Anda di halaman 1dari 35

PETUNJUK PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA

Penyusun :
Luvita Gabriel Zulkarya, M. Farm

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


ITEKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
KATA PENGANTAR 2023/2024
VISI MISI, TUJUAN DAN SASARAN STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS

1
VISI
“Menjadi Perguruan Tinggi Kesehatan yang unggul di Tingkat Internasional pada
Tahun 2047”

MISI

1. Melaksanakan kegiatan pendidikan berdasarkan standar keilmuan terkini


2. Meningkatkan dan mengembangkan penelitian serta menggunakan hasil-hasil penelitian
dalam pembelajaran
3. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berdasarkan
hasil penelitian , perkembangan IPTEK, dan kearifan lokal
4. Mengembangkan jejaring kerjasama yang luas di tingkat nasional maupun internasional
untuk pelaksanaan tri dharma.
5. Menerapkan manajemen akademik, sumberdaya manusia, keuangan, dan penjaminan mutu
berbasis perencanaan dan teknologi informasi.

TUJUAN
1. Menghasilkan lulusan yang kompeten dalam mengemban profesi dan mengembangkan
ilmu pengetahuan serta teknologi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
2. Menghasilkan penelitian berskala nasional dan internasional yang bermanfaat bagi
pengembangan ilmu, dunia usaha, dan masyarakat luas.
3. Menghasilkan kegiatan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat yang bermanfaat bagi
masyarakat.
4. Memperluas dan meningkatkan jaringan kerja sama yang saling menguntungkan dengan
berbagai lembaga pemerintahan/swasta di dalam dan luar negeri;
5. Mewujudkan tata kelola lembaga yang kredibel, transparan, akuntabel, bertanggung jawab
dan adil untuk menghasilkan sumber daya insani yang berkarakter, cerdas, kreatif, dan
kompetitif

KATA PENGANTAR

2
Farmasi Fisika merupakan ilmu terapan dalam bidang kefarmasian dan
termasuk dalam kelompok keahlian Farmasetika dan Teknologi Farmasi yang
berkaitan erat dengan pengembangan bentuk sediaan farmasi pada umumnya.
Ilmu ini didasari juga dengan kajian kimia fisika dan teori dasar tentang
farmasetika, sehingga dapat membantu mahasiswa untuk memahami
penerapannya lebih lanjut.
Buku Penuntun Praktikum Farmasi Fisika edisi terbaru ini disusun sebagai
sarana bagi mahasiswa untuk mencapai pembelajaran yang lebih baik secara teori
maupun praktek. Dalam buku ini tercakup beberapa inti dari mata kuliah Farmasi
Fisika yang perlu diketahui oleh mahasiswa dan diharapkan dapat mewakili ilmu
teori yang diberikan dalam perkuliahan. Materi disusun melalui pendekatan
laboratorium dan studi pustaka agar mahasiswa dapat mencari dan memahami
lebih lanjut kaitan antara praktikum dengan teori perkuliahan, karena praktikum
berfungsi sebagai infrastruktur utama dalam pemahaman teori-teori yang
disampaikan dalam perkuliahan.
Besar harapan kami agar Modul Praktikum ini dapat memandu mahasiswa
dalam memahami teori perkuliahan Farmasi Fisika, dan jika terdapat kesalahan
dalam penyusunan buku ini kami harapkan tidak mempengaruhi substansial
materi secara keseluruhan.

Februari 2024

Penyusun

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................... 2
TATA TERTIB PRAKTIKUM .......................................... 4
PRAKTIKUM 1 BOBOT JENIS ...................................... 6
PRAKTIKUM 2 KELARUTAN......................................... 10
PRAKTIKUM 3 TEGANGAN PERMUKAAN......................... 19
PRAKTIKUM 4 EMULSIFIKASI…………………………………… 22
PRAKTIKUM 5 VISKOSITAS DAN RHEOLOGI..................... 25
PRAKTIKUM 6 UJI STABILITAS..................................... 28
PRAKTIKUM 7 KOLOIDAL ........................................... 32
PRAKTIKUM 8 DISOLUSI............................................. 33

TATA TERTIB PRAKTIKUM FARMASI FISIK

1. Mahasiswa/pengguna laboratorium wajib mentaati semua tata tertib dan


ketentuan yang ada di Laboratorium.
2. Berlaku sopan, santun dan menjunjung etika akademik.

4
3. Mahasiswa yang akan melakukan praktikum wajib membawa laporan
sementara yang telah disahkan pada saat pretes
4. Mahasiswa yang akan melakukan praktikum wajib menggunakan jas
laboratorium
5. Mahasiswa yang akan melakukan praktikum wajib meletakkan barang di
tempat yang sudah ditentukan
6. Mahasiswa dilarang membawa makanan dan minuman kedalam ruang
laboratorium
7. Mahasiswa dilarang menggunakan sandal, sepatu terbuka, dan sepatu/sandal
hak tinggi
8. Mahasiswa dilarang menggunakan perhiasan dan aksesoris.
9. Mahasiswa/peneliti yang akan menggunakan Laboratorium Fakultas Kesehatan
prodi farmasi harus mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari kepala
Laboratorium. Surat ijin harus masuk seminggu sebelum penggunaan.
10. Persetujuan penggunaan fasilitas/peralatan ditanda tangani oleh kepala
Laboratorium
11. Peminjaman alat harus terlebih dahulu mengisi form peminjaman alat dan
diketahui pembimbing dan teknisi Laboratorium.
12. Sebelum memulai praktikum:
a. Mahasiswa wajib meminjam alat laboratorium pada laboran
b. Mahasiswa wajib melakukan pengecekan alat dengan daftar yang sudah
disediakan, jika ada alat yang tidak sesuai harus segera dilaporkan kepada
laboran
c. Mahasiswa wajib meminta lembar laporan sementara pada laboran
13. Selama proses praktikum:
a. Mahasiswa harus memahami cara kerja materi praktikum
b. Mahasiswa harus mengembalikan bahan-bahan praktikum yang telah
digunakan ketempat semula

c. Mahasiswa dilarang makan dan minum selama praktikum berlangsung


d. Mahasiswa dilarang bermain-main pada saat praktikum
e. Mahasiswa wajib menjaga kebersihan laboratorium

5
14. Setelah selesai melakukan praktikum:
a. Mahasiswa wajib membersihkan peralatan yang telah digunakan
b. Mahasiswa wajib mengembalikan peralatan yang telah dipinjam kepada
laboran
c. Mahasiswa wajib membersihkan meja yang digunakan
d. Sebelum meninggalkan laboratorium mahasiswa wajib mengisi absensi dan
meminta pengesahan pada lembar laporan sementara
15. Pengembalian peralatan/bahan kepada laboran dalam keadaan baik, sesuai
dengan form peminjaman.
16. Kerusakan/kehilangan peralatan/bahan selama waktu peminjaman menjadi
tanggung jawab peminjam, dan penggantian di sesuaikan dengan
peralatan/bahan yang dipinjam dalam waktu yang ditentukan oleh pihak
laboratorium.
17. Kegiatan penelitian/praktikum mahasiswa harus didampingi oleh
pembimbing/asisten praktikum.
18. Penggunaan Laboratorium di luar jam kerja harus sepengetahuan pihak
Laboratorium
19. Hal-hal yang belum tercantum dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.

