putri Dewianti, M.S.Farm

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH A.R. FACHRUDDIN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah


memberikan rahmat-Nya sehingga Pedoman Praktikum Kimia Dasar
untuk mahasiswa/i Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah A.R.
Fachruddin ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Pedoman praktikum ini dibuat sebagai pedoman dalam melakukan
kegiatan praktikum Kimia Dasar yang merupakan kegiatan penunjang
mata kuliah Kimia Dasar pada Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah A.R. Fachruddin. Pedoman praktikum ini diharapkan
dapat membantu mahasiswa/i dalam mempersiapkan dan melaksanakan
praktikum dengan lebih baik, terarah, dan terencana. Pada setiap topik
telah ditetapkan tujuan pelaksanaan praktikum dan semua kegiatan yang
harus dilakukan oleh mahasiswa/i serta teori singkat untuk memperdalam
pemahaman mahasiswa/i mengenai materi yang dibahas.
Penyusun menyakini bahwa dalam pembuatan Pedoman Praktikum
Kimia Dasar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
pedoman praktikum ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Tangerang, Agustus 2023

Tim Penyusun
TATA TERTIB PRAKTIKUM
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah A.R. Fachruddin

A. Bila hendak praktikum, praktikan diwajibkan :


1. Datang tepat waktu. Keterlambatan 15 menit tanpa alasan yang sah dianggap
tidak hadir dan tidak diizinkan mengikuti praktikum.
2. Menyiapkan laporan awal, bagan prosedur percobaan dan laporan praktikum.
3. Menyimpan tas pada tempat yang telah disediakan (dibawah meja kerja).
4. Mengisi form kehadiran tiap kali mengikuti praktikum.
5. Membawa alat-alat yang diperlukan selama praktikum berlangsung (handuk
kecil, untuk lap, gunting, lem, korek api, sabun cuci tangan).
6. Meminjam dan memeriksa ulang alat kaca yang diperlukan selama praktikum
kepada laboran, jika terdapat ketidaklengkapan dan kerusakan, maka
praktikan diberikan waktu minimal satu jam untuk menukarnya.

B. Selama praktikum berlangsung, praktikan diwajibkan :


1. Berpakaian sopan dan memakai jas laboratorium.
2. Tidak makan, minum, dan merokok di dalam laboratorium.
3. Tidak bercanda dan bertindak yang dapat menimbulkan kecelakaan terhadap
orang lain.
4. Tidak mereaksikan sembarang bahan kimia tanpa ada petunjuk praktikum
yang jelas dan tanpa seizin dosen dan asisten dosen.
5. Tidak membuang sampah atau bahan sisa percobaan ke dalam wastafel.
6. Menjaga kebersihan, ketertiban, dan keamanan laboratorium secara bersama.

C. Setelah praktikum selesai, praktikan diwajibkan :


1. Mencuci dan membersihkan semua alat kaca yang digunakan selama
praktikum dengan sabun cair/tepol yang telah disediakan.
2. Memeriksa kembali kelengkapan dan keutuhan alat yang dipinjam kemudian
mengembalikannya kepada laboran.
3. Memberihkan meja praktikum masing-masing tanpa mengandalkan
mahasiswa yang piket.
4. Lapor diri apabila selama praktikum memecahkan alat kaca.
5. Menyerahkan data/laporan sementara kepada asisten dosen untuk di paraf
oleh dosen pembimbing.
6. Meninggalkan laboratorium dengan seizin dosen pembimbing atau asisten
dosen.

Tangerang, Agustus 2023


Tim Penyusun
PROSEDUR PENILAIAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR

No Keterangan Persentasi
Nilai
1 Kehadiran 10 %
2 Pre Test 30 %
3 Laporan 20 %
4 Ujian akhir praktikum 40 %
TOTAL 100 %
PENGENALAN ALAT DAN KEGUNAANNYA

I. DASAR TEORI
A. Alat Kimia
Laboratorium merupakan tempat melakukan riset ilmiah, eksperimen, pengukuran,
atau pelatihan ilmiah. Secara garis besar, fungsi laboratorium dapat dibagi sebagai
berikut: (a) sebagai tempat berlatih untuk mengembangkan keterampilan intelektual
melalui kegiatan pengamatan, (b) mengembangkan keterampilan motorik praktikan,
mengembangkan keterampilan dalam menggunakan alat- alat laboratorium, (c)
memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakikat kebenaran ilmiah dari
suatu objek pada lingkungan, alam, dan sosial.
Praktikum ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kegunaan serta karakteristik
alat-alat dan bahan-bahan kimia yang umum digunakan pada praktikum kimia dasar.
Umumnya, alat kimia dibuat menurut peruntukannya. Penggunaan alat kimia yang tidak
tepat berkontribusi pada hasil suatu percobaan. Dengan demikian, penting dilakukan
pengenalan alat-alat kimia sebagai percobaan awal sehingga praktikan memiliki
gambaran tentang alat kimia beserta peruntukannya. Beberapa alat kimia beserta
peruntukannya dijelaskan sebagai berikut:
1) Alat ukur yakni alat yang digunakan untuk mengetahui besaran suatu objek.
Dalam kimia besaran-besaran ini umumnya berupa volume, tingkat keasaman,
massa, dan sebagainya. Macam-macam alat ukur yang umum dalam kimia
antara lain: gelas kimia, labu ukur, pipet ukur, Erlenmeyer, pH universal,
timbangan analitik, dsb.
2) Alat pemanas yakni alat yang digunakan untuk menaikkan suhu suatu objek.
Pemanasan menjadi hal lumrah yang sering dilakukan dilaboratorium kimia,
pada praktikum tertentu pemanasan diperlukan bukan hanya sekedar
menaikkan suhu namun untuk mempercepat atau memperlambat reaksi. Alat
pemanas yang umum digunakan pada praktikum kimia dasar adalah hotplate
dan lampu Bunsen.
3) Alat-alat gelas. Alat-alat ini, umumnya tidak memilikiperuntukkan yang spesifik
karena hampir digunakan pada setiap praktikum. Beberapa peralatan ini
misalnya: gelas arloji, pipet tetes, corong, tabung reaksi, dan sebagainya.
4) Alat bantu lainnya. Alat-alat ini umumnya menjadi pelengkap peralatan utama,
namun ketidaktersediaan peralatan ini menyebabkan peralatan utama tidak
dapat berfungsi maksimal bahkan tidak dapat digunakan. Alat-alatini antara
lain: spatula, statif, kaki tiga, dan bola karet.

LABEL DAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA


Penandaan atau pemberian label terhadap jenis‐jenis bahan kimia diperlukan
untuk dapat mengenal dengan cepat dan mudah sifat bahaya dari suatu bahan kimia.
Pengenalan dengan label ini amat penting dalam penanganannya, transportasi dan
penyimpanan bahan‐bahan atau pergudangan. Cara penyimpanan bahan‐bahan kimia
memerlukan pengetahuan dasar akan sifat bahaya serta kemungkinan interaksi antar
bahan serta kondisi yang mempengaruhinya. Tanpa memperhatikan semua faktor
tersebut, dapat mengakibatkan ; kebakaran, ledakan, keracunan, atau kombinasi di
antara kemungkinan ketiga akibat tersebut.

LABEL ATAU SIMBOL BAHAYA


Label atau simbol bahaya bahan‐bahan kimia serta cara penanganan secara umum
dapat diberikan sebagai berikut :
1) Harmful (berbahaya)
2) Toxic (beracun)
3) Corrosive (korosif)
4) Flammable (mudah terbakar)
5) Explosive (mudah meledak)
6) Oxidator (pengoksidasi)
7) Dangerous for Environmental (berbahaya bagi lingkungan)
SYARAT‐SYARAT PENYIMPANAN BAHAN
Mengingat bahwa sering terjadi kebakaran, ledakan atau bocornya bahan‐bahan kimia
beracun dalam gudang, maka dalam penyimpanan bahan‐bahan kimia, beberapa
kemungkinan dibawah ini perlu diperhatikan :
1) Pengaruh panas/api.
Kenaikan suhu akan menyebabkan reaksi atau perubahan kimia terjadi dan
mempercepat reaksi. Juga percikan api berbahaya untuk bahan‐bahan mudah
terbakar.
2) Pengaruh kelembaban.
Zat‐zat higroskopis mudah menyerap uap air dari udara dan reaksi hidrasi yang
eksotermis akan menimbulkan pemanasan ruang.
3) Interaksi dengan wadah.
Bahan kimia dapat berinteraksi dengan wadahnya dan bocor.
4) Interaksi antar bahan.
Kemungkinan interaksi antar bahan dapat menimbulkan ledakan, kebakaran
atau timbulnya gas beracun.

