Anda di halaman 1dari 46

DIKTAT PRAKTIKUM KIMIA DASAR

Kelas Layanan (Masa Pandemi Covid-19)

Disusun oleh:
Dr. Yuniar Ponco Prananto, MSc
dan Tim Laboratorium Kimia Dasar

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
Tata Tertib Praktikum (Daring) Kimia Dasar

Pendaftaran praktikum
1. Pendaftaran praktikum dilakukan pada minggu pertama perkuliahan dengan cara
mengirimkan email ke: soerjani_chem@ub.ac.id oleh ketua tingkat atau perwakilan
kelas. Email berisi semua biodata praktikan di kelas tersebut, yaitu: Nama, NIM,
alamat email, no telp/HP.
2. Selanjutnya PLP/laboran akan mendistribusikan nama-nama praktikan ke dalam
beberapa kelompok, dimana satu kelompok akan di dampingi oleh satu asisten.
3. Setelah kelompok terbentuk, asisten akan memasukkan semua data praktikan dan
informasi praktikum di Google Classroom (GCR). Setiap praktikan wajib mengikuti
aktifitas di GCR sebagai pengganti aktifitas praktikum di laboratorium.

Jadwal praktikum
1. Setiap kelas memiliki jadwal praktikum masing-masing, sangat disarankan untuk
tidak pindah kelas, kecuali atas ijin tertulis dari ketua jurusan masing-masing.
2. Praktikum dilakukan dengan sistem daring menggunakan gabungan fasilitas yaitu
Google Classroom (GCR) dengan media Zoom, Skype, atau G-meet. Pemberian
materi praktikum, ujian pendahuluan, pretes, dan laporan diberikan dan dikumpulkan
di GCR.
3. Selama masa UTS, tidak ada praktikum (daring). Apabila jadwal praktikum
berbenturan dengan hari libur nasional, atau libur universitas, maka jadwal praktikum
diundur di minggu berikutnya atau diganti di jadwal lain yang disepakati oleh
praktikan dan asisten/dosen.
4. Jadwal praktikum tersaji di tabel berikut:
Pertemuan 1 Briefing praktikan, K3 Kimia
Pertemuan 2 Ujian Pendahuluan, Pengenalan alat dan bahan kimia
Pertemuan 3 Preparasi larutan
Pertemuan 4 Pembakuan Larutan
Pertemuan 5 Identifikasi reaksi kimia sederhana
Pertemuan 6 Pemisahan padatan dari larutan
Pertemuan 7 Reaksi redoks
Pertemuan 8 Penentuan pH larutan
Pertemuan 9 Destilasi larutan biner
Pertemuan 10 Analisa kolorimetri
Pertemuan 11 Tutorial dan diskusi
Pertemuan 12 UAP

2
Penilaian praktikum
1. Penilaian meliputi: ujian pendahuluan (10%), pretes (25%), praktek (20%), laporan
(25%), dan UAP (20%). Selama masa pandemi, nilai praktek digantikan oleh nilai
kehadiran dan keaktifan diskusi.
2. Ujian pendahuluan diberikan setelah praktikan mendapatkan briefing dan penjelasan
tentang materi K3 Kimia oleh asisten/dosen (di pertemuan kedua).
3. Selama pandemi, UAP dilakukan dengan metode ujian tulis (daring).
4. Setiap keterlambatan pengumpulan tugas, laporan atau ujian, akan mendapatkan
sanksi pengurangan nilai sebesar 15% dari nilai awal yang didapatkan praktikan.
Khusus laporan, apabila keterlambatan melebihi 24 jam dari batas waktu, maka
praktikan dianggap tidak mengumpulkan.

Petugas Laboratorium Kimia Dasar


1. Ketua Laboratorium : Dr. Yuniar Ponco Prananto, MSc
2. PLP/Laboran : Nur Yusrina
Soerjani Widyastuti, S.Komp
3. Koordinator asisten tiap kelas:
Kelas Nama No WA
Fisika A Yana Yunita +62 812-5953-6541
Fisika B Ridho Arief Al Rasyid +62 812-3496-1164
Fisika C Putri Nuzilla Shafira +62 823-5245-9554
Fisika D Boyfannie Ivan Putra +62 821-5404-5506
Fisika E Leo Krisna +62 821-5199-5012
Fisika F Rafi Dwiasis W +62 811-1991-335
Biologi A Dwi Nur Arifiani +62 822-3600-4590
Biologi B Safira Firdausi +62 877-7179-7338
Biologi C El Fajriyah Auliya Putri +62 856-4642-0684

Hal – hal lain yang belum djelaskan dalam diktat ini akan ditentukan kemudian dan
dikondisikan sedemikian rupa sehingga tujuan akhir praktikum dapat terpenuhi tanpa
melanggar protokol kesehatan selama masa pandemi.

3
Pertemuan 1
Keamanan dan Keselamatan Kerja – Laboratorium Kimia

Catatan: dalam kondisi pandemi, K3 Kimia tidak diterapkan secara langsung namun
diharapkan praktikan memahami sistem K3 ini sehingga dapat digunakan dalam kegiatan
praktikum selanjutnya di masa non-pandemi. Untuk informasi lebih rinci, silahkan membaca
modul penunjang praktikum kimia dasar.

1.1. Tujuan
Mempelajari dan menerapkan keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium kimia
dasar.

1.2. Dasar Teori


Dalam rangka meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium,
beberapa aturan perlu diterapkan sehingga potensi kecelakaan saat beraktifitas di
laboratorium dapat dikurangi. Potensi kecelakaan kerja di dalam laboratorium dapat berasal
dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari individu yang bekerja, misalnya
kelelahan, tidak fit, tidak fokus atau sulit konsentrasi, ceroboh, dan tidak serius dalam
bekerja. Sedangkan faktor eksternal meliputi (1) bahan kimia, (2) sumber energi (listrik, dan
air), (3) fasilitas (meja, kursi, dll) dan peralatan (alat gelas, elektronik, instrumentasi, dll), (4)
posisi/tata letak (ergonomis) dan tata ruang, dan (5) sistem kerja yang digunakan.
Peran setiap individu dalam menjaga kesehatan dan stamina sangat penting dalam
menurunkan pengaruh faktor internal, sementara faktor eksternal dapat dikondisikan
melalui penerapan sistem K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang disesuaikan
dengan kebutuhan Laboratorium Kimia Dasar. Misalnya lokasi dan tata letak untuk
praktikum diusahakan sedemikian rupa sehingga tersedia cukup ruang untuk melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman. Terlalu banyak praktikan dalam satu area perlu
dihindari. Peralatan yang tersedia juga harus memenuhi standar dan terjamin aman selama
digunakan.
Selain itu, penggunaan alat proteksi diri (APD) bersifat wajib dalam setiap kegiatan
di Laboratorium Kimia Dasar yang berhubungan dengan bahan kimia secara langsung atau
pekerjaan lainnya yang berpotensi bahaya. Secara sederhana yang dimaksud dengan APD,
atau Personal Protective Equipment (PPE) adalah “seperangkat alat yang digunakan
tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi
bahaya/kecelakaan kerja”. APD merupakan suatu alat yang dipakai tenaga kerja dengan
maksud menekan atau mengurangi resiko masalah kecelakaan akibat kerja yang akibatnya
dapat timbul kerugian bahkan korban jiwa atau cedera. Alat pelindung diri sesuai dengan
istilahnya, bukan sebagai alat pencegahan kecelakaan namun berfungsi untuk memperkecil
tingkat cederanya. APD harus memiliki fungsi untuk melindungi pemakainya dalam
melaksanakan pekerjaannya dan dapat memperkecil akibat/resiko yang mungkin timbul.
APD yang digunakan bervariasi tergantung jenis pekerjaan dan potensi bahayanya.
Setiap mahasiswa dan asisten yang akan praktikum luring di Laboratorium Kimia Dasar

4
wajib memenuhi standar minimal keselamatan kerja (Gambar 1), meliputi jas laboratorium
lengan panjang, sepatu tertutup, dan kaca mata laboratorium. Individu yang berambut
panjang wajib mengikat rambutnya sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalannya
aktifitas di lab. Sarung tangan lab wajib digunakan saat bekerja dengan bahan kimia korosif,
iritan, dan berbahaya, misalnya asam, basa, pelarut organik, garam transisi atau logam
berat, dll. Aktifitas makan, minum, atau merokok dilarang di dalam laboratorium. Sangat
disarankan untuk tidak menggunakan headset, bercanda secara berlebihan, atau
melakukan aktifitas yang membahayakan diri sendiri atau rekan kerja saat beraktifitas di
laboratorium. Selain itu, aktifitas khusus seperti pelarutan asam dari larutan yang pekat atau
pengambilan pelarut organik (volatile) dari botol utama wajib dilakukan di dalam lemari asam
untuk menghindari paparan kabut atau uap yang bersifat korosif dan berbahaya bagi
kesehatan.

Jas Lab – Lengan panjang Sepatu tertutup

Kaca mata pengaman Sarung tangan

Mengikat rambut panjang Tidak makan - minum


Gambar 1. APD sebagai syarat masuk sebelum bekerja dan aturan yang harus dipenuhi
saat praktikum di Laboratorium Kimia Dasar.

Setiap wadah atau botol berisi bahan kimia yang digunakan dalam praktikum harus
dilabeli dengan informasi yang lengkap untuk menjamin bahwa bahan yang digunakan
adalah tepat dan tidak salah ambil. Selanjutnya, wadah atau botol tersebut harus ditutup
dengan sempurna, ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau, jauh dari sumber api,
aman dari goncangan sehingga menurunkan resiko terjadinya tumpahan atau kebocoran
wadah, misalnya pecah karena tersenggol. Informasi yang ditulis di botol meliputi: (1) nama
bahan kimia, bila perlu rumus senyawanya, (2) konsentrasi, (3) label bahaya, (4) nama
pemilik, dan (5) tanggal pembuatan.
Kecelakaan kerja sangat tidak diharapkan dan harus dicegah secara sistematis. Ada
dua hal penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu (1) terjadi secara kebetulan dan (2)
kondisi kerja yang tidak aman. Kecelakaan yang terjadi secara kebetulan dianggap sebagai
5
kecelakaan dalam arti asli (genuine accident) sifatnya tidak dapat diramalkan dan berada di
luar kendali manejemen laboratorium. Misalnya, praktikan menjatuhkan bahan kimia karena
kaget saat terjadi gempa bumi. Sedangkan untuk kondisi kerja yang tidak aman meliputi
faktor-faktor sebagai berikut: (a) peralatan yang tidak terlindungi secara benar, (b) peralatan
yang rusak, (c) prosedur yang berbahaya di sekitar peralatan laboratorium yang tidak aman
(misal karena terlalu penuh), (d) cahaya yang tidak memadai, suram, dan kurang
penerangan, (e) ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup, atau sumber
udara tidak murni. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor ini, kita dapat meminimalkan
kondisi yang tidak aman, misalnya dengan cara membuat daftar kondisi fisik dan mekanik
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Faktor lain yang dapat meningkatkan potensi resiko kecelakaan kerja yaitu suhu,
tekanan, dan konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Ketika suhu yang tinggi diperlukan
untuk melakukan suatu aktifitas maka harus dipastikan alat yang digunakan sudah
terkalibrasi sehingga suhu yang digunakan sesuai dengan pengukuran. Area di sekitar alat
tersebut juga harus dikondisikan aman, misalnya bahan kimia dijauhkan dan peralatan
gelas atau ATK yang tidak dipakai dapat disingkirkan sehingga tidak mengganggu aktifitas
tersebut. Apabila diperlukan, sarung tangan penahan panas dapat digunakan. Selain suhu,
tekanan di atas 1 atm terkadang diperlukan untuk mempercepat reaksi, akan tetapi apabila
tekanan sistem melampaui batas alat yang diperkenankan maka dapat terjadi letupan atau
bahkan ledakan yang berakibat fatal. Sedangkan untuk konsentrasi bahan kimia, semakin
tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin tinggi pula resiko bahayanya. Meskipun di
Praktikum Kimia Dasar hanya menggunakan konsentrasi yang relatif encer (maksimal 1M),
saat menggunakan bahan tersebut kita tetap wajib memperhatikan potensi bahaya dari
setiap bahan, misalnya korosif, mudah terbakar, penyebab iritan, dll. Oleh karena itu,
penggunaan APD yang seperti kaca mata lab dan sarung tangan sangat disarankan.
Pengambilan, pemindahan, dan pembuangan bahan kimia juga harus memperhatikan
prosedur yang sudah ditetapkan. Apabila praktikan ragu, dapat berkomunikasi terlebih
dahulu dengan asisten/laboran.dosen koordinator.
Kondisi fisik dari peralatan dan laboratorium serta lingkungan sekitar juga
berkontribusi terhadap terjadinya kecelakan kerja di laboratorium. Instalasi listrik yang ala
kadarnya, modifikasi alat yang tidak sesuai standar, kondisi meja praktikum/lemari asam
yang rusak, hingga polusi suara dapat mengganggu aktifitas dan konsentrasi praktikan.
Penyediaan sarana dan prasarana yang aman dan kondusif adalah tanggung jawab
manajemen laboratorium. Khusus di Laboratorium Kimia Dasar, setiap masuk waktu sholat,
praktikan dan asisten harap mengkondisikan dirinya dengan suara yang keras karena
lokasinya yang bersebelahan dengan masjid FMIPA.
Setiap kejadian kecelakaan kerja, baik minor maupun mayor, termasuk kerusakan
alat gelas, harus dilaporkan melalui asisten/laboran/dosen koordinator dan
didokumentasikan untuk keperluan lebih lanjut. Informasi yang dicatat meliputi: (1) tanggal
dan waktu kejadian, (2) nama korban/pelaku, (3) sumber kecelakaan dan penjelasan
kejadian, (4) penangangan, dan (5) foto/video (khususnya bila skala mayor). Setiap
informasi kecelakaan kerja dapat digunakan sebagai bahan evaluasi perbaikan manajemen
K3 di laboratorium. Karena praktikan adalah mahasiswa baru, potensi kerusakan alat gelas