PRAKTIKUM 1.
PENENTUAN BOBOT JENIS

I. Tujuan Percobaan
Menetukan bobot jenis suatu zat cair dengan piknometer rapatan
diperoleh dengan membagi massa suatu zat obyek.

6
II. Teori Umum
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur
tertentu. Keprapatan merupakan salah satu sifat fisika yang paling
definitive, dengan demikian dapat digunakan dengan menentukan
kemurnian suatu zat. Hubungan antara massa dan volume tidak hanya
menunjukan ukuran dan bobot molekul suatu komponen, tetapi juga
gaya-gaya yang mempengaruhi sifat karakteristik pemadatan. Dalam
sistem metrik kerapatan diukur dalam gram permilimeter untuk cairan
atau gram sentimeter kubik.
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat
disbanding dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya 25ºC).
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot
jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain,
didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25ºC
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu
ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di
udara pada suhu yang ditetapkan terhadap bobot air dengan volume dan
suhu yang sama. Bila pada suhu 25°C zat berbentuk padat, tetapkan
bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi,
dan mengacu pada air yang tetap pada suhu 25ºC.
Pengukuran kerapatan dan bobot jenis digunakan apabila
mengadakan perubahan massa dan volume. Kerapatan adalah turunan
besaran yang menyangkut satuan massa dan volume. Batasanya adalah
massa per satuan volume pada temperatur dan tekanan tertentu yang
dinyatakan dalam system cgs dalam gram per sentimeter kubik (g/cm3).
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur
tertentu. Batasannya adalah massa per satuan Volume pada temperature
dan tekanan tertentu dinyatakan dalam system cgs (g/cm3) dan
dilambangkan dengan ρ. Kerapatan dapat digunakan untuk menentukan
kemurnian suatu zat.
Penentuan Bobot Jenis dan Rapat jenis
Penentuan bobot jenis berlangsung dengan piknometer, Areometer,
timbangan hidrostatik (timbangan Mohr-Westphal) dan cara manometris.
Ada beberapa alat untuk mengukur bobot jenis dan rapat jenis, yaitu
menggunakan piknometer, neraca hidrostatis (neraca air), neraca
Reimann, beraca Mohr Westphal.
Bobot jenis zat cair
Metode Piknometer. Pinsip metode ini didasarkan atas penentuan
massa cairan dan penentuan rungan yang ditempati cairan ini. Ruang

7
piknometer dilakukan dengan menimbang air. Menurut peraturan apotek,
harus digunakan piknometer yang sudah ditera, dengan isi ruang dalam
ml dan suhu tetentu (20ºC). Ketelitian metode piknometer akan
bertambah sampai suatu optimum tertentu dengan bertambahnya volume
piknometer. Optimun ini terletak sekitar isi ruang 30 ml. Ada dua tipe
piknometer, yaitu tipe botol dengan tipe pipet .
Neraca Mohr Westphal dipakai untuk mengukur bobot jenis zat cair.
Terdiri atas tuas dengan 10 buah lekuk untuk menggantungkan anting,
pada ujung lekuk yang ke 10 tergantung sebuah benda celup C terbuat
dari gelas (kaca) pejal (tidak berongga), ada yang dalam benda celup
dilengkapi dengan sebuah thermometer kecil untuk mengetahui susu
cairan yang diukur massa jenisnya, neraca seimbang jika ujum jarum D
tepat pada jarum T .
Densimeter merupakan alat untuk mengukur massa jenis (densitas)
zat cair secara langsung. Angka-angka yang tertera pada tangkai berskala
secara langsung menyatakan massa jenis zat cair yang permukaannya
tepat pada angka yang tertera.

III. Bahan dan Alat


Bahan:
1. Zat cair yang akan ditentukan sekitar 25 ml
2. Air
3. Etil asetat
4. Es
5. Aseton
Alat:
1. Neraca analitik
2. Piknometer 10 ml, 25 ml
3. Termometer ruang
4. Gelas Beaker
5. Pipet tetes

IV. Cara kerja :


Prinsip kerja atau cara menggunakan piknometer
Cara menggunakan piknometer untuk menentukan massa jenis suatu zat:
A. Menentukan volume piknometer pada suhu percobaan
1. Menimbang dengan teliti piknometer kosong dalam keadaan bersih
dan kosong

8
2. Piknometer yang telah diisi dengan aquadest sehingga penuh lalu
direndam dalam air es sehingga suhunya mencapai kira-kira 2º di
bawah suhu percobaan
3. Piknometer ditutup
4. Membiarkan suhu aquadest dalam piknometer sampai mencapai
suhu kamar setelah itu usap air yang menempel dengan
menggunakan tissue lalu menimbang piknometer dengan teliti
5. Melihat tabel untuk mengetahui berapa kerapatan aquadest pada
suhu percobaan
6. Menghitung :
Bobot piknometer + aquadest : A...gram
Bobot piknometer kosong : B...gram -
Bobot aquadest : C..gram
Kerapatan aquadest pada suhu percobaan (lihat tabel) : ρ aquadest
C gram
Mencari volume piknometer =
ρ aquadest ( gram/ml−1)
= VP ml
B. Menentukan kerapatan dan bobot jenis zat cair ( etanol, aseton dan
kloroform)
1. Bersihkan piknometer sampai kering lalu diisi penuh dengan
sampel misalnya diisi dengan etanol, kalau sudah penuh
tutup sampai airnya tumpah keluar,cairan yang menempel tersebut
diusap dengan tissue sampai kering, lalu timbang dengan teliti
meggunakan neraca elektrik, misal bobot etanol yang ditimbang
adalah : D gram

2. Bobot piknometer kosong yang sudah diketahui dimisalkan : B gram


3. Volume piknometer yang sudah diketahui dimisalkan: Vp ml
4. Melihat tabel untuk mengetahui berapa kerapatan aquadest tersebut
setelah diketahui suhu percobaanya
5. Setelah kerapatan aquadest diketahui kemudian menghitung
kerapatan dari sample tersebut, misalnya etanol, dihitung dengan
cara :

C. Setelah kerapatan etanol sudah dicari kemudian kita dapat menghitung


berat jenis etanol tersebut dengan cara :

9
Dengan cara yang sama seperti diatas kita dapat menentukan
kerapatan dan berat jenis sampel-sampel yang lain misalnya aseton dan
kloroform.