BEBERAPA PETUNJUK CARA KERJA LABORATORIUM KIMIA


Sebelum masuk ke laboratorium dan melakukan percobaan praktikum, sebaiknya
mengetahui dasar dan cara kerja minimal sebagai berikut:
1) Cara membaui zat
2) cara mengambil larutan dengan pipa kaca dari botol
3) cara melipat kertas saring
4) cara menuang larutan
5) cara membaca tinggi larutan dalam gelas ukur
6) cara mencampur larutan
7) cara mencuci endapan
8) cara mengambil larutan dengan pipet ukur untuk larutan tidak berbahaya
9) cara mentitrasi larutan
TUGAS:
Berdasarkan pengamatan di laboratorium, buatlah video tentang :
1) Alat Laboratorium beserta fungsinya
2) Label atau simbol bahaya bahan‐bahan kimia beserta contoh bahan dan
kegunaannya
3) Petunjuk cara kerja di laboratorium beserta penjelasannya.
PRAKTIKUM 1
PENIMBANGAN DAN PENGENCERAN

TUJUAN Mahasiswa dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu,


mengencerkan larutan dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.

PENIMBANGAN
A. DASAR TEORI
Analisis kimia memerlukan sejumlah tertentu cuplikan sampel yang dinyatakan
dalam berat (massa) sampel. Untuk mengetahui berat sampel secara tepat dan
teliti diperlukan neraca yang memenuhi persyaratan analisis. Neraca atau
timbangan adalah alat untuk mengukur massa atau berat. Jenis neraca pada
umumnya ditentukan oleh sensitifitas dan ketelitian penimbangan. Syarat neraca
yang baik yaitu akurat (memberikan pengukuran berat yang benar dan tetap sama
apabila diulang), stabil (dalam keadaan setimbang bila digoyang akan kembali ke
kedudukan semula) dan peka (dengan sedikit penambambahan beban (0,1 mg
untuk neraca analitik) akan menimbulkan simbangan yang besar).

Beberapa neraca memiliki kepekaan yang berbeda. Neraca teknis mmeiliki


kepekaan pengukuran 0,01 - 0,001 gram, sedangkan neraca analitik memiliki
kepekaan pengukuran kurang dari 0,0001 gram. Neraca analitik memiliki
kesalahan penimbangan, semakin besar yang ditimbang sesuai dengan kapasitas
neraca maka semakin kecil kesalahannya. Misalnya untuk penimbangan 20 mg
dengan neraca analitik maka kesalahan penimbangan sebesar (0,1 mg/20 mg) x
100% = 0,5%. Sedangkan untuk penimbangan 100 mg maka kesalahan
penimbangan sebesar 0,1%. Setiap neraca memiliki daya beban maksimum dan
minimum penimbangan. Hal ini harus diperhatikan untuk tidak digunakan
menimbang di luar batas neraca yang digunakan.

Penimbangan ada dua cara, yaitu penimbangan langsung danpenimbangan tidak


langsung. Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam penimbangan, yaitu:
1. Penimbangan Langsung.
a. Memeriksa ulang bahan yang akan ditimbang (cek label).
b. Memeriksa kedudukan timbangan (cek mata ikan/levellingbubble).
c. Membersihkan timbangan (gunakan kuas berbulu halus).
d. Tepat memilih wadah penimbangan. Bahan cair / semi padat
menggunakan cawan porselen. Bahan padat menggunakan kaca
arloji.
e. Tepat memilih alat pengambil bahan. Perhatikan jenis bahan. Bahan
Cair menggunakan Pipet tetes. Bahan Padat menggunakan spatula
/ sendok. Bahan semipadat menggunakan spatel / sudip. Bahan
padat yang higroskopis adan korosif menggunakan sendok
porselen.
f. Mentara timbangan (re-zero) Akurat dalam menimbang, +5% dari
massa yang diinginkan.
g. Mencatat hasil penimbangan
h. Memindahkan sampel yang ditimbang pada wadah yang diinginkan
(gelas kimia, erlenmeyer atau labu ukur), kemudian dibilas (untuk
memastikan tidak ada sampel yang tersisa pada wadah
penimbangan).
i. Membersihkan timbangan kembali
j. Mencatat penggunaan alat pada logbook instrumen.
2. Penimbangan Tidak Langsung.
a. Pada penimbangan tidak langsung langkah kerja 1 - 6 hampir sama
dengan penimbangan langsung, perbedaannya pada langkah
selanjutnya yaitu sebagai berikut:
b. Akurat dalam menimbang, +5% dari massa yang diinginkan.
Kemudian catat sebagai hasil penimbangan 1.
c. Menimbang sampel ditambah wadah penimbangan secara akurat,
kemudian catat sebagai hasil penimbangan 2.
d. Memindahkan sampel pada wadah yang diinginkan (gelas kimia,
erlenmeyer atau labu ukur).
e. Menimbang wadah penimbangan secara akurat, kemudian catat
sebagai hasil penimbangan 3.
f. Menghitung hasil penimbangan = Hasil penimbangan 2 - hasil
penimbangan 3
g. Membersihkan timbangan kembali.
h. Mencatat penggunaan alat pada logbook instrumen

B. ALAT DAN BAHAN


ALAT : Neraca analitis, cawan porselen, kaca arloji, botol timbang, kertas
perkamen, Pipet tetes, Spatula / sendok tanduk, Spatel / sudip, Sendok porselen.
BAHAN: NaCl, vaselin album, dan gliserol, aquadest.

C. PROSEDUR KERJA
a. Periksa kondisi neraca yaitu kebersihan neraca, posisi neraca dalam
keadaan datar dan posisi water pass harus sesuai.
b. Hidupkan aliran listrik neraca dan tekan tombol ON pada neraca, kemudian
tara neraca dengan menekan tombol tare sehingga menunjukan angka
0,000 gram untuk neraca gram dan 0,0000 gram pada neraca mg.
Penimbangan sampel diletakan pada pan neracaposisi tengah.
c. Hitung presisi dan akurasi neraca mg yang akan dipakai dengan
menimbang anak timbangan standar 1 g dan 5 g masing-masing 5 kali
penimbangan. Catat identitas neraca (nama, kapasitas penimbangan
maksimal serta kepekaannya). Apakah neraca timbangan mg yang saudara
gunakan memenuhi persyaratan?
d. Latihan Penimbangan Langsung
1) Sampel Cair : Gliserol
Alat yang digunakan : cawan porselen atau beker gelas kecil
Masukkan alat kedalam neraca, kemudian di tara. Ukur 2 ml sampel
menggunakan gelas ukur. Masukkan sampel kedalam alat didalam
neraca yang telah diketahui beratnya, lalu ditimbang lagi dengan
teliti. Diperoleh berat sampel yaitu .... gram. Pindahkan secara
kuantitatif dengan cara membilas bersih alat ke wadah lain dengan
pelarut yang sesuai.
2) Sampel Padat : NaCl
Alat yang digunakan : kaca arloji atau botol timbang. Masukkan alat
kedalam neraca, kemudian di tara. Hitung +5% dari massa yang
diinginkan. Masukkan sampel kedalam alat didalam neraca yang
telah diketahui beratnya, lalu ditimbang lagi dengan teliti. Diperoleh
berat sampel yaitu .... gram. Pindahkan secara kuantitatif dengan
cara membilas bersih alat ke wadah lain dengan pelarut yang
sesuai.
e. Latihan Penimbangan Tidak Langsung
1) Sampel Cair : Gliserol
Wadah yang digunakan : cawan porselen atau beker gelas kecil.
Masukkan sampel kedalam wadah didalam neraca lalu ditimbang.
Diperoleh berat sampel dan Wadah (W1) yaitu ............ gram.
Pindahkan secara kuantitatif ke wadah lain. Timbang teliti Wadah
dengan sisa sampel. maka diperoleh berat Wadah (W2) yaitu ....
gram. Hitung berat sampel yang telah ditimbang (Ws) yaitu W1 -W2.
2) Sampel Padat : NaCl.
Wadah yang digunakan : kaca arloji atau botol timbang. Timbang
teliti sampel dalam neraca gram (untuk orientasi berat). Masukkan
sampel kedalam Wadah lalu timbang telitiberatnya pada neraca
mg. Diperoleh berat sampel dan Wadah (W1) yaitu ... gram.
Pindahkan secara kuantitatif ke wadah lain. Timbang teliti Wadah
dengan sisa sampel. maka diperoleh berat alat (W2) yaitu ...... gram.
Hitung berat sampel yang telah ditimbang (Ws) yaitu W1 -W2.
3) Sampel SemiPadat : Vaselin.
Wadah yang digunakan : Beaker gelas atau botol timbang. Timbang
teliti sampel dalam neraca gram (untuk orientasiberat). Diperoleh
berat sampel dan Wadah (W1) yaitu ..... gram. Pindahkan secara
kuantitatif ke wadah lain. Timbang teliti Wadah dengan sisa sampel
maka diperoleh berat alat (W2) yaitu ..... gram. Hitung berat sampel
yang telah ditimbang (Ws) yaitu W1 -W2.

