FARMASI FISIKA
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASETIKA
PROGRAM STUDI FARMASI
Disusun oleh :
Yohanes Juliantoni,
DISUSUN OLEH : S.Farm., M.Sc., Apt.
Wahida Hajrin,
WINDAH M.Pharm.Sci.,
ANUGRAH SUBAIDAHApt.
S.Si., M.Si., Apt
Windah Anugrah Subaidah, S.Si., M.Si., Apt
YOHANES JULIANTONI, S.Farm., M.Sc., Apt
Universitas Mataram
2019
NIM :
Gol/Kelmpk :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas tersusunnya buku
petunjuk praktikum Farmasi Fisika untuk mahasiswa semester 4 Program Studi
Farmasi Universitas Mataram. Penulis berharap buku ini dapat membantu
mahasiswa dalam melakukan praktikum Farmasi Fisika dengan materi praktikum
yang berkaitan dengan dasar peristiwa kimia fisika dalam bidang farmasi seperti:
rheology, kelarutan, koefisien partisi, stabilitas obat, berat jenis, dan larutan dapar.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku ini. Atas saran yang
sifatnya membangun dari pembaca sangat penulis harapkan dengan senang hati
untuk penyempurnaan buku ini, dan diucapkan terima kasih.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
TATA TERTIB DAN ACARA PRAKTIKUM ..................................................... vi
PERCOBAAN 1 SIFAT ALIR CAIRAN (RHEOLOGY) .................................... 1
A. Tujuan .......................................................................................................... 1
B. Teori ............................................................................................................. 1
C. Metode Percobaan ........................................................................................ 8
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 11
E. Perhitungan ................................................................................................ 11
PERCOBAAN 2 PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS ............. 13
A. Tujuan ........................................................................................................ 13
B. Teori ........................................................................................................... 13
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 17
PERCOBAAN 3 LARUTAN DAPAR ................................................................ 22
A. Tujuan ........................................................................................................ 22
B. Teori ........................................................................................................... 22
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 24
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 25
E. Perhitungan ................................................................................................ 25
PERCOBAAN 4 KELARUTAN INTRINSIK OBAT ........................................ 27
A. Tujuan ........................................................................................................ 27
B. Teori ........................................................................................................... 27
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 30
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 31
E. Perhitungan ................................................................................................ 32
PERCOBAAN 5 MIKROMIRETIK ................................................................... 33
A. Tujuan ........................................................................................................ 33
B. Teori ........................................................................................................... 33
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 36
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 37
iv
PERCOBAAN 6 STABILITAS OBAT ............................................................... 38
A. Tujuan ........................................................................................................ 38
B. Teori ........................................................................................................... 38
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 40
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
v
TATA TERTIB DAN ACARA PRAKTIKUM
TataTertib
Seperti halnya pada acara praktikum yang lain, tata tertib umum juga
diberlakukan pada acara praktikum FarmasiFisika. Tepat waktu, praktikum
dimulai dengan mahasiswa mengisi daftar hadir, kemudian mengikuti pretes
kurang lebih selama 15 menit secara tertulis dengan materi sesuai dengan acara
praktikum yang akan dikerjakan. Kemudian dosen yang bertugas akan
memberikan arahan dengan materi sesuai acara praktikum hari itu.
Mahasiswa diwajibkan membuat laporan sementara secara individual
mengenai acara praktikum hari itu dan dikumpulkan pada akhir setiap praktikum.
Laporan praktikum dibuat secaraindividu dan dikumpulkan pada praktikum
berikutnya. Format laporan sementara, laporan akhir praktikum dan hal-hal teknis
lainnya terkait praktikum dijelaskan pada saat asistensi praktikum.
Acara Praktikum
vi
11 Acara 11 :Menentukan Expired Date obat
12 Acara 12 :Ujian
Keterangan :
vii
PERCOBAAN 1
SIFAT ALIR CAIRAN (RHEOLOGY)
A. Tujuan
B. Teori
1
Flokulasi dari fase dispers sangat mempengaruhi kekentalan sediaan sehingga
sifat alir dari sediaan dispersi dapat berbeda, tergantung pada sifat bahan
penyusun dispersi tersebut.
Penerapan pengukuran rheologi dalam bidang farmasi dapat digunakan
untuk mengkarakterisasi :
- Proses penuangan sediaan dari botol. Misalnya menuang sirup obat dari
botolnya.
- Penekanan atau pemencetan sediaan dari suatu tube atau wadah lain yang
dapat berubah bentuk. Misalnya proses pemencetan salep dari tubenya.