6
cukup tinggi sehingga asisten diharapkan lebih proaktif dalam mendampingi praktikan saat
bekerja di laboratoium. Praktikan juga diharapkan berkonsentrasi saat praktikum dan
sedapat mungkin menghindari aktifitas tidak penting lainnya misalnya bercanda, chatting,
dll.
Menurut NEPA dan NFPA (Amerika Serikat), setiap bahan kimia harus dilengkapi
dengan diagram warna berbentuk belah ketupat (Gambar 2) yang menyatakan tingkat
bahaya suatu bahan dari tingkat 0 (aman) sampai 4 (berbahaya). Setiap kode angka
tersebut memiliki kondisi (a) bahaya kesehatan atau health (biru), (b) bahaya kebakaran
atau fire (merah), dan (c) bahaya reaktifitas atau reactivity (kuning) yang berbeda-beda
(Tabel 1). Semakin tinggi angka yang tertera maka potensi bahaya bahan kimia juga
semakin tinggi. Selain itu, bahaya spesifik juga ditambahkan di bagian bawah diagram
(putih), misalnya OXY (oxidizer), ACID (acid), ALK (alkali), COR (corrosive), dan W (use no
water), BIO (biohazard), dll.

Tabel 1. Simbol dan kode tingkat bahaya bahan kimia menurut NEPA-USA.
Tingkat Bahaya kesehatan Bahaya kebakaran Bahaya reaktifitas
(health) (fire) (reactivity)
0 Tidak berbahaya Tidak dapat terbakar Stabil
LD50 > 2000 mg/Kg
1 Penyebab iritasi atau Dapat dibakar tapi Stabil pada suhu
cedera ringan memerlukan pemanasan normal tapi tidak
LD50 = 500-2000 mg/Kg terlebih dahulu stabil pada suhu
FP > 93°C (200°F) tinggi
2 Pemaparan intensif dan Perlu sedikit pemanasan Tidak stabil, bereaksi
terus menerus berakibat sebelum bahan dapat terbakar hebat karena
serius, kecuali ada 38 < FP < 93 °C perubahan suhu dan
pertolongan tekanan, tapi tidak
LD50 = 50-500 mg/Kg meledak
3 Berakibat serius atau Cair atau padat, dapat Mudah meledak
cedera permanen pada dinyalakan pada suhu biasa karena sumber yang
pemaparan singkat (ruang) kuat misal suhu
meskipun ada FP < 23°C (BP ≥ 38°C) tinggi atau getaran
pertolongan FP > 23°C (BP < 38°C)
LD50 = 5-50 mg/Kg
4 Penyebab kematian, Segera menguap dalam Mudah meledak
cedera fatal, meskipun keadaan normal dan dapat pada suhu normal,
ada pertolongan terbakar secara cepat sensitif terhadap
LD50 ≤ 5 mg/Kg FP < 23°C (73°F) panas dan mekanik
BP > 38°C (100°F)
FP: flash point; BP: boiling point

7
Gambar 2. Beberapa contoh label dari bahan kimia berdasarkan NEPA-USA
(dari kiri ke kanan: NaOH, H2C2O4, HNO3, benzamida).

Berdasarkan sifat alamiahnya, bahan kimia juga dapat dikategorikan menjadi


(Gambar 3) bahan kimia mudah meledak (explosive), mudah terbakar (flammable), mudah
mengoksidasi (oxidise), korosif (corrosive), beracun (toxic), berbahaya untuk kesehatan
(health hazard), mudah mengiritasi (irritant), berbahaya untuk lingkungan (environment
hazard), dan gas bertekanan tinggi (pressured gas). Satu bahan kimia dapat memiliki lebih
dari satu kategori bahaya misalnya: asam nitrat termasuk bahan korosif dan bersifat
oksidator.

Gambar 3. Piktogram sifat bahaya bahan kimia.

8
Beberapa hal penting berkaitan dengan penerapan K3 (luring) di laboratorium.
1. Pelajari dan kenali situasi dan lokasi di dalam dan sekitar laboratorium, misalnya
zona kuning, zona merah, area limbah, lemari asam, pintu keluar, saklar listrik utama,
lokasi kotak P3K, lokasi APAR, lokasi safety shower, emergency exit dan assembly
point. Beberapa contoh rambu bahaya disajikan di Gambar 4.
2. Perhatikan individu-individu yang bekerja di laboratorium saat itu sehingga bisa
saling menjaga diri.
3. Letakkan barang-barang pribadi anda dalam kondisi yang aman dan terjaga (dalam
pengawasan anda) di lokasi yang sudah ditentukan.
4. Jangan memaksakan diri untuk bekerja di laboratorium apabila kondisi kesehatan
fisik dan mental anda tidak prima atau sedang bermasalah.
5. Gunakan APD sesuai aturan dan kebutuhan; rambut panjang atau jilbab harus
dirapikan sehingga tidak ada potensi mengganggu aktifitas misalnya terjerat
peralatan atau terbakar api.
6. Pastikan emergency kits/contact mudah diakses.
7. Lemari asam digunakan untuk bekerja dengan bahan kimia konsentrasi pekat dan
bahan berbahaya. Apabila memnungkinkan, jerap uap beracun yang keluar dari
reaksi ke dalam air dengan bahan yang sesuai atau lakukan percobaan dalam lemari
asam yang aktif. Asam pekat diencerkan dengan menuang asam pekat ke dalam air,
tidak sebaliknya.
8. Limbah cairan dan padatan harus dibuang/dikumpulkan ke dalam wadah limbah
yang sudah disediakan, sesuai dengan labelnya.

Gambar 4. Contoh rambu bahaya di laboratorium kimia.

1.3. Ujian Pendahuluan


Ujian tulis ini bersifat individu dan tutup buku dengan waktu 50 menit. Ujian diberikan di
lembar terpisah dan dikerjakan secara daring, dikumpulkan di GCR. Ujian terdiri dari dua
bagian yaitu soal pilihan ganda dan soal isian. Dilarang bekerja sama dalam bentuk apapun
saat ujian berlangsung!

9
Pertemuan 2
Pengenalan Alat dan Bahan Kimia

2.1. Tujuan
Mempelajari fungsi dan cara kerja peralatan serta mengetahui cara penggunaan bahan-
bahan kimia serta penanganan limbah di laboratorium kimia dasar.

2.2. Dasar Teori


Setiap peralatan gelas maupun non-gelas di laboratorium kimia memiliki fungsi dan
cara kerja masing–masing. Penggunaan alat yang tidak sesuai dengan fungsinya maupun
penggunaan alat yang tidak mengikuti standar cara kerja akan mengakibatkan
ketidaktelitian atau kesalahan pengukuran, kesalahan analisa, ketidak-akuratan data,
kerusakan alat, hingga kecelakaan kerja. Oleh karena itu, pemahamam tentang fungsi dan
cara kerja alat sangat penting dalam aktifitas di laboratorium.
Sedangkan pengetahuan dasar bahan kimia diperlukan untuk memastikan bahwa
penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahan kimia tidak memberikan dampak
negatif kepada manusia dan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan bahan kimia yang
memadai juga akan mengurangi setiap potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan
tersebut. Dengan mengkombinasikan pengetahuan peralatan laboratorium dan bahan
kimia, diharapkan pekerjaan di laboratorium akan semakin efektif dan aman bagi manusia
dan lingkungan.

2.3. Peralatan Dasar Laboratorium


Berikut ini adalah fungsi dan cara kerja beberapa peralatan gelas dan non gelas yang
seringkali digunakan di laboratorium kimia dasar.
2.3.1 Timbangan
Timbangan (balance) dipakai untuk mengetahui massa suatu contoh/sampel bahan.
Ada beberapa jenis timbangan yang umum digunakan di laboratorium kimia: timbangan
triple beam, timbangan pembebanan atas / top loading balance, dan timbangan presisi
Mettler (Gambar 5). Timbangan presisi (terkadang disebut dengan timbangan analitik)
memiliki sensitivitas tinggi dan batas beban maksimum yang harus dipatuhi. Cara
penggunaan timbangan presisi Mettler adalah sebagai berikut:
• Sebelum dan sesudah memakai neraca presisi ini, bersihkan ruang neraca dengan
kuas yang telah tersedia.
• Atur kedudukan neraca dengan memutar - mutar knop kanan-kiri di bagian bawah
alat, hingga gelembung udara waterpass tepat di tengah-tengah lingkaran.
• Tekan plat kontrol pada posisi ON, dan tunggu hingga panel menunjukkan angka
0,0000.
• Langkah penimbangan: siapkan botol timbang atau gelas arloji kosong yang bersih
dan kering sebagai wadah bahan, kemudian tempatkan di atas piring timbang.
Timbangan akan menunjukkan besarnya massa botol timbang atau gelas arloji

10
kosong. Bila diperlukan, massa wadah bahan ini dapat dicatat. Tekan plat kontrol
untuk re-zero, panel akan kembali menunjukkan 0,0000. Lalu bahan dapat diletakkan
di wadah sedikit demi sedikit.
• Tekan plat kontrol pada posisi OFF, dan bersihkan neraca dengan kuas.

Gambar 5. Timbangan triple beam (kiri atas), timbangan top loading balance (kanan atas),
dan timbangan presisi Mettler (bawah).

2.3.2 pH-meter
Alat pH meter (Gambar 6) digunakan untuk mengukur derajat keasaman (pH) suatu
larutan dengan rentang 0–14 dan ketelitian hingga angka desimal. Alat ini bisa berbentuk
sederhana (seperti tongkat kecil) maupun berbentuk lebih kompleks (pH-meter bench-top)
Alat ini dilengkapi dengan elektroda gelas yang tidak boleh dibiarkan kering, sehingga harus
disimpan dalam kondisi basah. Sebelum dan sesudah digunakan, elektroda tersebut harus
sudah dicuci bersih. Alat ini juga perlu dikalibrasi menggunakan larutan dengan pH tertentu
yang diketahui (umumnya larutan penyangga). Saat penggunaan, elektrode dimasukkan ke
dalam larutan namun tidak sampai menyentuh bagian bawah wadah gelas, pengamatan
dilakukan hingga diperoleh angka yang relatif konstant.

Gambar 6. pH-meter bench-top (kiri) dan indikator pH universal (kanan).

Selain menggunakan pH-meter, pengukuran pH suatu larutan dapat dilakukan


dengan menggunakan kertas indikator (misalnya indikator universal, kertas lakmus
merah/biru), namun memiliki rentang ketelitian yang tidak terlalu spesifik.

