Anda di halaman 1dari 83

VISI DAN MISI

PRODI D-ffl TEKNOLOGILABORATORIUM MEDIS

A.VISI

Menjadi Prodi D-3 Teknologi Laboratorium Medis yang unggul, mandiri, dan berbudaya dalara
pelayanan diagnostik Tubeikulosis Para dan penyakit penyerta serta mampu bersaing secara
global tahun 2024.

B.MISI

1.Melaksanakan dan meningkatkan pendidikan di bidang Teknologi Laboratorium Medis yang


Unggul, Mandiri dan Bertnidaya dalam Pelayanan Diagnostik Tuberkulosis Para dan
Penyakit Penyerta

2.Melaksanakan dan mengembangkan penelitian dalam diagnostic Tuberkulosis Para dan


penyakit penyerta.

3.Melaksanakan kegiatan pelayanan pengabdian kepada masyarakat dalam diagnostik


Tuberkulosis Para dan penyakit penyerta.

C.TUJUAN
1.Melaksanakan kegiatan pendidikan D-3 Teknologi Laboratorium Medis yang profesional

sesuai denga nilai dan prinsip ke-Tuhanan, moral luhur, etika, disiplin berbudaya dan
berdaya saing global.

2.Menghasilkan penelitian kesehatan di bidang diagnostik Tuberkulosis Para dan Penyakit


Penyerta.

3.Mewujudkan pengabdian kepada masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat


secara mandiri, inovatif, dan berkelanjutan di bidang diagnostik Tuberkulosis Para dan

Penyakit Penyerta.
4.Menjalin kerjsama dengan organisasi profesi dan stakeholder untuk menjamin

keberlangsungan Tridharma Perguruan Tinggi serta pemberdayaan lulusan.


LEMBAR PENGESAHAN

Ketua Jurusan D-III Teknologi Laboratorium Medis, menyatakan dengan benar bahwa modul
Biokimia dengan rincian di bawah ini:

Program Studi : D-III Teknologi Laboratorium Medis

Kode Mata Kuliah : TLM-2121

Nama Mata Kuliah Immunoserologi 1 (P)

Jumlah SKS l(Satu)


Jumlah Pertemuan : 16 kali

Alokasi waktu : 1 SKS Praktek adalah 1 x 170 menit

Penyusun

1. Nama : Indra E. Lalangpuling, M.Sc

NIP : 19871125 2018012 001


Pangkat/Golongan : Penata Muda Tingkat I/III.b

Jabatan Dosen

2. Nama : Ketrina Konoralma, SKM.,M.Kes

NIP : 19590323 198403 2 001


Pangkat/Golongan Penata/IIIc

Jabatan Dosen

3. Nama Muhammad Ali Mamakaminan, S.Kep,Ns.M.Kes

NIP 19760402 2001121002


Pangkat/Golongan Penata/IIIc

Jabatan : Dosen

Telah memenuhi syarat berdasarkan ketentuan dan panduan penyusunan modul sehingga dapat
dipertanggungjawabkan dan layak digunakan dalam proses belajar mengajar di laboratorium.

Demikian pengesahan ini dibuat untuk digunakan seperlunya.

Manado, Juni 2019


Ketua Jurusan Teknolog S Laboratorium Medis

1 /^

Elne Vieke^mbi. S.Pd. M.Si


NIP. 197108092003122 001

iii
LEMBAR KONTROL
Nama Mahasiswa

NIM

Hari/Tanggal Judul Kegiatan Paraf Instruktur

Mengetahui,

Dosen Penanggung Jawab MataKuliah

Ketrina Konoralma, SKM,M.Kes


NIP. 19590323 198403 2 001

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan dan penyertaanNya sehingga

Modul Biokimia ini dapat diselesaikan. Modul Biokimia dibuat sebagai penunjang pencapaian

kompetensi bagi mahasiswa D-Ill Teknologi Laboratorium Medis untuk memudahkan mahasiswa
dalam memahami materi praktikum dan prosedur kerja. Modul ini dilengkapi dengan lembar
pengamatan sehingga mahasiswa dapat langsung mencatat hasil pengamatan, membahas dan

membuat kesimpulan. Materinya disusun sesuai dengan Kurikulum Teknologi Laboratorium Medik

tahun2018.

Modul ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1.Dra. Elisabet Barung, M.Kes., Apt selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Manado;
2.Elne Vieke Rambi, S.Pd., M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes

Kemenkes Manado;

3.Bapak dan Ibu Instruktur Laboratorium Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes
Kemenkes Manado

4.Civitas akademika Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Manado.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan modul ini, maka dari itu
penulis berterima kasih dengan adanya saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan
modul ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
Biokimia

Manado, Juni2019

Penulis
PENDAHULUAN

Mata kuliah praktikum Immunoserologi 1 berada pada semester III (tiga)/Tingkat n dengan
jumlah SKS sebanyak 1 SKS praktik. Mata kuliah ini diberikan sebagai mata kuliah dasar keahlian

guna meuunjang mata kuliah keahlian terutama immunoserologi 2, imunohematologi dan bank darah
dan biologi molekuler.

Kompetensi Dasar

Sebelum mengikuti perkuliahan Immunoserologi 1 (P) mahasiswa diharapkan telah mampu:

-Mengoperasikan alat gelas

-Mengoperasikan neraca analitik

Mengoperasikan alat-alat pengukur (pipet ukur, mikropipet)


Mengoperasikan alat-alat katerogi 2 ( sentrifuge, rotator)

Mengoperasikan alat-alat katerogi 3 ( vidas, elisa dan per)


-Mengetahui cara melakukan pemeriksaan dengan berbagai metode

Capaian Pembelajaran:

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini peserta didik mampu:

-Mampu melakukkan pemuatan SHDT

-Mampu mengidentifikasi sel-sel imun dalam apusan darah dan menginterpretasikan hasilnya
Mampu melakukan pemeriksaan golongan darah dan menginterpretasikan hasilnya

Mampu melakukan pemeriksaan cross match dan menginterpretasikan hasilnya

Mampu mengidentifikasi tentang komplemen


-Mampu melakukan pemeriksaan Rheumathoid Factor dan menginterpretasikan hasilnya
Mampu mengidentifikasi reaksi hipersensitivitas
Mampu melakukan pemeriksaan Anti Streptolisin O dan menginterpretasikan hasilnya

Mampu melakukan pemeriksaan HBsAg dan menginterpretasikan hasilnya


-Mampu mengidentifikasi respon imun terhadap penyakit mikosis

-Mampu melakukan pemeriksaan RDT Malaria dan menginterpretasikan hasilnya


Mampu mengidentifikasi transplantasi

VI
DAFTARISI
COVERi
VISIDANMISIfi

LEMBAR PENGESAHANiii
LEMBARKONTROLiv

KATA PENGANTAR^V

PENDAHULUANvi

DAFTARISIvii

MODULI^1

PEMBUATAN HAPUSAN DARAH1

MODUL28

Pewamaan Apusan Darah Tipis8

MODUL313
Identffikasi sel-sel imum dalam apusan darah13

MODUL419

Pemeriksaan Golongan Darah19

MODULS28
Pemeriksaan Cross Match28

MODUL636

MODUL7,.38

Pemeriksaan RF38

MODUL8^45

Reaksi Hipersensltivitas45

MODUL951
Pemeriksaan Asto51

MODUL1056
Pemeriksaan HbsAg56

MODUL1161
Respon Imun tertiadap Penyatdt Mikosis61

MODUL12^66

Pemeriksaan Rapid Direct Test Malaria66

MODUL1371
Transplantasi—^71

DAFTARPUSTAKA.....74

VII
VIII
MODULI
PEMBUATAN HAPUSAN DARAH

Waktu Pelaksanaan: 340 menit (2 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cennat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lem bar yang sudah disediakan;

•Uraikan pern bahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa dapat membuat apusan darah tipis untuk pengenalan sel-sel imun

Dasar Teori~~~. \

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan
jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Sistem imun dibagi
menjadi:

1.Sistem imun alamiahataunonspes\f\k/natural/native/nonadaptif


2.Sistem imun didapat atau spesifik/ adaptfflacquired

Kedua sistem imun ini saling bekerja sama dan tidak dapat dipisahkan.

Sistem imun nonspesifik

Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu. Sistem imun ini telah ada
dan siap berfimgsi sejak lahir. Sistem pertahanan ini merupakan sistem pertahanan terdepan
dalam menghadapi serangan berbagai patogen.
Sistem imun nonspesifik:

a.Pertahanan fisik/mekanik
b.Pertahanan biokimia
c.Pertahanan humoral:
-Komplemen
-Protein fase akut:
+ C-Reactive Protein
+ Lektin
+ Protein fase akut lain
-Mediator asal fosfolipid
-Sitokin IL-1, IL-6, TNF-a
d.Pertahanan selular

Sistem imun spesifik

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing. Benda asing yang
pertama kali terpajan segera dikenal oleh sistem imun spesifik dan menimbulkan sensitasi. Jika
antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kalinya akan dikenal lebih cepat dan kemudian
dihancurkan.

Sistem imun spesifik:

a.Sistem humoral
b.Sistem selular

Sel-sel sistem imun berasal dari sel induk (precursor) yang pleuripoten dalam sum-sum
tulang yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel premieloid, sel limfosit (T dan B) dan sel
pre-monosit yang berdiferensiasi menjadi sel monosit-makrofag. Sel utama yang berperan
dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklear atau granulosit

Fagosit mononuclear

Fagosit mononuclear terdiri atas monosit dalam sirkulasi dan makrofag dalam jaringan.

Fagosit polimorfonuklear

Fagosit polimorfonuklear terdiri atas neutrophil, eosinofil dan basofil.

Alat dan Bahan

1.PipetMikro
2.Kaca Objek ukuran 25x75 mm
3.Rak Kaca Objek
4.Rak tempat pewarnaan
5.Pipet Tetes
6.Label identitas
7.Darah EDTA

Prosedur Kerja

A.Penanganan dan Pengambilan Sampel


-Mencuci tangan dengan baik sesuai 7 langkah cuci tangan
-Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
-Mencocokkan identitas pasien dengan lembar pemeriksaan laboratorium
-Sapa pasien dan perkenalkan diri sambil konfirmasi identitas pasien pada formulir
permintaan.
-Jelaskan semua prosedur pengambilan darah yang akan dilakukan kepada pasien
-Kemudian pakai APD ( Alat pelindung diri)
-Minta pasien untuk meluruskan tangannya, lalu pasangkan tourniquet pada tangan
pasien.
-Mengarahkan pasien untuk mengepalkan tangan
-Menentukan lokasi penusukkan dengan merabanya
-Setelah menentukan lokasi penusukkan, lakukan desinfeksi pada area penusukkan
dengan alcohol swab secara melingkar
-Sebelum melakukan penyuntikan, terlebih dahulu periksa sampling dengan buka
penutupnya lalu pendorong dan penarik sampel dimainkan agar tidak ada
sumbatan dan udara ketika pengambilan sampel sambil menunggu alcohol kering.
-Setelah kering, ambil darah sesuai dengan yang diperlukan.
-Kemudian darah dituangkan kedalam tabung EDTA lalu homogenkan
-Jangan lupa berikan plester pada luka bekas tusukkan.