- Penggosokan dan pengolesan bentuk produk di atas permukaan kulit atau ke
dalam kulit. Misalnya proses pengolesan krim di wajah.
- Pemompaan sediaan dan penyimpanan ke alat pengisian.
- Pelewatan dari suatu jarum suntik yang diproduksi oleh industri.
Sifat alir berkaitan erat dengan kekentalan atau viskositas. Semakin
kental, semakin tinggi viskositas cairan, maka semakin susah cairan tersebut
mengalir. Artinya, semakin besar shearing stress yang dibutuhkan untuk
meningkatkan shearing rate cairan. Secara teoritis dalam ilmu rheologi istilah
viskositas dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan tahanan dari suatu
cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, maka makin bedar
tahanannya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi viskositas yakni :
1. Suhu : Semakin tinggi suhu zat cair maka semakin kurang viskositas zat cair
tersebut.
2. Tekanan : Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan
viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan.
3. Berat Molekul : Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya, laju
aliran alkohol cepat, kekentalan alkohol rendah sedangkan larutan minyak laju
alirannya lambat ,viskositas juga tinggi.
4. Konsentrasi larutan : Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.
Alat yang digunakan untuk menentukan viskositas atau sifat alir cairan
adalah viskosimeter. Terdapat beberapa jenis viskosimeter yang telah
2
dikembangkan. Viskosimeter yang hanya dapat digunakan untuk mengukur
viskositas cairan Newton (Newtonian viscosity) adalah viskosimeter Ostwald,
viskosimeter Cannon-Frenske, dan viskosimeter Hoeppler. Pengukuran
viskositas cairan Non-Newton memerlukanviskosimeter yang dapat
memberikan beberapa titik hubungan antara shearing stress dan shearing rate,
contohnya viskosimeter Stormer, viskosimeter MacMichael, viskosimeter
Haak Rotovisko, viskosimeter Searle, dan viskosimeter Ferranti Shirley.
Berikut penggolongan tipe alir cairan :
1. Tipe alir Newton
2. Tipe alir Non-Newton
a. Time independent
- Aliran Plastik
- Aliran Pseudoplastik
- Aliran Dilatan
b. Time dependent
- Aliran Plastik Tiksotropi
- Aliran Pseudoplastik Tiksotropi
- Aliran Dilatan Tiksotropi
Aliran Newton
3
Persamaan Newton tentang Rheologydapat dilihat pada persamaan (1):
1
𝐺 = 𝜂 𝐹 …………………………………………………………….. (1)
G (dv/dt) (b)
(det-1) (a)
(c)
F’/A = F (dyne/cm2)
Gambar 1. Rheogram cairan dengan tipe alir Newton, dengan viskositas yang
berbeda.
Keterangan : G = kecepatan gesek (shearing rate)
F = tekanan gesek (shearing stress)
F’ = gaya gesek
A = luas
A, b, c = cairan newton
Aliran Plastik
Cairan dengan tipe alir plastik sering juga disebut Bingham bodies.
Contoh cairan yang memiliki tipe alir plastik adalah sediaan-sediaan
semisolid, misalnya pasta, salep dan krim. Rheogram tipe alir plastik terlihat
pada gambar 2. Persamaan yang terdapat pada tipe alir plastikseperti terlihat
pada persamaan (2).
1 𝐹−𝑓
𝐺 = 𝑈 (𝐹 − 𝑓) atau 𝑈= ………………………………….. (2)
𝐺
4
G (dv/dr)
(det-1)
Slope = 1/U
F’/A=F
(dyne/cm2)
f
Gambar 2. Rheogram cairan tipe alir Plastik
Keterangan :f = yield value, U = viskositas Plastik
Aliran Pseudoplastik
Cairan plastik dan pseudoplastik termasuk kelompok cairan Shear
thinning System, yaitu viskositas cairan akan turun dengan adanya tekanan.
Hal ini disebabkan karena ikatan antar partikel dapat terlepas misalnya
dengan pengadukan. Saat tekanan dihentikan, yatu saat pengadukan
dihentikan, viskositas cairan akan kembali seperti semula. Contoh cairan
yang memiliki tipe alir pseudoplastik adalah larutan koloid, larutan CMC,
larutan gom, emulsi dan suspensi. Shearing stressdan shearing rate pada tipe
alir pseudoplastic memiliki hubungan eksponensial.
