LABORATORIUM LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JANUARI 2013
TIM PENYUSUN versi orisinil Tahun 2011:
Irma Gusniani
Setyo Sarwanto Moersidik
Gabriel Andari Kristanto
EDITOR versi revisi Januari 2013:
Cindy Rianti Priadi
Gabriel Andari Kristanto
R.M. Sandyanto Adityosulindro
Thanti Octavianti
Licka Kamadewi
MANUAL KESEHATAN
DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
DI LABORATORIUM LINGKUNGAN
Keselamatan menjadi yang utama
Keamanan dalam bekerja (praktikum) di laboratorium kimia
adalah hal yang sangat penting dan merupakan tanggung jawab
setiap orang. Beberapa bahan kimia ada yang beracun, mudah
terbakar, dan bahan peledak karsinogenik sehingga setiap orang
harus memiliki pengetahuan dasar dan memahami sifat-sifat bahan
kimia dan peralatan yang berada di laboratorium. Semua orang harus
menyadari jenis risiko dan kecelakaan yang mungkin akan terjadi
serta kerugian atau luka-luka yang dapat diakibatkan oleh
ketidaktahuan atau rasa tidak bertanggung jawab dari tiap mahasiswa
atau akibat perencanaan yang tidak baik, ketidaktahuan akibat sikap
acuh tak acuh dan kurang peduli.
Peraturan umum yang harus diketahui oleh semua yang bekerja di
laboratorium adalah:
1. Tiap mahasiswa, sebelum memulai praktikum harus MEMBACA
DAN MENYETUJUI peraturan laboratorium.
2. Harap diperhatikan bahwa keselamatan bekerja di laboratorium
merupakan suatu hal yang sangat serius. Mahasiswa tidak
diperbolehkan melakukan praktikum jika tidak mau mematuhi
peraturan laboratorium.
A. Peraturan Keselamatan
1. Lepaskan lensa kontak sebelum memulai pekerjaan
laboratorium.
2. Gunakan sarung tangan selama melakukan praktikum yang
mengharuskan penggunaan sarung tangan.
3. Bekerjalah dengan hati-hati saat bekerja dengan bahan
kimia untuk mencegah terjadinya kontak bahan kimia
dengan kulit atau pakaian.
4. Perhatikan aturan pemakaian asam. Asam memiliki
tekanan uap yang tinggi sehingga mudah menguap dan
berbahaya. Lakukan langkah berikut jika bekerja dengan
menggunakan asam:
i
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Fasilitas Keselamatan
Laboratorium dilengkapi dengan beberapa peralatan atau
fasilitas keselamatan. Mahasiswa yang bekerja di laboratorium harus
mengenal lokasi penyimpanan dan cara menggunakannya dengan
baik.
1. Fire extinguisher
Gunakan CO2 fire extinguisher untuk memadamkan api kecil
yang terjadi akibat kecelakaan kebakaran oleh bahan kimia.
Pemadam api halohydrocarbon hanya digunakan bila tidak ada
bahan kimia.
2. Kotak P3K
Dapat digunakan jika terjadi kecelakaan kecil (minor) pada saat
bekerja di laboratorium.
C. Pakaian Personal
1. Gunakan jas laboratorium yang berfungsi untuk melindungi
pakaian dan tubuh agar tidak berkontak dengan bahan
kimia atau bahan lainnya selama melakukan praktikum.
2. Hindari memakai pakaian yang terlalu panjang untuk
menghindari kontak dengan bahan-bahan kimia.
3. Bagi mahasiswa/i yang berambut panjang agar mengikat
rambutnya ke belakang sehingga tidak mengganggu pada
saat bekerja/praktikum.
4. Sebaiknya tidak menggunakan perhiasan di tangan, selain
mengganggu saat bekerja, perhiasan tersebut dapat rusak
jika berkontak dengan bahan kimia.