B.Pembuatan Sediaan
-Pilihlah kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sebagai kaca penghapus
-Lalu homogenkan sampel darahnya
-Letakkan 1 tetes kecil darah menggunakan pipet mikro pada 2-3mm dari ujung
kaca objek
-Letakkan kaca penghapus dengan sudut 30-45 terhadap kaca objek didepan tetes
darah
-Tarik kaca penghapus kebelakang sehingga menyentuh tetes darah, tunggu sampai
darah menyebar pada sudut tersebut
-Dengan gerak yang mantap doronglah kaca penghapus sehingga terbentuk
-apusan darah sepanjang 3-4cm pada kaca objek dengan ketebalan lmm
o darah harus habis sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain dari kaca
objek
o hapusan darah tidak boleh terlalu tipis atau terlalu tebal, ketebalan ini dapat
diatur dengan mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan
menggeser, makin besar sudut atau makin cepat menggeser, makin tipis
apusan darah yang dihasilkan
- Biarkan apusan darah mengering diudara, tempelkan label identitas pasien
pada bagian belakang hapusan.

Tugas

1.Tuliskan syarat preparat yang benar dan baik

2.Tuliskan kendala-kendala yang dialami dalam praktikum

3.Tuliskan solusi terhadap kendala tersebut diatas


Lembar Kerja Mahasiswa
Pembahasan
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

Rentang Nilai
Angka Lambang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B.

7
MODUL 2
Pewarnaan Apusan Darah Tipis

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Shnpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa dapat melaksanakan pewarnaan apusan darah tipis untuk pengenalan sel-sel imun

Dasar Teori

Apusan darah tipis dapat menggunakan zat warna Wright, Giemsa atau pulasan lain yang
dipakai secara rutin dalam laboratorium. Memeriksa sediaan apus dimulai saat pembuatan
sediaan yang belum dipulas.

Pembuatan sediaan memakai kaca objek yang kering, bebas debu dan bebas lemak. Ciri-ciri
sediaan yang baik:

1.Sediaan tidak melebar sampai pinggir kaca objek, panjangnya Vz samapi 2/3 panjang
kaca
2.Pada sediaan harus ada bagian yang cukup tipis untuk diperiksa; pada bagian itu
eritrosit-eritrosit terletak berdekatan tanpa bertumpukan dan tidak menyusun
gumpalan atau rouleaux
3.Pinggir sediaan itu rata dan sediaan tidak boleh berlobang-lobang atau bergaris-garis
4.Penyebaran leukosit tidak boleh buruk, leukosit-leukosit itu tidak boleh berhimpun
pada pinggir-pinggir atau ujung-ujung sediaan.

Sediaan yang akan dipulas hendaknya yang segar; sediaan yang disimpan tanpa difiksasi
tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar.
Alat dan Bahan

1.Sediaanhapus
2.Bakpewarnaan
3.Pipet
4.Larutan Bufifer pH 6,7
5.Zat warna wright
6.Zat warna absolute
7.Zat warna giemsa

Prosedur Kerja

Lakukan pewarnaan wright/giemsa dengan meletakan sediaan hapus diatas bak

-Fiksasi sediaan dengan methanol absolute selama 2-3 menit


-Genangi sediaan apus dengan wright biarkan selama 5-10 menit
-Tambahkan larutan buffer sebanyak volume pewarna dan biarkan selama 10-15
menit
-Bilas dengan air bersih untuk membilas kelebihan zat warna dan biarkan
menyaring.

Tugas

1.Tuliskanjenis-jenis pewarnaan SHDT

2.Tuliskan komposisi dan cara pembuatan pewarnaan giemsa

3.Tuliskan kendala-kendala yang dialami dalam praktikum


Lembar Kerja Mahasiswa

Pembahasan

10
11
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa
. • : -. . . •• "

"-•."•-.• -• • '••-•
' • • ' •' '
-'.••• - - ••'••'.•

Rentang Nilai
Angka Lam bang Mutu

80 -100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

12
MODUL 3
Identifikasi sel-sel imum dalam apusan darah

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian mated;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa dapat mengidentifikasi sel-sel imun dalam apusan darah

Dasar Teori

Memeriksa sediaan apus dimulai dengan sediaan yang belum dipulas. Jika terlihat sediaan itu buruk,

janganlah melanjutkan dengan memulasnya. Setelah dipulas, periksalah lebih dulu dengan

mikroskop yang memakai okuler 10 x dan objektif 10 x. Perhatikan pada sediaan itu: adakah bagian

yang baik untuk diperiksa, yaitu bagian yang cukup tipis dan rata dimana eritrosit-eritrosit cukup

berdekatan tanpa menggumpal. Perhatikan juga mutu pulasan : baik, pucat atau terlalu tua.

Perhatikan juga penyebaran leukosit-leukosit apakah memenuhi syarat juga.

13
Sel Darah Putih

rwutrophil emtnophil h*ophtt monocy* lymphocyte

Gambar 1. Sel Darah Putih (sumber: https://dedijuned.blogspot.com/2017/07/jenis-jenis-leukosit-


dan-fungsinya.html)

Alat dan Bahan

1.Apusan darah
2.Mikroskop
3.Tisulensa

Prosedur Kerja

A.Pembuatan Sedian Darah (Tipis)


•Bersihkan kaca objek dan kaca pendorong
•Homogenkan Sampel Darah
•Teteskan 1 tetes darah dibagian tengah objek glass
•Buat Apusan dengan sudut 30-45 ,panjang 34 cm/2/3 bagian objek glass
•Tank kaca penghapus dari ujung kiri ke kanan dengan cepat dan mantap
•Setelah itu keringkan pada suhu ruang
B.Pewarnaan Sedian
•Fiksasi dengan menggunakan methanol 3-5 menit
•Keringkan pada suhu ruang
•Lakukan pewarnaan giemsa selama 20-30 menit
•Setelah itu keringkan
•Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40-1 OOx
C.Pembacaan Sediaan
•Letakan sedian dimeja mikroskop
•Lihat dengan menggunakan objek 40x untuk melihat kualitas preparat
•Ganti objek menggunakan oil imersi untuk melihat jenis sel

14
D. Interpretasi Hasil

perbedaai fambar Tnpat Feifenkaiataa


pembeitakai peiiifkatai
akthitas
TafiTi/ra'ti liT^^rm sssvai kimiawi
NeBtrofil
: dan daerai yaiig
' } diserangbenda
li^^> ^ ^ ;" J^F ^ iH^ ^; is
} asing, fegositosis
W- W * Bk * "W'
" ^^^d^- "

®
Sumsnia tulang alerp
Eosmofil

* leukemia, fase

i penyemboban
r iafd^si

^tmnmw twlan^ ~^" alagidal •*"=""

inflamasi,
maachasilkaa
UstaaiiB (melawan
alergen) dan
keparia (mencegab
pembekuan darah)
ositos
Monostt
dapal
berpindab ke
janngaa
menjadi makrofaf

pemb^xtokaa
UmfosttB
antiliodi,
(menetap)
responimim

spesifik
Smnsumtttlang me^cema benda
IimfosBT
(berpindahke asiiig ata^ sel

timus) tubnbyang
tenerangbenda
asing,respoiimBB

spesifik

(Anoaim, 2008)

15
Tugas
1.Tuliskan komposisi sel imun pada tubuh manusia
2.Tuliskan fungsi setiap sel imun pada manusia
3.Tuliskan interpretasi hasil dari pengamatabn anda.

Lembar Kerja Mahasiswa

Pembahasan

16
17
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

RentangNftai

Angka Lambang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

18
MODUL4
Pemeriksaan Golongan Darah

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada Iembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan basil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa dapat memahami prinsip dan melakukan pemeriksaan golongan darah

Dasar Teori

Golongan darah merupakan sistem pengelompokkan darah yang didasarkan pada jenis
antigen yang dimilikinya. Antigen tersebut dapat berupa karbohidrat dan protein.Satu
Prosedur Lab yg dilakukan untuk menentukan jenis golda. Pada uji transfusi, pemeriksaan
golda minimal yang harus dikerjakan adl golda sistem ABO dan Rhesus (D typing).
Pemeriksaan Golda dilakukan baik pada donor maupun pd pasien. Pemeriksaan golongan
darah mempunyai berbagai manfaat dan mempersingkat waktu dalam identifikasi. Golongan
darah penting untuk diketahui dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta
identifikasi pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa kasus kriminal

Pemeriksaan golongan darah ABO dilakukan untuk menentukan jenis golongan darah pada
manusia. Penetuan golongan darah ABO pada umumnya dengan menggunakan metode slide.
Metode slide merupakan salah satu metode ynag sederhana, cepat dan mudah untuk
pemeriksaan golongan darah Pemeriksaan golongan darah untuk mendeteksi keberadaan
antigen di permukaanmembran sel darah merah dengan cara mereaksikan darah manusia
dengan anti-sera A dan antisera B.

19
Jenis Peraeriksaan Golongan Darah
Berdasarkan jenis peralatan penunjang yang digunakan, pemeriksaan golongan darah secara
manual dapat dikerjakan dengan tiga metode, yaitu
1.Slide test atau glass slide atau white porcelain tile
2.Tube test
3.Microwell plate atau microplate test.
Beberapa teknik lain yang sudah dikembangkan saat ini dan dapat dikerjakan secara otomatis,
antara lain: Column technique (sephadex gel)
Pemeriksaan Golongan Darah Metode slide merupakan salah satu metode yag
sederhana, cepat dan mudah untuk pemeriksaan golongan darah. Prinsip pemeriksaannay
adalah apabila sel darah merah mengandung antigen yang sesuai dengan jenis antibodi yang
ditambahkan pada reagen, maka akan terjadi aglutinasi atau hemolisis. Aglutinasi adalah
penggumpalan sel darah merah yang disebabkan oleh ikatan antibodi dengan antigen pada sel
darah merah sehingga menghasilkan ikatan yang menggandeng beberapa sel secara bersama-
sama. Ada 2 tahapan untuk pembentukan aglutinasi, yaitu:
Tahap 1: Antibodi mengikat antigen sel darah merah segera setelah terjadi kontak antigen
antibodi, ikatan tersebut belum menimbulkan aglutinasi. Hanya sebatas melapisi atau
mensensitisasi sel.
Tahap 2: Pembentukan lattice yang menghasilkan gumpalan atau aglutinasi, merupakan
kelanjutan dari tahap 1
Pemeriksaan golongan darah metode Tube test Prinsip pemeriksaan adalah apabila sel
darah merah mengandung antigen yang sesuai dengan jenis antibodi yang ditambahkan pada
reagen maka akan terjadi aglutinasi. Secara umum, metode tube test jauh lebih sensitif
dibandingkan metode slide dan hanya membutuhkan reagen dalam jumlah kecil. Metode ini
juga bisa mendeteksi antigen yang tidak terduga, oleh sebab itu lebih aman untuk prosedur
transfusi. Namun, pada bayi, tes ini sulit untuk dilakukan karena bayi belum memproduksi
jumlah antibodi yang cukup untuk diperiksa.
Pemeriksaan golongan darah dengan microplate adalah langkah yang lebih maju
untuk pemeriksaan golongan darah yang lebih sensitif dan cepat. Pada teknik ini, antibodi
dalam plasma darah maupun antigen bisa ditentukan. Prinsip pemeriksaan pada pemeriksaan
golongan darah ABO pada microplate test sama dengan pemeriksaan menggunakan tabung
(tube test).