1 𝐹𝑁
𝐺 = 𝜂′ 𝐹 𝑁 atau 𝜂′ = ……………………… (3)
𝐺
5
Penentuan nilai viskositas pada tipe alir pseudoplastik diperoleh
dengan menentukan hubungan antara log G vs log F’/A. Kurva hubungan
shearing stress dan shearing rate pada cairan pseudoplastik dapat dilihat
pada gambar 3.
G (dv/dr)
(det-1)
F’/A = F (dyne/cm2)
Gambar 3. Rheogram cairan tipe alir pseudoplastik.
Aliran Dilatan
Cairan dengan tipe alir dilatan merupakan cairan yang menunjukkan
adanya kenaikan tekanan waktu shearing rate dinaikkan, atau viskositasnya
meningkat jika kecepatan pengadukan dinaikkan. Hal ini disebabkan karena
pengadukan menyebabkan terbentuknya struktur dari hasil penggabungan
partikel. Suspensi yang memiliki sifat ini misalnya cat dasar menni, tinta
cetak, dan beberapa jenis pasta. Persamaan rheogramnya adalah hubungan
antara G vs F’/A analog dengan kurva aliran pseudoplastik, tetapi harga N-
nya positif dan lebih kecil dari 1. Rheogram tipe alir dilatan dapat dilihat
pada gambar 4.
6
G (dv/dr)
(det-1)
F’/A = F (dyne/cm2)
Aliran Thixotropy
Beberapa cairan memiliki sifat partikel-partikel yang cenderung
membentuk ikatan dalam struktur gel. Pada waktu cairan tersebut diaduk,
strukturnya pecah/rusak sehingga viskositasnya turun. Pada waktu
pengadukan dihentikan, struktur semula memerlukan waktu untuk kembali
terbentuk.Hal ini menyebabkan kurva naik tidak berhimpit dengan kurva
turun. Celah kurva yang terbentuk oleh kurva naik dan kurva turun inilah
yang disebut hyterisis loop. Sistem ini disebut time dependent, dan hanya
terjadi pada cairan dengan tipe alir plastik dan pseudoplastik. Rheogramkurva
naik dan kurva turun dapat dilihat pada gambar 5.
7
G (dv/dt)
(det-1)
1/U’
1/U
f’ f F= F’/A (dyne/cm2)
C. Metode Percobaan
1. Alat :
- Viskosimeter Ostwald
- Viskosimeter Stormer
- Stopwatch
- Alat-alat gelas
2. Bahan :
- Larutan CMC Na 2,5%
- Larutan Gliserin
- Sirup obat
- Air
3. Cara Kerja
a. Viskosimeter Ostwald
1) Ambil 10 mL cairan sampel menggunakan pipet ukur
2) Masukkan cairan sampel ke dalam viskosimeter Ostwald
3) Cairan sampel dinaikkan menggunakan pompa hingga permukaan
cairan berada di atas batas garis atas
4) Lepaskan pompa, nyalakan stopwatch saat cairan uji berada pada
batas garis atas
8
5) Penghitungan waktu dihentikan saat permukaan sirup sampai pada
batas garis bawah
6) Catat waktu alir cairan
7) Tentukan sifat alir cairan sampel
8) Ulangi dengan sampel cairan lain.
b. Viskosimeter Stormer
1) Penentuan koreksi alat dan tetapan alat (Kv)
a) Ambil sejumlah cairan Newton (air), masukkan ke dalam cup,
kemudian suhu diatur dengan penangas air pengatur suhu di luar
cup.
b) Atur posisi pemberat atau piring logam tempat anak timbangan,
agar jarum rpm menunjuk angka 25 sebelum angka nol (pada
angka 75) dengan cara mengatur gulungan benang di bagian atas
alat.
c) Naikkan sampel sehingga ¾ bagian bob terendam dengan letak
tepat di tengah sampel.
d) Kontrol lagi suhu sampel, kemudian rem dilepas sehingga
pemberat akan meluncur pelan-pelan ke bawah, mula-mula lambat,
setelah jarum rpm sampai di angka 0, kecepatannya kemudian
konstan.
e) Pada saat jarum rpm sampai pada angka 0, stopwatch ditekan, dan
setelah jarum rpm sampai pada angka 75, stopwatch ditekan
kembali, catat waktunya.
f) Percobaan diulang-ulang dengan cara yang sama tetapi dengan
penambahan beban (anak timbangan), untuk memperoleh
rheogram kurva naik.
g) Faktor koreksi diperoleh dengan menempatkn harga rpm=0 dalam
persamaan regresi linier.
h) Tentukan viskositas air pada suhu percobaan dengan melihat pada
Farmakope.