V. DATA PERCOBAAN
No Sampel Berat piknometer kosong Berat piknometer
( gram ) + sampel ( gram )

1 Aquadest
2 Etanol
3 Aseton
4 Kloroform

PRAKTIKUM 2
KELARUTAN

10
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu
untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat
(pelarut campur, penambahan surfaktan)
2. Terampil menghitung konstanta dielektrik campuran cairan dan
mengukur konsentrasi kritikmisel.

II. TEORI UMUM


Banyak cara digunakan untuk meningkatkan kelarutan zat.
Diantaranya penggunaan pelarut campur (memanfaatkan sifat
kepolaran suatu zat) dan penggunaan surfaktan untuk menurunkan
tegangan muka zat agar mudah terbasahi.
Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut dan
struktur zat terlarut. Pelarut polar melarutkan zat bersifat polar/ionik
(mempunyai kutub muatan)dan pelarut non-polar melarutkan zat
bersifat non-polar. Kelarutan bergantung pada struktur zat, dimana
struktur zat tersusun dari perbandingan gugus polar dan non polar
yang membentuk molekul. Sehingga semakin panjang rantai gugus
non polar suatu zat, maka zat tersebut semakin sukar larut dalam air.
Glukosa, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar
sehingga mudah larut dalam air atau senyawa polar. Sedangkan
senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,
misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar
umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut
dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan
mekanisme sebagai berikut :
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik
antara ion- ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Pelarut non
polar juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat
membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat
non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara
aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran
molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara
(intermediete solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan
non polar.
Untuk memperkirakan kelarutan suatu zat dalam pelarut campur
harus dilihat harga konstanta dielektriknya. Suatu pelarut campur yang
ideal mempunyai harga konstanta dielektrik antara 25 sampai 80.

11
kombinasi pelarut campur yang banyak digunakan dalam sediaan
farmasi adalah campuran air-alkohol atau pelarut lain yang sesuai
antara lain sorbitol, gliserin, propilen glikol, dan sirupus simpleks.
Cara menghitung konstanta dielektrik adalah :
Jumlah dari hasil perkalian masing-masing konstanta dielektrik pelarut
dengan fraksi (%) atau jumlah dari masing-masing pelarut yang
digunakan. Misalnya :
Pelarut Jumlah Kontanta dielektrik
Etanol A% 25,7
Gliserol B% 43,0
Propilen glikol C% 33,0
Air D% 80,4

Maka konstanta dielektrik campuran pelarut adalah: 25,7A + 43B + 33C + 80,4D
100

Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Obat

Zat aktif Konstanta dielektrik


As. Asetil Salisilat 2,583
Androsteron 2,214
Barbital 2,256
Kolesterol 2,213
Dehidrokolesterol 2,211
Metiltestoteron 2,213
Fenobarbital 2,247
Sulfanilamide 2,349
Testoteron 2,217

Solvent Solut Perkiraan KD


Air Garam organik & anorganik, 80
gula tannin
Glikol Castor oil, wax 50
Metanol dan etanol Resin, minyak atsiri, 30
barbituirat, alkaloid, fenol
Aldehid, keton, alkohol Fixed oil, lemak padat, 20
BM tinggi, ester, eter, dan vaselin, parafin, &
oksida hidrokarbon lain
Heksan, benzen, CCl, etil 5-0
eter, PAE, minyak
mineral, fixed vegetable
oil
(Sumber : Martin, hal 564)
Surfaktan merupakan kumpulan molekul yang mempunyai dua
ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni gugus hidrofilik dan
gugus hidrofobik, surfaktan ini digunakan untuk meningkatkan

12
kelarutan zat atau sifat keterbasahan zat dengan menurunkan
tegangan antar permukaan zat tersebut. Surfaktan dibagi atas
surfaktan anionik, kationik, non ionik, dan amfoterik.
Konsentrasi kritik misel yaitu apabila penambahan surfaktan
pada konsetrasi tertentu menyebabkan misel, dimana terjadi
penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan. Proses
pembentkan misel ini disebut miselisasi. Misel merupakan sebuah
kumpulan molekul surfaktan berbentuk globular / spheris yang
terdispersi dalam koloid cair, gugus hidrofilik bersinggungan dengan
solven yang mengelilinginya, mengasingkan ekor gugus hidrofobik
didalam pusat misel. Kelarutan suatu obat akan meningkat sebab obat
terdispersi ke dalam misel (setelah tercapai konsentrasi misel kritik).
Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan tidak boleh terlalu
besar, karena selain sifatnya yang toksik dan harganya yang mahal
juga akan terjadi busa pada saat pembuatan sediaan yang sukar
dihilangkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada
konsentrasi surfaktan tertentu dapat mengurangi ketersediaan hayati
obat karena terjadinya adsorpsi yang kuat di dalam misel. Harga HLB
surfaktan dapat dipakai untuk memperkirakan kelarutan dan
kemampuan tercampurnya dalam pelarut yang digunakan.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Neraca analitik
b. Gelas kimia 250 mL
c. Gelas ukur 100 mL
d. Mixer
e. Batang pengaduk
f. Cawan porselen
g. Spatula
h. Kertas perkamen
2. 2Bahan
a. Acetaminophen
b. Oleum cacao
c. Etanol
d. Propilen glikol
e. Sorbitol
f. Gliserol
g. Span 80
h. Tween 80