Alat dan Bahan

1.Slide test atau glass slide dan Tube test


-Objek glass
-Label
-Batang pengaduk
-Sampel
-Reagen

2.Microwell plate ataumicroplate test.


-Microplate
-Dispenser

20
-Microplate reader
-sentrifiis
3.Jenis sampel
o Slide test atau glass slide atau white porcelain tile
Jenis sampel yang dipakai disesuaikan dengan rekomendasi sampel yang
tercantum pada insert kit reagen yang digunakan. Ada reagen yang
merekomendasikan sampel whole blood atau suspensi sel (Cooling, 2014).
o Tube test dan Microwell plate atau microplate test.
Umumnya, menggunakan sampel darah beku atau dengan antikoagulan. Sel
darah merah dapat disuspensi secara autologous dengan serum, plasma, salin
atau membutuhkan pencucian teriebih dahulu kemudian diresuspeusi dalam
salin. Jenis sampel disesuaikan dengan rekomendasi insert kit reagen yang
digunakan (Cooling, 2014).
4.Reagen
o Slide test atau glass slide atauwhite porcelain tile
Reagen yang digunakan mengandung anti-A, anti-B dan anti-AB yang
bersifat opsional (Cooling, 2014).
o Tube test
Reagen yang digunakan mengandung anti-A, anti-B dan anti-AB yang
bersifat opsional. Karena pemeriksaan juga dilakukan pada sampel serum,
maka reagen tambahan pada tube test adalah suspensi sel Al, A2, B dan O 2-
5%. Suspensi sel dapat dibuat sendiri di laboratorium atau menggunakan
suspensi sel yang dijual secara komersial. Penggunaan sel A2 bersifat
opsional (Cooling, 2014).

Prosedur Kerja

1. Slide test atau glass slide atauwhite porcelain tile


Sebelum melakukan pemeriksaan, baca secara detail prosedur pemeriksaan yang
tertera pada petunjuk penggunaan reagen.
-Teteskan 1 tetes anti-A pada objek gelas yang bersih dan kering, label objek gelas.
Teteskan 1 tetes anti-B pada objek gelas yang bersih dan kering, terpisah dari objek
gelas pertama kemudian label objek gelas.
-Teteskan 1 tetes anti-AB pada objek gelas ketiga, lakukan pelabelan. Bila tidak
menggunakan reagen anti-AB dapat digantikan dengan pemeriksaan golongan darah
Rhesus dengan meneteskan anti-D.
-Prosedur 1,2,3 dapat dilakukan dalam satu objek gelas.
-Tambahkan pada masing-masing tetesan reagen 1 tetes sel darah merah yang akan
diperiksa.
-Lakukan pencampuran reagen dan sel darah merah menggunakan batang pengaduk,
sebarkan campuran tersebut pada area sekitar 20 mm x 40 mm.
-Miringkan slide secara perlahan dari sisi ke sisi selama kurang lebih 2 menit. Jangan
menempatkan slide di atas permukaan panas
Baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan hasil reaksi (Cooling, 2014).

21
2.Tube test
Langkah-langkah pemeriksaan sel darah merah (cell grouping) adalah sebagai berikut:
-Teteskan 1 tetes anti-A pada objek gelas yang bersih dan kering, kemudian label
objek gelas, Teteskan 1 tetes anti-B pada objek glass yang bersih dan kering, terpisah
dari objek glass pertama kemudian label objek glass
-Teteskan 1 tetes anti-AB pada objek glass ke tigas, lakukan pelabelan (penggunaan
anti-AB bersifat opsional tergantung rekomendasi reagen yang digunakan),
-Tambahkan pada masing-masing tabung 1 tetes suspense sel darah merah 2-5%,
-Campur dengan baik kemudian lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm
selama 1 menit
-Resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung, lihat ada tidaknya
aglutinasi,
-Baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan hasil reaksi pada semua tabung.

Prosedur pemeriksaan serum atau plasma (serum grouping) dengan metode tube test
adalah sebagai berikut:

-Tambahkan masing-masing 2 tetes serum atau plasma pada 3 tabung yang bersih dan
kering kemudian berikan label Al, B, dan O,
-Tambahkan 1 tetes suspensi sel Al 2-5% ke dalam tabung yang berlabel Al,
-Tambahkan 1 tetes suspensi sel B 2-5% ke dalam tabung yang berlabel B,
-Tambahkan 1 tetes suspensi sel O 2-5% ke dalam tabung yang berlabel O,
-Jika dibutuhkan pemeriksaan dengan suspensi sel A2 2-5% maka tambahkan 1 tabung
yang mengandung 2 tetes serum atau plasma dengan suspensi sel A2 2-5%,
-campur dengan baik kemudian lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm
selama 1 menit,
-resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung, lihat ada tidaknya
aglutinasi,
-baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan (Cooling, 2014).

3.Microwell plate ataumicroplate test.


-Teteskan 1 tetes anti-A dan 1 tetes anti-B secara terpisah pada sumuran U-bottom
microplate yang bersih dan kering. Jika pemeriksaan dengan anti-D juga dilakukan,
teteskan pada sumuran ketiga,
-tambahkan 1 tetes suspensi sel 2-5% pada masing-masing microplate yang sudah
mengandung anti-A, B, D,
-lakukan pemeriksaan autokontrol pada sumuran keempat dengan menambahkan
suspensi sel sampel 2-5% dengan serum atau plasma sampelnya sendiri,
-campur secara perlahan dengan cara memiringkan bagian plate,
-sentrifugasi microplate dengan kecepatan 700 * g selama 5 detik bila menggunakan
flexible U-shaped bottom microplate dan 400 * g selama 30 detik bila menggunakan
rigid U-shaped bottom microplate,

22
-resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung secara manual atau
menggunkan mechanical shaker, lihat ada tidaknya aglutinasi,baca dan interpretasi
hasil serta lakukan pencatatan (Cooling, 2014).

Prosedur pemeriksaan serum atau plasma (serum grouping) pada microplate test adalah
sebagai berikut:

-Tambahkan 1 tetes serum atau plasma pada bagian bawah masing-masing sumuran,
-tambahkan 1 tetes reagen suspensi sel A, sel B 2-5% pada sumuran kelima dan
keenam,

-sentriftigasi microplate dengan kecepatan 700 x g selama 5 detik bila menggunakan


flexible U-shaped bottom microplate dan 400 x g selama 30 detik bila menggunakan
rigid U-shaped bottom microplate,
-resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung secara manual atau
menggunkan mechanical shaker, lihat ada tidaknya aglutinasi,
-baca dan interpretasi hasil kemudian lakukan pencatatan (Cooling, 2014).

Interpretasi Hasil

1) Pemeriksaan Golongan Darah Dengan Metode Slide Test

Gaxnbat J. 3 Cootofa hasil pexonUcuan goloagan dtxrab deo^ao me^^de sUd^mt


(Haneda. ^O1S).

Hasil positif: bila terjadi aglutinasi kuat

Hasil negatif: bila tidak terjadi aglunitasi pada akhir menit kedua

Tabel 3.2 Inteq)retasi hasil pemeriksaan golongan darah deogan


metode slide test (Hm<fci, 2015).
Nomofi^^ Anti-A Anh-B Anti-D Gdoogandaiah
Siidel Poatif Negaif Poatif A Rhem poatif
Side^ Negatif Poatif ^Kitif BRJiesus positif
Side} Poatif Poatif Poatif ABShem poatif
Side* Negaif Negattf Poatif O^esw poatif

23
2) Pemeriksaan Golongan Darah Dengan Metode Tube Test

Hasil positif: bila terjadi aglutinasi kuat.


Hasil negatif: bila tidak terjadi aglunitasi setelah diresuspensi.

I *. n

~,'i "j j I .^

Derajat aglutinasi:
4+: terdapat satu gumpalan besar 3+: terdapat 2 atau 3 gumpalan
2+ : sejumlah gumpalan kecil dengan supernatan yang jernih 1+ : sejumlah gumpalan kecil
dengan supernatan yang keruh
w: suspensi sel granular, sebaiknya diamati secara mikroskopis Negatif: suspensi sel halus
Hemolisis: hemolisis parsial atau komplit, menunjukkan reaksi positif
Tabel 33. Interpretasi hasil pemeriksaan golongan darah ABC
pada sampel eritrosit dan senun (Cooling, 2014).
Cell grouping Serum grouping Interpreta^i
Anli-A Anti-B SelAl SelB ABOGro^p
0 0 + + 0 O
+ 0 0 + 0 A
0 + + 0 0 B
+ + 0 0 0 AB
0 0 + + 4- O Bombay

3) Pemeriksaan Golongan Darah Dengan Micropiate Test

- cx-x-xxxx;>(!.xx;xx-!>
I (;XX-XXX^X;XOCXX)
I cxSc-x^xx-x-x-x^^^

j^.9 Pot* *. pxl^ pctucii^-^^u a^-^oia^ tlaxait ^eu^pmnm^emplatr text

Hasil positif: bila terjadi aglutinasi kuat Hasil negatif: bila tidak terjadi aglunitasi
Interpretasi golongan darah ABO sama seperti tabel 3.3

24
Tugas

1.Tuliskan Silsilah Sistem Penggolongan Darah


2.Tuliskan hal-hal yang mempengaruhi pemeriksaan
3.Interpretasikan hasil yang anda dapat

Lembar Kerja Mahasiswa

25
Pembahasan

26
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

Rentang Nilai
Angka Lambang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

27
MODUL 5
Pemeriksaan Cross Match

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan certnat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan basil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa dapat memahami prinsip pemeriksaan cross match

Dasar Teori

Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan mempersingkat waktu


dalam identiftkasi. Golongan darah penting untuk diketahui dalam hal kepentingan transfusi,
donor yang tepat serta identifikasi pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada
beberapa kasus kriminal

Secara umum, metode tube test jauh lebih sensitif dibandingkan metode slide dan
hanya membutuhkan reagen dalam jumlah kecil. Metode ini juga bisa mendeteksi antigen
yang tidak terduga, oleh sebab itu lebih aman untuk prosedur transfusi. Namun, pada bayi, tes
ini sulit untuk dilakukan karena bayi belum memproduksi jumlah antibodi yang cukup untuk
diperiksa.