Data Pengamatan
1. Penimbangan anak timbangan
No Anak Timbangan (1 gram) Anak Timbangan (5 gram)

1.

2.

3.

2. Penimbangan Langsung
No Jenis Sampel Berat sampel yang Berat sampel yang
diinginkan (gram) didapat (gram)

1.
2.
3.

3. Penimbangan Tidak Langsung


No Jenis Berat Wadah + Berat Wadah + Berat SampelW1 -
Sampel Sampel (W1) Sisa Sampel W2
(W2)
1.
2.
3.

TUGAS
1. Apakah yang dimaksud dengan akurasi penimbangan?
2. Apakah yang dimaksud dengan presisi penimbangan?
3. Carilah sifat fisika kimia dari sampel bahan yang digunakan dalam
percobaan ini!
PENGENCERAN
A. DASAR TEORI
Larutan adalah campuran homogen dari satu atau lebih zat terlarut dalam pelarut.
Larutan terdiri atas dua bagian yaitu zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat
terlarut merupakan zat yangberjumlah sedikit didalam larutan sedangkan pelarut
merupakan zatyang berjumlah banyak didalam larutan dan pelarut yang banyak
digunakan yaitu air. Air merupakan pelarut universal yang mampu melarutkan
banyak senyawa. Proses pelarutan NaCl dalam pelarut air ditunjukkan pada
Gambar 1,yaitu:

Gambar 1. Proses Pelarutan NaCl dalam air


Konsentrasi larutan didefinisikan sebagai banyaknya zat yang terlarut dalam
sejumlah pelarut. Beberapa satuan konsentrasi yang digunakan dalam ilmu kimia
untuk menyatakan jumlah zat terlarut dalam jumlah tertentu diantaranya molaritas
(M), persen massa (b/v), dan part per million (ppm).
1. Molaritas (M). Molaritas didefiniskan sebagai jumlah mol yang terlarut
setiap liter larutan, atau dapat ditulis sebagai berikut:

2. Persen massa/volume (% b/v) didefinisikan sebagai gram zat terlarut dalam


100 mLpelarut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
3. Persen volum/volume (% v/v) didefinisikan sebagai gram zat terlarut dalam
100 mLpelarut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

4. Part per Million (ppm) didefinisikan sebagai 1 mg zat terlarut dalam 1 L


atau 1 kg pelarut sehingga 1 ppm = 1 mg/L atau 1 mg/kg.

Pengenceran merupakan salah satu prosedur yang dilakukanpada larutan dengan


konsentrasi pekat agar menjadi konsentrasi encer. Teknik pengenceran
melibatkan teknik pengukuran volume dan pencampuran. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam proses pengenceran, yaitu:
1. Pengenceran dari cairan pekat. Penggunaan cairan pekat dalam proses
pengenceran harus dilakukan di lemari asam. Pembacaan skala volume
cairan dilakukan sesegera mungkin. Teknik pencampurannya yaitu
mengalirkan cairan pekat melalui batang pengaduk kedalam gelas kimia
yang telah berisi pelarut. Prosedur ini disebut dengan dekantasi.
2. Pengenceran dari cairan kurang pekat. Proses pengenceran ini tidak
memerlukan perlakuan khusus dan dapat dilakukan tanpa menggunakan
lemari asam. Misalnya: pengenceran asam sulfat 3M menjadi 1 M.

Gambar 2. Larutan setelah dan sebelum diencerkan


Hubungan matematis pengenceran molaritas (M) ditunjukkan pada rumus
berikut:
V1 x M1 = V2 x M2
dimana,
V1 = Volume awal (L)
V2 = Volume Akhir (L)
M1 = Molaritas awal (mol/L)
M2 = Molaritas akhir (mol/L)

Adapun tahapan-tahapan pada proses pengenceran secara umum


ditunjukkan pada Gambar 3. Larutan pekat diambil sejumlah volume
tertentu sesuai dengan perhitungan, dimasukkan ke dalam labu ukur,
ditambahkan dengan akuades dan ditandabataskan.

Gambar 3. tahapan Pengenceran

B. ALAT DAN BAHAN


Berikut ini merupakan alat dan bahan yang akan digunakan dalampraktikum:
1. Pembuatan larutan. ALAT : gelas arloji, labu ukur 100 ml, pengaduk, botol
semprot,gelas kimia 100 ml, pipet tetes, timbangan dan spatulla BAHAN :
Akuades, NaCl.
2. Pengenceran larutan. ALAT : gelas kimia 250 ml, pipet tetes, pengaduk,
botol semprot,pipet volume 50 ml, labu takar 100 ml, timbangan, corong,
bola hisap BAHAN : Akuades, NaCl, H2SO4 pekat
C. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Larutan 100 ml NaCl 0,1 M. Persiapan: menghitung massa
NaCl menggunakan rumus massa (gr) = mol x Mr, dimana mol = M x V.
Timbang massa NaCl sesuai perhitungan. Pindahkan NaCl ke dalam gelas
kimia. Tambahkan 50 mL akuades dan aduk hingga larut sempurna.
Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 100 mL. Tambahkan
akuades hingga tanda batas. Tutup labu ukur dan homogenkan.
2. Pengenceran NaCl 0,1 M menjadi NaCl 0,01 M. Persiapan: Hitung berapa
volume larutan yang diperlukan untuk pengenceran dengan menggunakan
rumus V1M1 = V2M2. Pipet x mL (sesuai perhitungan) NaCl 0,1 M.
Pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL. Tambahkan 50 mL akuades dan
homogenkan Tambahkan akuades kembali hingga volumenya sedikit di
bawah tanda batas. Keringkan bagian atas skala dengan tisu secara hati-
hati. Tambahkan akuades hingga tanda batas menggunakan pipettetes.
Tutup labu ukur dan homogenkan.
3. Pengenceran H2SO4 pekat menjadi H2SO4 3 M. Persiapan: Hitung
berapa volume larutan yang diperlukan untuk pengenceran dengan
menggunakan rumus V1M1 =V2M2. Hitung pula berapa molaritas H2SO4
pekat. Penting: suatu bahan kimia yang bersifat eksotermis ketika
diencerkan (misal: H2SO4), maka proses pengencerannya adalah dengan
menuangkan bahan tersebut sedikit demi sedikit ke dalam wadah yang
sudah berisi pelarut. Diambil 50 mL akuades dan dimasukkan ke dalam
gelaskimia H2SO4 pekat sebanyak x mL (sesuai perhitungan). Tuangkan
ke dalam gelas kimia yang sudah berisi akuades. Penting: Penuangan
H2SO4 pekat harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati dengan
sesekali digoyang. Perhatikan perubahan suhu sebelum dan setelah
penambahan H2SO4pekat. Proses ini dilakukan di lemari asam
Pindahkan sampel ke dalam labu ukur 100 mL Tambahkan akuades
hingga tanda batas
PRAKTIKUM 2
STOIKIOMETRI