5. Gunakan sepatu yang menutupi jari-jari kaki sehingga
melindungi tumpahan atau ceceran kimia. Tidak diizinkan
menggunakan sandal atau sepatu hak tinggi di dalam
laboratorium.
iii
iv
5.
6.
B.
vi
vii
viii
6.
7.
8.
ix
Kepala Laboratorium
Program Studi Teknik Lingkungan
Sub-Lab Laboratorium Lingkungan
Departemen Teknik Sipil-FTUI
DAFTAR ISI
MANUAL KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) .........i
TATA TERTIB PRAKTIKUM ...............................................................v
DAFTAR ISI ..........................................................................................xi
BAB 1 PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH
TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH ..........................................1
MODUL 1.1: Timbulan dan Komposisi Sampah ....................................4
MODUL 1.2: Pengukuran Nilai Kalori Sampah .....................................6
BAB 2 ZAT PADAT BERDASARKAN METODE GRAVIMETRI ..11
MODUL 2.1: Sedimentasi Diskrit dan Total Solid (TS) .......................14
MODUL 2.2: Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid
(TDS) .....................................................................................................16
MODUL 2.3: Volatile Suspended Solid (VSS)......................................18
BAB 3 PENGAMBILAN CONTOH AIR ............................................22
MODUL 3.1: Pengambilan Contoh Air Danau .....................................26
BAB 4 JAR TEST .................................................................................31
MODUL 4.1: Penentuan Rentang Dosis Koagulasi ..............................36
MODUL 4.2: Koagulasi, Flokulasi, dan Sedimentasi ...........................36
BAB 5 SEDIMENTASI TIPE 2 ............................................................42
MODUL 5.1: Pengukuran Kekeruhan dan TSS ....................................47
MODUL 5.2: Pembuatan Kurva Pengendapan .....................................50
BAB 6 PENGOLAHAN BIOLOGIS DALAM TEKNIK
LINGKUNGAN ....................................................................................56
MODUL 6.1: Pengolahan Zat Organik (BOD dan COD) .....................61
MODUL 6.2: Perhitungan Produksi Lumpur (TSS dan VSS) ..............62
BAB 7 ANALISIS KLOR AKTIF ........................................................69
MODUL 7.1: Penentuan Breakpoint Chlorination (BPC) ....................73
MODUL 7.2: Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Desinfeksi ...............75
xi
BAB 1
PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH
TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH
1. Maksud dan Tujuan
Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan
Komposisi Sampah ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi
penyelenggara pembangunan dalam melakukan pengambilan dan
pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah untuk suatu
bangunan. Tujuan dari metode ini adalah untuk mendapatkan besaran
timbulan sampah yang digunakan dalam perencanaan pengelolaan
sampah.
2. Ruang Lingkup
Metode ini berisi cara pelaksanaan pengambilan dan
pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah untuk suatu
gedung/fasilitas.
3. Dasar Teori
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, limbah padat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan,
timbulan limbah padat adalah jumlah atau banyaknya limbah padat
yang dihasilkan oleh manusia pada suatu daerah. Limbah padat yang
dihasilkan dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan sumbernya.
Hal ini dinyatakan dengan persentase (%) berat atau volume dari
limbah padat tersebut.
Sedangkan bila dilihat dari sumbernya, limbah padat perkotaan
dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu (Tchobanoglous et
al., 1993):
1. Limbah padat pemukiman
Limbah padat pemukiman berasal dari hasil kegiatan rumah
tangga. Kelompok ini meliputi rumah tinggal yang ditempati
oleh sebuah keluarga atau sekelompok rumah yang berada
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sumber Penghasil
Limbah Padat
Pemukiman
Komersial
Institusional
Konstruksi
Pelayanan Umum
Instalasi Pengolahan
Industri
Pertanian dan
Peternakan
4. Alat
Timbangan 100 kg, 20 kg, dan 5 kg. Timbangan 100 kg
diperlukan untuk menimbang limbah padat kotak pengukur
kayu. Sedangkan timbangan 20 kg dan 5 kg diperlukan
untuk mengukur limbah padat yang telah dipilah
berdasarkan komposisinya.