13
i. Aquadest

IV. CARA KERJA


1. Buatlah 5 formula sediaan cair paracetamol eliksir 25 mL, dimana
tiap 5 mL masing-masing formula mengandung, sbb:

Zat aktif/tambahan Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E

Acetaminophen 120 mg 120 mg 120 mg 120 mg 120 mg

Etanol 0 µL 0 µL 0 µL 500 µL 0 µL

Propilen glikol 0 µL 0 µL 500 µL 500 µL 1000 µL

Gliserol 0 Ml 2.5 mL 2.5 mL 2.5 mL 2.5 mL

Sorbitol 1.25 mL 1.25 mL 1.25 mL 1.25 mL 1.25 mL

Aquades add 25 mL add 25 mL add 25 mL add 25 mL add 25 mL

2. Amatilah dan bandingkan kelarutan acetaminophen pada formula-


formula di atas, mana kelarutan yang paling baik.
3. Hitunglah kostanta dielektrik campuran pelarut pada variasi formula
diatas

V. DATA PERCOBAAN

Data Percobaan Eliksir

Formula Pengamatan kelarutan Nilai Kd


A
B
C
D
E

PRAKTIKUM 3
TEGANGAN PERMUKAAN

I. TUJUAN PERCOBAAN

14
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu
untuk:
1. Menentukan tegangan permukaan zat cair
2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan
permukaan zat cair
3. Menentukan konsentrasi misel kritik suatu surfaktan

II. TEORI UMUM


Bila dua fase zat dicampurkan, batas antara kedua fase tersebut
dinamakan antar permukaan/ antar muka. Istilah antar muka biasanya
digunakan untuk menunjukkan batas antara zat cair dengan zat cair
lain yang tidak saling bercampur atau antara zat padat dengan zat
cair. Sedangkan batas antara fase cair dengan fase gas/ udara lazim
disebut permukaan.
Dalam kondisi cair, gaya kohesi terjadi antar molekul di dalam
suatu cairan. Satu molekul dikellilingi oleh molekul lain dan memiliki
gaya tarik yang sama besar satu dengan yang lain. Sedangkan molekul
yang berada di permukaan, gaya kohesif hanya terjadi dengan molekul
zat cair yang berada di bawahnya. Molekul zat cair yang berada di
permukaan juga memiliki interaksi dengan molekul udara (gaya
adhesi). Gaya kohesi yang terjadi lebih besar daripada gaya adhesi.
Akibatnya, molekul yang terdapat permukaan cairan tertarik ke arah
dalam. Selain kedua gaya tersebut, terdapat suatu gaya lain yang
bekerja sejajar dengan permukaan zat cair sehingga molekul cairan
tetap berada pada permukaan. Gaya tersebut dinamakan tegangan
permukaan. Istilah tegangan antar permukaan digunakan untuk
menunjukkan gaya yang terjadi pada antar permukaan dua cairan
yang saling tidak bercampur atau antara permukaan zat padat
dengan cairan. Tegangan antar permukaan selalu lebih kecil daripada
tegangan permukaan karena gaya adhesi antara 2 zat cair yang tidak
bercampur selalu lebih besar daripada gaya adhesi antara zat cair
dengan udara. Bila 2 zat cair bercampur sempurna, tegangan antar
permukaan tidak ada.
Tegangan permukaan dinyatakan sebagai gaya per satuan
panjang yang diperlukan untuk memperluas permukaan suatu zat.
Simbol yang digunakan untuk tegangan permukaan adalah γ dan
satuannya adalah dyne.cm-1. Tegangan permukaan dapat ditentukan
dengan dua metode, yaitu metode kenaikan kapiler dan metode cincin
Du Nuoy.
Metode Kenaikan Kapiler

15
Metode ini hanya dapat digunakan untuk menentukan tegangan
permukaan suatu zat cair dan tidak dapat digunakan untuk
menentukan tegangan antar permukaan dua zat cair yang tidak
bercampur.

h = kenaikan cairan dalam kapiler (cm) 2r = diameter kapiler (cm)

θ = sudut kontak antara permukaan zat cair dengan dinding kapiler, jika zat
cair dapat membasahi dinding kapiler, θ = 0
α = komponen gaya ke atas akibat tegangan permukaan cairan = γ cos θ

Total gaya ke atas di bagian dalam kapiler = 2 r cos


Gaya yang menyeimbangkan gaya ke atas dipengaruhi oleh tinggi
kenaikan cairan dalam kapiler, luas area, perbedaan bobot jenis antara
zat cair dan udara, percepatan gravitasi :
 r2 (   )h.g
1  0w
w = berat cairan di dalam kapiler

Bila zat cair mencapai tinggi maksimum dalam kapiler, terjadi


keseimbangan antara gaya ke atas dan gaya ke bawah sehingga nilai
tegangan permukaan dapat ditentukan. Bobot jenis udara, sudut kontak,
dan w dapat diabaikan, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai
berikut.

2.r.  .r2..h.g

16
1
  r.h..g
2

III. ALAT DAN BAHAN


 Pipa kapiler  Timbangan
 Gelas kimia  Air
 Piknometer  Propilen glikol
 Milimeter block  Etanol 96 %
 Batang pengaduk  Gliserin
 Termometer  Tween 80
 Kompor  Natrium lauril sulfat

IV. CARA KERJA


A. Penentuan Tegangan Permukaan Zat Cair
1. Ukur bobot jenis air, etanol, propilen glikol, gliserin menggunakan
piknometer.
2. Masukkan sejumlah zat cair tsb ke dalam gelas kimia
3. Ambil pipa kapiler kering. Celupkan pipa kapiler ke
gelas kimia berisi cairan
tsb dan ukur kenaikan cairan dalam pipa kapiler.
4. Lakukan pengukuran sebanyak dua kali (duplo). Catat hasil dalam
tabel.

Zat Cair Bobot Jenis h (mm)


(g/ ml) 1 2 Rata2
Air
Etanol 96 %
Propilen glikol
Gliserin
Keterangan : h = kenaikan cairan dalam pipa kapiler

B. Pengaruh Suhu pada Tegangan Permukaan


1. Siapkan air bersuhu 40, 60, dan 80 oC
2. Ambil pipa kapiler kering. Celupkan pipa kapiler ke dalam gelas
berisi cairan dengan volume tertentu. Catat kenaikan cairan
dalam pipa kapiler.
3. Lakukan pengukuran sebanyak 2 kali
4. Bandingkan dengan suhu kamar.