A. TUJUAN
Menentukan angka koefisien reaksi natrium hidroksida dengan tembaga II sulfat.

B. TEORI
Stoikiometri berasal dari Bahasa Yunani di mana stoicheion adalah unsur dan
metrcin adalah mengukur. Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari kuantitas
produk dan reaktan dalam reaksi kimia. Dengan kata lain stoikiometri adalah
perhitungan kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat dalam
reaksi. Reaksi dikatakan termasuk reaksi stoikiometri apabila reaktan dalam reaksi
habis seluruhnya.

Stoikiometri didasarkan pada hukum dasar kimia, yaitu hukum kekekalan massa,
hukum perbandingan tetap, hukum perbandinganberganda, hukum Boyle, dan hukum
Boyle-Gay Lussac, yaitu:
1. Hukum kekekalan massa (Lavoisier pada tahun 1774). “Massa total suatu
bahan sesudah reaksi kimia sama dengan massa totalbahan sebelum reaksi”.
Contoh: 2 gram Hidrogen bereaksi dengan 16 gram Oksigen membentuk 18
gram air (H2OH2O).
2. Hukum perbandingan tetap (Joseph Proust tahun 1799) . “Perbandingan
massa unsur -unsur penyusun suatu senyawaselalu tetap.”
3. Hukum perbandingan berganda (John Dalton tahun 1803) . “Bila dua unsur
dapat membentuk lebih dari satu senyawa, makaperbandingan massa unsur
yang satu, yang bersenyawa dengan unsur lain yang tertentu massanya,
merupakan bilangan bulat dan sesederhana."
4. Hukum Gay Lussac dan Hipotesis Avogadro . "Pada suhu dan tekanan yang
sama, perbandingan volume gas gas yang terlibat dalam suatu reaksi setara
dengan perbandingan jumlah partikelnya yang artinya akan setara dengan
perbandingan koefisien reaksi tersebut."
Selain itu, dalam ilmu stoikiometri, banyak hal–hal yang harus dipahami, antara lain:
1. Massa atom relatif (Ar) . Massa atom relatif suatu unsur adalah perbandingan
massa suatu atom dengan 1/12× massa suatuatom isotop karbon-12 atau C-
12 (massa atom standar).
2. Massa molekul relatif (Mr) . Massa molekul relatif suatu senyawa adalah
perbandingan massa satu molekul senyawa dengan 1/12 × massa satu atom
isotop karbon-12 atau C-12 (massa standar).
3. Konsep mol. Massa satu mol suatu zat sama dengan Ar atau Mr zat tersebut
yang dinyatakan dalam garam.
4. Molaritas (M). Molaritas adalah jumlah mol zat terlarut dalam setiap satu liter
larutan.

C. ALAT DAN BAHAN


ALAT :
cawan penguap, pipet tetes, pengaduk, kaca arloji, penjepit, bunsen, kaki tiga, kasa
kawat, timbangan, gelas kimia 100 ml.
BAHAN :
Akuades, NaHCO3 padat, Na2CO3 padat, HCl 6M.

D. CARA KERJA
Penentuan Rasio Mol dan Persen Hasil
1. Timbang dan catat massa cawan penguap kosong.
2. Tambahkan 0,3 gram sampel padat ke dalam cawan penguap.
3. Timbang dan catat kembali massa cawan penguap + sampel.
4. Tuang 2 mL HCl ke dalam gelas kimia 100 mL.
5. Tambahkan 1 mL HCl tetes demi tetes ke dalam cawan penguap yang berisi
sampel. Reaksi yang muncul pada perlakuan ini adalah terbentuknya
gelembung. Reaksi terjadi secara sempurna apabila tidak terbentuk
gelembung kembali. Timbang kembali cawan penguap + sampel + HCl.
6. Susun alat seperti yang ditunjukkan pada gambar.

7. Panaskan campuran tersebut hingga produk hasil reaksi kering.


8. Biarkan semua alat mendingin pada suhu ruang.
9. Ukur dan catatmassa cawan penguap + produk (NaCl).
10. Ulangi langkah 1 – 8 dengan sampel lain yaitu NaHCO3 padat dan Na2CO3
padat sebanyak masing-masing 0,3 gram.

E. DATA HASIL PENGAMATAN


1. Sampel NaHCO3 padat
a) Massa cawan penguap kosong = ......................... g
b) Masa cawan penguap + NaHCO3 = ......................... g
c) Massa NaHCO3 = ......................... g
d) Masa cawan penguap + NaHCO3 + HCl = ......................... g
e) Massa HCl 1 ml = ......................... g
f) warna yang dihasilkan setelah selesai bereaksi = .........................
g) Massa cawan penguap + produk =
- Penimbangan 1 = ......................... g
- Penimbangan 2 = ......................... g
h) Massa produk (NaCl) : (g) - (a) = ......................... g
i) Mol NaHCO3 = ......................... mol
j) Mol HCl = ......................... mol

Reaksi:

NaHCO3 (s) + HCl (aq) → NaCl (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
k) Reaksi pembatas = .........................
l) Massa HCl yang bereaksi = ......................... g
m) Massa HCl yang bersisa = ......................... g
n) Massa produk (percobaan) = ......................... g
o) Massa produk secara teoritis = ......................... g
p) Persen hasil produk NaCl = ......................... %

2. Sampel Na2CO3 padat


a) Massa cawan penguap kosong = ......................... g
b) Masa cawan penguap + Na2CO3 = ......................... g
c) Massa Na2CO3 = ......................... g
d) Masa cawan penguap + Na2CO3 + HCl = ......................... g
e) Massa HCl 1 ml = ......................... g
f) warna yang dihasilkan setelah selesai bereaksi = .........................
g) Massa cawan penguap + produk =
- Penimbangan 1 = ......................... g
- Penimbangan 2 = ......................... g
h) Massa produk (NaCl) : (g) - (a) = ......................... g
i) Mol Na2CO3 = ......................... mol
j) Mol HCl = ......................... mol

Reaksi:

Na2CO3 (s) + 2HCl (aq) → 2NaCl (aq) + CO2 (g) + H2O (l)

k) Reaksi pembatas = .........................


l) Massa HCl yang bereaksi = ......................... g
m) Massa HCl yang bersisa = ......................... g
n) Massa produk (percobaan) = ......................... g
o) Massa produk secara teoritis = ......................... g
p) Persen hasil produk NaCl = ......................... %
PRAKTIKUM 3
TITRASI ASAM BASA

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mengenal nama alat titrasi, mahasiswa tahu cara memasang dan
kegunaannya.
2. Melakukan standardisasi titrasi asam basa.
3. Menentukan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan standar
basa atau sebaliknya.

B. LANDASAN TEORI
Salah satu penerapan reaksi netralisasi adalah titrasi. Titrasi adalah prosedur
yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi
yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi sejumlah larutan yanng dianalisis
(ingin diketahui kadarnya). Titrasi yang mengacu pada jumlah volume larutan
dikenal dengan istilah titrasi volumetrik. Pengukuran volume diusahakan setepat
mungkin dengan menggunakan alat alat standar, misalnya buret, pipet gondok, dan
volume volumetrik.