Kotak kayu berukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m. Kotak kayu
digunakan untuk mengukur volume limbah padat.
5. Cara Kerja
Praktikum pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan
komposisi sampah ini terdiri dari 2 modul.
5.
6.
7.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keterangan:
BJ = Berat jenis sampah (kg/L)
W = Berat sampah pada kotak pengukur (kg)
V = Volume sampah pada kotak pengukur (L)
V = Volume sampah yang dihasilkan pada satu fasilitas,
misalnya dilihat dari volume kontainer (L/hari)
n = Jumlah orang yang beraktivitas pada fasilitas tersebut
(orang)
Komposisi sampah =
A
x 100%
W
Keterangan:
A = Berat komponen sampah tertentu, misal: kertas (kg)
W = Berat sampah pada kotak pengukur (kg)
7. Pelaporan
Tabel 2. Formulir pengambilan contoh
Identifikasi contoh
Petugas pengambil contoh
Tanggal
Waktu
Lokasi
Kriteria lokasi
Kondisi cuaca
(A) Berat sampah (kg)
(B) Volume sampah (L)
(C) Berat jenis sampah (kg/L)
(A/B)
5.
6.
(CxD/E)
Berat (kg)
Kardus
Koran/majalah
Hvs dan kertas yang
dihancurkan
Kertas lain selain kardus,
koran/majalah dan HVS
(termasuk map coklat,
kemasan minuman
kertas, tisu)
Botol/gelas plastik
Plastik selain botol/gelas
plastik (termasuk
kemasan pembungkus
Persentase (%)
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
10
BAB 2
ZAT PADAT BERDASARKAN METODE GRAVIMETRI
1. Ruang Lingkup
Metode ini digunakan untuk menentukan konsentrasi total solid
(TS), total suspended solid (TSS), total dissolved solid (TDS), dan
volatile suspended solid (VSS) secara gravimetri.
2. Istilah dan definisi
Total solid (total padatan) adalah semua bahan yang
terdapat dalam contoh air setelah dipanaskan pada suhu
103o-105oC selama tidak kurang dari 1 jam.
Total suspended solid (total padatan tersuspensi) adalah
residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan
dengan ukuran partikel maksimal 2,0 m atau lebih besar
dari ukuran partikel koloid.
Total dissolved solid (total padatan terlarut) adalah semua
bahan dalam contoh air yang lolos melalui saringan
membran yang berpori 2,0 m atau lebih kecil dan
dipanaskan 180o C selama 1 jam.
Volatile suspended solid (VSS) adalah jumlah padatan
yang menguap dari TSS yang sudah dipanaskan pada suhu
550o C.
11
3. Prinsip pengukuran
Prinsip analisis total solid (TS)
Sampel dalam cawan diuapkan dan dikeringkan dalam
oven pada suhu 105o C, sampai beratnya konstan. Berat residu
di dalam cawan adalah zat padat total.
Prinsip analisis total suspended solid (TSS)
Bila zat padat dalam sampel dipisahkan dengan
menggunakan filter kertas atau filter fiber glass (serabut kaca)
dan kemudian zat padat yang tertahan pada filter dikeringkan
pada suhu 105o C. Maka berat residu sesudah pengeringan
adalah zat padat tersuspensi.
12
Alat:
Gambar 4. Desikator
Bahan:
13
14
(A-B) x 1000
volume contoh / sample (mL)
dimana:
A = berat cawan + residu sesudah pemanasan 105oC (mg)
B = berat cawan kosong sesudah pemanasan 105oC (mg)
15
16
4.
5.
6.
7.
8.
Perhitungan
mg TSS per liter =
(A-B) x 1000
volume sampel (mL)
dimana:
A = berat cawan + filter + residu setelah pemanasan 105oC (mg)
B = berat cawan + filter kosong sesudah pemanasan 105oC (mg)
mg TDS per liter =
(A-B) x 1000
volume sampel (mL)
dimana:
A = berat cawan + residu kering setelah pemanasan 180oC (mg)
B = berat cawan kosong sesudah pemanasan 180oC (mg)
17
18
19
20
8. Daftar Pustaka
Alaerts, G. dan Santika, S. S. (1984). Metode Penelitian Air.