17
Suhu Air (oC) h (mm)
1 2 Rata2
Suhu kamar
40
60
80

C. Pengaruh Surfaktan pada Tegangan Permukaan


1. Buat larutan Tween 80 dengan konsentrasi 0; 0,1; 0,5; 1; 5; 10
mg/ 100 ml.
2. Masukan sejumlah tertentu masing-masing larutan ke dalam
gelaskimia.
3. Ambil pipa kapiler kering, celupkan dalam gelas kimia tsb dan catat
kenaikan cairan dalam kapiler.
4. Lakukan pengukuran sebanyak 2 kali.
5. Buat kurva antara konsentrasi dengan tegangan permukaan. Tentukan
konsentrasi misel kritik dari surfaktan tsb.
6. Ulangi pengukuran untuk larutan natrium lauril sulfat dengan konsentrasi
0; 0,5; 1; 2; 2,5; 3 g/ 100 ml.

Konsentrasi Larutan h (mm)


1 2 Rata2

PRAKTIKUM 4
EMULSIFIKASI

18
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan.
2. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan
dalam pembuatan emulsi.
3. Menentukan nilai HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan
emulsi.
4. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi

II. TEORI UMUM


Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang tidak stabil secara
termodinamika, terdiri dari paling sedikit dua cairan yang tidak
tercampurkan dan salah satu cairan terdispersi dalam cairan yang lainnya.
Berdasarkan fase terdispersinya dikenal 2 jenis emulsi, yaitu sebagai
berikut.
 Emulsi minyak dalam air, jika fase terdispersinya adalah fase
minyak
 Emulsi air dalam minyak, jika fase terdispersinya adalah fase air
Sistem dispersi ini umumnya distabilkan oleh emulgator. Dalam
pembuatan suatu emulsi, pemlihan emulgator merupakan faktor penting
untuk diperhatikan karena emulgator merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi mutu dan kestabilan suatu emulsi. Emulgator yang biasa
digunakan dalam bidang farmasi dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
emulgator golongan surfaktan, koloid hidrofilik, dan serbuk padat terbagi
halus.
Emulgator yang biasanya banyak digunakan dalam pembuatan
emulsi adalah surfaktan. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara
membentuk lapisan monomolekular pada permukaan globul fase
terdispersi sehingga tegangan permukaan antara fase terdispersi dan
pendispersi menurun. Surfaktan merupakan molekul amfifilik, yaitu
molekul yang memiliki gugus polar dan non polar. Surfaktan yang
didominasi gugus polar akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam
air. Sebaliknya, surfaktan yang didominasi gugus non polar akan
cenderung menghasilkan emulsi air dalam minyak. Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan untuk melihat kekuatan gugus polar dan non
polar dari suatu surfaktan.
Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi surfaktan
sebagai emulgator adalah metode HLB (hydrophilic – lipophilic balance).
Griffin menyusun suatu skala ukuran HLB surfaktan yang dapat digunakan
menyusun daerah efisiensi HLB optimum untuk setiap fungsi surfaktan.

19
Semakin tinggi nilai HLB suatu surfaktan, sifat kepolarannya akan
meningkat.
Selain mengetahui HLN surfaktan, dalam pembuatan emulsi perlu
juga diketahui nilai HLB butuh dari suatu minyak. Nilai HLB butuh suatu
minyak adalah tetap untuk suatu emulsi tertentu dan nilai ini ditentukan
berdasarkan percobaan. Menurut Griffin, nilai HLB butuh tersebut setara
dengan nilai HLB surfaktan atau kombinasi surfaktan yang digunakan
untuk membentuk suatu emulsi yang stabil.

Sebagai contoh:

R/ Parafin cair 20 % HLB 12


Emulgator 5 %
Air ad 100 %

Secara teoritis, emulgator dengan HLB 12 merupakan emulgator


yang paling cocok untuk membuat emulsi dengan formula di atas. Namun,
pada kenyataannya jarang sekali ditemukan surfaktan dengan nilai HLB
yang sama persis dengan nilai HLB butuh fase minyak. Oleh karena itu,
biasanya digunakan kombinasi surfaktan dengan nilai HLB tinggi dan
rendah untuk memperoleh nilai HLB yang mendekati nilai HLB butuh
minyak. Di samping itu, penggunaan kombinasi 2 emulgator akan
menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena terbentuk lapisan
monomolekular yang lebih rapat pada permukaan globul.
Misalnya pada emulsi di atas digunakan kombinasi Tween 80 (HLB
15) dan Span 80 (HLB 4,3). Untuk menentukan jumlah masing-masing
emulgator yang dibutuhkan, dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut.
Untuk 100 g emulsi:
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 5% x 100 g = 5 g
Misal: jumlah Tween 80 = a gram, jumlah Span 80 = (5 – a) gram
Perhitungan:
(a x 15) + [(5-a) x 4,3) = 5 x 12
10,7 a + 21,5 = 60
10,7 a = 38,5 à a = 3,6
Jadi, jumlah Tween 80 yang dibutuhkan adalah sebesar 3,6 gram,
sedangkan jumlah Span 80 yang dibutuhkan adalah (5 – 3,6) gram = 1,4
gram.

Tabel 1 Nilai HLB Butuh Beberapa Minyak dan Lemak

20
No. Nama Bahan Nilai HLB Butuh
M/A A/M
1. Minyak biji kapas 12 5
2. Metil salisilat 14 -
3. Vaselin 12 5
4. Parafin cair 12 5
. Parafin padat 9 4
6. Adeps lanae 10 8
7. Setil alkohol 15 -

Tabel 2 Nilai HLB Beberapa Surfaktan


No. Nama Generik Nama Dagang HLB
Ester Asam Lemak dari Sorbitan
1. Sorbitan mono laurat Span 20 8,6
2. Sorbitan mono palmitat Span 40 6,7
3. Sorbitan mono stearat Span 60 4,7
4. Sorbitan tri stearat Span 65 2,1
5. Sorbitan mono oleat Span 80 4,3
6. Sorbitan tri oleat Span 85 1,8
Ester Asam Lemak dari Polioksietilen Sorbitan
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat Tween 20 16,7
8. Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat Tween 21 13,3
9. Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat Tween 40 15,6
10. Polioksietilen sorbitan (20) mono sterat Tween 60 14,9
11. Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat Tween 61 9,6
12. Polioksietilen sorbitan tri stearat Tween 65 10,5
13. Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat Tween 80 15,0
14. Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat Tween 81 10,0
15. Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat Tween 85 11,0
16. Natrium lauril sulfat 40,0
17. Setostearil alkohol 1,2