Peralatan Titrasi

Titrasi yang melibatkan reaksi antara asam dengan basa dikenal dengan
istilah titrasi asam basa atau asidi alkalimetri. Secara teknis, titrasi dilakukan
dengan cara mereaksikan sedikit demi sedikit atau tetes demi tetes basa melalui
buret ke dalam larutan asam dengan volume tertentu yang terletak dalam labu
erlenmeyer sampai keduanya tepat habis bereaksi, ditandai dengan
berubahnya indikator.

Indikator adalah zat yang memberikan warna berbeda dalam asam, basa, dan
garam. Tepat pada saat warna indikator berubah, penambahan (titrasi) dihentikan
dengan volumenya dicatat sebagai volume titik akhir titrasi. Larutan basa yang
diletakkan dalam buret disebut dengan larutan penitrasi. Indikator yang digunakan
pada titrasi asam basa adalah indikator yang mempunyai trayek perubahan warna
pada pH sekitar 7, sebab pada saat asam kuat dan basa kuat telah tepat habis
bereaksi, pada saat itu pH larutan akan sama dengan 7.

Perubahan warna indikator yang menandai tepat bereaksinya kedua larutan tidak
selamanya tepat seperti perhitungan secara teoritis. Volume larutan penitrasi yang
diperoleh melalui perhitungan secara teoritis disebut dengan volume titik ekivalen.
Perbedaan volume titik akhir titrasi dengan titik ekivalen disebut dengan kesalahan
titrasi. Besar kecilnya kesalahan titrasi ditentukan oleh pemilihan indikator. Jika
indikatornya semakin tepat, kesalahan titrasinya kecil. Macam-macam indikator
asam basa, ada berbagai macam indikator asam-basa, diantaranya kertas lakmus,
larutan indikator, indikator universal, dan indikator alami.

C. ALAT BAHAN ALAT: Buret (1), Corong (1), Pipet gondok 25 ml (1), Pipet gondok 5
ml (1), erlenmeyer 250 ml (3), gelas kimia (1), statif klemdan manec (1 set), balon
pipet (1), labu ukur 100 ml (1), botol semprot (1), pipet tetes (1). BAHAN: Larutan
NaOH 0,1M 150 ML, Larutan asam klorida 0,1 N, indikator pp, akuades, kertas saring
dan asam cuka.
PRAKTIKUM 4
TITRASI KOMPLEKSOMETRI

A. TUJUAN

Mahasiswa dapat memahami prinsip titrasi permanganometri. Menentukan dapat


membuat dan menstandarisasi larutan standar ZnSO4.7H2O dan Na2EDTA. Mahasiswa
dapat menentukan kadar magnesium dan kalsium.

B. DASAR TEORI

Titrasi kompleksometri adalah suatu analisis volumetri berdasarkan reaksi


pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks
(ligan). Ligan yang banyak digunakan adalah dinatrium etilen, dianida tetra asetat
(NA2EDTA). Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut
namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang
dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul
netral (Basset, 1994).

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam
larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam
larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan : M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L +
H2O. Titrasi kompleksometri dilakukan dengan beberpa cara tergantung dari reaksi
yang terjadi antara senyawa uji dengan baku primer atau baku sekunder diantaranya
: titrasi langsung; titrasi kembali; titrasi substitusi; titrasi tidak langsung; dan titrasi
alkalimetri.
C. ALAT BAHAN
Larutan ZnSO4.7H2O 0,05 M
Na2EDTA 0,05 M
Larutan Dapar Salmiak pH 10

D. CARA KERJA

1. Pembuatan Larutan.

a. Larutan baku primer ZnSO4.7H2O 0,05 M. Timbang dengan teliti


ZnSO4.7H2O, masukkan dalam labu ukur 100 mL, tambahkan 1-2 mL
H2SO4 4 N, kemudian encerkan hingga tanda batas.
b. Larutan baku sekunder Na2EDTA 0,05 M Larutkan Na2EDTA dalam
aquadest.
c. Larutan dapar salmiak pH 10 Sebanyak 142 mL amoniak pekat dicampur
dengan 17,5 g NH4Cl, encerkan dengan aquadest sampai volume 250 mL,
periksa pHnya, bila perlu tambahkan HCl atau NH4OH sampai pH 10 ± 0,1.

2. Indikator

a) Eriochrom Black T (EBT) 1 g EBT dihaluskan (digerus) dengan 100 g NaCl


kering, simpan dalam botol kering.
b) Murexide 1 g murexide ditambah NaCl 1 : 100, dihaluskan dan disimpan
dalam botol kering.

3. Pembakuan Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O

a) Pipet 10 mL larutan ZnSO4.7H2O, masukkan ke dalam Erlenmeyer.


b) Tambahkan 1 mL dapar salmiak pH 10 dan tambahkan ± 25 mg EBT.
c) Titrasi dengan larutan Na2EDTA sampai terjadi perubahan warna dari
anggur merah menjadi biru.
d) Catat volume Na2EDTA, lakukan titrasi minimal duplo.
e) Hitung kadar ZnSO4.7H2O. Perhitungan berat ZnSO4.7H2O Berat
ZnSO4.7H2O dihitung dari :

f) Perhitungan kadar ZnSO4.7H2O

Dimana: V = Volume titrasi Na2EDTA, M = Molaritas Na2EDTA

4. Penetapan sampel

a) Penetapan kadar Magnesium. Pipet 10 mL MgCl2 masukkan ke dalam


Erlenmeyer, tambahkan 1 mL larutan dapar salmiak pH 10 dan indikator
EBT. Titrasi dengan Na2EDTA pada suhu 40°C sampai terjadi perubahan
dari merah anggur menjadi biru.
b) Penetapan kadar Kalsium. Pipet 10 mL larutan kalsium masukkan ke
dalam Erlenmeyer, tambahkan KOH 2 M sampai netral, tambahkan 25 mg
murekside dan titrasi dengan larutan Na2EDTA menjelang titik akhir titrasi
(TAT). Penambahan larutan peniter pelan-pelan sampai terjadi perubahan
warna dari merah menjadi ungu.
PRAKTIKUM 5
TITRASI PENGENDAPAN / ARGENTOMETRI

TUJUAN Menentukan kadar halogen atau pseudo halogen pada suatu campuran.

A. DASAR TEORI
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada
suasana tertentu. Metode argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang
relative tidak larut atau endapan. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke
sampel yang mengandung ion klorida atau bromide. Sisa AgNO3, selanjutnya dititrasi
kembali dengan ammonium tiosianat menggunakan indikator besi (III) ammonium
sulfat. Titrasi Argentometri terbagi menjadi beberapa metoda penetapan disesuaikan
dengan indiKator yang diperlukan dalam penetapan kadar, diantara metoda tersebut
adalah:
1. Metode Mohr : Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi
akan terjadi endapan perak nitrat klorida dan setelah mencapai titik ekuivalen,
maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan
membentuk endapan dengan kromat yang berwarna merah.
2. Metode Volhard : Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam
dalam larutan baku kalium atau ammonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat
ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium
sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III)
tiosianat.
3. Metode Fajans : pada metode ini digunakan indikator absorpsi, sebagai
kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator terabsorbsi oleh endapan.
Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada
permukaan endapan. Pada praktikum ini hanya akan dilakukan menggunakan
metoda Mohr untuk penetapan kadar halogen (klorida)
B. LARUTAN-LARUTAN
1. NaCI 0,03 N
2. AgNO3 0,03 N
3. Indikator K2CrO4

C. CARA KERJA
a. Pembuatan Larutan-larutan
1. Larutan Baku Primer NaCl 0,03 N NaCl dikeringkan dahulu dalam oven pada
temperature 500-600°C, kemudian simpan dalam desikator. Setelah dingin
kemudian ditimbang dengan teliti sebanyak yang dibutuhkan dan larutkan
dalam aquadest sebanyak yang dibutuhkan.
2. Larutan Baku Sekunder Larutkan AgNO3 dengan aquadest, simpan dalam
botol coklat.
3. Indikator K2CrO4 Larutan 5% b/v, diambil 1 mL untuk volume air 50-100 mL.
Apabila padatan buat larutan K2CrO4 0,1 % dengan melarutkan K2CrO4
dengan aquadest.
b. Pembakuan Pipet 10 mL NaCl, masukkan ke dalam Erlenmeyer tambahkan 4-5
tetes indikator K2CrO4 kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 (dikocok cepat
terutama menjelang titik akhir titrasi), sampai terbentuk endapan merah bata.
Catat volume AgNO3, lakukan titrasi minimal duplo.
c. Penetapan Sampel Pipet 10 mL larutan sampel, masukkan ke dalam Erlenmeyer,
tambahkan 4-5 tetes larutan indikator K2CrO4, kemudian titrasi dengan larutan
AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata.