11
2.3.3. Pipet
Pipet merupakan salah satu alat gelas yang sering digunakan di laboratorium untuk
mengambil/memindahkan sejumlah volume larutan. Terdapat empat jenis pipet yaitu pipet
tetes, pipet volume, pipet ukur, dan micro-pipet. Pipet tetes tidak bersifat kuantitatif dan
digunakan untuk keperluan seperti penambahan air tetes demi tetes saat penandabatasan
larutan di labu ukur atau saat penandabatasan volume larutan dengan gelas ukur,
penambahan reagen uji atau larutan indikator asam basa ke tabung reaksi, dll. Penggunaan
pipet tetes (sebaiknya hanya sekali pakai) dilakukan dengan menekan karet udara,
kemudian memasukkan ujung pipet ke dalam larutan dan melepaskan karet udara secara
perlahan. Untuk mengeluarkan kembali isi larutan, karet udara tersebut ditekan kembali
sesuai kebutuhan atau larutan di dalam pipet tetes tersebut habis.
Pipet volume atau juga disebut dengan pipet gondok (volummetric pippete)
digunakan untuk memindahkan zat cair sejumlah volume tertentu secara kuantitatif sesuai
kapasitas alat dengan tingkat akurasi yang tinggi (Gambar 7). Setiap pipet volume memiliki
hanya satu ukuran volume tanpa nilai antara, misalnya 1 mL, 5 mL, 10 mL. Zat cair atau
larutan dipipet dengan cara menarik cairan ke dalam pipet menggunakan bola hisap
(suction bulb). Untuk menggunakan pipet ini, pertama bilas dengan cairan yang akan
diambil, lalu tarik cairan hingga 1-2 cm di atas tanda batas, cairan yang menempel di luar
ujung pipet bawah dikeringkan. Cairan dibiarkan mengalir pelan sampai meniskus-bawah
mencapai garis tanda. Dalam mengamati meniskus, pipet harus pada posisi vertical dan
posisi penglihatan harus horisontal / sejajar (Gambar 8). Kemudian keluarkan cairan secara
pelan sampai meniskus-bawah tepat pada tanda garis. Kemudian ketika menuangkan
isinya, pipet harus dalam keadaan vertikal dan ujungnya menyentuh dinding wadah. Pada
saat akhir, biarkan ujung pipet menempel pada sisi dalam erlenmeyer selama 15 detik untuk
memberi kesempatan kepada zat cair yang masih di dalam pipet untuk keluar. Sisa zat cair
yang ada di ujung pipet tidak boleh ditiup keluar.

Gambar 7. Pipet volume (kiri) dan pipet ukur (kanan).

Pipet ukur (graduated pipette) berbentuk tabung silinder panjang dengan penampang
lubang seragam pada bagian memanjang yang diberi skala. Teknik pemakaiannya sama
dengan pipet volume, namun volume yang dipindahkan dapat disesuaikan dengan skala.

12
Pipet ini memiliki beberapa ukuran volume dengan nilai antara sehingga umumnya pipet
ukur memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan pipet volume.

Gambar 8. Cara membaca meniskus bawah

2.3.4 Bola Hisap


Bola hisap (suction bulb) digunakan untuk menghisap cairan dari suatu wadah ke
dalam pipet. Terdiri dari satu bola dengan ujung pendek di atas dan ujung panjang di bawah
(berupa pipa sempit). Umumnya bola hisap terbuat dari karet dan berwarna oranye. Ujung
bawah bercabang sedikit ke samping (Gambar 9). Sebelum dipakai menghisap, bola
dikosongkan dengan menekan bagian utama bola dan ujung atas pipa (A). Selanjutnya,
pasang ujung bawah pipa ke pipet. Pijit pipa bawah bola (S) untuk membiarkan cairan
terhisap ke atas (jangan sampai larutan apa pun masuk ke bagiand alam bola hisap). Lepas
pijitan, hisapan akan berhenti. Cairan dapat dikeluarkan dengan memijit pipa cabang (E).
Pipet dimasukkan melalui ujung bawah dan jangan sampai melebihi pipa cabang. Sesudah
menggunakan karet hisap ini, bola harus segera dilepaskan dari pipetnya dan udara
dibiarkan masuk bola kembali. Pastikan ketika menekan bagian A, S, atau E tidak terlalu
keras sehingga membuat bola kecil di bagian dalam keluar dari posisinya.

Gambar 9. Skema bola hisap (posisi pipet volume/ukur berada di bawah S).

2.3.5. Buret
Buret (burette) adalah suatu tabung silinder panjang, dengan ujung atas terbuka, dan
ujung bawah dilengkapi kran pengatur tetesan dari gelas atau plastik (Gambar 10). Buret

13
digunakan sebagai tempat larutan pen-titer yang digunakan untuk men-titrasi suatu larutan
sampel. Berdasarkan jenisnya, buret dapat berupa buret asam atau buret basa. Buret
memiliki penunjuk volume dari 0 sampai angka tertentu, berupa tanda garis sepanjang
tabung. Berdasarkan ketelitian / pembagian skala, ada 2 jenis buret yaitu buret makro
dengan pembagian skala 0,05 - 0,10 mL dan buret mikro dengan pembagian skala 0,01 mL.
Sedangkan berdasarkan bentuknya, terdapat 3 macam yaitu lurus dengan katup dari karet,
bengkok, dan buret dengan kran dari gelas. Buret keran mudah tersumbat akibat endapan.
Cara penggunaan buret yaitu: (a) bilas dengan aquades atau larutan yang akan
dipakai, (b) periksa apakah kran / katup berfungsi dengan baik (tidak bocor), (c) letakkan
buret secara vertical (dilihat dari beberapa arah sudut pantauan) dengan bantuan statif,
tanda garis skala volume menghadap ke pengguna, posisi arah kran menyesuaikan (d)
masukkan larutan pen-titer, gunakan corong gelas saat pengisian buret, corong dilepas saat
titrasi dimulai (e) pastikan tidak ada gelembung udara di sepanjang cairan dalam kolom
maupun di area katup bawah, (f) atur pengisian sehingga setelah pemakaian cairan tersisa
minimal 20%, (g) pastikan titik awal (volume mula-mula) sebelum titrasi dapat terbaca
sesuai standar, (h) buka katup secara perlahan saat titrasi, (i) baca titik akhir titrasi (volume
akhir) sesuai standar, dan (j) setelah titrasi selesai, kosongkan isi buret kemudian dicuci dan
selanjutnya dibilas dengan aquades beberapa kali.
Untuk zat cair yang transparan, dasar pembacaan adalah miniskus-bawah zat cair
pada dinding buret. Sedangkan untuk zat cair yang berwarna gelap, dasar pembacaan
adalah permukaan atas zat cair pada dinding buret. Proses titrasi dilakukan dengan
mengatur kran pada buret sehingga cairan keluar berupa tetesan-tetesan dengan laju tetap.
Posisi tangan disiagakan sehingga praktikan siap menghentikan laju tetesan tiap saat. Buret
dipasang secara vertikal pada statif dengan klem yang sesuai.

Gambar 10. Buret bengkok (kiri), buret katup karet (tengah), buret kran (kanan).

2.3.6. Gelas ukur


Gelas ukur (measuring glass) merupakan gelas silinder berskala dengan diameter
silinder umumnya lebih besar dari pada labu ukur (Gambar 11). Alat ini tidak digunakan
untuk pengukuran yang memerlukan akurasi tinggi. Dalam mengamati meniskus, gelas ukur
harus pada posisi vertikal dan posisi penglihatan harus horisontal / sejajar (Gambar 8).

14
2.3.7. Labu ukur
Labu ukur (volumetric glass) memiliki dasar rata dan leher sempit yang diperlengkapi
dengan batas tanda volume (Gambar 11). Labu ini dipakai untuk membuat larutan dengan
volume tertentu (misalnya 25, 50, 100, 250, 500 mL, dll) yang memerlukan ketelitian tinggi,
misalnya pembuatan larutan standar atau pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu,
melalui pengenceran maupun dari pelarutan padatan pada analisis seperti volumetrik dan
spektrometri.
Cara penggunaan: bilas dengan akuades terlebih dahulu à masukkan bahan kimia
yang akan dilarutkan / diencerkan ke dalam labu takar dengan bantuan corong à tanpa
memindahkan corong, tambahkan beberapa mL akuades / bahan pengencer lain yang
diperlukan untuk membilas sisa-sisa bahan pada corong à tambahkan terus bahan
pengencer sampai isi labu mencapai volumenya mencapai setengah atau tiga perempat-
nya à tutup labu ukur dan lakukan pengocokan dengan menggoyang labu beberapa kali à
diamkan di atas meja, buka tutupnya dan tambahkan bahan pengencer dengan perlahan
(bila perlu dengan memakai pipet tetes) sehingga meniskus-bawah tepat pada garis tanda
batas. Dalam mengamati meniskus, labu ukur harus pada posisi vertical dan posisi
penglihatan harus horisontal / sejajar (Gambar 8).

Gambar 11. Labu ukur (kiri) dan gelas ukur (kanan).

2.3.8. Erlenmeyer
Dasar yang luas, datar, dan leher yang sempit membuat erlenmeyer (conical flask)
mudah digunakan untuk menghomogenkan campuran dengan cara menggoyangkan gelas.
Tanda skala volume yang ada merupakan taksiran kasar sehingga alat ini tidak digunakan
untuk pengukuran volume dengan akurasi tinggi (Gambar 12). Erlenmeyer seringkali
digunakan sebagai tempat menampung larutan yang akan dititrasi atau sebagai tempat
penampungan filtrat saat penyaringan padatan dari larutan dengan bantuan corong gelas
dan kertas saring. Terdapat dua jenis erlenmeyer yaitu erlenmeyer tanpa tutup (dipakai

15
untuk titrasi larutan yang tidak mudah menguap) dan erlenmeyer dengan tutup (dipakai
untuk titrasi larutan yang mudah menguap, misalnya pada titrasi iodometri).

2.3.9. Gelas kimia


Gelas kimia (beaker glass) digunakan untuk mengambil, menyimpan sementara
reagen, melarutkan reagen secara kasar, dan untuk memindahkan larutan (Gambar 12).
Tanda skala volume yang ada merupakan taksiran kasar sehingga alat ini tidak digunakan
untuk pengukuran dengan akurasi tinggi, misalnya pembuatan larutan secara kuantitatif.

Gambar 12. Erlenmeyer tanpa tutup (kiri) dan gelas kimia (kanan).

2.3.10. Tabung reaksi


Tabung reaksi (test tube) dipakai untuk mereaksikan zat-zat kimia dalam jumlah
sedikit, misalnya untuk uji kualitatif atau uji tes kimia. Tabung ini berbahan baku gelas,
memiliki banyak ukuran diameter atau volume sesuai kebutuhan. Tabung dapat dipanaskan
(tergantung bahan gelasnya) dan umumnya memerlukan rak tabung reaksi sebagai tempat.

2.3.11. Desikator
Desikator (desiccator) merupakan wadah gelas kedap udara, terdiri dari badan dan
tutup, yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan padatan yang telah kering (atau
mendinginkan sampel setelah dari oven) untuk menghindari kontak padatan tersebut
dengan uap air (Gambar 13). Bagian bawah desikator diisi dengan bahan pengering
(dessicant), misalnya P2O5, CaCl2 anhidrat, atau gel silika berwarna, yang memiliki
kemampuan mengikat uap air. Misalnya gel silika, berwarna biru bila kering dan berwarna
merah muda apabila jenuh dengan uap air. Pada kondisi tersebut, gel silika gel harus
dikeluarkan dari desikator dan dipanaskan pada suhu di atas 100°C beberapa jam sampai
kering dan kembali berwarna biru.
Tutup desikator dibuka/ditutup dengan cara menggeser ke samping. Antara tutup
dengan badan desikator seringkali dilapisi dengan vaselin. Kapasitas desikator harus
diperhatikan sehingga jumlah sampel yang ada di dalam desikator tidak berlebihan. Apabila
melebihi kapasitas, proses pendinginan atau penyimpanan sampel menjadi tidak efektif,
bahkan bisa jadi tutup desikator sulit dibuka. Beberapa desikator dilengkapi dengan katup
saluran udara untuk menghindari hal tersebut.

2.3.12. Labu alat bulat


16
Sesuai namanya, labu alas bulat (round bottom flask) memiliki alas bulat dengan
leher tabung tunggal atau bercabang (dua atau tiga). Labu alas bulat (Gambar 13) seringkali
digunakan sebagai tempat mereaksikan zat kimia, misalnya saat destilasi, refluks, atau
reaksi dengan pemanasan dan pengadukan. Leher tabung bisa langsung ditutup atau
dihubungkan dengan peralatan gelas lain misalnya konektor atau kondensor air. Labu alas
bulat memiliki banyak ukuran sesuai kebutuhan, misalnya 25, 50, 100, 250 mL, dll.

Gambar 13. Desikator dengan katup (kiri), labu alas bulat leher tunggal (tengah) dan leher
bercabang (kanan).