III. ALAT DAN BAHAN


 Mixer  Minyak
 Gelas ukur  Aquadest
 Penangas air  Tween
 Span

IV. CARA KERJA

21
R/ Minyak 20
Tween 80 5
Span 40
Air Ad 100
Buatlah satu seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 6,
8, 10, 12, 14

Prosedur Kerja
1. Hitung jumlah Tween dan Span yang diperlukan untuk setiap
nilai HLB butuh.
2. Timbang masing-masing minyak, air, Tween dan Span sejumlah
yang diperlukan.
3. Campurkan Span dengan minyak, Tween dengan air, panaskan
masing-masing campuran pada penangas air hingga bersuhu 70
o
C.
4. Gabungkan kedua campuran, lalu dicampur dengan
menggunakan mixer pada kecepatan dan waktu yang sama
untuk masing-masing nilai HLB butuh.
5. Masukkan emulsi ke dalam tabung sedimentasi dan beri tanda
sesuai nilai HLB masing-masing. Usahakan tinggi emulsi yang
dimasukkan ke dalam tabung sama satu dengan yang lainnya
dan catat waktu saat mulai memasukkan emulsi ke dalam
tabung.
6. Amati ketidakstabilan emulsi yang terjadi pada 30 menit, 1 jam,
2 jam, dan 24 jam setelah pembuatan. Bila terjadi creaming,
ukur dan catat tinggi emulsi yang membentuk cream.
7. Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relatif paling
stabil.

PRAKTIKUM 5
VISKOSITAS DAN RHEOLOGI

22
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu
untuk:
1. Menerangkan arti viskositas dan rheologi
2. Membedakan cairan Newton dan non-Newton
3. Mengenal beberapa metode pengukuran viskositas dan alat yang
digunakan
4. Menentukan viskositas beberapa cairan dengan viskometer Ostwald

II. TEORI UMUM


Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir.
Semakin besar resistensi suatu zat cair untuk mengalir, semakin besar
pula viskositasmya. Rheologi adalah ilmu yang mempelajari sifat aliran
zat cair atau deformasi zat padat.
Viskositas mula-mula diselidiki oleh Newton, yaitu dengan
mensimulasikan zat cair dalam bentuk tumpukan kartu sebagai
berikut.

Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul yang


sejajar satu sama lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan
lapisan di atasnya bergerak dengan kecepatan konstan sehingga setiap
lapisan memiliki kecepatan gerak yang berbanding langsung dengan
jaraknya terhadap lapisan terbawah. Perubahan kecepatan (dv) antara
dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak (dx) adalah kecepatan geser
(dv/dx). Gaya per satuan luas yang diperlukan untuk mengalirkan zat
cair tsb adalah tekanan geser (F/A).
Menurut Newton, tekanan geser berbanding lurus dengan
kecepatan geser seperti terlihat pada persamaan di bawah ini.

23
η = koefisien viskositas
F dx
  A. dv
η = dyne.cm-2.cm.cm-1.detik
= dyne.cm-2.detik = gram.cm-1.detik-1 =
Poise

Cairan yang mengikuti hukum Newton, viskositasnya tetap pada


suhu dan tekanan tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan
geser. Oleh karena itu, viskositasnya dapat ditentukan pada satu
kecepatan geser. Viskometer yang dapat digunakan untuk mengukur
viskositas cairan Newton adalah viskometer kapiler dan viskometer
bola jatuh.
Hampir seluruh sistem disperse termasuk sediaan-sediaan
farmasi yang berbentuk emulsi, suspensi dan sediaan setengah padat
tidak mengikuti hokum Newton. Viskositas cairan non-Newton ini
bervariasi pada setiap kecepatan geser sehingga diperlukan
pengukuran pada beberapa kecepatan geser untuk mengetahui sifat
alirnya.
Berdasarkan grafik sifat alirannya (rheogram), cairan non
Newton terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu cairan yang sifat alirannya
tidak dipengaruhi oleh waktu dan yang sifat alirnya dipengaruhi oleh
waktu. Cairan yang sifat alirnya tidak dipengaruhi oleh waktu terbagi
menjadi aliran plastik, pseudoplastik, dilatan. Sedangkan sifat alir
cairan yang dipengaruhi oleh waktu terbagi menjadi aliran tiksotropik,
rheopeksi, dan antitiksotropik.
Alat Penentuan Viskositas dan Rheologi
Peralatan yang digunakan untuk mengukur viskositas dan
rheology suatu zat cair disebut viscometer. Ada dua jenis viscometer,
yaitu:
1. Viskometer satu titik
Viskometer ini hanya bekerja pada satu titik kecepatan geser
sehingga hanya dihasilkan satu titik pada rheogram. Alat ini
hanya dapat digunakan untuk menentukan viskositas cairan
Newton. Yang termasuk ke dalam jenis ini, antara lain
viskometer kapiler, viskometer bola jatuh, dll.
2. Viskometer banyak titik
Viskometer ini dapat digunakan untuk mengukur beberapa harga
kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang sempurna.

24
Viskometer ini dapat digunakan untuk mengukur viskositas
cairan Newton dan cairan non Newton. Yang termasuk ke dalam
viskositas ini adalah viskometer Stormer, Brookfield, dll.

Viskometer Kapiler (Ostwald)


Viskositas cairan yang mengalir melalui kapiler dihitung
berdasarkan hokum Poiseuille, yaitu:

r = jari-jari bagian dalam kapiler


t = waktu yang dibutuhkan cairan untuk mengalir melalui kapiler
ΔP = tekanan udara (dyne/cm2)
l= panjang kapiler
V = volume cairan yang mengalir

25
Dalam praktek seringkali viskositas ditentukan secara relatif, yaitu
dengan membandingkan viskositas cairan yang belum diketahui
dengan viskositas absolut suatu cairan baku pembanding, melalui
persamaan berikut:
1 t1.1

2 t2.2
η = viskositas cairan
t = waktu tempuh cairan yg diukur melalui kapiler
ρ = bobot jenis cairan
1 = cairan pembanding
2 = cairan uji

III. ALAT DAN BAHAN


 Viskometer Ostwald  Air
 Piknometer  Propilen glikol
 Stopwatch  Minyak
 Gelas kimia  Sukrosa
 Batang pengaduk  Amilum
 Kompor
 Timbangan

IV. CARA KERJA


A. Penyiapan Larutan Uji
1. Larutan sukrosa
a. Tara gelas kimia dengan sejumlah volume air yang dibutuhkan.
b. Timbang sejumlah sukrosa untuk membuat larutan sukrosa
dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80 % (b/v)
c. Larutkan sukrosa dengan sejumlah air yang dibutuhkan.
Panaskan larutan tsb sampai semua sukrosa larut.