Catat volume AgNO3, lakukan titrasi minimal duplo (2X)


PRAKTIKUM 6
ANALISIS KATION DAN ANION

A. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip dasar dalam mengidentifikasi anion
dan kation.
2. Mahasiswa mampu menentukan reaksi kimia yang terjadi pada reaksi anion dan
kation.

B. DASAR TEORI
1. Kimia Analisis
Kimia analisis dapat dibagi dalam 2 bidang, yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas tentang identifikasi zat-zat yaitu
unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel. Sedangkan analisis
kuantitatif beehubungan dengan penetapan banyaknya satu zat tertentu yang ada
dalam sampel (Underwood, 1993).
Dalam kimia analisis kualitatif dikenal suatu cara untuk menentukan ion
(kation/anion) tertentu dengan menggunakan pereaksi selektif dan spesifik.
Pereaksi selektif adalah pereaksi yang memberikan reaksi tertentu untuk satu jenis
kation/anion tertentu. Dengan menggunakan pereaksi-pereaksi ini maka akan
terlihat adanya perubahan-perubahan kimia yang terjadi, misalnya terbentuk
endapan, terjadinya perubahan warna, bau dan timbulnya gas (Svehla, 1985).

2. Kation
Analisis kation memerlukan pendekatan yang sistematis. Umumnya ini
dilakukan dengan dua cara yaitu pemisahan dan identifikasi. Pemisahan dilakukan
dengan cara mengendapkan suatu kelompok kation dari larutannya. Kelompok
kation yang mengendap dipisahkan dari larutan dengan cara sentrifus dan
menuangkan filtratnya ke tabung uji yang lain. Larutan yang masih berisi sebagian
besar kation kemudian diendapkan kembali membentuk kelompok kation baru.
Jika dalam kelompok kation yang terendapkan masih berisi beberapa kation maka
kation-kation tersebut dipisahkan lagi menjadi kelompok kation yang lebih kecil,
demikian seterusnya sehingga pada akhirnya dapat dilakukan uji spesifik untuk
satu kation. Jenis dan konsentrasi pereaksi serta pengaturan pH larutan dilakukan
untuk memisahkan kation menjadi beberapa kelompok.

Tabel II.1. Golongan Kation (Svehla, 1985)

Golongan Ion Reaksi

I Timbal(II), merkurium(I), perak(I) + HCl encer → endapan

II Merkurium(II), tembaga(II), +H2S dalam suasana


bismut(III), kadmium(II), arsenik(III), asam mineral →
arsenik(V), stibium(III), Stibium(V), endapan
timah(II), (IV)

III Kobalt(II), nikel(II), besi(II), besi(III), +amonium sulfida →


kromium(III), kromium(IV), endapan
aluminium, zink, mangan(II)

IV Kalsium, stronsium, barium Amonium karbonat dan


amonium klorida dalam
suasana netral/sedikit
asam → endapan

V Magnesium, natrium, kalium, Tidak bereaksi dengan


amonium, litium, hidrogen reagen-reagen
sebelumnya

A. Golongan 1 : Ag+ , Hg+ , Pb2+


Kation golongan 1 akan mengendap sebagai garam klorida yang berwarna
putih dengan penambahan HCl. Reaksi yang terjadi:
Ag+ + Cl- → AgCl
2Hg+ + 2Cl- →Hg2Cl2
Pb2+ + 2Cl- → PbCl2

Endapan PbCl2 akan larut dengan kenaikan suhu. Karena itu PbCl2 dapat
dipisahkan dari kedua kation yang lain dengan menambahkan air panas
kemudian mensentrifus dan memisahkannya dari larutan. Adanya Pb2+ dapat
diidentifikasi dengan penambahan K2CrO4 membentuk endapan kuning atau
dengan H2SO4 membentuk endapan putih.

Pb2+ + CrO42- → PbCrO42-


Pb2+ + SO4 2- → PbSO4
Hg1+ dan Ag+ dapat dipisahkan dengan penambahan NH3. Jika ada Hg2Cl2
maka dengan NH3 akan bereaksi:
Hg2Cl2 + 2NH3 → HgNH2Cl + Hg + NH4Cl

Endapan yang teramati menjadi berwarna abu-abu. Sedangkan penambahan


amonia terhadap Ag+ menyebabkan endapan AgCl larut kembali karena terjadi
pembentukan kompleks Ag(NH3)2 + yang stabil. AgCl + 2NH3 Ag(NH3)2 + +
ClAdanya Ag+ dapat diuji dengan menambahkan asam kuat HNO3 6 M. Ion H
+ akan mendekomposisi kompleks Ag(NH3)2 + sehingga Ag+ akan bebas dan
bereaksi dengan Cl- yang sudah ada membentuk endapan AgCl kembali.
Ag(NH3)2 + + 2H+ + Cl- AgCl + 2NH4 + Skema analisis kation golongan 1
dapat dilihat pada gambar berikut:
B. Kation golongan 2: Cu2+, Cd2+, BI3+, Hg2+, As3+, Sn4+, Sb3+
Kation golongan 2, 3, 4, dan 5 tidak membentuk endapan klorida. Dengan
demikian kation tersebut tetap ada dalam filtrat larutan setelah penambahan
HCl 6 M. Untuk memisahkan kation golongan 2 dengan kelompok kation
lainnya maka kation gol 2 diendapkan sebagai garam sulfida dengan
konsentrasi ion H+ dibuat menjadi sekitar 0,3 M (pH=0,5). Kondisi pH ini penting
karena jika konsentrasi asam terlalu tinggi maka tembaga, kadmium, kobalt
dan timbal tidak akan sempurna pengendapannya, sebaliknya jika keasaman
terlalu rendah maka sulfida dari golongan 3 dapat ikut terendapkan.

Larutan kemudian dijenuhkan dengan sulfida. Ion sulfida terbentuk dari


ionisasi asam lemah H2S yang berasal dari gas H2S yang dilarutkan dalam air
atau dari tioasetamida yang terhidrolisis. Penambahan hidrogen peroksida
dapat dilakukan untuk mengoksidasi Sn2+ menjadi Sn4+ sehingga endapan SnS
yang agak gelatin menjadi SnS2. Reaksi yang terjadi diantaranya: Cu2+ +S2- →
2CuS (endapan hitam). Endapan kation lainnya adalah CdS (kuning), Bi2S3
(hitam), SnS2 (kuning), dan Sb2S3(jingga). PbCl2 mempunyai Ksp yang cukup
tinggi sehingga agak mudah larut dalam larutan asam klorida encer, karena itu
dalam kation golongan 2 ini kemungkinan kation Pb masih ditemukan.