2.3.13. Lempeng panas


Lempeng panas (hot plate) adalah salah satu instrumen peralatan laboratorium yang
digunakan sebagai alat pemanas terkendali (Gambar 14). Alat ini terbuat dari logam
berbentuk bulat pipih dan dipanaskan dengan energi listrik hingga mencapai suhu tinggi
misalnya 250°C. Beberapa hot plate juga dilengkapi dengan pengaduk magnet (magnetic
stirrer) meskipun tidak memerlukan pemanasan. Hot plate memiliki fungsi antara lain: (a)
untuk memanaskan/menguapkan/memekatkan larutan dalam gelas kimia. (b) untuk
memanaskan media reaksi (misalnya pasir atau minyak) sesuai suhu yang diinginkan, (c)
untuk memanaskan reaksi kimia sesuai suhu yang diinginkan, (d) di pemanas yang
dilengkapi pengaduk listrik, untuk mengaduk dan/atau memanaskan sekaligus mengaduk
reaksi kimia.
Cara pemakaian hot plate yaitu: pasang kabel power di lokasi yang tersedia dan
nyalakan pemanas listrik (putar / klik tombol ON). Amati sebentar, untuk memastikan
pemanas listrik menyala dengan baik dan aman digunakan à letakkan gelas kimia atau
erlenmeyer berisi larutan di atas pemanas listrik di posisi tengah, hindari menggunakan
lebih dari satu gelas kimia untuk setiap pemanas listrik à atur suhu sesuai kebutuhan
dengan mengubah tombol pengatur suhu (di beberapa alat pemanas listrik hanya dalam
satuan skala, bukan suhu yang sesungguhnya) à untuk pemanas yang juga dilengkapi
dengan pengaduk listrik, atur kecepatan pengadukan dengan mengubah tombol pengatur
kecepatan pengadukan secara perlahan sesuai kebutuhan (umumnya kecepatan
pengadukan dalam satuan skala) à setelah reaksi selesai, secara berurutan matikan
tombol pengatur kecepatan pengadukan, tombol pengatur suhu, dan ubah ON/OFF ke
tombol OFF à pindahkan gelas kimia dari permukaan pemanas listrik (hati-hati: permukaan

17
dan gelas kimia panas) à setelah dingin, bersihkan pemanas listrik dari pengotor yang ada
dengan kertas tisu atau lap kering.

2.3.14. Batang pengaduk


Batang pengaduk dapat berbahan dasar logam, gelas, maupun magnet. Setiap jenis
bahan memiliki fungsi dan persyaratan masing-masing, misalnya untuk pengaduk dari
logam, tidak boleh digunakan untuk reaksi asam-basa. Batang pengaduk untuk reaksi kimia
pada umumnya adalah dari bahan gelas dan pengadukannya dilakukan secara manual.
Batang pengaduk gelas juga digunkanan untuk membantu dekantasi larutan dari suatu
wadah ke wadah lain sementara padatan tetap tertinggal di wadah asal.
Sedangkan untuk batang pengaduk dari magnet (magnetic stirrer bar), seringkali
digunakan untuk mengaduk larutan secara otomatis selama reaksi berlangsung (misalnya
saat refluks, destilasi, dll) dengan bantuan alat lain (magnetic stirrer + hot plate). Batang
pengaduk magnet memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi sesuai kebutuhan dan bentuk
wadah. Cara penggunaannya: batang magnet (Gambar 14) diletakkan di dalam wadah yang
berisi larutan, misalnya erlenmeyer à erlenmeyer diletakkan di atas hot plate yang
dilengkapi dengan magnetic stirrer à kecepatan putar diatur dengan tombol skala di alat à
pastikan kecepatan putar tidak terlalu lemah atau terlalu kuat à setelah selesai, hentikan
pengadukan dengan menurunkan tombol skala kecepatan putar.

Gambar 14. Lempeng panas (kiri), batang pengaduk magnet (tengah), batang pengaduk
gelas (kanan).

2.3.15. Cawan porselen


Terdapat dua jenis cawan yaitu cawan penguapan (evaporating dish) dan krus
(crucible). Umumnya keduanya terbuat dari bahan porselen (Gambar 15). Cawan biasa
digunakan untuk mengeringkan bahan atau menguapkan cairan. Gunakan penjepit atau
sarung tangan khusus saat memegang cawan setelah keluar dari oven atau tanur.

2.3.16. Gelas arloji


Gelas arloji (watch glass) berbentuk bulat dan cekung ke bawah dengan diameter
bervariasi dan digunakan sebagai wadah untuk menimbang bahan kimia yang berbentuk
padatan (Gambar 15). Gelas arloji juga dapat digunakan untuk menghambat evaporasi
suatu cairan atau larutan (tutup gelas kimia) atau sebagai alas kertas saring saat
pengeringan suatu sampel did alam oven.

18
Gambar 15. Cawan penguapan (kiri), krus (tengah), gelas arloji (kanan).

2.3.17. Corong
Corong gelas (plain funnels) biasanya terbuat dari gelas dan digunakan untuk
membantu memasukkan cairan ke dalam suatu wadah dengan bukaan sempit, seperti
botol, labu ukur, dan buret (Gambar 16). Corong gelas juga digunakan sebagai alas ketika
melalukan pemisahan padatan dari larutan dengan kertas saring (filtrasi). Setelah
penggunaan corong gelas, pastikan menarik corong secara vertikal keluar dari wadahnya
untuk menghindari kerusakan (patah) pada bagian ujung bawah corong. Selain corong
gelas, juga dikenal corong Buchner yang terbuat dari porselen dengan pinggiran lebih tinggi
dan bagian alas tengah porselen yang berlubang. Corong ini digunakan dalam filtrasi di
bawah tekanan rendah dengan labu Buchner (Gambar 16).

Gambar 16. Corong gelas (kiri) dan seperangkat alat corong Buchner (kanan).

2.4. Pengetahuan Dasar Bahan Kimia dan Limbah Laboratorium


Berdasarkan wujud zatnya, bahan kimia yang tersedia di laboratorium kimia dasar
terbagi dalam bahan kimia cair dan bahan kimia padat. Sedangkan berdasarkan
kemurniannya, bahan kimia terbagi atas bahan kimia murni (sesuai kondisi saat pembelian)
atau bahan kimia hasil preparasi. Bahan kimia hasil preparasi biasanya memiliki konsentrasi
yang lebih rendah dari bahan kimia murni dan disiapkan sesuai keperluan teknis praktikum
di laboratorium. Sedangkan bahan kimia murni disimpan dalam wadah asli dari supplier
(Gambar 17) dan umumnya memiliki label informasi sifat bahan, misalnya nama bahan,
rumus kimia bahan, berat molekul (Mr), densitas, konsentrasi (%), dll. Sifat dan label bahaya
bahan kimia sudah disajikan di pertemuan pertama dan dapat dilihat lebih lanjut di modul
penunjang praktikum kimia dasar dan lembar MSDS setiap bahan kimia.

19
Gambar 17. Contoh botol kemasan bahan kimia murni yang diperoleh dari supplier.

Informasi rinci tentang sifat fisika-kimia, klasifikasinya dan potensi bahaya, cara
penanganan dari setiap bahan kimia dapat diperoleh di MSDS (Material Safety Data Sheet)
atau Lembar Keselamatan Bahan. Kode bahan kimia dan nomer kontak produsen juga
tersedia di MSDS. Contoh hasil ringkasan dari MSDS tersaji di Gambar 18.
Untuk prosedur penyimpanan, secara umum bahan kimia cair harus dipisahkan
dengan bahan kimia padat. Pemisahan berdasarkan nama bahan sesuai urutan abjad
hanya berlaku untuk kepentingan administrasi saja, tetapi tidak berlaku untuk prosedur
teknis. Dalam konteks praktikum, mahasiswa tidak menerapkan prosedur penyimpanan
tersebut, namun pengetahuan ini ini dapat membantu dalam pencegahan kecelakaan kerja.
Baik bahan kimia cair maupun padat, penyimpanan harus memperhatikan kelas dan
potensi bahaya sehingga bahan kimia yang tidak cocok (incompatible) tidak boleh disimpan
dalam satu lokasi atau berdekatan, misalnya aseton tidak boleh disimpan berdekatan
dengan asam sulfat, asam nitrat, basa kuat; asam asetat tidak boleh disimpan berdekatan
dengan asam nitrat, asam perklorat, hidrogen peroksida, KMnO4, dll. Apabila dua atau lebih
bahan yang incompatible disimpan dalam satu lokasi dan/atau berdekatan, maka potensi
bahaya akan semakin tinggi sebagai akibat adanya reaksi spontan dari uap (atau sentuhan)
bahan-bahan tersebut. Secara sederhana, acuan penyimpanan bahan kimia incompatible
disajikan di Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi ketidakcocokan sifat bahan kimia saat penyimpanan


Cairan Asam Asam Basa dan Bahan
Sifat bahaya
mudah terbakar organik anorganik Alkali pengoksidasi
Cairan mudah
X X X
terbakar
Asam organik X X X
Asam
X X X
anorganik
Basa dan Alkali X X X
Bahan
X X
pengoksidasi
(X): jangan disimpan dalam satu lokasi dan/atau berdekatan

Berikut adalah petunjuk teknis penggunaan bahan kimia saat praktikum (saat
praktikum luring). Bahan kimia yang dipakai bersama disedikan di rak-rak di meja kerja
masing-masing. Reagen-reagen khusus yang diperlukan dan tidak tersedia di meja kerja

20
akan dijelaskan oleh asisten (misalnya larutan asam berada di lemari asam). Setiap botol
bahan kimia harus memiliki label yang menunjukkan isinya (nama bahan kimia dan
konsentrasinya) dan tanda bahayanya. Dilarang menggunakan bahan kimia dari botol tak
berlabel. Botol bahan yang telah dipakai harus dikembalikan ke rak. Tidak diperkenankan
memindahkan botol dari tempat semula.

Amonium Hidroksida (NH4OH)

INFORMASI UMUM, PERLINDUNGAN DAN PENYIMPANAN


Nama lain: ammonia solution, ammonium hydroxide.
Data fisik:
Cairan bening, titik leleh = -23.1°C, larut dalam air, densitas = 0,94 g/mL.
Informasi proteksi khusus/APD:
Gunakan sarung tangan (karet atau PVC), jas lab, kacamata lab, pelindung wajah, jangan
menghirup uapnya, hindari menggunakan lensa kontak.
Standar penyimpanan bahan:
Simpan di tempat yang sejuk, kering, berventilasi baik, jauh dari sinar matahari langsung.
Jangan simpan di bawah permukaan tanah atau di ruang terbatas. Area penyimpanan
harus diidentifikasi dengan jelas, bebas dari halangan dan hanya dapat diakses oleh
personel terlatih dan berwenang. Hindarkan dari oksidator, garam, dan logam berat (perak,
emas, timbal, merkuri, seng), klorin, tembaga, kuningan, aluminium, dimetilsulfat, akrolein.
POTENSI BAHAYA
Potensi bahaya api dan ledakan:
Produk penguraian dapat mencakup oksida nitrogen, gas amonia terurai menjadi gas H2
(mudah terbakar) dan N2 pada suhu sekitar 450-500 °C.
Potensi bahaya kesehatan:
Menyebabkan iritasi kulit/mata/saluran pernafasan, dosis sedang-tinggi dapat
menyebabkan kerusakan bola mata (kebutaan), kerusakan saluran pencernaaan (muntah,
diare), pingsan, bahkan bisa fatal pada dosis sangat tinggi.
PROSEDUR PENANGANAN
Prosedur tumpahan dan kebocoran:
Tumpahan kecil à encerkan dengan air atau tutupi dengan tanah kering, pasir atau bahan
tidak mudah terbakar lainnya. Kumpulkan bahan dan tempatkan ke dalam wadah plastik
tertutup untuk dibuang nanti. Siram area dengan air.
Tumpahan besar à tanggul dengan material lembam (pasir, tanah), netralkan dengan
asam encer.
Prosedur kebakaran:
Gunakan bubuk kimia kering atau karbon dioksida untuk kebakaran kecil; gunakan
semprotan air, fog atau foam untuk kebakaran besar.
Prosedur keracunan:
Tetesan di kulit/mata à bilas dengan air mengalir hingga efek iritasi berkurang signifikan.
Terhirup à pindahkan korban ke tempat berudara segar dan baringkan dengan posisi yang
nyaman untuk bernafas, bila perlu gunakan tabung oksigen
Tertelan à bilas mulut hingga efek berkurang signifikan, jangan dipaksa untuk muntah.
Gambar 18. Contoh ringkasan MSDS untuk keperluan teknis praktikum luring.