9
i) Tetapan alat (Kv) ditentukan nilainya dengan membuat regresi
linier antara W (beban) vs rpm (kecepatan putar) berdasarkan
rumus :
𝐾𝑣
𝑟𝑝𝑚 = 𝑊 ……………………………………………….. (5)
𝜂
10
D. Lembar Kerja
Waktu Rata-
No. Sampel 1 2 3 rata
1 Larutan CMC Na 2,5%
2 Larutan Gliserin
3 Sirup obat
Viskositas Rata-
No. Sampel 1 2 3 rata
1 Larutan CMC Na 2,5%
2 Larutan Gliserin
3 Sirup obat
E. Perhitungan
11
( )
Dosen
12
PERCOBAAN 2
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS
A. Tujuan
B. Teori
13
permukaan internal penentuan kerapatan sebenarnya dapat dilakukan dengan
menggunakan helium dimana helium dapat berpenetrasi kedalam pori terkecil
dan tidak diadsorbsi oleh partikel.
14
Gambar 1. Densitometer Helium (sumber : www.micromeritics.com)
- Piknometer
Pengukuran kerapatan yang paling sering digunakan adalah
pengukuran menggunakan piknometer. Prinsip kerja piknometer yakni
bobot piknometer kosong dibagi dengan bobot dengan bobot cairan.
Contoh : Jika bobot sampel piknometer 5 gram dan bobot air yang
digunakan untuk mengisi piknometer adalah 50 gram, sehingga bobot total
adalah 55 gram. Ketika piknometer dicelupkan kedalam air bersuhu 25oC
bobot piknometer menjadi 53 gram atau terjadi perpindahan volume
sebesar 2 cm3 . Diperoleh kerapatan 5 gram / 2 cm3 = 2,5 g/cm3.
15
𝜌𝑔
= 1- 𝜌
Dimana :
Vp = Volume sebenarnya dari partikel-partikel padat
Vg = Volume dari partikel bersama dengan pori-pori dalam partikel
𝜌𝑔 = kerapatan granul
𝜌 = kerapatan sebenarnya
Kerapatan bulk (𝝆𝒃 )
Kerapatan bulk (𝜌𝑏 ) didefinisikan sebagai massa dibagi dengan volume
bulk. Kepadatan bulk serbuk tergantung pada distribusi ukuran partikel,
bentuk partikel, dan kecenderungan partikel untuk menempel satu sama lain.
Partikel-partikel dapat menempel satu dengan yang lain membentuk bulk yang
memiliki kerapatan yang rendah. Disisi lain partikel kecil dapat menempel
dengan partikel yang besar membentuk bubuk yang berat atau membentuk
bubuk dengan kerapatan besar.
Ada dua porositas yang dikenal dalam kerapatan bulk yakni :
- Porositas Celah / Ruang Antara
Yaitu volume relatif celah-celah ruang antara dibandingkan dengan
volume bulk serbuk, tidak termasuk pori-pori di dalam partikel. Porositas
celah dinyatakan dalam rumus di bawah ini :
𝑉𝑔 −𝑉𝑝 𝑉𝑝
∈𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 = =1-𝑉
𝑉𝑔 𝑔
𝜌𝑔
= 1-
𝜌
- Porositas Total
𝜌𝑔
= 1-
𝜌
16
Di mana:
Vb = volume bulk
C. Metode Percobaan
a. Alat
- Piknometer
- Timbangan analitik
- Termometer
- Alat-alat gelas
b. Bahan
- Air
- Sirupus simplek
- Kloroform
- Etanol
- Batu timbang
- Malam atau lilin
c. Cara kerja
a) Penentuan volume piknometer pada suhu percobaan
17
1) Timbang piknometer beserta tutupnya yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan dengan seksama.
2) Isi piknometer dengan air hingga penuh, rendam dalam air es
hingga suhunya 20C di bawah suhu percobaan.
3) Tutup piknometer, pipa kapiler dibiarkan terbuka.
4) Diamkan hingga suhu mencapai suhu percobaan, kemudian tutup
pipa kapiler.
5) Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar,
bersihkan piknometer dan timbang beserta isinya.
6) Carilah data kerapatan air pada suhu percobaan.
7) Hitung massa air dalam piknometer, yaitu dengan mengurangi
bobot piknometer yang berisi air dengan bobot piknometer kosong.
8) Volume piknometer pada suhu tersebut sama dengan volume air.