Surabaya: Usaha Nasional.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2004).
SNI 06-6989.3-2004: Cara uji padatan tersuspensi total
(Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri
Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2005).
SNI 06-6989.26-2005: Cara uji kadar padatan total secara
gravimetri
21
BAB 3
PENGAMBILAN CONTOH AIR
1. Maksud dan Tujuan
Metoda ini digunakan untuk pengambilan contoh air guna
keperluan pengujian kandungan padatan air danau.
2. Dasar Teori
Pengambilan contoh (sampling) adalah kegiatan mengumpulkan
bagian material tertentu untuk tujuan analisis yang secara akurat
mewakili material yang diambil contohnya. Contoh yang
representatif adalah contoh yang mewakili ruang dan waktu suatu
sistem badan air yang diteliti dan dibatasi dengan tujuan dan ruang
lingkup penelitian. Pendekatan dalam pengambilan contoh:
Pendekatan sistem
Untuk merepresentasikan badan air secara keseluruhan
Pendekatan modifikasi
Untuk mewakili bagian spesifik atau aspek tertentu pada sistem
(contoh: pada studi tentang tumpahan minyak, pengambilan contoh
dapat dilakukan hanya pada bagian permukaan badan air)
Ada dua jenis pengambilan contoh air yang umumnya
dilakukan, pengambilan contoh grab dan komposit.
Pengambilan contoh grab
Sampel air diambil pada suatu waktu tertentu. Karena hanya
diambil pada titik dan waktu tertentu, sampel ini tidak dapat
mewakili sistem yang ada namun kelebihannya adalah cara
pengambilan yang relatif sederhana.
Pengambilan contoh komposit
Sampel ini terdiri dari gabungan beberapa sampel grab yang
diambil pada suatu titik dengan periode waktu tertentu atau pada
beberapa titik pada suatu waktu. Sampel jenis ini dapat mewakili
variasi yang ada di sistem. Untuk sampel komposit yang diambil dari
sampel grab pada kisaran waktu yang panjang, sampel tersebut tidak
bisa digunakan untuk pengujian parameter yang dapat berubah
dengan cepat seperti oksigen terlarut.
22
23
b.
d.
24
25
4. Cara Kerja
Praktikum pengambilan contoh air ini terdiri dari 1 modul.
Pembersihan alat pengambil contoh dan wadah penampung
contoh:
1. Untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan,
seluruh wadah contoh harus benar-benar dibersihkan di
laboratorium sebelum dilakukan pengambilan contoh.
2. Wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan
dari yang dibutuhkan.
3. Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang
diperlukan tergantung dari jeniscontoh yang akan diambil.
Pengambilan contoh ini dilakukan untuk pengujian Jar
Test, sehingga metode pembersihan wadah adalah sebagai
berikut:
wadah contoh harus dicuci dengan sabun dan disikat
untuk menghilangkan partikel yang menempel di
permukaan
bilas wadah contoh dengan air bersih dan aquades
hingga seluruh deterjen hilang
biarkan wadah contoh mengering di udara terbuka
wadah contoh yang telah dibersihkan dilabeli dan siap
untuk pengambilan contoh
26
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
27
b c
Gambar 6. Water
sampler SIBATA
28
5. Pelaporan
Tabel 3. Formulir pengambilan contoh
Identifikasi contoh
Tanggal
Waktu
Nama danau
Petugas pengambil contoh
Kedalaman danau
Pengukuran lapangan
Temperatur
pH
Konduktivitas
DO
Kekeruhan
TDS
Analisis yang diperlukan
Jenis contoh (grab/komposit)
Kondisi cuaca (saat dan sebelum pengambilan contoh):
29
2.
3.
4.
5.