2. Larutan amilum
a. Tara gelas kimia dengan sejumlah volume air yang dibutuhkan.
b. Timbang sejumlah amilum untuk membuat larutan amilum
dengan konsentrasi 0,5; 1; 5; 10 % (b/v)
c. Masukkan serbuk amilum ke dalam gelas kimia dengan
sebagian air. Aduk hingga larut. Kemudian panaskan hingga
mendidih dan campuran berwarna jenih.
d. Tambahkan sejumlah air hangat hingga volume yang
diinginkan.

26
B. Pengukuran Viskositas
1. Timbang piknometer kosong, kemudian masukkan masing-masing sampel
ke dalam piknometer dan tentukan bobot jenis masing-masing sampel.
2. Masukkan masing-masing sampel ke dalam viskometer Ostwald, kemudian
ukur waktu yang dibutuhkan untuk melewati jarak tertentu. Tentukan
viskositas masing- masing sampel. Pengukuran dilakukan duplo untuk
masing-masing sampel.

Bobot jenis Waktu tempuh (detik)


Sampel (g/ ml)
1 2 Rata2

27
PRAKTIKUM 6
MIKROMERITIK

I. TUJUAN PERCOBAAN
Menghitung ukuran partikel dengan metode pengayakan bertingkat

II. TEORI UMUM


Menurut Dalla Valle, mikromeritik merupakan ilmu dan teknologi
yang mempelajari tentang partikel kecil terutama mengenai ukuran
partikel. Ukuran partikel dalam bidang farmasi sangat penting karena
berhubungan dengan kestabilan suatu sediaan. Ukuran partikel juga
menentukan sistem dispersi farmasetik. Ukuran partikel dapat berkorelasi
langsung dengan sifat fisika, kimia dan farmakologi suatu obat. Dalam
tataran klinis ukuran partikel suatu obat dapat mempengaruhi pelepasan
suatu obat yang diberikan secara oral, parenteral, rektal dan topikal.
Keberhasilan formulasi suspensi, emulsi dan tablet selain dari stabilitas
fisik dan respon farmakologi juga tergantung dari ukuran partikel yang
dapat dicapai oleh suatu produk.
Tabel Pembagian Sistem Dispersi Berdasarkan Ukuran
Partikel

Ukuran partikel adalah diameter partikel suatu paket sampel,


karena umumnya sediaan obat yang digunakan dalam farmasi
mengandung komponen bahan yang berupa partikel -partikel, baik yang
sendirian atau terdispersi sebagai partikel halus dalam medium yang lain,
maka penentuan ukuran partikel (obat) menjadi sangat menentukan.
Pengecilan ukuran partikel hingga batas tertentu sangat menguntungkan,
sejak pembuatan hingga efek obat yang bersangkutan.
Ukuran partikel dapat diperkecil baik dengan metode fisis maupun
dengan metode kimiawi. Prinsip metode kimiawi yang dapat digunakan
adalah dengan pengendapan dari suatu larutan dengan jalan mereaksikan

28
zat dengan zat lain untuk medapatkan senyawa kimia yang diinginkan
dengan bentuk partikel halus.
Pengukuran ukuran partikel biasanya cukup sukar sekali kecuali jika
partikel tersebut mempunyai bentuk yang tetap dan teratur dan hal ini
jarang terjadi. Pengetahuan statistik berguna sekali dalam hal ini dan
umumnya mempunyai ukuran partikel diasumsikan sebgai diameter bola
equaivalen.
Metode pengukuran partikel ada bermacam-macam, mulai dari
yang sederhana sampai yang sangat kompleks dan bergantung pada
ukuran partikel yang diselidiki. Beberapa metode yang digunakan adalah
mikroskopi, pengayakan, pengendapan, adsorpsi, permeatri dan pancaran
radiasi. Metode yang sederhana adalah mikroskopi, pengayakan dan
sedimentasi.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Neraca analitik
b. Ayakan bertingkat dengan beberapa nomer mesh tertentu
c. Alat vibrator
d. Spatula
e. Kertas perkamen
2. Bahan
a. Amilum Manihot
b. Parasetamol

IV. CARA KERJA


METODE PERCOBAAN METODE PENGAYAKAN
1. Ayakan dibersihkan terlebih dahulu dengan menyikat ayakan
secara perlahan-lahan menggunakan kuas bersih dan kering.
2. Susun beberapa ayakan dengan nomor tertentu berurutan dari
atas (nomer mesh kecil) ke bawah (nomer mesh besar)
3. Timbang kurang lebih 25 gr zat (amilum dan parasetamol) secara
seksama dan tempatkan pada ayakan yang paling atas
4. Serbuk diayak selama kurang lebih 5 menit pada 5 rpm
5. Ditimbang serbuk yang terdapat pada masing-masing ayakan.
6. Dicatat data yang diperoleh dan dihitung nilai % serbuk atau
granul yang tertahan serta hitung ukuran diameter partikel rata-
rata dari amilum dan parasetamol.