9) Tentukan kerapatan air sesuai dengan persamaan (6).
b) Penentuan kerapatan zat cair
Penentuan kerapatan zat cair sampel dilakukan dengan cara yang sama
denga penentuan kerapatan air, yaitu dengan mengganti air dengan
cairan sampel.
c) Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih besar daripada
kerapatan air
1) Timbang sampel dengan seksama.
2) Masukkan sampel dalam piknometer, isi penuh piknometer
dengan air, rendam dalam air es hingga suhunya 20C di bawah
suhu percobaan.
3) Tutup piknometer, namun pipa kapiler dibiarkan terbuka
4) Diamkan hingga suhu mencapai suhu percobaan, kemudian tutup
pipa kapiler.
5) Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar,
bersihkan piknometer dan timbang beserta isinya.
6) Hitung bobot air yang tertinggal dalam piknometer.
7) Hitung bobot air yang tertumpahkan.
18
8) Hitung volume air yang ditumpahkan, besarnya sama dengan
volume padatan yang mendesaknya keluar.
9) Hitung kerapatan sampel.
d) Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih kecil daripada
kerapatan air
1) Timbang sampel dengan seksama.
2) Siapkan kelereng besi yang telah diukur densitas dan massanya,
kaitkan sampel pada kelereng besi.
3) Masukkan dalam piknometer kemudian isi piknometer dengan air
hingga penuh, rendam dalam air es hingga suhunya 20C di bawah
suhu percobaan.
4) Tutup piknometer, namun pipa kapiler dibiarkan terbuka.
5) Diamkan hingga suhu mencapai suhu percobaan, kemudian tutup
pipa kapiler.
6) Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar.
7) Bersihkan piknometer dan timbang beserta isinya.
8) Hitung berat air yang ditumpahkan oleh kelereng dan sampel,
hitung volume air.
9) Tentukan volume air yang ditumpahkan oleh masing-masing
kelereng dan sampel.
10) Tentukan densitas sampel.
19
D. Lembar Kerja
Bobot Bobot
piknome Piknometer + Rata-
Vol. ter Zat rata Kera
No. Sampel Piknometer kosong 1 2 3 patan
1 Air
Sirupus
2 Simplex
3 Kloroform
4 Etanol
E. Perhitungan
20
( )
Dosen
21
PERCOBAAN 3
LARUTAN DAPAR
A. Tujuan
B. Teori
22
Dapar asam lemah mengikuti reaksi tersebut, dalam larutan akan terurai
menjadi H+ dan garamnya, dan sebaliknya. Suatu saat dapat terjadi
kesetimbangan, yaitu jumlah molekul yang menuju kea rah reaktan sama
dengan jumlah molekul yang menuju kearah produk, sehingga konsentrasi
produk konstan (tetap). Pada penambahan sedikit asam dan basa, akan terjadi
reaksi sebagai berikut :
𝐴𝑐 − + 𝐻3 𝑂+ ⇌ 𝐻𝐴𝑐 + 𝐻2 𝑂
Penambahan asam akan menyebabkan penambahan ion hydronium. Ion
hydronium dari asam akan dinetralkan oleh garam Ac- sehingga terbentuk
asam asetat dan air. Namun, jika jumlah asam yang ditambahkan melebihi
jumlah ion Ac- yang tersedia dalam larutan, Ac- tidak akan mampu
menetralkan ion hydronium. Akibatnya, pH akan berubah (berkurang).
𝐻𝐴𝑐 + 𝑂𝐻 − ⇌ 𝐻2 𝑂 + 𝐴𝑐 −
Penambahan basa kuat akan menyebabkan adanya ion hidroksil. Ion
hidroksil dari basa akan dinetralkan oleh asam asetat. Jika jumlah ion hidroksil
yang ditambahkan melebihi jumlah asam asetat yang tersedia, maka ion
hidroksil yang ada tidak dapat dinetralkan seluruhnya sehingga akan
berpengaruh pada pH larutan. Kelebihan ion hidroksil akan menyebabkan pH
larutan meningkat.
Basa konjugat dari asam lemah HA yaitu A- bisa diperoleh dari garam
HA dari basa kuat sehingga bisa terdisosiasi sempurna.
Dapar memiliki 2 besaran intensif yaitu pH dan kapasitas dapar.