C. Kation golongan 3: Al3+, Cr3+, Co2+, Fe2+, Ni2+, Mn2+, Zn2+


Kation golongan 3 membentuk sulfida yang lebih larut dibandingkan kation
golongan 2. Karena itu untuk mengendapkan kation golongan 3 sebagai garam
sulfida konsentrasi ion H+ dikurangi menjadi sekitar 10-9 M atau pH 9. Hal ini
dapat dilakukan dengan penambahan amonium hidroksida dan amonium
klorida. Kemudian dijenuhkan dengan H2S. Dalam kondisi ini kesetimbangan:
H2S → 2H+ + S2- akan bergeser ke kanan. Dengan demikian konsentrasi S2-
akan meningkat dan cukup untuk mengendapkan kation golongan 3. H2S dapat
juga diganti dengan (NH4)2S.
Penambahan amonium hidroksida dan amonium klorida juga dapat
mencegah kemungkinan mengendapnya Mg menjadi Mg(OH)2. Penambahan
kedua pereaksi ini menyebabkan mengendapnya kation Al3+, Fe3+ dan Cr3+
sebagai hidroksidanya, Fe(OH)3 (merah), Al(OH)3 (putih) dan Cr(OH)3 (putih).
Hidroksida kation yang lain pada awalnya juga akan mengendap tetapi
penambahan amonium hidroksida berlebih menyebabkan hidroksida kation-
kation tersebut menjadi kompleks Zn(NH3)42+, Ni(NH3)62+, Co(NH3)62+ yang
larut. Ion sulfida dapat bereaksi dengan Zn(NH3)42+, Ni(NH3)62+, Co(NH3)62+
membentuk endapan sulfida CoS (hitam), NiS (hitam), dan ZnS (putih) dengan
reaksi seperti berikut: Ni(NH3)62+ + S2- → 2NiS + NH3 Sedangkan Mn2+ dan
Fe2+ akan bereaksi langsung membentuk endapan sulfida FeS (hitam) dan
MnS (coklat).

3. Anion
Anion merupakan ion yang muatan totalnya negatif akibat adanya kenaikan
jumlah elektron. Misalnya : atom klorin (Cl) dapat memperoleh tambahan satu
elektron untuk mendapat ion klorida (Cl-). Natrium klorida (NaCl), yang dikenal
sebagai garam dapur, disebut senyawa ionik karena dibentuk dari kation dan
anion. Atom dapat kehilangan atau memperoleh lebih dari satu elektron. Contoh
ion-ion yang terbentuk dengan kehilangan atau memperoleh lebih dari satu
elektron adalah Mg2+, Fe3+, S22-, dan N3-, Na+ dan Cl-. Ion-ion ini disebut ion
monoatomik karena ion-ion ini mengandung hanya satu atom.

Pengujian anion dilakukan setelah uji kation. Pengujian terhadap anion


relatif lebih sederhana karena gangguan-gangguan dari ion-ion lain yang ada
dalam larutan minimal (dapat diabaikan). Pada umumnya anion-anion dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Golongan sulfat: SO42-, SO32-, PO43-, Cr2O42-, BO33-, Cr2O42-, AsO43-, AsO33-.
Anion-anion ini mengendap dengan Ba2+ dalam suasana basa.
b. Golongan halida : Cl- , Br- , I, S2- Anion golongan ini mengendap dengan Ag+
dalam larutan asam (HNO3).
c. Golongan nitrat : NO3-, NO2-, C2H3O2- . Semua garam dari golongan ini larut.
NO3-, NO2-, CH3OO-.

C. ALAT BAHAN
PERCOBAAN PERCOBAAN
KATION ANION
ALAT Tabung Tabung
Batang Pengaduk Batang Pengaduk
Penangas Air Pipet Tetes
BAHAN K2CrO4 1M NaCl 0,1N
HCL 6M HNO3 0,1N
HNO3 (NH4)SO4 0,1N
NH4OH 2M BaCl2 0,1N
Na2CO3
H2SO4 encer

D. CARA KERJA
1. Identifikasi Kation
a. Identifikasi Logam Pb, Ag, Dan Hg
i. Siapkan masing-masing sampel air 5 ml kedalam tabung reaksi
ii. Tambahkan HCl 6M sebanyak 1 ml, catat perubahan yang terjadi
iii. Jika terbentuk endapan putih, saringlah dan ambil filtrat kemudian
masukkan kedalam tabung baru (beri label A, B, dan C).
b. Identifikasi Logam Pb
i. Ambil masing-masing 1 ml dari tabung (A,B,dan C) ke 3 tabung yang
berbeda lalu tambahkan air panas sebanyak 1 ml. Jika endapan
putih larut maka tabung tersebut positif logam Pb
ii. Ambil masing-masing 1 ml dari tabung (A,B,dan C) ke 3 tabung yang
berbeda lalu tambahkan K2CrO4 sebanyak 1 ml. Jika endapan
kuning larut maka tabung tersebut positif logam Pb
c. Identifikasi Logam Ag dan Hg
Tambahkan NH4OH 2M sebanyak 1 ml pada tabung lainnya (hasil negatif).
Jika larut maka tabung tersebut positif mengandung logam Ag dan jika tidak
larut maka tabung tersebut mengandung logam Hg.

2. Identifikasi Anion
a. Identifikasi ion karbonat
i. Masukkan 2 ml Na2CO3 0,1N kedalam tabung reaksi
ii. Tambahkan H2SO4 encer tetes demi tetes hingga terjadi
perubahan
iii. amati dan catat perubahan
b. Identifikasi ion klorida
i. Masukkan 2 ml NaCl kedalam tabung reaksi
ii. Tambahkan HNO3 0,1N tetes demi tetes hingga terjadi perubahan
iii. amati dan catat perubahan
c. Identifikasi ion sulfat
i. Masukkan 2 ml amonium sulfat kedalam tabung reaksi
ii. Tambahkan BaCl2 0,1N tetes demi tetes hingga terjadi perubahan
iii. amati dan catat perubahan

E. HASIL ANALISIS
a. IDENTIFIKASI KATION
i. Identifikasi Ag/Pb/Hg

Sampel Setelah ditambahkan HCl Kesimpulan


A Terbentuk/tidak ada endapan Positif/negatif
B Terbentuk/tidak ada endapan Positif/negatif
C Terbentuk/tidak ada endapan Positif/negatif
Air tanah/air Terbentuk/tidak ada endapan Positif/negatif
sumur
ii. Identifikasi Pb

Sampel Setelah ditambahkan H2O panas Kesimpulan


A
B
C
Air tanah/air sumur

iii. Identifikasi Ag dan Hg

Sampel Setelah ditambahkan NH4OH Kesimpulan


A
B
C
Air tanah/air sumur

b. IDENTIFIKASI ANION

Reaktan Produk Pengamatan


Na2CO3 + H2SO4
NaCl + HNO3
NaNO3 + NH3
(NH4)SO4 + BaCl2
PRAKTIKUM 7
KROMATOGRAFI (KK DAN KLT)
ANALISIS RHODAMIN B MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui teknik ekstraksi pewarna dari bahan makanan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui teknik analisis Rhodamin B menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis.

B. Dasar Teori
1. Rhodamin B
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012, menyatakan
bahwa Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan yang ditambahkan
kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Pemakaian zat
pewarna berbahaya untuk bahan pangan telah ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 33 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, bahwa
Rhodamin B merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang
penggunaannya dalam makanan.
Rhodamin B adalah zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan
berwarna hijau atau ungu kemerahan yang beredar di pasar untuk industri sebagai
zat pewarna tekstil (Wirasto, 2008). Dengan mengkomsumsi rhodamin B yang
cukup besar dan berulang-ulang akan menyebabkan iritasi pada saluran
penapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, ritasi pada pencernaan, keracunan,
gangguan fungsi hati dan kanker hati.

Gambar. Struktur Rhodamin B


Sifat Fisika Kimia Rhodamin B yaitu sebagai berikut (Anonim, 2017).
Bentuk : padat, kristal atau serbuk berwarna hijau kemerahan-ungu,
tidak berbau.
Rumus molekul : C28H31ClN2O3
Berat molekul : 479,01
Titik lebur : 329 F (165oC)
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; Larut dalam alkohol dan
ether; Sukar larut dalam Larutan HCl dan NaOH
Bahaya Rhodamin B bagi Kesehatan Menurut WHO, rhodamin B berbahaya
bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya.
Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan
senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini
akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa
lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B
juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga
dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh. Penggunaan zat
pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamin B termasuk bahan
karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan
terhadap mencit dan tikus telah membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut.
Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh
dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati,
kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan
timbulnya kanker hati (Anonim, 2017).
Penggunaan rhodamin B dalam pangan tentunya berbahaya bagi kesehatan.
Adanya produsen pangan yang masih menggunakan rhodamin B pada produknya
mungkin dapat disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai mengenai
bahaya penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena
tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Selain itu, rhodamin B sering
digunakan sebagai pewarna makanan karena harganya relatif lebih murah
daripada pewarna sintetis untuk pangan, warna yang dihasilkan lebih menarik dan
tingkat stabilitas warnanya lebih baik daripada pewarna alami. Rhodamin B sering
disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar,
aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain. Ciri-ciri
pangan yang mengandung rhodamin B antara lain warnanya cerah mengkilap dan
lebih mencolok, terkadang warna terlihat tidak homogen (rata), ada gumpalan
warna pada produk, dan bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit. Biasanya
produk pangan yang mengandung rhodamin B tidak mencantumkan kode, label,
merek, atau identitas lengkap lainnya (Anonim, 2017).