Pemeriksaan reaksi silang (Cross Match) diperlukan sebelum melakukan transfusi


darah untuk melihat apakah darah pasien / resipien sesuai dengan darah donor. Pemeriksaan
Cross Match ini sangat perlu untuk mencegah reaksi transfuse dengan memastikan penderita
tidak mengandung antibody yang reaktif terhadap antigen pada sel darah merah donor dan
bermanfaat bagi pasien.

28
Prosedur Kerja

1.Persiapan sampel:
-Siapkan spuit dan jarum dengan lubang jarum menghadap keatas
-Pasang torniquet pada lengan atas
-Dengan jari telunjuk arah vena di palpasi ditempat yang akan ditusuk
-Lalu tempat yang akan ditusuk di desifeksi dengan alkohol 70%
Spuit diambil dan ditusuk pada vena
-Jika darah sudah terlihat keluar,tarik torak
-Jika darah yang diperlukan sudah cukup torniquet dilepas
-Kapas kering diletakkan pada ujung jarum kemudian spuit ditarik
-Pasien disuruh menekan kapas pada bagian terluka

2.Pencucian Sel Darah Merah Pekat


-Disiapkan satu tabung reaksi ukuran 12x75 mm
-Diteteskan sel darah merah pekat sebanyak 8 tetes kedalam tabung.
-Ditambahkan saline 0,9% sebanyak D 4 ml - 4,5 ml kedalam tabung.
-Dikocok-kocok dengan pipet pasteur hinggga tercampur rata.
-Diputar / dicentrifiige 2000 rpm selama 90-120 detik.
-Dibuang supernatan tesebut dengan menggunakan pipet pasteur, hingga sel darah
merah menjadi pekat (100%)
-Sampai dengan point f pencucian sel darah merah sudah lx pencucian.
-Diulangi point c, point d, point e dan point f bila melakukan pencucian 2x (sesuai
kebutuhan).

3.Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah 5%


-Disiapkan satu buah tabung reaksi
-Diteteskan saline 0,9% sebanyak 95 tetes
-Diteteskan sel darah merah pekat yang sudah dicuci (100%) sebanyak 5 tetes •
Dikocok dengan menggunakan pipet pasteur

>METODE TABUNG
Cara kerja: (cross match untuk 1 kantong darah)
1)Disiapkan tabung reaksi yang dilabeli terlebih dahulu
2)Berikut cara memberi label tabung:
-Disiapkan 6 tabung kosong
-Tabung 1 (sampel donor)
-Tabung 2 (label: suspense pasien. bisa disingkat SP)
-Tabung 3 (label: suspense donor, bisa disingkat SD)
-Tabung 4 (label: Mayor)
-Tabung 5 (label: Minor)

30
-Tabung 6 (label: Auto control bisa disingkat AC)
3)Diambil sampel darah donor dari kantong darah dimasukkan kedalam tabung 1
4)Dipipet 1 tetes sampel darah donor dimasukkan kedalam tabung 3 kemudian
ditambahkan NaCl % tabung
3) Dipipet 1 tetes sampel darah PASIEN dimasukkan kedalam tabung 2 kemudian
ditambahkan ^aCl V* tabung
6)Disentrifus tabung sampel darah pasein, tabung sampel darah donor, tabung 2 dan
tabung 3. selama 3 menit dengan kecepatan 3000 rpm
7)Pembuatan suspense eritrosit pasien dan suspense eritrosit donor:
-Tabung 2 dan tabung 3 yang telah disntrifiis dilakukan pencucian dengan cara
membuang supernatant (cairan bening diatas endapan eritrosi dalam tabung)
kemudian ditambahkan kembali NaCl sebanyak % tabung.
-Disentrifus kembali selama 3 menit, 3000 rpm
-Dilakukan sebanyak 3 kali
-Setelah pencucian terakhir tersisa endapan eritrosit ditambahkan NaCl sebanyak 19
tetes, homogenkan
8)Dipipet 2 tetes serum pasien dimasukkan kedalam tabung Mayor
9)Dipipet 2 tetes serum pasien dimasukkan kedalam tabung Auto Control (AC)
10)Dipipet 2 tetes serum donor dimasukkan kedalam tabung Minor
11)Dipipet 1 tetes suspense pasien dimasukkan kedalam tabung Minor (yang telah berisi
serum donor)
12)Dipipet 1 tetes suspense pasien dimasukkan kedalam tabung AC (yang telah berisi
serum pasien)
13)Dipipet 1 tetes suspense donor dimasukkan kedalam tabung Mayor (yang telah berisi
serum pasien)
14)Disentrifus tabung Mayor, Minor, Autocontrol selama 15 detik 3000 rpm (FASE 1)
15)Dilakukan pembacaan
o Teknik pembacaan hasil pada tabung:
Pengamatan hasil dilakukan dengan cara satu per satu tabung diangkat tepat
dihadapan mata kita dengan pencahayaan yang baik, kemudian digoyangkan secant
perlahan sampai endapannya menyebar didalam tabung, diamati pembentukan
aglutinasi. Hasil negative jika endapan dalam tabung terlihat larut dan hasil positif
terlihat jika endapan dalam tabung membentuk butiran atau gumpalan.

Catatan:
Hasil yang diperoleh baik negative maupun positif tetap dilanjutkan sampa FASE 3.

• Dicatat hasil pembacaan atau pengamatan pada Fase 1


Dilanjutkan Fase 2 yaitu
o Ditambahkan 2 tetes bovine albumin pada tabung Mayor, Minor, dan AC
o Diinkubasi dalam incubator selama 15 menit suhu 37 C
o Disentrifus selama 15 detik, 3000 rpm.
o Dilakukan pembacaan
o Dicatat hasil pembacaan atau pengamatan pada Fase 2

31
o Dilanjutkan Fase 3 yaitu dilakukan pencucian dengan NaCl sebanyak 3 kali

Cara pencucian dengan NaCl:


o Ditambahkan NaCl pada tabling Mayor, Minor dan AC sebanyak ^ tabling
o Disentrifiis selama 3 menit, 3000 rpm
o Dibuang supernatant kemudian ditambahkan kembali NaCl dilakukan
sebanyak 3 kali
o Setelah pencucian terakhir tersisa endapan dalam tabung Mayor, Minor dan
AC ditambahkan 2 tetes Coomb serum
-Disentrifiis selama 15 detik, 3000 rpm
-Dilakukan pembacaan
-Dicatat hasil pembacaan atau pengamatan pada Fase 3

> METODEGEL
I.BUAT SUSPENSISEL PASIEN & DONOR 0.8 - 1%.

CARA:
-Masukkan 0,5 ml Dil 2 dengan Dispenser ke dalam tabung
-Ambil 5 ul (mikroliter) PRC atau 10 ul WB, masukkan tabung
-Campur dan homogenkan Suspensi 0,8 -1%

II.Ambil Liss / Coombs Card, tandai dengan identitas Pasien / Donor buka
penutup alumunium. Dengan bantuan mikropipet, masukkan:
-MAYOR : 50 ul Suspensi Sel Donor + 25 ul Serum Pasien
-MINOR : 50 ul Suspensi Sel Os + 25 ul Serum Donor • A.C: 50 ul Suspensi Sel
Os + 25 ul Serum Pasien
HI. Masukkan kartu ke Inkubator. Inkubasi 37 C, 15 menit (tekan tombol timer
1/2/3)
IV. Pindahkan kartu ke Centrifuge

Tekan tombol Start ( Centrifuge selama 10 menit)

V. Baca Reaksi secara makroskopis

Tugas

1.Tuliskan komposisi mayor dan minor


2.Tuliskan factor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan
3.Interpretasikan hasil pengamatan yang anda lakukan.

32
Lembar Kerja Mahasiswa

33
Pembahasan

34
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

Rentang Nilai
Angka Lambang Mutu

80 -100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

35
MODUL 6
Komplemen

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tcmpat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu aJat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada Iembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan basil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa memahami sistem komplemen

_____

Sistem komplemen adalah sekelompok protein plasma infaktif yang bersirkulasi dalam darah
yang meningkatkan atau melengkapi sistem pertahanan tubuh. Ada sembilan komponen dasar
komplemen, yaitu C1-C9 yang bila diaktifkan, dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil
(C3a, C4a, dan sebagainya).

Komplemen berperan membantu host dalam melawan infeksi, pembuangan/ clearance debris
selular dan sel apototik, proses inflamasi dan memodulasi respon imun adaptive. Komplemen
sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit dan juga oleh sel fagosit mononuklear
yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear
terutama akan disintesis di tempat dan waktu terjadinya aktivasi.

