Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PESTISIDA DAN APLIKASI

“DITIOKARBAMAT”

OLEH :
KELOMPOK 1 (AGROTEKNOLOGI A)

FITRA ANANDA AMIMARTHA (1606110011)


NENENG AGUSTINA (1606110091)
ROYHAN ZULFADLY H. (1606110261)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor penghambat penting dalam budidaya tanaman adalah


penyakit, yang sebagian besar disebabkan oleh jamur. Pengendalian kimia
menggunakan fungisida merupakan salah satu cara yang sampai saat ini masih
banyak dilakukan. Beberapa faktor yang menyebabkan fungisida masih dipakai
secara luas antara lain adalah : belum tersedianya varietas tahan penyakit,
permintaan konsumen akan produk pertanian dengan kualitas tinggi dan mulus,
intensitas penyakit yang tinggi pada beberapa komoditas pertanian unggulan, dan
ketertarikan masyarakat terhadap varietas introduksi yang umumnya rentan
terhadap penyakit.
Berdasarkan hal-hal tersebut cara pengendalian penyakit yang lebih
menjamin keberhasilan panen adalah penggunaan fungisida. Beberapa komoditas
pertanian unggulan, khususnya hortikultura sangat rentan terhadap penyakit
sehingga risiko kegagalan panen sangat mengkhawatirkan petani. Oleh karena itu,
pemakaian fungisida masih merupakan pilihan utama untuk pengendalian penyakit
pada cabai, tomat, buncis, sawi, bawang merah dan komoditas hortikultura lainnya.
Fungisida yang populer digunakan di Indonesia antara lain adalah Manzate-
200 (mankozeb), Benlate (benomil), Benlate T-20 (benomil+tiram), Daconil
(klorotalonil), dan Dithane M-45 (mankozeb) Fungisida Ridomil (metalaksil) telah
lama digunakan untuk mengendalikan penyakit bulai pada jagung (Yonnes, et al.,
1987). Topsin-M (metil tiofanat) telah diuji efikasinya untuk pengendalian penyakit
blendok pada jeruk (Sumardiyono et al., 1995a). Fungisida fungisida tersebut,
di samping jenis yang lain, saat ini masih merupakan fungisida yang
direkomendasikan (Anonim, 2008). Beberapa fungisida sistemik yang berbahan
aktif benomil dan metil tiofanat, telah diteliti dalam uji efikasi dan memberikan
efektivitas yang cukup untuk menekan intensitas penyakit (Sumardiyono &
Rachmat, 1981; Sumardiyono & Mojo, 1986; Sumardiyono et al., 1995b). Propineb
bahan aktif dari Antracol dan Petrostar, telah diuji efikasinya untuk pengendalian
penyakit antraknos pada cabai (Sumardiyono et al.,1996). Fungisida benomil telah
diuji kemampuannya dalam menekan penyakit embun tepung pada Acacia
mangium. Penyemprotan tiap dua minggu, sampai dengan delapan minggu dengan
kepekatan 1g/l mampu mengurangi kerusakan hingga 81,6% (Anggraeni, 2001).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diketahui bahwa fungisida kontak dan
sistemik telah cukup lama dipakai di Indonesia. Fungisida-fungisida tersebut masih
diperlukan untuk pengendalian penyakit tanaman untuk waktu yang akan datang.

1.2 Tujuan

Makalah tentang ditiokarbamat ini disusun dengan tujuan untuk


mendeskripsikan tentang senyawa ditiokarbamat baik itu bahan aktif, kegunaan,
manfaat, kelebihan, kekurangan, cara kerja, sasaran, residu yang ditimbulkan serta
solusi dari dampak penggunaan pestisida diktiokarbamat terhaap lingkungan.
II ISI

2.1 Fungisida

Fungisida adalah pestisida yang secara spesifik membunuh atau


menghambat cendawan penyebab penyakit. Fungisida dapat berbentuk cair (paling
banyak digunakan), gas, butiran, dan serbuk. Perusahaan penghasil benih biasanya
menggunakan fungisida pada benih, umbi, transplan akar, dan organ propagatif
lainnya, untuk membunuh cendawan pada bahan yang akan ditanam dan
melindungi tanaman muda dari cendawan patogen. Selain itu, penggunaan
fungisida dapat digunakan melalui injeksi pada batang, semprotan cair secara
langsung, dan dalam bentuk fumigan (berbentuk gas yang disemprotkan).