7. Daftar Pustaka
Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2008).
SNI 6989.57.2008: Metode pengambilan contoh air
permukaan.
U.S.Geological Survey. (2005). Handbooks for WaterResources Investigations: National field manual for the
collection of water-quality data, Book 9. 3 September 2012.
http://pubs.water.usgs.gov/twri9A/
Tugas:
Mindmap Part 1000 Introduction, 1060 (hal. 1-27 1-34)
American Public Health Association, American Water Works
Association, and Water Environment Federation. (2005). Standard
Methods for the Examination of Water and Wastewater, 21st ed.
Washington: American Public Health Association.
30
BAB 4
JAR TEST
1. Maksud dan Tujuan
Menentukan rentang dosis koagulan optimum berdasarkan
kualitas air sampel, terutama pH dan kekeruhan
Melakukan percobaan proses koagulasi dan flokulasi skala
laboratorium untuk menurunkan kekeruhan dengan
menggunakan metoda Jar Test.
Mengamati ukuran flok yang terbentuk selama
berlangsungnya proses flokulasi.
Menentukan dosis optimum dan jenis koagulan tertentu
untuk menurunkan kekeruhan sehingga baku mutu tercapai,
serta mengamati faktor faktor yang mempengaruhinya (pH,
temperatur).
2. Ruang Lingkup
Percobaan menggunakan alat Jar Test untuk
mensimulasikan pengadukan cepat dan pengadukan lambat.
Sedimentasi dilakukan untuk mengukur kecepatan
pengendapan terkait dengan jenis partikel flokulan.
3. Dasar Teori
Jar Test adalah tes yang biasa dilakukan di laboratorium untuk
menentukan kondisi operasi optimum pada sistem pengolahan air
bersih atau air limbah. Selain itu, Jar Test juga berguna untuk
menentukan koagulan yang tepat dan koagulan pembantu, dan jika
dibutuhkan dosis kimia yang dibutuhkan untuk koagulasi pada air
tertentu. Prinsip dari Jar Test adalah proses koagulasi, flokulasi, dan
sedimentasi. Selama proses berlangsung dilakukan penyesuaian pH,
jenis dan dosis koagulan, serta kecepatan pengadukan. Dengan Jar
Test dapat ditentukan dosis optimum dari bahan-bahan kimia yang
dibubuhkan ke dalam air baku. Jar Test pada umumnya digunakan
untuk mengurangi/ menghilangkan koloid tersuspensi dan zat
organik penyebab kekeruhan, bau, rasa dan warna pada sistem
31
pengolahan air bersih maupun air limbah. Jar Test juga digunakan
untuk mengetahui proses koagulasi - flokulasi dalam sistem
pengolahan air limbah dan menentukan dosis zat kimia yang tepat
untuk mengolah air limbah tersebut sehingga dapat dikatakan layak
dalam pengolahannya atau memenuhi baku mutu yang berlaku dalam
pengolahan air limbah.
Penambahan bahan kimia (koagulan) pada proses koagulasi
dengan pengadukan cepat, memberikan kesempatan kepada koagulan
untuk membentuk inti flok yang berasal dari partikel koloid yang ada
dalam contoh air. Proses koagulasi kemudian dilanjutkan dengan
proses pengadukan lambat (flokulasi), dengan tujuan memberikan
kesempatan bagi inti flok untuk saling bersentuhan sehingga
terbentuk flok yang lebih besar yang siap untuk diendapkan. Proses
berikutnya adalah pengendapan (sedimentasi) yang bertujuan untuk
mengendapkan flok yang sudah terbentuk.