36
Peranan Sistem Komplemen
Dalam sistem pertahanan, kompelemen berperan dalam proses:
•Sitolisis. Komplemen sistem yang lengkap akan mengakibatkan kerusakan membrane sel
bakteri. Pada bakteri gram negative, kerusakan membrane dapat mengakibatkan bacteriolysis
dengan bantuan dari enzim lysozyme.
•Adherensi C3b. C3b memiliki peranan dalam membantu proses fagositosis dari
mikroorganisme setelah proses aktivasi kompelemen melalui jalur alternative. C3b
mengakibatkan makrofag dapat mengenali antigen. Setelah proses fagositosis, C3b akan
mengaktifkan pengeluaran enzim lisozyme.
•Immunoconglutinin. Proses ini dilakukan dengan melakukan aglutinasi dari sejumlah
kompleks kecil yang tertempel oleh C3, sehingga dapat dikenali oleh fagosit.
Inflamasi. Aktivasi sistem kompelemen akan mengakibatkan beberapa bentuk respons, misalnya
adalah timbulnya inflamasi
Aktivasi Komplemen
•Terdapat 3 jalur aktivasi komplemen (jalur, klasik, jalur alternatif dan jalur lektin)
•Pengaktifan komplemen melalui jalur klasik merupakan bagian dari imun spesifik,
bergantung pada kompleks Ag-Ab
•Jalur alternatif adalah jalur aktivasi yang ditemukan setelah jalur klasik, tapi merupakan jalur
yang paling kuno
Walaupun pengaktifan komplemen diawali oleh 3 jalur berbeda -> berujung pada aktivasi
C3b ^membrane attack complex atau MAC) lisis membran
•Jalur klasik
•Jalur alternatif
•Jalur Lektin

37
MODUL 7
Pemeriksaan RF

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa dapat memahami tentang inflamasi melalui pemeriksaan Rf

_____

Pemeriksaan Rheumatoid Faktor (RF) untuk mendiagnosa penyakit Rheumatoid


arthritis. RF adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG (Widmann, 1995).
Sebagaimana ditunjukkan namanya, RF terutama dipakai untuk mendiagnosa dan memantau
rheumatoid arthritis (Sacher, 2004). Semua penderita dengan Rheumatoid Arthritis (RA)
menunjukkan antibodi terhadap IgG yang disebut faktor rheumatoid atau antiglobulin (Roitt,
1985). Rheumatoid arthritis sendhi merupakan suatu penyakit sistemik kronis yang ditandai
dengan peradangan ringan jaringan penyambung. Sekitar 80-85% penderita RA mempunyai
autoantibodi yang dikenal dengan nama Rheumatoid faktor dalam serumnya dan
menunjukkan RF positif. Faktor ini merupakan suatu faktor anti-gammaglobulin. Kadar RF
yang sangat tinggi menandakan prognosis buruk dengan kelainan sendi yang berat dan
kemungkinan komplikasi sistemik. (Price, 1999 dan Widmann, 1995). Dengan pemeriksaan
RF pada penderita tersangka Rheumatoid arthritis dapat digunakan untuk membantu diagnosa
Rheumatoid arthritis.

Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit autoimun yang paling
umum di masyarakat, berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa (Singh et al., 2015).
Kejadian penyakit ini di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara maju seperti
Amerika. Menurut Arthritis Foimdation (2015), sebanyak 22% orang dewasa di Amerika

38
Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa arthritis. Berdasarkan data tersebut, sekitar 3%
mengalami RA (Arthritis Foundation, 2015). Pada tahun 2009 menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nainggolan (2010), prevalensi RA di Indonesia mencapai 23,6% sampai
31,3%. RF merupakan antibodi terhadap regio Fc di Immunoglobulin G. Namun, sebagian
besar RF adalah berupa IgM (Ernesto, K., 2017). RF ditemukan lebih dari 70% penderita RA.
Meskipun demikian, RF juga ditemukan dalam persentase kecil pada subjek sehat dan hingga
20% pada subjek yang berusia lebih dari 65 tahun. Adanya RF menunjukkan RA tetapi
bukanlah penegak diagnosis. Peran autoantibodi dalam pathogenesis RA masih
diperdebatkan; namun temuan umum pada RA adalah adanya antibodi IgM yang bereaksi
dengan bagian Fc IgG, yang menyebabkan terbentuknya kompleks imun. Antibodi anti-IgG
ini dinamakan sebagai RF. Fengendapan kompleks imun ini pada sendi akan mengaktifkan
jalur komplemen klasik, yang menginisiasi kaskade peristiwa yang pada komplemen
menyebabkan pembentukan kemoatraktan yang dapat merekrut makrofag dan neutrophil di
tempat tersebut Sel-sel ini dapat menyebabkan destruksi jaringan dan juga menyebabkan
penyebaran respons inflamatorik (Ernesto, K., 2017). Kebanyakan penyakit RA berlangsung
kronis yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan
kerusakan sendi secara menetap. RA dapat mengancam jiwa pasien atau hanya menimbulkan
gangguan kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh penyakit RA tidak hanya berupa
keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek
sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan kegagalan organ. RA dapat
mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta
gangguan tidur. Dengan demikian hal yang paling buruk pada penderita RA adalah pengaruh
negatifhya terhadap kualitas hidup. Oleh karena itu, diperlukan kepastian seberapa besar
frckucnsi RF pada lansia, yang merupakan kemungkinan besar mengalami autoimun

Alat dan Bahan

1.Flebotomikit
2.Centrifuge
3.Tb Plain
4.Mikropipet 10-100 pi
5.Tip kuning
6.Batang Pengaduk
7.Slide test
8.Rotator
9.Sampel
10.Alcohol 70%
11.NaClO,9%
12.KitreagenRF
13.Sampel
Serum, bebas dari kontaminasi, hemolysis dan lipemia, stabil 3
hari suhu 2-8C. > 4 minggu suhu 20C.

39
Prosedur Kerja

1.Pemeriksaan secara Kualitatif


-Bawa reagen dan sampel ke suhu ruang
-Masukkan 50pl sampel, control negatif, control positif pada lingkaran slide
-Resuspensikan lateks
-Tambahkan SOpl reagen lateks pada setiap lingkaran uji
-Campurkan dengan menggunakan batang pengaduk
-Rotasikan selama 2 menit kecepatan 100 rpm

2.Pemeriksaan secara Semi Kuantitatif


-Gunakan pipet semi autometik. Tambahkan 50pl dan 9 gr/1 saline ke lingkaran 2,3,4
dan 3. Jangan sampai saling menyebar
• Tambahkan 50pl sampai ke lingkaran 1 dan 2
-Campurkan saline dan sampel sampai ke dalam lingkaran 2 dengan cam horizontal
dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya gumpalan
-Pindahkan 50pl dari lingkaran 2 ke lingkaran 3
-Lakukan pengenceran sampai pada lingkaran 3, kemudian buanglah 50pl pada
lingkaran 3
-Campurkan menggunakan batang pengaduk. lakukan dari lingkaran 3 sampai
lingkaran 1
-Lakukan tes kualitatif dari langkahke 3.

Pengenceran:

1 + 1(1:2)
1+3(1:4)
1 + 17 ( 1:8)
1 + 15 (1:16)
1+31(1:32)
Rumus:
Volume sampel ( Serum )
Vol. sampel -\-Vol.Pengencer

Interpretasi Hasil

Pembacaan Hasil Cara pembacaan dari pemeriksaan Rheumatoid faktor secara aglutinasi
latex:

o
AB
Oambar 1. Reaksi positif don negatif pads slide test

40
Pada slide test cara kualitatif
A: Reaksi positif bila teijadi aglutinasi
B. Reaksi negatif bila campuran keruh seperti susu
•<8 IU/ml: tidak ada aglutinasi
•>8 IU/ml: terjadi aglutinasi

Pada slide test cara kuantitatif

Melakukan test pada setiap pengenceran sesuai dengan prosedur kualitatif sampai
tidak ada aglutinasi yang terlihat. Konsentrasi RF kemudian dapat dihitung dari
pengenceran terakhir yang ada aglutinasi. RF (IU/ml) = pengenceran tertinggi reaksi
positif x sensitivitas reagen (8,0 IU/ml)

Pengenceran Kadar (IU/ml)


1:2 16
1:4 32
1:8 64
1:16 128
1:32 256

41
Lembar Kerja Mahasiswa

42
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa
. •• '• • • .

-•• • • -•• -. • ."•

Rentang Nilai
Angka Lam bang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

44
MODUL8
Reaksi Hipersensitivitas

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1TTM x 170 menit)

Tcmpat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian mated;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;
•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan basil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa dapat memahami tentang reaksi Hipersensitivitas

Dasar Teori

Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi abnormal dari sistem imun yang terjadi sebagai respon
akibat terpapar dengan substansi yang membahayakan sehingga tingkat respon reaksinya bervariasi
dari ringan sampai metnatikan. Reaksi hipersensitivitas dapat mencakup kelainan autoimun dan
alergi, seperti yang diketahui kondisi autoimun merupakan suatu respon imunologis abnormal yang
menyerang bagian tubuhnya sendiri sedangkan alergi adalah respon imunologis abnormal yang
timbul karena adanya stimulus dari lingkungan di luar tubuh (substansi eksogen). Prevalensi
penyakit alergi cukup tinggi di seluruh dunia. Penyakit ini meliputi asma, rinitis alergi, anafilaksis,
urtikaria, angioedema, alergi terhadap obat, makanan, dan serangga. Rinitis alergi terdapat pada 10-
30% populasi dunia. Sekitar 240-550 juta orang memiliki alergi terhadap makanan.

Skin prick test berperan untuk identifikasi alergen penyebab sehingga penting dalam
penentuan terapi, termasuk kontrol lingkungan dan imunoterapi. SPT merupakan metode diagnostik
paling akurat untuk menunjukkan bahwa alergen spesifik telah menginduksi respons spesifik
antibodi igE, sehingga dianggap sebagai baku emas deteksi antibodi lgE. ^slamun pemeriksaan SPT
memiliki beberapa kelemahan, di antaranya tidak dapat di lakukan pada pasien dengan
dermatografisme, hamil, bayi dan balita, dan sedang menjalani terapi obat tertentu seperti
antihistamin dan beta bloker.

45
Pemeriksaan antibodi IgE spesifik alergen menjadi pilihan jika terdapat kondisi seperti tersebut
di atas. Sampai saat ini, belum ada data di Indonesia mengenai perbandingan pemeriksaan IgE
spesifik dengan SPT. Salah satu pemeriksaan IgE spesifik yang tersedia di Indonesia adalah dengan
immunoblot. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan sensitivitas, spesifisitas, positive predictive
value (PPV), negative predictive value (NPV), positive likelihood ratio (LR+), dan negative
likelihood ratio (LR-) dari pemeriksaan immunoblot dibandingkan terhadap SPT sebagai baku
emas.

Alat dan Bahan

1.Ekstrak alergen

2.Jarum khusus SPT

3.kapas dan alkohol 70%


4.aquadest

5.vortex mixer

6.botol dengan kapasitas 500 Ml

7.washing retainer

8.kotak inkubasi untuk inkubasi di ruang gelap

9.ScreenShaker

10.dan alat Seamier.

KIT Pemeriksaan Imunoblot

KOMPONEN ISI
Strip tes yang tersimpan pada plastic reaction trough, membran nitroselulosa yang 1x12
dilapisi alergen

Konsentrat washing buffer (TRIS/NaCl, mengandung 0,099% NaN3), dapat 20 mL


dibuat menjadi 1 x 500 mL washing buffer, pH 7,5

Antibodi detektor (botol dengan tutup putih), siap digunakan, mengandung 8mL
antibodi anti-human IgE terkonjugasi dengan biotin, mono/polyclonal
mengandung 0,099% NaN3

Konjugat streptavidin (botol dengan tutup merah), siap digunakan, mengandung 8mL
streptavidin yang dikonjugasikan dengan alkalin phosphatase, 0,02%
methylisothiazolone, dan 0,02% bromonitrodioxane

46
Prosedur Kerja

1.Reagen dibiarkan pada suhu ruangan

2.Konsentrat washing buffer pada alat pemeriksaan immunoblot diencerkan dengan

perbandingan 1:25

3.Membran pada lubang reaksi dibasahi dengan washing buffer. Pada setiap lubang reaksi
dimasukkan serum 2x300 pi, kemudian inkubasi dilakukan pada suhu ruangan selama 45
menit.