21
Setelah melakukan aktifitas (saat praktikum luring) di laboratorium, pastikan
membersihkan peralatan gelas dan merapikan meja kerja. Sampah dibuang sesuai
kategorinya masing-masing, yaitu sampah kaca, sampah kertas, dan limbah bahan kimia.
Sebelum mencuci peralatan gelas, limbah cairan dan padatan harus dibuang/dikumpulkan
ke dalam wadah limbah yang sudah disediakan, sesuai dengan labelnya. Limbah bahan
kimia di laboratorium kimia dasar dipisah menjadi empat kategori, masing-masing
ditampung dalam wadah terpisah, yaitu:
A) Asam-basa, garam anorganik tak berbahaya, contoh: HNO3, HCl, H2SO4, NaOH,
KOH, NaCl, CaCl2, MgSO4, Na2SO4.
B) Senyawa organik, contoh: aseton, metanol, etanol.
C) Senyawa organoklorida, contoh: CHCl3, CH3Cl, C6H5Cl.
D) Logam toksisitas tinggi, contoh: larutan yang mengandung ion Cd, Cr, Pb, Hg, Mo,
Ni, Se, Ag, As, Co, Cu.
Limbah asam-basa (A) dapat dibuang ke saluran pembuangan setelah pH limbah
dinetralkan melalui penambahan NaOH atau HNO3 dan diperiksa dengan kertas pH. Limbah
lainnya (B, C, D) tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan.

2.5. Belajar Mandiri


Jelaskan perbedaan fungsi dari peralatan berikut ini:
a. Gelas ukur, labu ukur, dan pipet ukur
b. Corong gelas dan corong Buchner
c. Pipet tetes, pipet ukur, pipet volume
d. Gelas arloji, cawan porselen, dan krus porselen

Buatlah ringkasan MSDS dari bahan-bahan kimia berikut: asam nitrat, natrium hidroksida,
metanol, tembaga(II) sulfat pentahidrat, sesuai Gambar 18. Gunakan MSDS dari supplier
bahan kimia Sigma Aldrich, Merck, Fluka, atau Fisher Scientific.

22
Pertemuan 3
Preparasi Larutan

3.1. Tujuan
Mempelajari dan menyiapkan larutan dengan konsentrasi tertentu dari bahan kimia padat
dan dari larutan konsentrasi tinggi.

3.2. Dasar Teori


Preparasi larutan merupakan kegiatan yang seringkali dilakukan di laboratorium
kimia. Preparasi larutan harus dilakukan secara tepat dan memperhatikan banyak hal
supaya larutan yang dihasilkan memiliki konsentrasi dengan ketepatan yang tinggi.
Preparasi larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu dapat dimulai dari bahan padat
maupun dari pengenceran larutan. Banyaknya massa senyawa (padatan) yang digunakan
untuk menyiapkan larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu dapat dihitung dari
persamaan:
Molaritas (mol/L) = Mol senyawa (mol) : Volume (L)
Massa senyawa (gram) = Mol senyawa (mol) x Mr (gram/mol)

Prosedur preparasi larutan meliputi: (a) penimbangan padatan, (b) pelarutan padatan
dengan pelarut (air), dan (c) penandabatasan larutan. Penimbangan padatan harus tepat
karena akan mempengaruhi ketepatan konsentrasi larutan. Untuk pelarutan padatan
dengan pelarut, perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya reaksi endotermis atau
eksotermis (pelajari sifat bahan yang akan dilarutkan!). Sedangkan untuk penandabatasan
larutan, penambahan pelarut perlu dilakukan secara cermat dan perlahan supaya tidak
melebihi tanda batas. Selain itu, sifat alami bahan (misal higroskopis, peka terhadap
cahaya, dll) dan kualitas neraca analitik yang digunakan (misal kalibrasi alat, ketelitian alat
(angka desimal), dll) juga dapat mempengaruhi ketepatan konsentrasi dari larutan yang
dibuat.
Preparasi larutan dari larutan dengan konsentrasi tinggi dikenal dengan istilah
pengenceran. Jumlah mol zat terlarut sebelum (n1) dan sesudah (n2) pengenceran adalah
sama sehingga volume larutan pekat yang diperlukan untuk menyiapkan larutan encer
dapat dihitung dari persamaan:
Mol sebelum pengenceran (n1) = Mol sesudah penenceran (n2)
M1 x V1 = M2 x V2

Apabila faktor pengenceran (f) didefinisikan sebagai rasio konsentrasi akhir terhadap
konsentrasi awal (f = M2/M1), maka volume larutan pekat yang dibutuhkan untuk preparasi
larutan encer dapat dihitung dengan V1 = V2 x f. Sebagaimana preparasi larutan dari bahan
kimia padat, proses pengenceran dapat melibatkan perubahan suhu (pelajari sifat bahan
yang akan diencerkan!). Untuk zat-zat yang memiliki perubahan entalpi pelarutan yang
bersifat eksotermis, seperti asam sulfat pekat, maka pengenceran dilakukan dengan cara
menuangkan asam sulfat pekat sedikit demi sedikit ke dalam pelarut (akuades). Selain

23
pengaruh penandabatasan, ketepatan konsentrasi larutan encer yang dihasilkan juga
dipengaruhi oleh metoda pengambilan (pemipetan) larutan pekat. Gunakan alat ukur yang
tepat (misal pipet volume atau pipet mikro) untuk meminimalkan kesalahan pengukuran.

3.3. Alat dan Bahan


Alat: gelas arloji (1), pipet tetes (2), pipet ukur (1), pipet volume (1), gelas kimia 50 dan 100
mL (2), labu ukur 100 mL (2), batang pengaduk gelas (1), corong gelas (1), botol akuades
(1), neraca analitik (1), bola hisap (1).
Bahan: natrium hidroksida (NaOH), kalsium klorida (CaCl2), asam klorida (HCl), asam sulfat
(H2SO4), dan akuades (H2O).

3.4. Prosedur Kerja


Preparasi larutan 100 mL NaOH 0,1 M
§ Timbang sejumlah padatan NaOH di atas gelas arloji dengan neraca analitik (terlebih
dahulu hitung massa yang diperlukan untuk membuat 100 mL NaOH 0,1M).
§ Larutkan padatan NaOH tersebut dengan akuades secukupnya, diamkan sebentar,
kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong.
§ Bilas corong dan tambahkan akuades di bawah tanda batas.
§ Tutup labu takar dan kocok hingga homogen.
§ Tambahkan kembali akuades menggunakan pipet tetes hingga tanda batas.

Preparasi larutan 100 mL CaCl2 0,1 M


§ Timbang sejumlah padatan CaCl2 anhidrat di atas gelas arloji dengan neraca analitik
(terlebih dahulu hitung massa yang diperlukan untuk membuat 100 mL CaCl2 0,1M).
§ Larutkan padatan CaCl2 tersebut dengan akuades secukupnya, diamkan sebentar,
kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong.
§ Bilas corong dan tambahkan akuades di bawah tanda batas.
§ Tutup labu takar dan kocok hingga homogen.
§ Tambahkan kembali akuades menggunakan pipet tetes hingga tanda batas.

Preparasi larutan 100 mL H2C2O4 0,1 M


§ Timbang sejumlah padatan H2C2O4 anhidrat di atas gelas arloji dengan neraca
analitik (terlebih dahulu hitung massa yang diperlukan untuk membuat 100 mL
H2C2O4 0,1M).
§ Larutkan padatan H2C2O4 tersebut dengan akuades secukupnya, diamkan sebentar,
kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong.
§ Bilas corong dan tambahkan akuades di bawah tanda batas.
§ Tutup labu takar dan kocok hingga homogen.
§ Tambahkan kembali akuades menggunakan pipet tetes hingga tanda batas.

Preparasi larutan 100 mL HCl 0,1 M


§ Ambil sejumlah mL HCl 1M dengan pipet volume dan bola hisap (terlebih dahulu
hitung volume yang diperlukan untuk membuat 100 mL HCl 0,1M).

24
§ Masukkan HCl tersebut ke dalam labu ukur 100 mL kemudian tambahkan akuades
hingga tanda batas (gunakan pipet tetes ketika larutan sudah mendekati tanda
batas).
§ Tutup labu takar dan kocok larutan hingga homogen.

Preparasi larutan 100 mL H2SO4 1 M


§ Lakukan prosedur ini di lemari asam, siapkan 10 mL pelarut (akuades) ke dalam
gelas kimia 100 mL.
§ Ambil sejumlah mL H2SO4 pekat dengan pipet volume dan bola hisap (terlebih dahulu
hitung volume yang diperlukan untuk membuat 100 mL H2SO4 1M).
§ Masukkan H2SO4 tersebut ke dalam labu ukur 100 mL secara perlahan (jangan
ditambahkan sekaligus), amati perubahan suhunya!
§ Pindahkan larutan ke labu ukur, kemudian tambahkan akuades hingga tanda batas
(gunakan pipet tetes ketika larutan sudah mendekati tanda batas).
§ Tutup labu takar dan kocok larutan hingga homogen.

3.5. Latihan Soal / Pretes:


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan zat terlarut (solute), pelarut (solvent), dan
larutan (solution)?
2. Mengapa air (H2O) sering digunakan sebagai pelarut dalam laboratorium kimia?
3. Apakah reaksi pelarutan zat padat dalam suatu pelarut termasuk dalam reaksi kimia?
4. Jelaskan perbedaan reaksi endotermis dan eksotermis dalam proses pelarutan!
5. Berapakah massa yang diperlukan untuk membuat 1M larutan NaOH (Mr = 40
g/moL)?
6. Berapakah molaritas larutan CaCl2 (Mr = 111 g/mol) yang dihasilkan dari pelarutan
11,1 gram dalam 250 mL air?
7. Mengapa pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu harus menggunakan labu
ukur dan tidak menggunakan gelas ukur?
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan faktor pengenceran (f), ppm, dan molaritas
(M)?
9. Gambarkan bola hisap dan jelaskan fungsi/makna dari setiap titik pijat!
10. Apakah reaksi pengenceran termasuk dalam reaksi kimia?
11. Berapakah volume yang diperlukan untuk membuat 250 mL HCl 1M (Mr = 36,5
g/moL) dari HCl 5M?
12. Berapakah volume yang diperlukan untuk membuat 250 mL H2SO4 1M (Mr = 98
g/moL) dari H2SO4 10M?

25
LEMBAR LAPORAN PERTEMUAN 3
Topik : Preparasi Larutan NILAI LAPORAN
Nama : ………………………………………………
NIM : ………………………………………………
Jurusan / Kelas : ………………………………………………
Kelompok : ……………………………………………… (nama asisten)

No Perlakuan Pengamatan

1. Massa yang ditimbang Massa NaOH (g) =


untuk membuat larutan dari
Warna dan bentuk NaOH# =
padatan.
Massa CaCl2 (g) =
(nilai = 18)
Warna dan bentuk CaCl2#=
Massa H2C2O4 (g) =
Warna dan bentuk H2C2O4# =

2. Volume yang diambil untuk Volume HCl (mL) =


membuat larutan dengan
Warna larutan HCl awal# =
pengenceran.
Volume H2SO4 (mL) =
(nilai = 12)
Warna larutan H2SO4 awal# =
#
3. Termodinamika reaksi Apakah terjadi perubahan suhu secara signifikan saat
preparasi larutan berikut?
*) pilih salah satu
NaOH = Ya / Tidak *)
(nilai = 5)
CaCl2 = Ya / Tidak *)
H2C2O4 = Ya / Tidak *)
HCl = Ya / Tidak *)
H2SO4 = Ya / Tidak *)

4. Nilai faktor pengenceran HCl à M1 = M2 = f=


(nilai = 9) H2SO4 à M1 = M2 = f=
# gunakan studi pustaka

Apakah perlu penambahan panas untuk melarutkan padatan tersebut, mengapa? (nilai 10)

NILAI

26
Bagaimana cara memastikan bahwa larutan yang dibuat sudah homogen? (nilai 10)

NILAI

Mengapa pengenceran larutan asam sulfat harus dilakukan di lemari asam? (nilai 10)

NILAI

Mengapa di dalam wadah harus disiapkan pelarut (air) terlebih dahulu sebelum larutan asam sulfat
pekat dimasukkan ke dalam wadah? (nilai 10)

NILAI

Bagaimana cara memastikan bahwa larutan yang anda buat memiliki konsentrasi sesuai dengan
perhitungan anda? (nilai 16)

NILAI

27
Pertemuan 4
Pembakuan Larutan

4.1. Tujuan
Menentukan molaritas larutan baku sekunder menggunakan larutan baku primer dan
menetapkan kadar asam cuka teknis secara volumetri.