Fungisida dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu fungisida


selektif (fungisida sulfur, tembaga, quinon, heterosiklik) dan non selektif
(fungisida hidrokarbon aromatik, anti-oomycota, oxathiin, organofosfat, fungisida
yang menghambat sintesis sterol, serta fungisida sistemik lainnya). Fungisida
selektif membunuh jamur tertentu namun tidak menyakiti jamur lainnya.

Fungisida juga dapat dikategorikan sebagai fungisida kontak, translaminar,


dan sistemik. Fungisida kontak hanya bekerja di bagian yang tersemprot. Fungisida
translaminar mengalir dari bagian yang disemprot (daun dan bagian atas tanaman)
ke bagian yang tidak disemprot (ke bawah). Fungisida sistemik diserap oleh
tumbuhan dan didistribusikan melalui sistem pembuluh tanaman.

Kebanyakan fungisida berbahan dasar sulfur dalam konsentrasi yang


rendah antara 0.08 sampai 0.5% (jika dalam bentuk cair) hingga 90% (dalam wujud
bubuk). Residu fungisida telah ditemukan di makanan manusia, kebanyakan dari
aktivitas pasca panen untuk memperpanjang usia simpan hasil pertanian. Fungisida
seperti vinclozolindiketahui sangat berbahaya dan saat ini telah dilarang
penggunaannya. Sejumlah fungisida pun telah diatur penggunaannya.
2.2 Fungisida Ditiokarbamat

Pestisida golongan ditiokarbamat adalah senyawa kimia yang mengandung


sulfur, termasuk diantaranya Mancozeb, Metiran, Propineb, Thiram, Zinab, dan
Ziram. Zat tersebut merupakan fungisida yang banyak digunakan oleh petani di
Indonesia untuk menyemprot tanaman, terutama pada buahan dan sayuran. Efek
farmakologis pestisida golongan ditiokarbamat dapat menghambat enzim
kolinesterase. Aplikasi penggunaan dithiokarbamat biasanya digunakan pada buah
(apel, blueberry, anggur, dll), sayuran, jagung, kentang, dll. Golongan
ditiokarbamat merupakan fungisida yang bereaksi dan menginaktivasi kelompok
sulfhidril asam amino dan enzim sel jamur yang mengakibatkan gangguan
metabolisme lipid dan respirasi. Ditio-Karbamat memiliki bahan aktif: ferbam,
mankozeb, maneb, metiram, propineb, tiram, zineb, ziram serta kode kerja M 3

2.3 Cara Kerja Fungisida Ditiokarbamat

Golongan ditiokarbamat merupakan racun kontak yang menurunkan


aktivitas enzim kolinesterase darah dan bekerja sebagai racun saraf. Cara masuk
pestisida ke dalam tubuh menentukan kecepatan penyerapan, sehingga berpengaruh
pada intensitas dan durasi keracunan (Ngatidjan, 2006). Pestisida masuk ke dalam
tubuh dapat melalui beberapa cara (Mukono, 2005) yaitu: (1) saluran
gastrointestinal (tertelan); (2) saluran paru – paru (terhirup); dan (3) penetrasi kulit.
Secara epidemiologi cara masuk yang paling berbahaya melalui terhirup (inhalasi)
karena bahan berbentuk gas atau partikel, sehingga memudahkan racun masuk ke
peredaran darah. Selain itu saluran pernafasan langsung mengalami kelainan
(alergi) karena tertimbun di alveoli dan sulit dikeluarkan bila masuk ke dalam
tubuh.Apabila masuk melalui kulit dapat langsung dicuci dan apabila tertelan (oral)
dapat dimuntahkan atau diencerkan oleh asam lambung. Ditiokarbamat berfungsi
mempengaruhi sistem saraf metabolit utama pada sel tubuh jamur yaitu karbon
disulfide.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Fungisida Ditiokarbamat