4.Pencucian dengan cara washing buffer dituangkan dari botol ke strip tes beberapa kali sambil

memiringkan lubang reaksi. Lubang diisi beberapa kali dengan buffer dan dikocok selama
beberapa detik.
5.Detektor antibodi pada alat pemeriksaan immunoblot ditambahkan sebanyak 2x300 pi, lalu
diinkubasi pada suhu ruangan selama 45 menit

6.Pencucian dilakukan seperti pada poin 4.


7.Konjugat streptavidin pada alat pemeriksaan immunoblot sebanyak 2x300 pi ditambahkan

dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 20 menit.

8.Pencucian dilakukan seperti pada poin 4.

9.Substrat alat pemeriksaan immunoblot sebanyak 2x300 pi ditambahkan dan diinkubasi pada
suhu ruangan selama 20 menit Inkubasi harus dilakukan di ruangan gelap.

10.Pencucian dilakukan seperti pada poin 4.

11.Reaksi substrat dihentikan dengan membilas di bawah air mengalir

12.Membran dikeringkan dan dipindai dengan alat Scanner.

Cara pemeriksaan SPT antara lain:

1.Tes dilakukan di bagian volar lengan bawah. Bagian kulit yang akan dites dibersihkan dengan
alkohol 70%, kemudian ditunggu sampai kering.

2.Batas tiap alergen digambarkan dengan pulpen sebanyak jumlah alergen yang akan dites.
3.Alergen diteteskan di tempat yang telah ditandai. larak tiap tetesan alergen 2-3 cm untuk
menghindari dua alergen yang kemungkinan bereaksi positif. Kontrol positif (larutan histamin
fosfat 0,1%) dan kontrol negatif (larutan phosphatebuffered saline dengan fenol 0,4%) juga
diteteskan.

4.Dilakukan tusukan dangkal dengan jarum khusus pada masing-masing alergen yang telah
diteteskan. Jarum yang digunakan harus baru pada tiap tusukan untuk masing-masing tetesan.

Tusukan dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan.


5.Tes dibaca setelah 15-20 menit Hasil dikatakan sahih/valid bila diameter kontrol positif >3
mm dan kontrol negative

47
Interpretasi Hasil:

•Immunoblot Assay
Hasil pemeriksaan dikatakan positifbila kadar IgE spesifik >O,35 IU/mL

•Skin Prick Tes


-Hasil positif berarti alergen tersebut bereaksi dengan IgE spesifik pada permukaan
sel mast kulit.

-Interpretasi tes kulit positif tergantung dan riwayat pasien dan gejala klinis yang

dipacu pajanan dengan alergen.


-Komplikasi hams diwaspadai, misalnya asma, rinitis, urtikaria, syok anafilaksis.

Tugas

1.Tuliskan hal-hal yang mempengaruhi pemeriksaan tersebut


2.Interpretasikan hasil yang ditemukan

Lembar Kerja Mahasiswa

48
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

Rentang Nilai

Angka Lambang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

50
MODUL 9
Pemeriksaan Asto

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur keija

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa memahami reaksi imunologi terhadap infeksi bakteri

Dasar Teori

Tes ASO - lateks adalah deteksi anti-streptolisin (ASO) dengan test aglutinasi secara

indirek dan semi-kuantitatif. Suspensi partikel lateks dilapisi dengan antigen Streptolisin O,

dan menggumpal dengan adanya antibodi spesifik yang ada di dalam serum pasien dengan

infeksi Streptococcal fi—hemolitik (kelompok A dan C).

Streptococcus beta-hemolitik menghasilkan beberapa jenis antigen intraseluler dan

ekstraseluler yang dapat merangsang pembentukan antibodi dalam darah penderita. Sebagai

contoh streptolisin O yang dibentuk oleh grup A dan dapat menyebabkan lisis eritrosit,

streptokinase yang dapat mengkatalisis perubahan plasminogen menjadi plasmin , enzim-

enzim deoksiribonuklease B, hialuronidase, dan beberapa jenis enzim lain.

Diantara antigen -antigen itu yang paling penting adalah streptolisin O, karena 80% penderita yang

terinfeksi dengan Streptococcus beta hemolitik grup A menunujukkan peningkatan titer ASO dalam
darahnya. Penetapan titer ASO menjadi penting karena infeksi karena Streptococcus dapat
menyebabkan kompHkasi lain. Atau secara tidak langsung menimbulkan respons imunologik yang

51
menimbulkan yang mengakibatkan kelainan dalam tubuh seperti demam rematik, glomerulonephritis
akut, eritema nodosum

Alat dan Bahan

1.Mikropipet
2.Yellow Tip
3.Ring slide hitam
4.Pengaduk
5.Rotator
6.Reagen latex
7.Sampel serum

Prosedur Kerja

a.Kualitatif (untuk kadar minimal 200 IU/ml)


1.Alat dan bahan disiapkan
2.Serum dipipet 80pl dan di teteskan pada petak slide atau ring slide
3.Serum ditambahkan 1 tetes reagen asto kemudian diaduk selama S detik
4.Ring slide di goyangkan selama 2 menit lalu di amati hasilnya
3. Serum dengan hasil positif pada pemeriksaan kualitatif dilanjutkan pada pemeriksaan
semi kuantitatif

b.Semi Kuantitatif
1.Serum diencerkan dengan Nacl 0,8 %, misalnya 14, % dan seterusnya
2.Serum di teteskan 50 pi pada ring slide
3.Serum ditambahkan 1 tetes reagen latex kemudian di aduk selama 5 detik
4.Ring slide digoyangkan selama 2 menit lalu di amati hasilnya
5.Jika hasilnya positif maka di lanjutkan pada pengenceran berikutnya.

Pengenceran ASOIU/mL
Tanpa pengenceran 200
1 :2 400
1:4 800
1:8 1600
Interpretasi Hasil

•Hasil diamati secara makroskopik untuk ada atau tidak adanya gumpalan atau aglutinasi

dalam 1 menit dari rotator.

•Adanya aglutinasi terlihat menunjukkan kandungan anti-streptolisin O > 200 IU/mL.

•Serum titer didefinisikan sebagai pengenceran tertinggi menunjukkan aglutinasi positif.

Perkiraan titer ASO (IU/mL ) yang terdapat dalam sampel dapat diperoleh dengan

52
mengalikan titer dengan batas sensitivitas (200 IU/mL ). Sebagai contoh:

ASO (IU/mL) = pengenceran tertinggi dengan reaksi positif x 200


• Titer ASO < 200 IU/mL ditemukan pada 95 % dari populasi orang dewasa yang sehat
,nilai yang lebih tinggi ( hingga 300 IU/mL ) dapat ditemukan pada anak.
Keterbatasan prosedur .*

Penentuan ASO tunggal tidak menghasilkan banyak informasi. Oleh karena itu disarankan

agar titrasi kasus dilakukan pada interval dua mingguan selama 4 sampai 6 minggu untuk

memastikan perjalanan penyakit.

Tugas
1.Tuliskan jenis pemeriksaan lain untuk deteksi anti streptolisin o
2.Tuliskan keterbatasan prosedur
3.Interpretasikan hasil yang ditemukan

Lembar Kerja Mahasiswa

53
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

Rentang Nilai
Angka Lambang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

55
MODUL10
Pemeriksaan HbsAg

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa memahami reaksi imunologi terhadap infeksi virus

Dasar Teori

HBV adalah virus DNA beruntai ganda yang terbungkus dan tergabung dalam keluarga
hepadnavindae dan diakui sebagai penyebab utama penularan darah hepatitis bersama dengan virus
hepatitis C (HCV). Infeksi dengan HBV menginduksi spektrum manifestasi klinis mulai dari
penyakh ringan, tidak jelas hingga hepatitis fuhninan, penyakit hati kronis berat, yang pada beberapa
kasus dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hati. Klasifikasi infeksi hepatitis B membutuhkan
identifikasi beberapa penanda serologi yang dickspresikan selama tiga fase (inkubasi, akut dan
sembuh) dari infeksi. Sekarang beberapa tes diagnostik digunakan skrining, diagnosis klinis dan
manajemen diasease. Antigen permukaan hepatitis B atau HBsAg, yang sebelumnya digambarkan
sebagai antigen Australia^ adalah protein terpenting dari amplop virus hepatitis B. Antigen
permukaan mengandung determinat "a", umum untuk semua subtipe virus dan imunologis
dibedakan dalam dua subkelompok yang berbeda (ay dan ad). HBV memiliki 10 serotipe utama dan
empat subtipe HBsAg telah dikenali (adw, ady, ayw dan ayr). HbsAg dapat dideteksi 2 hingga 4
minggu sebelum tingkat ALT menjadi tidak normal dan 3 hingga S minggu sebelum gejala
berkembang.

56
Alat dan Bahan

1.Kantongfoil
2.Pipet
3.Timer
4.AlatujiHbsAg
5.Serum atau Plasma

Prosedur Kerja

Prosedur Kerja

1.Biarkan alat uji dan specimen menyeimbangkan suhu kamar sebelumnya


2.Untuk pengujian lepaskan perangkat uji dari kantong foil yang disegel dan
gunakan segera.
3.Hasil terbaik mungkin akan diperoleh j ika penguj ian di lakukan citra atlee
4.Setelah membuka kantung foil pegang pipet secara vertical mentransfer tiga
tetes serum atau plasma ke sumur specimen alat uji dan kemudian mulai timer
menunggu garis berwarna munul hasilnya harus dibaca dalam IS menit
5.Jangan menafsirkan hasilnya setelah 30 menit zat menganggu

Interpretasi Hasil

Tugas
1.Tuliskan jenis-jenis pemeriksaan indentifikasi virus Hepatitis B
2.Tuliskan metode-metode indentifikasi virus Hepatitis B
3.Interpretasikan hasil pengamatan anda

57
Lembar Kerja Mahasiswa

58
Pembahasan
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

Rentang Nilai
Angka Lambang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

60
MODUL 11
Respon Imun terhadap Penyakit Mikosis

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 tM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan basil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa memahami respon imun terhadap penyakit m ikosis

Dasar Teori

Rinosinusitis maksila kronik adalah infeksi mukosa dan/atau jaringan submukosa sinus

maksila yang berlangsung selama >12 minggu. Rinosinusitis kronik (RSK) merupakan proses

inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan prevalensi tinggi yang menjadi masalah

kesehatan global.Permasalahan yang disebabkan oleh RSK dapat menyebabkan beban ekonomi yang

tinggi dan berdampak pada penurunan kualitas hidup, produktivitas kerja, daya konsentrasi bekerja

dan belajar.

Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang umum ditemui. Di Amerika Serikat

prevalensi RSK pada dewasa mencapai 14%-16%.l Dari data tahun 2014 di Rumah Sakit dr. Saiftil

Anwar Malang, RSK menduduki peringkat ke tujuh penyakit terbanyak di Poli Telinga Hidung

Tenggorok-Bedah Kepala Leher (THT-KL) dengan jumlah 592 penderita (25,4%).2 Penyebab RSK
bersifat multifaktorial, termasuk di dalamnya peran mikroorganisme (bakteri dan jamur), inflamasi

akibat alergi maupun non alergi, serta berbagai penyebab non-mikroorganisme dan non-imunologik.

61
Penyebab utama dan terpenting adalah obstruksi ostium sinus

Peran jamur pada rinosinusitis sampai saat ini masih merupakan kontroversi dan telah

menjadi bahan perdebatan selama beberapa decade. Jamur bisa berperan sebagai mikroorganisme

dan sebagai aiergen. Jamur sebagai mikroorganisme akan melalui alur P-glucandarv dectin-1, serta

terkait dengan peningkatan Immunoglobulin G (IgG) Aspergillus fumigatus yang berhubungan

dengan infeksi kronik dan berulang pada sistem pernapasan yang kemudian mengakibatkan

peningkatan neutrofil, sehingga terjadi kerusakan mukosa sinus paranasal. Jamur sebagai aiergen

alur yang dilalui adalah sebagai reaksi hipersensitivitas tipe 1, yang berkaitan dengan peningkatan

Imunoglobulin E (igE) Aspergillus fumigatus yang mengakibatkan peningkatan eosinofil dan

menyebabkan kerusakan mukosa sinus paranasal.

Rinosinusitis jamur dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu rinosinusitis jamur invasif dan

non-invasif.5 Jamur yang paling banyak menyebabkan penyakit pada manusia adalah Aspergillus

fumigatus dan Mucor sp.5 Aspergillus spp. dan beberapa genus jamur lainnya memiliki p-glucan

yang merupakan suatu polimer glukosa atau polisakarida pada bagian dalam dinding sel jamur yang

berperan dalam aktivasi leukosit, stimulasi respon fagositosis dan sitotoksis, dan produksi oksigen

reaktif dan nitrogen.p-glucan diteliti sebagai penanda beberapa infeksi jamur dan sebagai

imunomodulator pada kadar tertentu. Agar peran sebagai imunomodulator dapat dicapai, dibutuhkan

peran reseptor pada tubuh pejamu untuk dapat mengenali P-glucan, dan peran tersebut dijalankan

oleh dectin-1.

Alat dan Bahan

1.TabungEDTA~

2.Kitflebotomi
3.Mikropipet
4.Tip

5.Vortex

6.ELISAKIT
7.Wadahsteril

8.PCR menggunakan instrumen Jena Bioscience DNA Preparation Kit, Intron Maxime PCR

Premix (master mix), DNA marker, IDT Primer DNA.

62
Prosedur Kerja

Prosedur:

1.Penderita rinosinusitis maksila kronik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

serta bersedia mengikuti penelitian, dilakukan pengambilan darah sebanyak 3 mL

untuk pemeriksaan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) IgE Aspergillus

fumigatus dan disimpan dalam tabung vacutainer dengan ethylenediaminetetraacetic

acid(EDTA).
2.Penderita kemudian menjalani pembedahan dengan antrostomi anterior (punksi fossa

kanina atau Caldwell Luc) yang dapat dilakukan dengan pembiusan umum maupun

lokal oleh Dokter Supervisor Divisi Rinologi Departemen Ibnu Kesehatan THT-KL

Rumah Sakit dr. Saiful Anwar. Pada pembedahan tersebut dilakukan pengambilan

spesimen jaringan mukosa sinus maksila, kemudian disimpan dalam wadah steril

dan selama transpor spesimen dengan menggunakan kotak pendingin yang

selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan ELISA IgE Aspergillus fumigatus.

3.Penderita akan ditetapkan menjadi subjek penelitian setelah spesimen yang diambil

dengan pembedahan diperiksa untuk identifikasi jamur Aspergillus fumigatus

dengan PCR. Pemeriksaan PCR menggunakan instrumen Jena Bioscience DNA

Preparation Kit, Intron Maxime PCR Premix (master mix), DNA marker, IDT

PrimerDNA.

Interpretasi hasil:

Rentang nilai 0,01 sampai 2,64.

Lembar Kerja Mahasiswa

63
Pembahasan

64
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa
: ' .. •

Rcntang Nilai

Angka Lambang Mutu

80 -100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

65
MODUL 12
Pemeriksaan Rapid Direct Test Malaria

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Simpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa memahami reaksi imunologi terhadap infeksi parasite

Dasar Teori

Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara-negara tropis dan

subtropis. Malaria adalah penyakit yang disebabkan olehsatu atau lebih dari empat Plasmodia yang

menginfeksi manusia: P. Falciparum, P. Vivax, P.ovale dan P.malariae (Mawan dkk, 2015).Setiap

tahun sekitar 1S00 orang didiagnosis dan dirawat karena malaria di Amerika Serikat. Diagnosis

malaria yang cepat dan akurat merupakan bagian integral dari pengobatan yang tepat bagi individu

yang terinfeksi. Standar emas untuk diagnosis malaria adalah mikroskop namun layanan ahli

mikroskop mungkin tidak tersedia 24/7 di semua fasilitas klinis di mana orang yang mungkin

terinfeksi malaria mencari pertolongan medis. Laboratorium klinis yang tidak dapat segera

menyediakan layanan mikroskopis malaria hams mempertimbangkan untuk memelihara

persediaan tes diagnostik cepat malaria

Penelitian terbaru telah mengembangkan metode diagnostik yang dapat diperbandingkan

dengan metode yang lazim (konvensional). WHO bersama para ilmuwan, ahli laboratorik, serta

66
peklinik mengembangkan alat uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDTs) yang mudah
dilakukan, tepat, sensiti^ dan sesuai biaya (cost-effective). Sebagian besar RDTs malaria

menggunakan asas imunokromatografi yang menggunakan antibodi monoklonal yaitu HRP-2

(Histidine Rich Protein ) untuk Plasmodium falciparum dan pLDH ( parasite Lactate

Dehydrogenase) untuk mengetahui Plasmodium vivax sebagai indikator infeksi. Ada beberapa

antigen malaria yang dapat digunakan sebagai sasaran (target) pemeriksaan ini, yaitu: HRP-2,

pLDH, dan Plasmodium aldolase. HRP-2 adalah protein larut air yang dihasilkan pada tahap

aseksual dan gametosit Plasmodium falciparum dan dikeluartekankan (diekspresikan) di mem bran

sel eritrosit. HRP-2 banyak dihasilkan oleh Plasmodium falciparum, sehingga merupakan sasaran

(target) antigen utama dalam membuat uji diagnostik cepat malaria.

RDT (Rapit Diagnostic Test) merupakan suatu pemeriksaan laboratorium yang digunakan

untuk mengdiagnosa penyakit malaria. Tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria di

dalam darah, dengan menggunakan prinsip immunochromatographic.WHO menjelaskan bahwa

RDT merupakan dipstick alternatif utama berdasarkan manifestasi klinis malaria,terutama pada

tempat yang tidak memiliki teknisi dan sarana mikroskopis berkualitas.selain itu RDT bermanfaat

pada unit gawat darurat dipelayanan medis,ketika kejadian luar biasa malaria,serta didaerah

tertinggal yang tidak tersdia fasilitas laboratorium klinis

Alat dan Bahan

1.BinaxNOW Malaria
-Alat Tes
-Reagen Penyangga Berisiko Mengandung Deterjen Dan Natrium Azida
2.Sampel Darah Dalam Tabung EDTA
3.Lancet
4.Tabung Kapiler
5.Biohazard
6.Stopwatch
7.APD (Alat Pelindung Diri)

Prosedur Kerja

1.Jika Anda Menggunakan Darah Vena,Specimen Darah Secara Perlahan


Menambahkan 15 pL Darah Ke Bagian Bawah Pada Sampel Ungu
2.Jika Anda Menggunakan Spesimen Darah Kapiler Perlahan Diterapkan Darah Dan
Tabung Kapiler Untuk Menutupi Seluruh Pada Sampel Ungu Disisi Kanan Perangkat
3.Setelah Bantalan Jenuh Buang Tabung Kapiler Ke Dalam Wadah Limbah Benda
Tajam Biohazard Setelah Anda Menambahkan Darah Ke Perangkat Uji
4.Setelah Itu Tambahkan Reagen A Sebanyak 2 Tetes Ke Bantalan Putih Yang Tepat
Berada Di Bawah Bantalan Ungu Dengan Cara Memegang Botol Secara Vertikal

67
Catalan:
-Biarkan Tetes Pertama Meresap Ke Dalam Bantalan Sebelum Menambahkan
Tetes Kedua
5.Jangan Menambahkan Reagent A Pada Bantalan Ungu
6.Selanjutnya Biarkan Spesimen Darah Menjalankannya
Catatan:
-Strip Tes Penuh Tidak Memungkin Darah Mengalir Ke Bawah Bantalan
Penyerap Dibagian Atas Setrip Karena Hal Tersebut Akan Menghambat
Pencucian Yang Optimal Sebelum Spesimen Darah Mencapai Dasar Putih
7.Bantalan Penyerap Yang Terletak Dibagian Atas Strip Uji Perlahan Ditambahkan
Sebanyak 4 Tetes Reagen A Yang Berada Disisi Kiri Ke Atas
Catatan*.