32
Ferrous Sulphat
Penggunaan ferrous sulphat sebagai koagulan memerlukan
alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida dalam air baku untuk
menghasilkan reaksi yang cepat. Oleh sebab itu Ca(OH)2 biasanya
ditambahkan untuk meningkatkan pH sehingga ion besi dapat
mengendap sebagai ferric hidroksida dalam reaksi berikut:
2 FeSO4 + 7 2 + 2Ca ( )2 +
1
2 Fe( )3 + 2CaSO4 + 13 2
2 2
33
Ferric Sulfat
Reaksi sederhana dari ferric sulphat dengan alkalinitas
bikarbonat alami untuk menjadi bentuk ferric hydroksida adalah :
Ferric Chlorida
Reaksi sederhana dari ferric chlorida dengan alkalinitas
bikarbonat alami untuk membentuk ferric hydroksida adalah :
2FeCl3 + 3Ca C3
2Fe()3 + 3CaSO4 + 6C 2
2 FeCl 3 + 3Ca C 3
2 Fe ( )3 + 3CaCl 2
34
rpm gage
water containers
mixing paddles
Gambar 8. Peralatan Jar Test
Bahan:
35
5. Cara Kerja
Praktikum Jar Test ini terdiri dari 2 modul.
36
37
6. Hasil Pengamatan
1. Tabel pengamatan pH versus kekeruhan tahap 1
Jenis koagulan .........................................
Beaker
No.
Waktu
pengendapan
(menit ke ...)
10
Dosis
koagulan
(mg/L)
10
20
30
40
50
1
2
3
4
5
20
10
20
30
40
50
1
2
3
4
5
30
10
20
30
40
50
1
2
3
4
5
2.
pH
Temperatur
(oC)
Kekeruhan
(NTU)
38
3.
Dosis
Koagulan
(mg/L)
10
15
20
25
30
1
2
3
4
5
20
10
15
20
25
30
1
2
3
4
5
30
10
15
20
25
30
Beaker
No.
1
2
3
4
5
4.
pH
Temperatur
(oC)
Kekeruhan
(NTU)
39
40
4.
5.
6.
41
BAB 5
SEDIMENTASI TIPE 2
1. Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami proses
pemisahan zat padat - cair dari flokulen tersuspensi yang terdapat
dalam proses pengolahan air minum dan air limbah. Sedangkan
tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakteristik
pengendapan / sedimentasi dari sampel air yang direpresentasikan
dalam grafik penghilangan padatan tersuspensi (suspended solids
removal) terhadap waktu detensi (detention time) dan beban
permukaan (overflow rate).
2. Ruang Lingkup
Batch settling test umumnya digunakan untuk mengevaluasi
karakteristik pengendapan dari flokulen tersuspensi yang terdapat di
badan air maupun dalam proses pengolahan air.
3. Dasar Teori
Aliran pada kondisi yang relatif tenang akan membuat padatan
mengendap akibat gaya gravitasi. Sedimentasi merupakan proses
pemisahan material tersuspensi dalam air melalui gravitasi.
Berdasarkan konsentrasi dan kemampuan partikel untuk saling
berinteraksi, proses pengendapan dibagi menjasi 4 yaitu
pengendapan diskrit (tipe 1 - discrete settling), pengendapan flokulen
(tipe 2 - flocculant settling), pengendapan zona (tipe 3 - zone
settling) dan pengendapan terkompresi (tipe 4 - compression
settling).
Parameter kunci dalam analisis pengendapan partikel adalah
kecepatan pengendapan yang dirumuskan berdasarkan Hukum ketiga
Newton tentang aksi dan reaksi :
.(1)
42
(2)
Kemudian berdasarkan hukum Stokes untuk aliran laminar (Re < 1),
subtitusikan nilai Cd ke persamaan diatas, diperoleh
(3)
Partikel akan dapat mengendap jika kecepatan pengendapan (vs)
lebih besar dari beban permukaan yang disebut surface loading atau
overflow rate (OR). Karena waktu detensi dari pengendapan partikel
sama dengan waktu yang dibutuhkan aliran air yang mengalir dari
inlet bak sedimentasi menuju outlet maka overflow rate data
dinyatakan dengan :
OR = H/t = Q / A (4)
dimana
H : kedalaman bak sedimentasi (m)
t
: waktu detensi (hari)
Q : debit (m3/hari)
A : luas permukaan bak (m2)
Jika OR > vs, maka waktu yang dibutuhkan partikel untuk
mengendap (mencapai zona lumpur di dasar bak sedimentasi) lebih
lama daripada waktu yang dibutuhkan partikel air untuk mencapai
outlet bak. Sehingga hanya sebagian partikel yang akan mengendap.