4.2. Dasar Teori


Penentuan konsentrasi zat atau larutan dengan cara mereaksikannya secara
kuantitatif dengan suatu larutan lain pada konsentrasi tertentu merupakan metode analisis
volumetri. Zat yang ditentukan konsentrasinya dititrasi dengan menggunakan larutan baku
(titran) yang konsentrasinya diketahui, sampai terjadi reaksi sempurna dimana mol
ekuivalen larutan baku sama dengan mol ekuivalen larutan yang dititrasi, yang disebut titik
ekuivalen atau titik akhir teoritis.
Larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung, karena didapatkan dari
hasil penimbangan/perhitungan disebut dengan larutan baku primer. Konsentrasinya dapat
dinyatakan, salah satunya dalam satuan molaritas (mol/L). Syarat – syarat larutan baku
primer antara lain: mempunyai kemurnian yang tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak
mengalami perubahan selama penimbangan, massa molekul (Mr) yang tinggi (agar deviasi
saat penimbangan dapat ditoleransi), serta larutannya stabil dalam penyimpanan. Larutan
baku primer yang dapat digunakan dalam titrasi asam - basa adalah asam oksalat, natrium
tetraboraks (Na2B4O7), asam benzoat, Na2CO3, kalium hidrogen ptalat, kalium hidrogen
iodat (KH(IO3)2). Sedangkan larutan baku sekunder yang dapat digunakan dalam titrasi
asam - basa adalah NaOH, HCl, dll.
Percobaan pembakuan larutan NaOH dengan larutan baku asam oksalat ini
termasuk dalam golongan titrasi netralisasi/ asam - basa. Dalam titrasi asam - basa pH titik
akhir titrasi (end point) ditentukan oleh banyaknya konsentrasi H+ yang berlebihan dalam
larutan, yang besarnya tergantung pada sifat asam, basa dan konsentrasi larutan sehingga
pada penambahan titran lebih lanjut pada titik ekuivaken akan menyebabkan perubahan pH
yang cukup besar dan indikator yang digunakan harus berubah warna pada titik ekuivalen
titrasi sehingga perubahan indikator indikator asam - basa tergantung pada pH titik
ekuivalen.
Dalam percobaan ini, data yang diperoleh dari hasil pembakuan larutan NaOH
adalah volume titrasi larutan NaOH dan konsentrasi asam oksalat. Perhitungan konsentrasi
(molaritas) hasil pembakuan larutan NaOH dilakukan sesuai persamaan:
H2C2O4 + 2NaOH à Na2C2O4 + 2H2O

Jumlah mol asam oksalat = 2 x mol NaOH atau (volume asam oksalat x molaritas asam
oksalat) = 2 x (volume NaOH x molaritas NaOH), sehingga molaritas NaOH adalah mol
asam oksalat dibagi (2 x volume NaOH).

28
Pada penentuan asam cuka, konsentrasi asam dapat diketahui dengan mengukur
volume NaOH (yang sudah dibakukan konsentrasinya) yang dibutuhkan untuk tepat
bereaksi, sesuai persamaan reaksi:
CH3COOH + NaOH à CH3COONa + H2O

Titik ekuivalen larutan yang dititrasi biasanya ditemukan dari volume larutan baku yang
ditambahkan, dan dapat juga ditemukan dari penimbangan larutan baku. Jumlah mol asam
cuka = jumlah mol NaOH atau (volume asam cuka x molaritas asam cuka) = (volume NaOH
x molaritas NaOH), sehingga molaritas asam cuka adalah mol NaOH dibagi volume asam
cuka.
Berakhirnya titrasi ditandai dengan perubahan visual dari larutan (perubahan warna
atau terbentuknya endapan) yang diberikan oleh indikator yang ditambahkan ke dalam
larutan yang akan dicari konsentrasinya sebelum titrasi dilakukan. Titik pada saat indikator
memberikan perubahan warna disebut titik akhir titrasi, dan pada saat ini titrasi harus
dihentikan. Idealnya bila indikator dan kondisi titrasinya sesuai, maka titik akhir titrasi dan
titik ekuivalen akan berhimpit/ sama atau setidaknya sedikit perbedaannya.

4.2. Alat dan bahan


Alat: gelas arloji (1), labu ukur 100 mL (1), gelas kimia 50 mL (1), erlenmeyer 250 mL (3),
buret + statif + klem (1 set), pipet tetes (1), pipet volume 10 mL (1), bola hisap (1), batang
pengaduk gelas (1), corong gelas (1), botol akuades (1), neraca analitik (1).
Bahan: NaOH, asam oksalat dihidrat, indikator PP (phenolpthalein), asam cuka komersial.

4.3. Prosedur kerja


Pembakuan larutan NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat
§ Timbang sejumlah asam oksalat dihidrat dalam gelas arloji (msalnya 0,600 gram),
kemudian masukkan dalam gelas kimia 50 mL, larutkan dengan 30 mL akuades.
§ Pindahkan larutan ke labu ukur 100 mL, bilas sisa larutan di gelas kimia dan jadikan
satu di labu ukur, tambahkan akuades sampai volume 100 mL (garis batas), kocok
larutan sampai homogen.
§ Pasang buret yang sudah dicuci dengan statif dan klemnya, isi buret dengan larutan
NaOH 0,1 M yang dibuat dari pertemuan sebelumnya. Pastikan tidak ada rongga
udara di sepanjang jalur buret. Catat posisi garis di buret sebagai volume awal.
§ Ambil 10 mL larutan asam oksalat dengan pipet volume dan pindahkan ke dalam 3
erlenmeyer berbeda. Albil satu Erlenmeyer yang berisi larutan asam oksalat.
Tambahkan 1-2 tetes indikator PP, kemudian lalukan titrasi dengan larutan NaOH
hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Pastikan penambahan secara
perlahan supaya titik akhir titrasi tidak melebihi yang seharusnya.
§ Catat posisi garis di buret sebagai volume akhir. Hitung volume yang digunakan
untuk titrasi (Vtitrasi = Vawal – Vakhir). Catat sebagai volume titrasi 1.
§ Lakukan prosedur titrasi ini sejumlah tiga kali (triplo), kemudian hitung rata-rata
volume titrasi yang diperoleh.
§ Konsentrasi larutan NaOH hasil pembakuan dihitung menggunakan data rata-rata
volume titrasi tersebut.

29
Penetapan konsentrasi larutan asam cuka komersial
§ Ambil 10 mL larutan cuka komersial dengan pipet volume, masukkan ke dalam labu
ukur 100 mL, encerkan dengan akuades sampai tanda batas.
§ Ambil 10 mL larutan encer tersebut dengan pipet volume, masukkan ke dalam tiga
erlenmeyer 250 mL berbeda, masing-masing tambahkan 1 - 2 tetes indikator PP.
§ Satu per satu titrasi larutan di erlenmenyer tersebut dengan larutan NaOH yang telah
distandardisasi/dibakukan sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
§ Catat volume titrasi, kemudian hitung rata-rata volume titrasi yang diperoleh.
§ Hitung kadar asam asetat dalam cuka tersebut (jangan lupa masukkan faktor
pengenceran).

4.5. Latihan Soal / Pretes:


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan larutan baku primer dan larutan baku
sekunder? Sebutkan syarat-syarat dan contoh larutan baku primer dan sekunder!
2. Apakah semua larutan harus dibakukan? Jelaskan alasan anda!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan analisa volumetri, berikan contohnya dua!
4. Apa sajakah tanda atau kondisi yang menunjukkan bahwa titrasi telah berakhir
(mencapai titik ekivalen)?
5. Selain pp, sebutkan dua contoh indikator lain yang bisa digunakan untuk titrasi asam
basa, sebutkan batasan indikator tersebut!
6. Selain asam cuka teknis, sebutkan dua bahan komersial lain yang bisa ditetapkan
konsentrasinya dengan metode volumetri!
7. Adakah metode analisa lain yang bisa digunakan untuk membakukan larutan selain
analisa volumetri? BIla ada, sebutkan satu saja!
8. Gambarkan skema alat titrasi yang digunakan di percobaan ini, meliputi buret, statif
+ klem, erlenmeyer!
9. Tuliskan nama IUPAC dari asam cuka dan asam oksalat!
10. Gambarkan struktur molekul dari asam cuka dan asam oksalat!

30
LEMBAR LAPORAN PERTEMUAN 4
Topik : Pembakuan Larutan NILAI LAPORAN
Nama : ………………………………………………
NIM : ………………………………………………
Jurusan / Kelas : ………………………………………………
Kelompok : ……………………………………………… (nama asisten)

No Perlakuan Pengamatan

1. Konsentrasi larutan asam Massa H2C2O4.2H2O (g) = 0,60.


oksalat
Warna dan bentuk H2C2O4# =
(nilai = 10)
Konsentrasi larutan asam oksalat (mol/L) =

2. Volume yang digunakan Volume H2C2O4 (mL) = 10,0.


untuk titrasi
Volume NaOH (mL):
(nilai = 5)
V1 = ; V2 = ; V3 = ; Vrata-rata =

3. Konsentrasi hasil Mol asam oksalat (mol) = M x V =


pembakuan
Molaritas NaOH (mol/L):
(nilai = 10)
mol asam oksalat : (2 x volume NaOH) =

4. Konsentrasi asam cuka Faktor pengenceran asam cuka =


komersil
Volume NaOH (mL):
(nilai = 20)
V1 = ; V2 = ; V3 = ; Vrata-rata =
Konsentrasi asam cuka (mol/L) =
Kadar asam cuka (gram/mL) =
# gunakan studi pustaka

Dalam analisa volumetri, mengapa harus dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali? (nilai 10)

NILAI

31
Dalam pembakuan larutan NaOH dengan larutan asam oksalat, apakah bisa digunakan indikator
lain? Jelaskan alasan anda! Bila iya, sebutkan indikator tersebut! (nilai 15)

NILAI

Mengapa larutan asam cuka harus diencerkan terlebih dahulu sebelum dititrasi dengan larutan
NaOH? (nilai 10)

NILAI

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0l-3711-1995 tentang cuka makan, asam cuka berwujud
cairan encer, jernih, dan tidak berwarna dengan sekitar 4%-12,5%. Apabila suatu asam cuka
memiliki kadar 10%, hitunglah konsentrasi asam cuka tersebut dalam satuan gram/L (Ka = 10-5; Mr
= 60.05 g/mol; densitas = 1,049 g/cm3)! (nilai 20)

NILAI

32
Pertemuan 5
Identifikasi reaksi kimia sederhana

5.1. Tujuan
Mempelajari konsep dan identifikasi reaksi kimia non-reversible.

5.2. Dasar Teori


Reaksi kimia adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan spesies kimia.
Reaksi kimia dapat berupa reaksi elementer atau reaksi bertahap. Senyawa yang
merupakan spesies sebelum reaksi disebut dengan reaktan, sedangkan senyawa yang
merupakan spesies setelah reaksi disebut sebagai produk. Di akhir reaksi, bisa jadi dalam
satu wadah reaksi hanya berisi produk saja atau merupakan campuran antara produk
dengan sisa reaktan yang tidak bereaksi. Terdapat empat reaksi kimia utama yaitu reaksi
penggabungan (synthesis / combination), reaksi penguraian (decomposition / dissociation),
reaksi pertukaran tunggal (single replacement) dan reaksi pertukaran ganda (double
replacement atau metathesis). Secara berurutan keempat rekasi tersebut diilustrasikan di
Gambar 19.

Gambar 19. Ilustrasi sederhana reaksi-reaksi kimia.

Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator terjadinya suatu reaksi
kimia. Bisa jadi hanya satu indikator yang muncul dan teramati saat terjadinya reaksi, namun
hal tersebut sudah cukup untuk menentukan terjadinya suatu reaksi kimia. Sebaliknya,
beberapa indikator bisa muncul dan teramati dalam satu reaksi kimia. Indikator- indikator
terjadinya suatu reaksi kimia antara lain: perubahan suhu, perubahan warna, terbentuknya
gas/bau, terbentuknya endapan. Dalam beberapa kasus, perubahan volume, munculnya
cahaya, atau perubahan rasa juga mengindikasikan adanya suatu reaksi kimia.