Persamaan untuk pH dapar adalah persamaan Handerson-Hasselbach. Untuk
asam lemah:
[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
𝑝𝐻 = 𝑝𝐾𝑎 + 𝑙𝑜𝑔 ………………………….……………….. (7)
[𝑎𝑠𝑎𝑚]
𝐾𝑎[𝐻 𝑂 + ]
𝛽 = 2,303𝐶 (𝐾𝑎+[𝐻3 𝑂+])2 …………………………………………... (8)
3
23
C. Metode Percobaan
1. Alat
- pH meter
- Alat-alat gelas
2. Bahan
- Air
- Dapar asam fosfat
- Dapar asam asetat
3. Cara Kerja
a) Pemilihan pKa dari asam poliprotik
1) Campurkan 50 ml NaH2PO4 0,2 M dengan 100 ml Na2HPO4 0,15
M.
2) Aduk sampai homogen, cek pH menggunakan pH meter.
3) Lakukan hal yang sama pada campuran 50 ml NaH2PO4 0,2 M
dengan 50 ml Na2HPO4 0,15 M dan 100 ml NaH2PO4 0,2 M
dengan 50 ml Na2HPO4 0,15 M.
b) Pembuatan dapar dengan variasi pH dan kapasitas dapar
1) Buat larutan dapar dengan pH 4,76 dengan kapasitas dapar 0,02;
0,05; dan 0,1 dari asam asetat dan natrium asetat.
2) Titrasi 50 ml dapar tersebut dengan NaOH dan HCl 0,1 N.
3) Ukur pH campuran setiap penambahan 0,2 ml titran.
24
D. Lembar Kerja
E. Perhitungan
25
( )
Dosen
26
PERCOBAAN 4
KELARUTAN INTRINSIK OBAT
A. Tujuan
B. Teori
Terdapat beberapa istilah pada larutan terkait dengan jumlah solute yang
terlarut dalam solven sebagai berikut:
Larutan jenuh, yaitu suatu larutan dimana suatu pelarut berada pada
kesetimbangan dengan zat terlarutnya.
Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh, yaitu suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih kecil dari
konsentrasi yang dibutuhkaan untuk menjenuhkannya dalam temperature
tertentu.
Larutan lewat jenuh, yaitu suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi yang lebih banyak dari konsentrasi yang seharusnya
27
dalam temperature tertentu. Larutan ini ditandai dengan adanya endapan
Karen adanya solute yang tidak dapat terlarut.
Kelarutan dalam besaran kuantitatif adalah konsentrasi solut dalam
keadaan jenuh dalam suatu solvent. Secara kualitatif, kelarutan merupakan
interaksi spontan satu atau lebih solute dengan solvent membentuk disperse
molecular yang homogen.
Istilah umum yang dikenal dalam interaksi antara solute dengan solven
adalah like dissolves like. Istilah ini sering digunakan untuk
menyederhanakan kelarutan suatu solute yang memiliki kepolaran yang sama
dengan solven. Dengan kata lain, suatu larutan yang bersifat plar akan larut
dalam pelarut polar, sebaliknya zat yang bersifat non polar akan larut pada
pelarut non polar.
Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut polar bergantung pada nilai
tetapan dielektrik, sifat asam basa dan kemampuan membentuk ikatan
hydrogen. Nilai tetapan dielektrik yang tinggi menunjukkan bahwa suatu zat
berifat polar, sehingga akan sangat mudah bercampur dengan pelarut polar
lainnya, misalnya air.
F = C – P + 2 ………………………………………………………….. (9)
Keterangan :
F =derajat kebebasan ( jumlah variabel bebas yang harus ditentukan
untuk menentukan sistem secara sempurna, misalnya temperatur,
tekanan, dan konsentrasi)
C = jumlah komponen terkecil yang cukup untuk menggambarkan
komposisi kimia dari setiap fase.
P = jumlah fase
28
Kelarutan dapat diungkapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menyatakan jumlah pelarut (dalam ml) yang diperlukan untuk 1 gram solute
membentuk larutan jenuh, atau dengan perbandingan 1 bagian solute dapat
terlarut dalam 100-1000 bagian solvent, atau dinyatakan dalam konsentrasi,
yaitu dalam persen (%), molaritas (M) atau fraksi mol (X).
Kelarutan dapat digolongkan berdasarkan solute dan solvent : kelarutan
gas dalam zat cair, kelarutan zat cair dalam zat cair, dan kelarutan zat padat
dalam zat cair. Kelarutan yang paling banyak dijumpai dalam bidang farmasi
adalah kelarutan zat padat dalam zat cair.