Menurut Droste (1997) karena diasumsikan semua partikel
terdistribusi sempurna di kedalaman inlet bak sedimentasi, maka
hanya partikel yang memasuki zona pengendapan pada kedalaman
43
44
Alat:
45
Bahan:
46
5. Cara Kerja
Praktikum sedimentasi tipe 2 ini terdiri dari 2 modul.
47
6.
7.
8.
9.
Catatan:
Pada saat pengambilan sampel, tangan kiri memegang pipa dan
tangan kanan memegang gelas beaker atau sebaliknya.Posisi tangan
yang membuka katub pada saat pengambilan sampel juga harus
memegang pipa dengan tujuan untuk menahan pipa pada saat jari
membuka katup pipa (Gambar 12). Hal ini bertujuan agar tidak
48
49
50
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
51
6. Hasil Pengamatan
Tabel 1
Waktu
(Menit)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
Tabel 2
Waktu
(Menit)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
20 cm
20 cm
0
60 cm
52
Tabel 3
Penyisihan
(%)
20
30
40
50
60
70
Tabel 4
Penyisihan
(%)
20 cm
30% 40%
40% 50%
50% 60%
60% 70%
20
30
40
50
60
70
Tabel 5
Waktu
(menit)
OR
(m3/hari-m2)
53
R
(%)
54
55
BAB 6
PENGOLAHAN BIOLOGIS
DALAM TEKNIK LINGKUNGAN
1. Maksud dan Tujuan
Memahami fungsi reaktor biologis dalam pengolahan air
limbah
Menggunakan prinsip keseimbangan massa untuk
mengestimasi produksi lumpur
Menggunakan prinsip keseimbangan massa untuk
mengetahui rasio resirkulasi lumpur ke reaktor
2. Ruang lingkup
Metoda ini digunakan untuk mensimulasikan penurunan
kandungan BOD, COD TSS, dan VSS limbah cair pada reaktor
pengolahan biologis yang dilengkapi dengan bak sedimentasi skala
laboratorium.
3. Dasar Teori
3.1. Keseimbangan Massa
Massa sesuatu zat tidak dapat diciptakan atau dihancurkan.
Massa yang terakumulasi sama dengan massa yang mengalir masuk
dikurangi massa yang berubah dikurangi massa yang mengalir
keluar.
Accumulation" = Input" Decrease due to reaction" Output"
56
semua aliran massa yang masuk dan yang keluar sistem dapat
diperhatikan
57
58
59
5. Cara Kerja
Praktikum pengolahan biologis dalam teknik lingkungan ini
terdiri dari 2 modul.
a.
60
c.
Feeding
Akhir dari aklimatisasi adalah ketika air limbah perut sapi
telah 100 % tergantikan dengan limbah cair yang merupakan
awal tahap feeding mikroorganisme dengan limbah batik. Efluen
yang keluar dari reaktor akan dibuang/ tidak diresirkulasikan.
61
62
63
64
dimana,
co = konsentrasi awal (mg/L), diketahui dari uji lab
c1 = konsentrasi akhir (mg/L), diketahui dari uji lab
Qin = debit limbah masuk ke reaktor (L/s), 1,1 mL/s
Qout = debit limbah keluar dari reaktor (L/s), 1,1 mL/s
vs = kecepatan pengendapan (m/s), diasumsikan dari
literatur
As = luas penampang pengendapan (m2), 0,09 m2
cL = konsentrasi lumpur (mg/L)
3. Penyesuaian rasio resirkulasi lumpur
Reaktor biologis bekerja bersamaan dengan unit
sedimentasi akhir untuk memisahkan lumpur biologis dan
efluen yang telah diolah.