Golongan ditiokarbamat merupakan fungisida yang bereaksi dan


menginaktivasi kelompok sulfhidril asam amino dan enzim sel jamur yang
mengakibatkan gangguan metabolisme lipid dan respirasi. Kelebihan fungisida ini
tidak menimbulkan fitotoksik pada tanaman jika digunakan sesuai petunjuk.
Ditiokarbamat mudah larut dalam air dan tidak mengganggu peralatan semperot.
Kelas bahaya (WHO) termasuk dalam kelas III (cukup berbahaya) dengan
keterangan pernyataan bahaya yaitu “PERHATIAN” dan warna pita piktogram
pada label berwarna biru tua.

Kekurangannya yaitu ketika pengguna pestisida ditiokarbamat terpapar


dapat menimbulkan gejala gatal, batuk, tenggorokan gatal, radang hidung dan
tenggorokan, bersin. Efek ke mata dapat menyebabkan mata kemerahan atau
penglihatan kabur. Bahaya kesehatan penggunaan dithiocarbamat dalam jangka
waktu yang panjang adalah dapat menyebabkan gangguan tiroid, cacat reproduksi,
kanker, dll. Dengan demikian perlu adanya tindakan untuk mencegah adanya
bahaya pestisida.
III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pestisida golongan ditiokarbamat adalah senyawa kimia yang mengandung


sulfur, termasuk diantaranya Mancozeb, Metiran, Propineb, Thiram, Zinab, dan
Ziram. Zat tersebut merupakan fungisida yang banyak digunakan oleh petani di
Indonesia untuk menyemprot tanaman, terutama pada buahan dan sayuran. Ditio-
Karbamat memiliki bahan aktif: ferbam, mankozeb, maneb, metiram, propineb,
tiram, zineb, ziram serta kode kerja M 3 Golongan ditiokarbamat merupakan racun
kontak yang menurunkan aktivitas enzim kolinesterase darah dan bekerja sebagai
racun saraf. Cara masuk pestisida ke dalam tubuh menentukan kecepatan
penyerapan, sehingga berpengaruh pada intensitas dan durasi keracunan, fungisida
ini tidak menimbulkan fitotoksik pada tanaman ketika pengguna pestisida
ditiokarbamat terpapar dapat menimbulkan gejala gatal, batuk, tenggorokan gatal,
radang hidung dan tenggorokan, bersin.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I. 2001. Upaya Penyembuhan Penyakit EmbunTepung pada Bibit


Acacia mangium dengan Benomil. Kongres Nasional XVI dan Seminar
Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor, 22-24 Agustus
2001.
Anonim. 2002. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat Pupuk dan
Pestisida. Ditjen. Bina Sarana Pertanian, Departemen Pertanian. 375p.
Sumardiyono, C., A. Wibowo, & Suryanti. 1995a. Uji Efikasi Fungisida Topsin-M
70 WP terhadap Penyakit Diplodia natalensis pada Tanaman Jeruk.
Laporan Penelitian Fakultas Pertanian UGM (tidak diterbitkan).
Sumardiyono, C., T. Martoredjo, & S. Hartono. 1996. Pengujian Lapangan Efikasi
Fungisida Petrostrar 70WP terhadap Penyakit Antraknose
Colletotrichum capsici dan Gloeosporium piperatum pada Tanaman
Cabai. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian UGM (tidak diterbitkan).
Yonnes, S., E. Sumantri & A. Warida. 1987. Pengaruh
Ridomil 35 SD dalam Pengendalian Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis)
(Rac.) Shaw pada Berapa Varietas Jagung. Seminar dan Kongres
Nasional PFI IX di Surabaya, 24-26 November 1987.

Anda mungkin juga menyukai