Perubahan suhu
Energi dibutuhkan untuk memutuskan dan membentuk ikatan kimia. Reaksi kimia
yang melibatkan pemutusan ikatan cenderung menyerap energi dari lingkungan, membuat
lingkungan menjadi lebih dingin. Reaksi kimia yang melibatkan pembuatan ikatan
melepaskan energi, yang membuat lingkungan menjadi lebih panas. Contoh perubahan

33
suhu dalam reaksi kimia adalah pembakaran kertas, degradasi sari makanan dalam
metabolisme tubuh, dll.

Perubahan warna
Setiap senyawa kimia memiliki warna yang khas. Ketika terjadi perubahan senyawa
selama reaksi berlangsung, warnanya juga bisa berubah. Perubahan warna tidak selalu
menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kimia karena ada faktor lain yang dapat
berkontribusi terhadap perubahan warna. Contoh perubahan warna akibat reaksi kimia
adalah proses oksidasi di permukaan apel yang setengah dimakan, berubah warna menjadi
coklat setelah terkena udara, perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning, dll.

Terbentuknya gas/bau
Terbentuknya gas dapat diamati dari munculnya gelembung udara dalam suatu
reaksi kimia atau adanya perubahan bau ketika reaksi kimia berlangsung. Contoh dari jenis
reaksi ini adalah timbulnya bau busuk (campuran H2S, CO2, dan CH4) akibat penumpukan
sampah, timbulnya gelembung gas saat percobaan elektrolisis, timbulnya gelembung gas
saat memasukkan tablet effervescent atau batu gamping ke dalam air, dll.

Terbentuknya endapan
Endapan atau padatan yang terbentuk setelah dua larutan dicampur juga merupakan
tanda adanya reaksi kimia. Endapan terkadang akan jatuh ke dasar wadah atau mungkin
tetap tersuspensi dalam campuran dan membuat campuran keruh. Contoh cermin perak
hasil uji Tollen (uji gugus aldehida), gumpalan putih yang muncul saat santan rusak, dll.

Produksi cahaya
Ketika energi dilepaskan karena perubahan kimiawi, terkadang menghasilkan
sumber cahaya. Jenis reaksi kimia ini cenderung terjadi pada reaksi pembakaran seperti
kebakaran atau proses pembakaran. Contoh reaksi hasil buatan manusia adalah cahaya
warna warni yang dipancarkan kembang api yang meledak di langit, timbulnya pijar las
listrik, atau lampu warna-warni dari gas mulia (neon-box). Contoh reaksi alami adalah
cahaya petir dan kunang-kunang (reaksi kimia dari dalam tubuh), dll.

Perubahan volume
Setiap senyawa kimia memiliki kerapatan tertentu (specific density). Ketika densitas
suatu senyawa berubah karena reaksi kimia, maka dapat menyebabkan volume zat
menyusut atau mengembang. Jika volume berubah terlalu cepat, ledakan dapat terjadi.
Contoh perubahan volume akibat reaksi kimia adalah ketika gelembung gas terbentuk di
magma di dalam gunung berapi dan mengembang terlalu cepat, menyebabkan letusan
gunung berapi.

Perubahan rasa
Setiap senyawa kimia memiliki bau atau rasa yang berbeda (dalam percobaan di
laboratorium, jangan membau secara langsung atau mencicipi senyawa kimia). Setelah

34
reaksi kimia, rasa atau bau senyawa tersebut dapat berubah. Contohnya adalah makanan
segar yang berubah menjadi berbau busuk. Bau busuk ini mengirimkan sinyal peringatan
ke otak yang memberi tahu orang tersebut untuk tidak memakan makanan tersebut. Minyak
yang disimpan di wadah tanpa tutup beberapa hari pada suhu ruang akan berubah menjadi
tengik, air kelapa yang disimpan di wadah terbuka selama satu malam pada suhu ruang
juga akan berubah menjadi keasaman, dll.

5.3. Alat dan Bahan


Alat: pipet tetes (2), gelas ukur (2), tabung reaksi (6), botol akuades (1).
Bahan: larutan natrium hidroksida (NaOH) 1M, larutan amonium hidroksida (NH4OH) 1M,
larutan asam klorida (HCl) 1M, larutan asam oksalat (H2C2O4) 1M, larutan natrium karbonat
(Na2CO3) 1M, larutan kalsium klorida (CaCl2), dan akuades (H2O).

5.4. Prosedur Kerja


Reaksi asam dengan basa
§ Siapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 10 mL larutan NaOH 1M,
kemudian tambahkan 10 mL larutan HCl 1M (tabung A) dan 10 mL larutan H2C2O4 1M
(tabung B). Goyang tabung perlahan dan amati perubahan yang terjadi!
§ Siapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 10 mL larutan NH4OH 1M,
kemudian tambahkan 10 mL larutan HCl 1M (tabung C) dan 10 mL larutan H2C2O4 1M
(tabung D). Goyang tabung perlahan dan amati perubahan yang terjadi!

Reaksi asam dengan garam


§ Siapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 10 mL larutan HCl 1M, kemudian
tambahkan 10 mL larutan Na2CO3 1M (tabung E) dan 10 mL larutan CaCl2 1M (tabung
F). Goyang tabung perlahan dan amati perubahan yang terjadi!
§ Siapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 10 mL larutan H2C2O4 1M,
kemudian tambahkan 10 mL larutan Na2CO3 1M (tabung G) dan 10 mL larutan CaCl2
1M (tabung H). Goyang tabung perlahan dan amati perubahan yang terjadi!

Reaksi basa dengan garam


§ Siapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 10 mL larutan NaOH 1M,
kemudian tambahkan 10 mL larutan Na2CO3 1M (tabung I) dan 10 mL larutan CaCl2
1M (tabung J). Goyang tabung perlahan dan amati perubahan yang terjadi!
§ Siapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 10 mL larutan NH4OH 1M,
kemudian tambahkan 10 mL larutan Na2CO3 1M (tabung K) dan 10 mL larutan CaCl2
1M (tabung L). Goyang tabung perlahan dan amati perubahan yang terjadi!

Reaksi garam dengan garam


§ Siapkan 1 tabung reaksi, isi dengan 10 mL larutan Na2CO3 1M, kemudian tambahkan
10 mL larutan CaCl2 1M (tabung M). Goyang tabung perlahan dan amati perubahan
yang terjadi!

35
5.5. Latihan Soal/Pretes
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan reaksi kimia reversible dan non-reversible?
2. Tuliskan masing-masing satu contoh reaksi kimia reversible dan non-reversible!
3. Tuliskan satu contoh reaksi elementer!
4. Tuliskan satu contoh reaksi bertahap!
5. Tuliskan satu contoh reaksi kimia yang termasuk reaksi penggabungan!
6. Tuliskan satu contoh reaksi kimia yang termasuk reaksi penguraian!
7. Tuliskan satu contoh reaksi kimia yang termasuk reaksi pertukaran tunggal!
8. Tuliskan satu contoh reaksi kimia yang termasuk reaksi pertukaran ganda!
9. Berikan satu contoh reaksi kimia dimana beberapa indikator terjadinya suatu reaksi
kimia muncul dan teramati dalam satu reaksi kimia saja!
10. Apabila dua larutan yang dicampurkan pasti terjadi reaksi kimia?

36
LEMBAR LAPORAN PERTEMUAN 5
Topik : Identifikasi reaksi kimia NILAI LAPORAN
Nama : ………………………………………………
NIM : ………………………………………………
Jurusan / Kelas : ………………………………………………
Kelompok : ……………………………………………… (nama asisten)

No Perlakuan Pengamatan

1. Tuliskan hasil Tabung A = Tabung H =


pengamatan setiap reaksi
(nilai = 13) Tabung B = Tabung I =

Tabung C = Tabung J =

Tabung D = Tabung K =

Tabung E = Tabung L =

Tabung F = Tabung M =

Tabung G =

2. Tentukan manakah yang Tabung A = reaksi kimia/bukan* Tabung H = reaksi kimia/bukan*


merupakan reaksi kimia Tabung B = reaksi kimia/bukan* Tabung I = reaksi kimia/bukan*
*) pilih salah satu, coret Tabung C = reaksi kimia/bukan* Tabung J = reaksi kimia/bukan*
yang salah
Tabung D = reaksi kimia/bukan* Tabung K = reaksi kimia/bukan*
(nilai = 13) Tabung E = reaksi kimia/bukan* Tabung L = reaksi kimia/bukan*

Tabung F = reaksi kimia/bukan* Tabung M = reaksi kimia/bukan*

Tabung G = reaksi kimia/bukan*

Tuliskan persamaan reaksi kimia lengkap dengan wujud zatnya! Bila tidak terjadi reaksi
kimia, gunakan tanda panah coret! (nilai 39)
Tabung A = Tabung H =

Tabung B = Tabung I =

37
Tabung C = Tabung J =

Tabung D = Tabung K =

Tabung E = Tabung L =

Tabung F = Tabung M =

Tabung G =

NILAI

Bagaimana pengaruh kekuatan dan kelemahan suatu asam-basa dalam kemudahan


pengamatan terjadinya suatu reaksi kimia? (nilai 10)

NILAI

Untuk reaksi yang menghasilkan produk berupa endapan. Dapatkah endapan tersebut
berubah kembali menjadi reaktan tanpa menambahkan zat lain? Jelaskan jawaban anda!
(nilai 10)

NILAI

Apakah setiap pencampuran dua atau lebih senyawa kimia pasti menghasilkan suatu reaksi
kimia? Jelaskan jawaban anda disertai contoh! (nilai 15)

NILAI

38
Pertemuan 6
Pemisahan Padatan dari Larutan

6.1. Tujuan
Mempelajari reaksi pengendapan garam sederhana dan memisahkan padatan dari larutan.

6.2. Dasar Teori


Reaksi pengendapan (salah satunya adalah reaksi metatesis) dari garam sederhana
adalah suatu reaksi kimia satu arah (non-reversible) dari dua larutan garam yang
menghasilkan produk salah satunya berupa endapan. Dalam persamaan reaksi, produk
yang mengendap diberi notasi s (solid). Produk akan mengendap apabila hasil kali kelarutan
dari ion-ion pembentuknya melebihi nilai Ksp (pada suhu tertentu) dari senyawa tersebut.
Oleh karena itu, konsentrasi (mol/L atau M) dari ion-ion dalam larutan dan suhu reaksi
sangat berpengaruh terhadap massa endapan hasil reaksi tersebut. Contoh reaksi
pengendapan adalah:
BaCl2(aq) + Na2SO4(aq) à BaSO4(s) + 2 NaCl(aq)
Pb(NO3)2(aq) + 2KI(aq) à PbI2(s) + 2 KNO3(aq)

Pemisahan endapan hasil reaksi dapat dilakukan dengan cara dekantasi, filtrasi
dengan kertas saring (corong gelas, corong Buchner), atau sentrifugasi, salah satunya
tergantung ukuran partikel padatannya. Setiap metoda pemisahan memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing sehingga pemilihan metoda harus disesuaikan dengan kondisi
reaksi supaya pemisahan dapat dilakukan secara efektif. Percobaan kali ini fokus pada
perbandingan efektifitas metode dekantasi dan metode filtrasi dalam pemisahan padatan
dari larutan hasil reaksi pengendapan (metatesis).

6.3. Alat dan Bahan


Alat: pipet tetes (1), gelas ukur (3), batang pengaduk gelas (3), tabung reaksi (5), gelas
kimia 50 mL (5), kertas saring (10), botol akuades (1), gelas arloji (10), sendok spatula (2),
erlenmeyer 100 mL (5), corong gelas (5).
Bahan: natrium sulfat (Na2SO4), natrium karbonat (Na2CO3), natrium fluorida (NaF), natrium
asetat (NaCH3COO), natrium nitrat (NaNO3), kalsium klorida (CaCl2), tembaga(II) klorida
(CuCl2), dan akuades (H2O).

6.4. Prosedur Kerja


Metode dekantasi
§ Ambil 10 mL larutan kalsium klorida 0,2M dan masukkan ke dalam lima gelas kimia
berbeda. Tambahkan 10 mL larutan Na2SO4 0,2M (ke larutan 1), 10 mL larutan
Na2CO3 0,2M (ke larutan 2), 10 mL larutan NaF 0,2M (ke larutan 3), 10 mL larutan
NaCH3COO 0,2M (ke larutan 4), dan 10 mL larutan NaNO3 0,2M (ke larutan 5).
§ Aduk kelima larutan tersebut dengan batang pengaduk gelas selama 5 menit,
kemudian lakukan dekantasi dengan bantuan batang pengaduk gelas.