29
V. DATA PERCOBAAN

No Mesh d (mm) g (gram) n (%) nxd Diameter partikel

PRAKTIKUM 7
SIFAT-SIFAT KOLOID

I. TUJUAN PERCOBAAN

30
Memberi gambaran tentang sifat-sifat larutan koloidal.
II. TEORI UMUM
Koloid biasanya dibagi menjadi dua golongan besar. Bedasarkan pada
apakah dia disolvatasi oleh medium dispersinya atau tidak atau apakah dia
tidak berinteraksi secara nyata pada medium, yaitu:
1. Koloid liofilik, disolvatasikan oleh solven dan sering dinamakan “
koloid suka pelarut”.
2. Koloid liofobik, kebalikan dari koloid liofilik, yaitu mempunyai afinitas
kecil untuk solvent dan sering dinamakan “ koloid tidak suka
pelarut”.
Jika digunakan sebagai solven adalah air, maka digunakan istilah:
hidrofilik dan hidrofobik.Disperse koloidal yang dibuat dengan salah satu
dari dua metode umum, yaitu metode kondensasi dan metode disperse.
METODE KONDENSASI
adalah menggabungkan partikel-partikel kecil (ion/molekul) untuk
membentuk partikel-partikel yang lebih besar yang masuk dalam jarak
ukuran koloidal. Ini biasanya dilakukan dengan jalan mengganti solven
atau dengan jalan melakukan reaksi kimia tertentu.
Metode dispersi mmenggunakan teknik-teknik pengecilan ukuran partikel
dari partikel-partikel yang berdimensi koloidal. Untuk ini dapat digunakan
disintegrator mekanik seperti “colloid mill”. Sering sekali dicampur dengan
zat yang lain yang dapat menyebabkan partikel non koloidal menjadi
koloidal. Metode tipe dispers tipe ini khusus dinamakan peptisasi. Semua
dispersi koloidal menunjukan suatu sifat optik yang dikenal sebagai efek
Tyndall. Jika seberkas cahaya diarahkan pada suatu dispersi koloidal,
maka cahaya tersebut akan dipancarkan dan suatu berkas sinar atau
kerucut akan terlihat.
Karena banyak dispersi koloidal sangat menyerupai larutan sejati,
maka sifat tersebut berguna untuk membedakan antara dispersi kolidal
dan larutan sejati.
Larutan sejati tidak akan mancarkan cahaya, karena partikel -
partikel yang terdispersi didalamnya begitu kecil sehingga tidak dapat
menimbulkan efek tersebut.
Sifat lain yang menarik dari koloid adalah viskositas. Koloid liofilik
tidak merubah viskositas dari viskositas suatu dispersi, karena dispersi
tersebut tidak disolvatasikan. Kenaikan kadar dari koloid-koloid semacam
itu tidak mempengaruhi viskositas dari dispersi tersebut. Koloid liofilik,
sebaliknya biasanya menyebabkan suatu kenaikan viskositas secara nyata,
karena mereka berinteraksi dengan molekul-molekul solven.

31
Sifat-sifat stabilitas sistem liofobik juga berbeda. Semua dispersi
koloid mempunyai muatan listrik. Jika suatu zat atau ion dengan muatan
sebaliknya ditambahkan dalam suatu dispersi koloid, muatan dalam koloid
dapat dihilangkan atau dinetralkan dan koloid akan mengendap.
Sistem hidrofobik biasanya lebih jelas dipengaruhi oleh elektrolit,
sedangkan sedangkan sistem hidrofilik disolvatasikan dan suatu “cincin
pelindung” mengelilingi koloid hingga membuatnya menjadi kurang peka
terhadap ion-ion yang bermuatan yang berasal dari elektrolit. Salah satu
cara untuk menambahkan stabilitas koloid hidrofobik ialah dengan
penambahan suatu koloid hidrofilik pada sistem tersebut. Dalam hal ini
koloid hidrofiliknya dinamakan “ koloid pelindung”. Sistem hidrofilik akan
menjadi kurang stabil pada penambahan
solven-solven tersebut akan bersaing dengan molekul-molekul air dan
mendehidrasi koloid.

III. BAHAN DAN ALAT


a. Bahan:
 putih telur (protein sebagai larutan koloid)
 Alkohol 96%
 Asam cuka encer
 Aquades
 Asam nitrat encer
 larutan Cu Sulfat encer
 larutan KOH encer
b. Alat:
 Pemanas air
 Tabung reaksi
 gelas beker
 pipet tetes

IV. CARA KERJA


A. Ikatan Koloid
1. Kocok satu bagian putih telur dengan lima bagian air.
2. Ambil 5 ml putih telur kemudian tambahkan beberapa tetes larutan
Cu Sulfat encer.
3. Tambahkan tetes demi tetes larutan KOH encer
4. Gojog dan amati perubahan warnanya

B. Pengendapan dengan Garam


1. Kocok satu bagian putih telur dengan lima bagian air.

32
2. Ambil 10 ml larutan putih telur
3. Tambahkan 20 mL larutan amonium sulfat
C. Koagulasi
1. Kocok satu bagian putih telur dengan lima bagian air.
2. Ambil 10 ml larutan putih telur
3. Tambahkan air, lalu panaskan larutan tersebut
4. Tambahkan alkohol 96% setelah larutan dingin
5. Amati apa yang terjadi
D. Pengendapan dengan asam
1. Kocok satu bagian putih telur dengan lima bagian air.
2. Ambil 10 ml larutan putih telur
3. Tambahkan tetes demi tetes asam nitrat encer
4. Amati apa yang terjad

V. DATA PERCOBAAN

Hasil
No Pereaksi Perlakuan
(warna/endapan)
1 KOH Penggojokan

2 Amonium sulfat Tanpa


pemanasan
3 Aquades Pemanasan

4 Alkohol 96% Tanpa


pemanasan
5 Asam nitrat encer Tanpa
pemanasan

PRAKTIKUM 8
UJI DISOLUSI

33
Produk obat atau bahan baku, eksipien yang termasuk dalam cakupan
Farmakope harus memenuhi persyaratan dalam farmakope.

ALAT DAN BAHAN


1. Tablet jadi yang akan diuji
2. Alat penetapan waktu hancur
3. Alat Dissolusi
4. Alat yang digunakan untuk penetapan kadar yang sesuai zat aktif
dalam tablet.

PROSEDUR PENGUJIAN
1. WAKTU HANCUR
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet
untuk hancur menjadi granul/partikel penyusunnya yang mampu
melewati ayakan no.10 yang terdapat dibagian bawah alat uji.
Alat yang digunakan adalah disintegration tester
a. Siapkan alat uji
b. Masukkan tablet ke dalam keranjang pengujian
c. Catat waktu yang diperlukan tablet hancur menjadi granul.

2. DISSOLUSI
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing
monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah.
Uji kesesuaian alat dilakukan pengujian masing-masing alat
menggunakan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis diintegrasi dan
1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan disintegrasi. Alat
dianggap sesuai bila hasil yang diperoleh berada dalam rentang
yang diperbolehkan seperti yang tertera dalam sertifikat dari
Kalibrator yang bersangkutan. Untuk media disolusi digunakan
900 mL larutan dapar fosfat pH 5,8 (atau disesuaikan dengan zat
aktif dalam tablet uji). Kemudian dilakukan penetapan kadar zat
aktif yang terlarut dalam media dengan metoda yang sesuai.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

34
Bahas hasil pengujian terhadap granul dan kesimpulan apa yang dapat
ditarik dari pengujian tersebut.

35

Anda mungkin juga menyukai