-Tetes 3 Dan 4 Mungkin Tidak Diserap Ke Dalam Bantalan


8.Selanjutnya Lepaskan Lapisan Perekat Dari Tepi Kanan Dan Tutup Perangkat Ini
Memungkinkan Reagen A Untuk Mencuci Atau Memberishkan Darah Dari Strip Tes
Catatan:
-Untuk Memastikan Penutup Tertutup Dengan Baik Tekan Sangat Kuat Di
Sepanjang Tepi Di Sebelah Kanan Tes
9.Kemudian Atur Waktu Selama 15 Menit
10.Setelah 15 Menit Segera Membaca Hasil Melalui Jendela Tampilan Saat Membaca
Hasil Miringkan Perangkat Untuk Mengurangi Silau
Catatan:
-Jika Perlu Gads Kontrol C Akan Muncul Pada Semua Tampilan Tes Yang Valid

Lembar Kerja Mahasiswa

68
Manado, 20
Tanda Tangan Dosen/Instruktur Nilai Mahasiswa

Rentang Nilai
Angka Lam bang Mutu

80-100 A 4
68-79 B 3
56-67 C 2
45-55 D 1
0-44 E 0

Saudara dikatakan lulus atau kompeten Saudara mendapatkan nilai minimal B

70
MODUL 13
Transplantasi

Waktu Pelaksanaan: 170 menit (1 TM x 170 menit)

Tempat Pelaksanaan: Laboratorium Immunoserologi

Metode: Demonstrasi, Observasi

Petunjuk Belajar

•Baca dengan cermat uraian materi;

•Baca dan siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan;

•Lakukan percobaan berdasarkan prosedur kerja

•Tuliskan hasil pengamatan pada lembar yang sudah disediakan;

•Uraikan pembahasan sesuai dengan instruksi pada bagian pembahasan

•Shnpulkan berdasarkan hasil percobaan dan tujuan pembelajaran

Maksud

Mahasiswa mampu menjelaskan dasar-dasar transplantasi, organ dan sel yang dapat
ditransplantasi dan reaksi penolakan terhadap transplantasi

Dasar Teori

Pertahanan tubuh kita dirancang untuk melindungi kita dari ancaman yang
berasal dari lingkungan. Untuk mencapai keadaan demikian system tubuh kita bekerja
untuk (1) mencegah ancaman potensial agar tidak masuk dalam tubuh (2) menolak
dan menghancurkan ancaman tersebut bila masuk dalam tubuh. Transplantasi merujuk
pada pemindahan sel-sel dan atau jaringan maupun organ dari satu orang ke orang
lainnya. Puluhan ribu transplan jantung, hati, pancreas, para, dan ginjal dilakukan
setiap tahun. Namun, transplant ginjal yang berhasil baru dilakukan selama kurang
lebih 50 tahun. Upaya-upaya awal (pertama kali pada manusia tahun 1935) berujung
pada penolakan segera karena ketidakcocokan golongan darah. Transplant ginjal yang
berhasil pertama kali dilakukan di antara kembar identik pada tahun 1954.

Rintangan utama pada transplantasi organ adalah kurangnya ketersediaan


organ dan penolakan imun terhadap organ yang ditransplantasikan akibat
ketidakcocokan imun donorresipien. Individu yang memberikan jaringan cangkok
disebut donor, individu yang menerima jaringan cangkok adalah resipien/inang.
Jaringan atau organ yang yang ditransplantasikan disebut sebagai tandur/cangkok

71
(graft) (Gambar 20). Terdapat bermacam-macam jenis tandur yaitu: (1) autograft
adalah suatu tandur dari orang yang sama (tandur diperoleh dari satu orang dan
ditransplantasikan ke bagian anatomis yang berbeda pada orang yang sama, misalnya
potongan kulit pada pasien luka bakar). Karena autograft diperoleh dari orang yang
sama, cangkok secara generis identik terhadap orang tersebut dan diterima. (2)
isograft, yaitu suatu tandur yang diperoleh dari seorang individu yang secara generic
identik dengan resipien, misalnya dari kembar identik, juga diterima. (3) allograft,
merupakan suatu tandur dari individu yang secara genetik berbeda dari spesies yang
sama, misal manusia ke manusia. Teknologi terkini juga menyelidiki pemakaian
xenograft, yang merupakan tandur dari spesies yang berbeda, misal dari primata non-
manusia ke manusia.

Gambar 20. Mekanisme penerimaan dan penolakan setelah transplantasi

Allograft dan xenograft akan selalu ditolak oleh resipien dengan sistem imun
normal. Antigen yang menjadi sasaran penolakan dinamakan alloantigen dan
xenoantigen, sedangkan antibodi dan sel T yang bereaksi melawan antigen tersebut
disebut alloreaktif dan xenoreaktif. Antigen allografts yang menjadi sasaran utama
reaksi penolakan adalah protein yang disandi oleh gen MHC(Major Histocompability
Complex). Gen dan molekul MHC homolog terdapat pada semua mamalia. MHC
manusia disebut sebagai kompleks human leukocyte antigen (HLA). Fungsi fisiologi
molekul MHC adalah menyajikan antigen untuk dikenali limfosit T. Harap diingat
bahwa setiap orang mengekspresikan 6 alel MHC kelas 1 (satu alel HLA-A, -B, dan —
C dari masing-masing orangtua (ayah dan ibu)), dan biasanya lebih dari 8 alel MHC
kelas II (satu alel HLA-DQ dan -DP, satu atau dua -DR dari masing-masing
orangtua, serta beberapa kombinasi dari HLA tersebut). Gen MHC bersifat sangat
poliformik, dengan lebih dari 13.000 alel HLA pada seluruh manusia, menyandi
sekitar 2200 protein HLA-A, 2900 protein HLA-B, dan 1300 protein DR B. Karena
alel-alel ini dapat diwariskan dan diekspresikan dalam berbagai kombinasi, maka
setiap individu kemungkinan besar akan mengekspresikan protein MHC yang berbeda
dengan individu yang lain, sehingga akan terlihat sebagai antigen asing oleh sistem
imun individu yang berbeda, kecuali pada kasus kembar identik. Anda dapat melihat
ilustrasinya di link berikut https://www.voutube.com/watch?V:=t9TvTmddanE

72
Penolakan jaringan cangkok diklasifikasikan menjadi hiperakut, akut, dan
kronik berdasarkan gambaran klinis dan patologis (gambar 4.7 dan 4.8). Klasifikasi
ini dirancang berdasarkan penolakan allograft ginjal, dan tetap bertahan baik sampai
sekarang.

1.Penolakan hiperakut, terjadi hanya dalam hitungan menit setelah transplantasi dan
ditandai dengan thrombosis pembuluh darah serta nekrosis iskemik jaringan
cangkok. Penolakan ini diperantarai oleh antibodi di dalam darah yang spesifik
untuk antigen pada sel endotel jaringan cangkok dan telah ada sebelum
transplantasi. Antibodi yang telah terbentuk sebelumnya ini dapat berupa antibodi
IgM alami spesifik terhadap molekul MHC allogeinik karena transfiisi darah
sebelumnya, kehamilan, atau transplantasi organ. Penolakan hiperakut ini bukan
merupakan masalah umum pada transplantasi klinis, karena setiap donor dan
resipien dicocokkan jenis darahnya dan dilakukan tes crossmatch (resipien dites
adanya antibodi terhadap sel calon donor).

2.Penolakan akut, terjadi dalam hitungan hari atau minggu setelah transplantasi, dan
merupakan penyebab utama terjadinya kegagalan cangkok jaringan dini.
Penolakan akut diperantarai oleh sel T dan antibodi spesifik terhadap alloantigen
pada jaringan cangkok. Sel T dapat berupa CTL CD8+ yang langsung
menghancurkan sel jaringan cangkok atau sel CD4+ yang mensekresi sitokin dan
memicu inflamasi, yang akan menghancurkan jaringan cangkok. Sel T juga
bereaksi terhadap sel-sel dalam pembuluh darah jaringan cangkok, sehingga
menyebabkan kerusakan vaskular. Antibodi berperan terutama pada komponen
vascular pada penolakan akut. Kerusakan pada pembuluh darah jaringan cangkok
yang diperantarai antibodi terutama disebabkan oleh aktivasi komplemen melalui
jalur klasik.

3.Penolakan kronik, adalah suatu bentuk kerusakan jaringan cangkok yang


berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, menyebabkan hilangnya
fimgsi jaringan cangkok yang progresif. Penolakan kronik dapat bermanifestasi
sebagai fibrosis pada jaringan cangkok serta penyempitan pembuluh darah secara
bertahap, dinamakan arteriosklerosis jaringan cangkok. Penyebab lesi tersebut
adalah sel T yang bereaksi melawan alloantigen jaringan cangkok dan mensekresi
sitokin yang merangsang proliferasi dan aktivitas fibroblast dan sel otot polos
vaskular di jaringan cangkok. Alloantibodi juga berperan pada penolakan kronik.

73
DAFTAR PUSTAKA

50. Bandung: Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih

Ahmad Arsyadi. 2014.Laporan Resmi Praktikum Fisiologi Hewan Sistem Imun. Universitas
IslamNegeriSunanKalijagaYogyakarta
https://www.researchgate.net/publication/328829628 Sistem imun 1

Eva Ayu Maharani, Ganjar Noviar, 2018. Modul Imunohematologi dan Bank Darah.

Fifin Pradina Duhitatrissari, Endang Retnoningsih, Iriana Maharan (2018). Korelasi IgE

terhadap rasio neutrofil/eosinofil jaringan dan darah penderita rinosinusitis kronik

Aspergillus fumigatus.

Http://jurnal.ukh.ac.id/inex.php/JK/article/download/34/89

Https://eiurnal.stikes-bth.ac.id/index.php/P3M JKBTH/article/view/454

Kiswari, R., 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Maharani I, Suheryanto R, Retnoningsih E. Airborne fimgi in chronic rhinosinusitis patiens

maxillary sinus lavage at Dr. Saiful Anwar Hospital Malang. Bali Medical Journal.

2016;5(2):18-24

Nina M, Retno M. W. 2018. Imunoserologi: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia

Kesehatan

Nugraha, Gilang (2015) Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.Jakarta: CV

Trans Info Medika

Oktari, Anita dkk. 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode Slide
DenganReagen Serum Golongan darah A, B, OJurnal Teknologi Laboratorium. Vol. 5 No.
2:49

Pemeriksaan Rheumatoid Faktor Pada Penderita Tersangka Rheumatoid Arthritis " Agnes
Sri Harti, Dyah Yuliana, Prodi S-l Keperawatan, stikes Kusuma Husada Surakarta

Penulis Tri Wijayanti, SKM, M.Sc Instalasi Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara

Rheumatoid Factor (Rf) Pada Lanjut Usia

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Alfamedia dan Kanal Medika,

Yogyakarta

74
Santosa, B. 2010. Differential Counting berdasarkan Zona Baca Atas dan Bawah pada

Preparat Darah Apus. Presiding Seminar Nasional UNIMUS. 2010, Semarang, Indonesia.Hal

1.

wastini, D.A dkk. 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus Pelajar Kelas 5 Dan 6
SekolahDasar Di Desa Taro Kecamatan Tegallalang Gianyar Jurnal Udayana Mengabdi.
Vol.15 No. 1: 69. Bali: Universitas Udayan

Yudhistira,l Ninik Sukartini,2 Suzanna Immanuel,2 Iris Rengganis3 1 Program Pendidikan Dokter

Spesialis Patologi Klinik, 2Departemen Patologi Klinik, 3Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteraii Uriiversitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo,

Jakarta, Indonesia "Jurnal Penelitian Evaluasi Pemeriksaan Imunoglobulin E Spesi k

Menggunakan Immunoblot Assay dengan Baku Etnas Skin Prick Test"

75

Anda mungkin juga menyukai