Lumpur biologis ada yang dibuang dan ada yang
diresirkulasikan kembali ke reaktor. Jika reaktor bekerja
dengan skema berikut, tentukan rasio resirkulasi lumpur
(R/Q) dengan meninjau keseimbangan massa lumpur
biologis di titik influen.
65
66
2.
3.
Produksi lumpur
1. Bandingkan konsentrasi lumpur (TSS dan VSS) yang
didapatkan dari hasil praktikum dan yang diestimasi dari
perhitungan keseimbangan massa!
2. Berapa rasio resirkulasi lumpur berdasarkan data TSS dan
VSS lumpur dan influen? Apa fungsi dari resirkulasi
lumpur? Untuk reaktor biofilter ini, apakah perlu dilakukan
resirkulasi lumpur?
3. Apa pengaruh jenis proses pengolahan biologis (suspended
growth/ attached growth) terhadap produksi lumpur yang
dihasilkan?
4. Bagaimana perbedaan karakteristik yang dihasilkan lumpur
pada sedimentasi tipe 1, 2, dan 3?
67
68
BAB 7
ANALISIS KLOR AKTIF
1. Maksud dan Tujuan
Mengetahui jumlah klor yang dibutuhkan untuk air baku dengan
kualitas tertentu sehingga tercapai titik Break Point Chlorination
(BPC).
2. Ruang Lingkup
Metode analisis klor aktif dengan metoda iodometri digunakan
untuk mengetahui jumlah klor yang dibutuhkan sehingga semua zat
kimia yang dapat dioksidasi teroksidasi: amoniak hilang sebagai gas
N2, dan juga masih tersedia sisa klor aktif terlarut yang
konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmian kuman-kuman.
Penambahan klor dalam sistem pengolahan air bersih digunakan
untuk membasmi bakteri dan mikroorganisme seperti amuba,
ganggang dan mengoksidasi ion-ion logam seperti Fe2+, Mn2+,
menjadi Fe3+, Mn4+, serta memecah bahan organik seperti warna.
Selama proses tersebut, klor sendiri bereaksi dengan amoniak dan
direduksi sampai menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai daya
desinfeksi.
Klor berasal dari gas klor Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2/ kaporit, atau
larutan HOCl/ asam hipoklorit. Break Point Chlorination (klorinasi
titik retak) adalah jumlah klor yang dibutuhkan sehingga:
semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi
amoniak hilang sebagai gas N2
masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya
dianggap perlu untuk pembasmian kuman-kuman
Dan berikut merupakan grafik dari BPC yang menunjukkan
hubungan antara jumlah klor aktif (sumbu y) dengan klor yang
dibubuhkan (sumbu x).
69
70
(1a)
(1b)
(2)
4. Pengawetan Sampel
Klor tidak stabil bila terlarut dalam air dan konsentrasinya akan
turun dengan cepat. Sinar matahari atau lampu, dan pengocokan
sampel akan mempercepat penurunannya. Oleh karena itu analisis
klor aktif harus dilakukan paling lambat dua jam setelah
pengambilan sampel.
71
72
1
ml Na2S2O3 yang dibutuhkan
Indikator kanji
Kanji sebanyak 5 g dituangkan ke dalam 1 L air suling di
dalam beaker yang sedang mendidih.
6. Cara Kerja
Praktikum analisis klor aktif ini terdiri dari 2 modul.
2.
3.
4.
5.
73
6.
7.
74
2.
3.
4.
Perhitungan
Klor aktif sebagai mgClF =
(A B) x N x 35453 x Fp
V
dimana,
A = mL titran Na2S2O3 untuk sampel
B = mL titran Na2S2O3 untuk blanko (bisa positif atau negatif)
N = Normalitas larutan titran Na2S2O3
V = Volume sample (ml)
Fp = Faktor pengencer
7. Hasil Pengamatan
Klor aktif
(mgCl2/L)
Klor yang dibubuhkan
75
76
77