39
§ Pindahkan padatan yang diperoleh ke gelas arloji (yang sudah ditimbang massa
kosongnya) dengan bantuan spatula, keringkan padatan dalam oven pada 105°C
selama 20 menit, kemudian dinginkan dalam desikator selama 5 menit. Setelah
padatan dingin, timbang massa endapan yang diperoleh.
§ Ulangi prosedur di atas dengan menggunakan10 mL larutan tembaga(II) klorida 0,2M
sebagai pengganti larutan kalsium klorida.
§ Hitung rendemen endapan yang diperoleh dari setiap reaksi.

Metode filtrasi
§ Ambil 10 mL larutan kalsium klorida 0,2M dan masukkan ke dalam lima gelas kimia
berbeda. Tambahkan 10 mL larutan Na2SO4 0,2M (ke larutan 1), 10 mL larutan
Na2CO3 0,2M (ke larutan 2), 10 mL larutan NaF 0,2M (ke larutan 3), 10 mL larutan
NaCH3COO 0,2M (ke larutan 4), dan 10 mL larutan NaNO3 0,2M (ke larutan 5).
§ Aduk kelima larutan tersebut dengan batang pengaduk gelas selama 5 menit,
kemudian lakukan filtrasi (timbang massa kering kertas saring sebelum digunakan!).
§ Keringkan padatan (beserta kertas saringnya) dalam oven pada 105°C selama 20
menit, kemudian dinginkan dalam desikator selama 5 menit. Setelah padatan dingin,
timbang padatan (beserta kertas saringnya), dan hitung massa endapan yang
diperoleh (massa endapan = massa kering dari kertas saring+endapan dikurangi
massa kering kertas saring saja).
§ Ulangi prosedur di atas dengan menggunakan10 mL larutan tembaga(II) klorida 0,2M
sebagai pengganti larutan kalsium klorida.
§ Hitung rendemen endapan yang diperoleh dari setiap reaksi.

6.5. Latihan Soal/Pretes


11. Jelaskan apa yang dimaksud dengan reaksi pengendapan?
12. Apakah reaksi pengendapan hanya dihasilkan dari reaksi metatesis saja? Sebutkan
reaksi lain bila ada!
13. Apakah reaksi metatesis selalu menghasilkan endapan?
14. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ksp dan faktor yang mempengaruhinya!
15. Jelaskan perbedaan metode filtrasi, dekantasi, dan sentrifugasi?
16. Jelaskan apakah reaksi pengendapan termasuk dalam reaksi kimia?
17. Tuliskan dua contoh persamaan reaksi pengendapan selain yang disebutkan di atas!
18. Mengapa ada senyawa kimia yang sulit larut dalam air?
19. Selain dari kertas saring, apakah filtrasi juga bisa menggunakan bahan lain?
20. Bagaimanakah cara menghitung efisiensi suatu reaksi pengendapan?

40
LEMBAR LAPORAN PERTEMUAN 6
Topik : Pemisahan Padatan dari Larutan NILAI LAPORAN
Nama : ………………………………………………
NIM : ………………………………………………
Jurusan / Kelas : ………………………………………………
Kelompok : ……………………………………………… (nama asisten)

No Perlakuan Pengamatan

1. Jumlah zat reaktan Mol CaCl2 (mmol) = Mol NaF (mmol) =

(nilai = 7) Mol CuCl2 (mmol) = Mol NaCH3COO (mmol) =

Mol Na2SO4 (mmol) = Mol NaNO3 (mmol) =


Mol Na2CO3 (mmol) =

2. Jumlah endapan kering – CaCl2 CuCl2


metode dekantasi Larutan 1 = mg = mmol Larutan 6 = mg = mmol
(data massa dari asisten) Larutan 2 = mg = mmol Larutan 7 = mg = mmol
(nilai = 10) Larutan 3 = mg = mmol Larutan 8 = mg = mmol

Larutan 4 = mg = mmol Larutan 9 = mg = mmol

Larutan 5 = mg = mmol Larutan 10 = mg = mmol

3. Jumlah endapan kering – CaCl2 CuCl2


metode filtrasi Larutan 11 = mg = mmol Larutan 16 = mg = mmol
(data massa dari asisten) Larutan 12 = mg = mmol Larutan 17 = mg = mmol
(nilai = 10) Larutan 13 = mg = mmol Larutan 18 = mg = mmol
Larutan 14 = mg = mmol Larutan 19 = mg = mmol

Larutan 15 = mg = mmol Larutan 20 = mg = mmol

4. Efisiensi (rendemen) – CaCl2 CuCl2


metode dekantasi Larutan 1 = % Larutan 6 = %
(nilai = 10) Larutan 2 = % Larutan 7 = %

Larutan 3 = % Larutan 8 = %

Larutan 4 = % Larutan 9 = %

Larutan 5 = % Larutan 10 = %

5. Efisiensi (rendemen) – CaCl2 CuCl2


metode filtrasi Larutan 11 = % Larutan 16 = %
(nilai = 10) Larutan 12 = % Larutan 17 = %
Larutan 13 = % Larutan 18 = %

Larutan 14 = % Larutan 19 = %

Larutan 15 = % Larutan 20 = %

41
Tuliskan persamaan reaksi lengkap dari reaksi larutan 1-10! Berikan tanda s untuk senyawa
yang mengendap. (nilai 20)
Larutan 1 = Larutan 6 =

Larutan 2 = Larutan 7 =

Larutan 3 = Larutan 8 =

Larutan 4 = Larutan 9 =

Larutan 5 = Larutan 10 =

NILAI

Apakah semua reaksi menghasilkan produk berupa endapan? Apabila tidak semua,
mengapa ada reaksi yang tidak menghasilkan endapan? (nilai 10)

NILAI

Sebutkan masing-masing satu kelebihan dan kelemahan dari metoda dekantasi dan filtrasi
dengan kertas saring! (nilai 10)

NILAI

Mengapa efisiensi reaksi dari setiap reaksi berbeda-beda! Sebutkan dua faktor yang
mempengaruhinya (nilai 13)

NILAI

42
Pertemuan 7
Reaksi Redoks

7.1. Tujuan
Mempelajari reaksi redoks dan penyetaraan persamaan reaksinya.

7.2. Dasar Teori


Reaksi reduksi dan oksidasi (redoks) seringkali kita jumpai baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam proses industri. Reaksi redoks dapat terjadi secara spontan
(contohnya besi berkarat, perubahan warna daging apel yang berubah menjadi kecoklatan
setelah dibiarkan di udara terbuka, pengolahan bijih logam) maupun dengan bantuan energi
listrik (misalnya pengisian ulang baterai aki, elektroplating, dll).
Reaksi reduksi dan oksidasi terjadi secara bersamaan dimana unsur atau senyawa
yang terlibat mengalami perubahan bilangan oksidasi, baik berkurang (reduksi) maupun
bertambah (oksidasi) sesudah terjadinya reaksi (Gambar 20). Penangkapan elektron,
pelepasan oksigen, atau penurunan biloks seringkali menyertai reaksi reduksi. Sebaliknya,
pelepasan elektron, penangkapan oksigen, atau kenaikan biloks seringkali menyertai reaksi
oksidasi. Dalam suatu reaksi redoks, terdapat zat yang bertindak sebagai oksidator dan ada
zat yang bertindak sebagai reduktor. Apabila zat yang mengalami reduksi dan oksidasi
berasal dari satu senyawa yang sama, maka reaksi redoks tersebut dikenal dengan reaksi
disproporsionasi. Kebalikan reaksi disproporsionasi disebut dengan reaksi
komproporsionasi.

Gambar 20. Contoh reaksi redoks disertai perubahan bilangan oksidasinya.

Untuk menyetarakan reaksi redoks, metoda setengah reaksi maupun metoda


bilangan oksidasi dapat digunakan. Derajad keasaman (pH) mempengaruhi proses redoks
dan produk yang dihasilkannya. Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
penyetaraan reaksi redoks, yaitu jumlah atom, jumlah elektron yang terlibat, dan jumlah
muatan reaktan dan produk.

7.3. Alat dan Bahan


Alat: tabung reaksi (7) dan rak, gelas ukur (2), batang magnet (1), botol semprot (1).
Bahan: larutan asam klorida (HCl) 1M, larutan asam nitrat (HNO3) 1M, larutan asam sulfat
(H2SO4) 1M, larutan kalsium klorida (CaCl2) 1M, larutan tembaga(II) klorida (CuCl2) 1M,
larutan seng(II) klorida (ZnCl2) 1M, paku besi 2-3 cm (7 biji), akuades (H2O).

43
7.4. Prosedur Kerja
§ Siapkan 7 tabung reaksi yang masing-masing berisi: (a) 10 mL larutan HCl 1M, (b) 10
mL larutan HNO3 1M, (c) 10 mL larutan H2SO4 1M, (d) 10 mL larutan CuCl2 1M, (e) 10
mL larutan CaCl2 1M, (f) 10 mL larutan ZnCl2 1M, dan (g) 10 mL akuades!
§ Masukkan satu batang logam paku ke dalam ke-tujuh tabung reaksi tersebut!
§ Goyang tabung reaksi beberapa saat (2-3 menit), amati perubahan yang terjadi!

7.5 Latihan Soal/Pretes


1. Sebutkan contoh reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari selain contoh di atas!
2. Apa yang dimaksud dengan reduktor dan oksidator!
3. Berikan masing – masing satu contoh reaksi oksidasi dan reaksi reduksi!
4. Berikan satu contoh reaksi disproporsionasi dan komproporsionasi!
5. Suatu senyawa dapat bertindak sebagai reduktor di satu reaksi kimia, namun di
reaksi kimia lainnya, senyawa tersebut bertindak sebagai oksidator, mengapa
demikian?
6. Apakah reaksi redoks dapat terjadi pada senyawa organik atau biomolekul seperti
golongan alkohol, aldehida, protein, asam lemak, dll? Apabila iya, berikan contohnya!
7. Apakah reaksi redoks berlangsung lambat ataukah cepat, ataukah bisa keduanya?
Berikan contohnya!
8. Sebutkan dua manfaat konsep redoks dalam kehidupan sehari-hari selain yang
disebutkan di atas!

44
LEMBAR LAPORAN PERTEMUAN 7
Topik : Reaksi Redoks NILAI LAPORAN
Nama : ………………………………………………
NIM : ………………………………………………
Jurusan / Kelas : ………………………………………………
Kelompok : ……………………………………………… (nama asisten)

No Perlakuan Pengamatan

1. Warna dan suhu# larutan Tabung a = Tabung e =


#
pilih salah satu: panas,
dingin, sesuai suhu ruang
Tabung b = Tabung f =
(nilai = 7)

Tabung c = Tabung g =

Tabung d =

2. Kondisi reaksi setelah Tabung a = Tabung e =


paku dimasukkan dalam
larutan, misal: tidak
terjadi reaksi, ada Tabung b = Tabung f =
perubahan warna /
perubahan suhu /
Tabung c = Tabung g =
terbentuk gas / terbentuk
endapan, dll
(nilai = 21) Tabung d =

3. Reaksi redoks Berdasarkan reaksi dalam waktu pengamatan yang relatif


singkat tsb, manakah yang mengindikasikan terjadinya reaksi
(nilai = 7)
redoks?
Tabung a + paku besi = ya / tidak *
Tabung b + paku besi = ya / tidak *
Tabung c + paku besi = ya / tidak *
Tabung d + paku besi = ya / tidak *
Tabung e + paku besi = ya / tidak *
Tabung f + paku besi = ya / tidak *
Tabung g + paku besi = ya / tidak *

*) pilih salah satu

45
Tuliskan persamaan reaksi kimia lengkap (reaktan dan produk) disertai wujud zatnya! Bila
tidak terjadi reaksi redoks, gunakan tanda panah coret! (nilai 35)
Tabung a = Tabung e =

Tabung b = Tabung f =

Tabung c = Tabung g =

Tabung d =

NILAI

Apakah perbedaan jenis asam (HCl, HNO3, H2SO4) mempengaruhi reaksi dengan paku
besi? Bagaimanakah pengaruhnya? (nilai 10)
Ya / Tidak *, karena …

NILAI

Apakah perbedaan ion logam dari garam klorida (M = Ca2+, Cu2+, Zn2+) mempengaruhi
reaksi dengan paku besi? Bagaimanakah pengaruhnya? (nilai 10)
Ya / Tidak *, karena …

NILAI

Apakah lama reaksi akan mempengaruhi terjadinya reaksi redoks, misalnya dalam tabung
g? Bagaimanakah pengaruhnya? (nilai 10)
Ya / Tidak *, karena …

NILAI

46

Anda mungkin juga menyukai