Pada larutan ideal, faktor yang berpengaruh pada kelarutan zat padat
dalam zat cair adalah entalpi peleburan molar, suhu lebur solute, dan suhu
percobaan yang menurut Hildebrand dan Scott dinyatakan dengan persamaan
:
∆𝐻𝑓 𝑇0 −𝑇
− log 𝑋2𝑖 = 2,303 𝑅𝑇 × ……………………………………… (10)
𝑇0
∆𝐻𝑓 𝑇0 −𝑇 𝑣 𝜃2
− log 𝑋2 = 2,303 𝑅𝑇 × + (𝛿1 − 𝛿2 ) 2 2,303
2 1
……………… (11)
𝑇0 𝑅𝑇
Keterangan :
29
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa kelarutan tertinggi
dicapai apabila terbentuk larutan ideal, yaitu apabila parameter kelarutan
solvent = parameter kelarutan solute.
C. Metode Percobaan
1. Alat
- Tabung uji kelarutan
- Thermostatic waterbath
- Magnetic stirrer
- Spektrofotometer
- Disposable syringe
- Alat-alat gelas
2. Bahan
- Kafein
- Dioksan
- Air
3. Cara Kerja
a) Buat campuran dioksan-air, sehingga diperoleh solvent (pelarut)
dengan harga parameter kelarutan 12, 14, 16 dan 20 masing-masing
sebanyak 100 ml dengan menggunakan persamaan :
𝑉𝑐 𝑥 𝛿𝑐 = 𝑉𝑑 𝑥 𝛿𝑑 + 𝑉𝑤 𝑥 𝛿𝑤 ………………………………….. (12)
30
f) Ambil sampel melalui saringan G-4 dengan pengurangan tekanan
dengan bantuan disposable syringe. Lakukan 3 kali dengan selang
waktu 30 menit.
g) Baca serapan kafein yang terlarut pada alat spektrofotometer,
kemudian tentukan kadarnya.
h) Lakukan langkah yang sama untuk masing-masing solvent dengan
parameter kelarutan berbeda.
4. Analisis Data
a) Hitung kelarutan solute dalam masing-masing solvent dengan masing-
masing parameter kelarutannya, dengan menganggap fraksi volume
solvent=1. Untuk kofein :𝛥Hf = 5400 kal/mol, T0 = 1370C, parameter
kelarutannya 14,1 dan volume molarnya= 144 cm3/mol. Hasil ini
dibandingkan dengan hasil percobaan dengan menggunakkan grafik.
b) Tentukan besar parameter kelarutan kafein dengan membuat
persamaan parabola, dengan parameter kelarutan sebagai x dan
kelarutan kafein sebagai y, tentukan puncak kurva. Parameter
kelarutan kafein = besarnnya harga x pada puncak kurva parabola.
Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan harga parameter kelarutan
kafein menurut textbook = 14,1.
D. Lembar Kerja
31
Tabel 8. Data Hasil Percobaan Kelarutan Kofein
14
16
20
E. Perhitungan
( )
Dosen
32
PERCOBAAN 5
MIKROMIRETIK
A. Tujuan
Ilmu dan teknologi tentang partikel kecil diberi nama mikromiretik oleh
Dalla Valle. Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk
dilihat dengan mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspense serta
serbuk halus berada dalam jangkauan mikroskop optic.Partikel yang
mempunyai ukuran serbuk lebih kasar, granul tablet, dan garam granular
berada dalam kisaran ayakan. Kisaran ukuran kira-kira dari partikel dalam
disperse farmasi terdapat dalam tabel dibawah ini
33
Metode untuk menentukan ukuran partikel
Kerugian metode ini adalah garis tengah yang diperoleh hanya dari dua
dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada
perkiraan yang bias diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel
dengan memakai metode ini. Kekurangan yang lain partikel yang harus
dihitung dalam jumlah yang banyak (sekitar 300-500) menjuadikan metode ini
memakan waktu.
34
b. Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari penentuan
ukuran partikel adalah metode analisis ayakan.Di sini penentunya adalah
pengukuran geometrik partikel.Sampel diayak melalui sebuah susunan
menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang disusun ke atas.
Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala paling
besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil daripada lebar jala yang dijumpai,
berjatuhan melewatinya.Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel
yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan kasar.Setelah suatu
waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g setelah kira-kira 9 menit)
ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah
ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan.
18𝜂0 ℎ
𝑑𝑠𝑡 = √
(𝜌𝑠 − 𝜌0 )𝑔𝑡
Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran
kurang lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat
halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar ukuran
partikel serbuk ini mempunyai standar, maka USP menggunakan suatu
35
batasan dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse, fine and very
fine”, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mempu melalui lubang-
lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-beda ukurannya, pada
suatu periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan dan biasanya pada
alat pengaduk ayakan secara mekanis
C. Metode Percobaan
1. Alat
- Ayakan
- Timbangan analitik
2. Bahan
- Aluminium hidroksida
- Talk
- Laktosa
3. Cara Kerja
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Ditimbang sampel masing-masing 25 g
- Setiap ayakan lebih dahulu dibersihkan dengan sikat tabung kemudian
dilap dengan tisu untuk memastikan keringnya pengayak maupun tidak
terdapatnya partikel tertinggal lagi yang dapat menghalangi proses
pengayakan
- Ayakan kemudian diset pemasangnya pada fibrator pengayak dengan
nomor mesh kecil ke bawah nomor mesh besar
- Sampel yang telah ditimbang 25 g ditempatkan pada pengayak nomor
mesh 20, ditutup rapat mesin fibrator, kemudian mesin dijalankan dengan
kecepatan 5 rpm (rotasi permenit) dan diset waktu pengayakan selama 10
menit
- Setelah 10 menit, mesin fibrator akan berhenti secara otomatis. Ayakan
kemudian masing-masing dibuka/diambil dari mesin fibrator
- Fraksi serbuk yang tertinggal pada masing-masing pengayak dengan
nomor mesh berbeda ditimbang menggunakan timbangan milligram
36
- Dicatat data yang diperoleh dan dihitung % serbuk atau granul yang
tertahan serta hitung ukuran diameter partikel rata-rata dari sampel
D. Lembar Kerja
( )
Dosen
37
PERCOBAAN 6
STABILITAS OBAT
A. Tujuan
B. Teori
Stabilitas obat berkaitan dengan waktu paronya. Waktu paro suatu obat
dapat memberikan gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degradasi kimiawinya. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya
suatu ikatan, pergantian spesies atau pemindahan atom-atom dan ion jika dua
molekul bertabrakan.
Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan
konsentrasi mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan
ketetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde satu dinyatakan sebagai harga
resiprok dari waktu.
Dalam suatu reaksi kecepatan teruarainya suatu zat padat mengikuti
reaksi orde nol, orde I atau orde II, yang persamaan tetapan kecepatan
reaksinya seperti terlihat pada persamaan (15), (16), dan (17).
𝐶0 −𝐶𝑡
Orde nol 𝑘= ……………………………………………... (15)
𝑡
2,303 𝐶 2,303 𝐶0
Orde I 𝑘= 𝑙𝑜𝑔 𝐶𝑡0atau 𝑘= 𝑙𝑜𝑔 𝐶 ……………. (16)
𝑡 𝑡 0 −𝑋
𝑋
Orde II 𝑘=𝐶 ………………………………………….. (17)
0 (𝐶0 −𝑋)
Keterangan :
38
C = C0-X = konsentrasi awal – jumlah yang terurai pada waktu t
Penentuan orde reaksi dapat dilakukan dengan metode grafik :
a. Bila hubungan konsentrasi vs temperatur linier maka orde nol
b. Bila hubungan antara log konsentrasi vs temperatur linier maka orde
satu
c. Bila hubungan antara seperkonsentrasi vs temperatur linier maka
orde dua
0,693 1
𝑡50% = 𝑡1/2 atau 𝑡50% = 𝑡1/2 𝐶 ……………………. (18)
𝑘1 0𝑘
−𝐸𝑎
log 𝑘 = log 𝐴 + 2,303𝑅𝑇 …………………………………………(19)
Keterangan :
39
C. Metode Percobaan
1. Alat
- pH meter
- Gelas beker
- Air mineral
- HCl 0,1N
2. Bahan
- Sirup Kering amoxicilin
3. Cara Kerja
a) Larutkan sirup kering amoxicillin kedalam air
b) Tambahkan HCl 0,1N secara bertahap (sedikit demi sedikit 1 ml setiap
pengamatan.
c) Amati perubahan pH sediaan (hitung pH awal dan pH setiap setelah
penambahan asam). Diamati sebanyak 3 kali selama 3 pekan.
d) Amati perubahan fisik yang terjadi. Tuanglah pada gelas beker agar
mudah diamati dan perhitungkanlah jumlah volume terpindahkan
(dapat mengacu pada farmakope atau ditimbang secara teliti).
Bandingkan sirup amoksisilin yang ditambahkan asam dengan sirup
amaoksisilin yang tidak dikenai perlakuan.
D. Lembar Kerja
40
DAFTAR PUSTAKA
Martin, A., Bustamante, P., and Chun, A.H.C., 1993, Physical Chemical
Prinsiplesin the Pharmaceutical Sciences, 212-242, 342, Lea and Febiger,
Philadelphia, USA
41