2. Kromatografi Lapis Tipis


a) Pengertian KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber
pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom
yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada
kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat
dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. 1
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang
akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.
(3)
Beberapa keuntungan dari kromatografi planar : (1)
• Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
• Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
• Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending),
atau dengan cara elusi 2 dimensi.
• Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

b) Pelaksanaan KLT
1) Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil
ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase
diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa,
sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan
partisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2) Fase gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.
Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena
daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak (Gandjar dan
Rohman, 2007):
• Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitif.
• Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
• Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute
yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang
bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti
metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
• Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol
dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau
ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat
basa dan asam.
3) Aplikasi (Penotolan) Sampel
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan
paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-
10 µl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan
pengeringan antar totolan (Gandjar dan Rohman, 2007).
4) Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya
telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis
yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-
1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah
berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan
sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus
mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah
ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana
dilapisi dengan kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari
kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar berikut ini menunjukkan posisi dari totolan sampel, posisi
lempeng dalam bejana serta ketinggian eluen dalam bejana :
Gambar. Lempeng dalam beaker(chamber) dengan garis pembatas
penotolan sampel dan batas eluen.

Gambar. Lempeng dengan kenaikan bercak dan batas atas pengelusian.

5) Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika.
Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak
dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak
menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan
bercak adalah dengan denagan cara pencacahan radioaktif dan
fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk
senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
• Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan
bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus
fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang
dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan
warna dan intensitas warna bercak.
• Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang
gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai
bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar
yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat
dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa
fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk
memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot
lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
• Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat
lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan
Nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
• Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
• Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer,
suatu instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang
direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV
atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyera[p sinar
akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).
6) Perhitungan Nilai Rf
Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan
nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah
berkisar antara 0,2-0,8 (Anonim, 2009).

c) Analisis Kualitatif
KLT mempunyai kontribusi yang signifikan pada analisis kualitatif,
walaupun masih perlu data pendukung lainnya. Untuk analisis kualitatif
diperlukan senyawa murni pembanding. Sampel dan senyawa pembanding
dilarutkan pada pelarut yang sama, Kemudian laratan sampel ditotolkan pada
ujung pelat KLT, 2 cm sejajar dengannya ditotokan larutan senyawa murni dan
disebelahnya lagi ditotolkan campuran sampel dan senyawa pembanding.
Kromatogram diangkat diberi tanda batas akhir yang ditempuh fase gerak.
Diinventarisasi nilai Rf dan Rr. Senyawa yang mempunyai nilai Rf yang sama
dengan nilai Rf senyawa pembanding dan pada pengulangan elusi dengan
sistim berbeda tetap memberikan nilai Rf yang sama, maka dapat disimpulkan
sementara senyawa tersebut identik dengan senyawa pembanding. Rf adalah
jarak yang ditempuh senyawa (bercak) dibagi dengan jarak yang ditempuh
fase gerak. hRf adalah Rf x 100. Rr adalah jarak yang ditempuh senyawa
sampel dibagi dengan jarak yang ditempuh senyawa pembanding
menggunakan sistim yang sama.

C. Alat dan Bahan


Alat Bahan
• Erlenmeyer • Makanan berbeda-beda merek yang
• Timbangan analitik berwarna merah
• Corong pisah • Rhodamin B
• Labu takar • Benang wool
• Gelas kimia • Akuades
• Gelas ukur • Etanol 70%
• Pipet • Larutan ammonia 2%
• Batang pengaduk • Larutan asam asetat 10%
• Hot plate • N-butanol
• Oven • Etil asetat
• Kertas saring (Whatman No.1) • Asam asetat
• Chamber • Plat klt Silika Gel

D. Prosedur Kerja
1. Ekstraksi Zat Warna
a) Sampel ditimbang sebanyak 10 gram.
b) Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian direndam dalam 20 ml larutan
ammonia 2 % (yang dilarutkan dalam etanol 70%) selama semalaman.
c) Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring whatman No. 1.
d) Larutan dipindahkan ke dalam gelas kimia kemudian dipanaskan di atas hot
plate.
e) Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml air yang mengandung asam
(larutan asam dibuat dengan mencampurkan 10 ml air dan 5 ml asam asetat
10%).
f) Benang wol dengan panjang 15 cm dimasukkan ke dalam larutan asam dan
didihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol, kemudian
benang diangkat.
g) Benang wol dicuci dengan air.
h) Kemudian benang dimasukkan ke dalam larutan basa yaitu 10 ml ammonia
10% (yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan didihkan.
i) Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk ke dalam larutan
basa.
j) Larutan basa yang di dapat selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan
sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.

2. Analisis Rhodamin B
a) Plat KLT berukuran 10 x 5 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan dalam oven
pada suhu 1000C selama 30 menit.
b) Sampel ditotolkan pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler pada
jarak 1,5 cm dari bagian bawah plat, jarak antara noda adalah 2 cm.
c) Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
d) Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan ke dalam chamber
yang lebih terdahulu telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa n-butanol :
etil asetat : ammonia (10:4:5).
e) Dibiarkan hingga lempeng terelusi sempurna, kemudian plat KLT diangkat dan
dikeringkan.
f) Diamati warna secara visual dan dibawah sinar UV, jika secara visual noda
berwarna merah jambu dan dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
berfluoresensi kuning atau orange, hal ini menunjukkan adanya rhodamin B.
Referensi
Anonim. 2009. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/
kromatografi1/kromatografi_lapis_tipis/. Diakses 20 Februari 2017.
Anonim. 2016. Rhodamin B. http://ik.pom.go.id/v2016/katalog/Rodamin%20B.pdf
Diakses tanggal 20 Februari 2017.
Anonim. 2017. Bahaya Rhodamin B sebagai Pewarna pada Pangan.
http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/Bahaya-Rhodamin-B-sebagai-Pewarna-
pada-Makanan.pdf Diakses tanggal 20 Februari 2017.
Dawile, S., Fatimawali, Wehantouw, F. 2013. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada
Kerupuk yang Beredar di Kota Manado. Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 2 No. 03. Hal. 86-90. ISSN 2302 – 2493.
Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow dalam Kecamatan Laweyan
Kotamadya Surakarta dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, J.E. Kimia Universitas Asas dan Struktur edisi ke-5. Binarupa Aksara. Jakarta.

Chang, R. 2010. Chemistry, 10th Ed. McGraw-Hill Companies, Inc. Boston

Day, Jr. R.A. dan A.L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif edisi ke-5. Penerbit
Erlangga. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.

Fatah, Achmad Mustofa dan Achmad Mursyidi. 1982. Volumetri dan Gravimetri. Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

McMurry, J. E. and Fay, R. C. 2012. Chemistry , 6th Ed. Pearson Prentice Hall. New
York.

The Merck Index. 1996. An Encyclopedia of chemical, Drug and Biological, 12th edition.
Merck & Co Inc.

Tritiyatma H., M.Si dan Yusmaniar, Dr. , M.Si. 2012. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar I,
Laboratorium Kimia, Universitas Negeri Jakarta.

Yahya, Utoro. Dasar-dasar Kimia. 1996. Laboratorium Kimia Dasar Fakultas MIPA
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai