Anda di halaman 1dari 48

PENUNTUN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASETIKA
PROGRAM STUDI FARMASI
Disusun oleh :
Yohanes Juliantoni,
DISUSUN OLEH : S.Farm., M.Sc., Apt.
Wahida Hajrin,
WINDAH M.Pharm.Sci.,
ANUGRAH SUBAIDAHApt.
S.Si., M.Si., Apt
Windah Anugrah Subaidah, S.Si., M.Si., Apt
YOHANES JULIANTONI, S.Farm., M.Sc., Apt

Program Studi Farmasi


WAHIDA HAJRIN, M.Pharm, Sci., Apt

Universitas Mataram
2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


2019
Nama :

NIM :

Gol/Kelmpk :

PENUNTUN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas tersusunnya buku
petunjuk praktikum Farmasi Fisika untuk mahasiswa semester 4 Program Studi
Farmasi Universitas Mataram. Penulis berharap buku ini dapat membantu
mahasiswa dalam melakukan praktikum Farmasi Fisika dengan materi praktikum
yang berkaitan dengan dasar peristiwa kimia fisika dalam bidang farmasi seperti:
rheology, kelarutan, koefisien partisi, stabilitas obat, berat jenis, dan larutan dapar.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku ini. Atas saran yang
sifatnya membangun dari pembaca sangat penulis harapkan dengan senang hati
untuk penyempurnaan buku ini, dan diucapkan terima kasih.

Mataram,18 September 2019


Penulis ,

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
TATA TERTIB DAN ACARA PRAKTIKUM ..................................................... vi
PERCOBAAN 1 SIFAT ALIR CAIRAN (RHEOLOGY) .................................... 1
A. Tujuan .......................................................................................................... 1
B. Teori ............................................................................................................. 1
C. Metode Percobaan ........................................................................................ 8
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 11
E. Perhitungan ................................................................................................ 11
PERCOBAAN 2 PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS ............. 13
A. Tujuan ........................................................................................................ 13
B. Teori ........................................................................................................... 13
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 17
PERCOBAAN 3 LARUTAN DAPAR ................................................................ 22
A. Tujuan ........................................................................................................ 22
B. Teori ........................................................................................................... 22
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 24
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 25
E. Perhitungan ................................................................................................ 25
PERCOBAAN 4 KELARUTAN INTRINSIK OBAT ........................................ 27
A. Tujuan ........................................................................................................ 27
B. Teori ........................................................................................................... 27
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 30
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 31
E. Perhitungan ................................................................................................ 32
PERCOBAAN 5 MIKROMIRETIK ................................................................... 33
A. Tujuan ........................................................................................................ 33
B. Teori ........................................................................................................... 33
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 36
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 37

iv
PERCOBAAN 6 STABILITAS OBAT ............................................................... 38
A. Tujuan ........................................................................................................ 38
B. Teori ........................................................................................................... 38
C. Metode Percobaan ...................................................................................... 40
D. Lembar Kerja ............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41

v
TATA TERTIB DAN ACARA PRAKTIKUM

TataTertib
Seperti halnya pada acara praktikum yang lain, tata tertib umum juga
diberlakukan pada acara praktikum FarmasiFisika. Tepat waktu, praktikum
dimulai dengan mahasiswa mengisi daftar hadir, kemudian mengikuti pretes
kurang lebih selama 15 menit secara tertulis dengan materi sesuai dengan acara
praktikum yang akan dikerjakan. Kemudian dosen yang bertugas akan
memberikan arahan dengan materi sesuai acara praktikum hari itu.
Mahasiswa diwajibkan membuat laporan sementara secara individual
mengenai acara praktikum hari itu dan dikumpulkan pada akhir setiap praktikum.
Laporan praktikum dibuat secaraindividu dan dikumpulkan pada praktikum
berikutnya. Format laporan sementara, laporan akhir praktikum dan hal-hal teknis
lainnya terkait praktikum dijelaskan pada saat asistensi praktikum.

Acara Praktikum

Pertemuan ke- Acara


1 Acara 1 :Asistensi praktikum
Acara 2 : Menentukan sifat alir cairan dan viskositas
2
menggunakan viscometer Ostwald
Acara 3 :Menentukan sifat alir cairan dan viskositas
3
menggunakan viscometer Stormer
4 Acara 4 :Menentukan bobot jenis cairan
5 Acara 5 :Menentukan bobot jenis zat padat
6 Acara 6 :Membuat larutan dapar berbagai pH
7 Acara 7 :Menentukan kapasitas dapar
8 Acara 8 :Menentukan kelarutan intrinsik obat
9 Acara 9 :Menentukan ukuran partikel
10 Acara 10 :Menentukan kestabilan obat

vi
11 Acara 11 :Menentukan Expired Date obat
12 Acara 12 :Ujian

Keterangan :

1. Pretest dilaksanakan 15 menitsebelum acara praktikum dilaksanakan


2. Setiap praktikan diwajibkan membuat laporan sementara setelah
praktikum dan wajib mendapatkan pengesahan dari pengawas atau asisten
praktikum.
3. Responsi praktikum dilaksanakan pada akhir praktikum.
4. Nilai praktikum meliputi
 Pretest  10%
 Presensi dan keaktifan dalam praktikum 20%
 Laporan resmi 35%
 Responsi 35%

vii
PERCOBAAN 1
SIFAT ALIR CAIRAN (RHEOLOGY)
A. Tujuan

1. Mempelajari sifat alir cairan


2. Menentukan nilai viskositas

B. Teori

Rheology (Rheo = mengalir; logos = ilmu) adalah ilmu yang


mempelajari sifat alir berbagai cairan serta mempelajari adanya deformasi atau
perubahan bentuk pada zat padat. Rheologymerupakan ilmu yang mempelajari
hubungan antara tekanan gesek F (shearing stress) dan kecepatan gesek G
(shearing rate) yang terjadi pada suatu cairan, atau hubungan antara strain dan
stress dengan deformasi pada benda padat. Kurva hubungan tersebut sering
disebut rheogram.
Prinsip dasar rheologi ini diterapkan hamper dalam semua bidang
kehidupan. Prinsip dasar rheologi diterapkan seperti pembuatan cat, tinta,
berbagai adonan, produk hasil peternakan, bahan pangan, kosmetik dan bagi
bidang Farmasi sendiri, dalam hal pembuatan sediaan obat-obatan.
Dalam bidang farmasi pengukuran sifat alir merupakan metode yang
paling sensitif untuk karakterisasi bahan. Hal ini karena kemampuan mengalir
suatu zat berkaitan dengan sifat fisiknya, seperti berat molekul maupun
distribusi berat molekulnya. Sifat alir suatu cairan obat atau sediaan farmasi
berpengaruh pada berbagai aspek, baik dalam proses pembuatan sediaan
hingga pada proses penggunaan sediaan oleh konsumen. Pada pembuatan
sediaan farmasi, sifat alir penting dalam hal pencampuran bahan, hingga pada
proses pengemasan sediaan. Pada proses penggunaan, sifat alir berpengaruh
pada penggunaan sediaan seperti salep, pasta, dispersi, dan emulsi.
Sediaan dispersi dan emulsi, merupakan suatu sediaan multifase yang
mengandung satu atau lebih bahan yang terdispersi dalam fase cair, sehingga
banyak faktor yang dapat memberikan pengaruh pada sifat alir sediaan. Suatu
sediaan dispersi, sifat alirnya sangat tergantung pada agregasi dari bahannya.

1
Flokulasi dari fase dispers sangat mempengaruhi kekentalan sediaan sehingga
sifat alir dari sediaan dispersi dapat berbeda, tergantung pada sifat bahan
penyusun dispersi tersebut.
Penerapan pengukuran rheologi dalam bidang farmasi dapat digunakan
untuk mengkarakterisasi :
- Proses penuangan sediaan dari botol. Misalnya menuang sirup obat dari
botolnya.
- Penekanan atau pemencetan sediaan dari suatu tube atau wadah lain yang
dapat berubah bentuk. Misalnya proses pemencetan salep dari tubenya.
- Penggosokan dan pengolesan bentuk produk di atas permukaan kulit atau ke
dalam kulit. Misalnya proses pengolesan krim di wajah.
- Pemompaan sediaan dan penyimpanan ke alat pengisian.
- Pelewatan dari suatu jarum suntik yang diproduksi oleh industri.
Sifat alir berkaitan erat dengan kekentalan atau viskositas. Semakin
kental, semakin tinggi viskositas cairan, maka semakin susah cairan tersebut
mengalir. Artinya, semakin besar shearing stress yang dibutuhkan untuk
meningkatkan shearing rate cairan. Secara teoritis dalam ilmu rheologi istilah
viskositas dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan tahanan dari suatu
cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, maka makin bedar
tahanannya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi viskositas yakni :
1. Suhu : Semakin tinggi suhu zat cair maka semakin kurang viskositas zat cair
tersebut.
2. Tekanan : Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan
viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan.
3. Berat Molekul : Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya, laju
aliran alkohol cepat, kekentalan alkohol rendah sedangkan larutan minyak laju
alirannya lambat ,viskositas juga tinggi.
4. Konsentrasi larutan : Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.
Alat yang digunakan untuk menentukan viskositas atau sifat alir cairan
adalah viskosimeter. Terdapat beberapa jenis viskosimeter yang telah

2
dikembangkan. Viskosimeter yang hanya dapat digunakan untuk mengukur
viskositas cairan Newton (Newtonian viscosity) adalah viskosimeter Ostwald,
viskosimeter Cannon-Frenske, dan viskosimeter Hoeppler. Pengukuran
viskositas cairan Non-Newton memerlukanviskosimeter yang dapat
memberikan beberapa titik hubungan antara shearing stress dan shearing rate,
contohnya viskosimeter Stormer, viskosimeter MacMichael, viskosimeter
Haak Rotovisko, viskosimeter Searle, dan viskosimeter Ferranti Shirley.
Berikut penggolongan tipe alir cairan :
1. Tipe alir Newton
2. Tipe alir Non-Newton
a. Time independent
- Aliran Plastik
- Aliran Pseudoplastik
- Aliran Dilatan
b. Time dependent
- Aliran Plastik Tiksotropi
- Aliran Pseudoplastik Tiksotropi
- Aliran Dilatan Tiksotropi

Aliran Newton

Cairan yang memiliki sifat alir Newtonmemiliki shearing stress dan


shearing rate yang linierdan rheogramnya melalui titik (0,0). Slope pada
rheogramdisebut fluidity, nilainya adalah 1/viskositas, sehingga semakin besar
slope, viskositas cairan makin rendah, artinya cairan semakin encer. Cairan
yang memiliki sifat alir newton memiliki nilai koefisien viskositas yang
konstan. Contoh cairan yang memiliki sifat alir newton adalah air, solvent,
minyak slikon.

3
Persamaan Newton tentang Rheologydapat dilihat pada persamaan (1):

1
𝐺 = 𝜂 𝐹 …………………………………………………………….. (1)

G (dv/dt) (b)
(det-1) (a)

(c)

F’/A = F (dyne/cm2)

Gambar 1. Rheogram cairan dengan tipe alir Newton, dengan viskositas yang
berbeda.
Keterangan : G = kecepatan gesek (shearing rate)
F = tekanan gesek (shearing stress)
F’ = gaya gesek
A = luas
A, b, c = cairan newton

Aliran Plastik
Cairan dengan tipe alir plastik sering juga disebut Bingham bodies.
Contoh cairan yang memiliki tipe alir plastik adalah sediaan-sediaan
semisolid, misalnya pasta, salep dan krim. Rheogram tipe alir plastik terlihat
pada gambar 2. Persamaan yang terdapat pada tipe alir plastikseperti terlihat
pada persamaan (2).

1 𝐹−𝑓
𝐺 = 𝑈 (𝐹 − 𝑓) atau 𝑈= ………………………………….. (2)
𝐺

4
G (dv/dr)
(det-1)
Slope = 1/U

F’/A=F
(dyne/cm2)
f
Gambar 2. Rheogram cairan tipe alir Plastik
Keterangan :f = yield value, U = viskositas Plastik

Aliran Pseudoplastik
Cairan plastik dan pseudoplastik termasuk kelompok cairan Shear
thinning System, yaitu viskositas cairan akan turun dengan adanya tekanan.
Hal ini disebabkan karena ikatan antar partikel dapat terlepas misalnya
dengan pengadukan. Saat tekanan dihentikan, yatu saat pengadukan
dihentikan, viskositas cairan akan kembali seperti semula. Contoh cairan
yang memiliki tipe alir pseudoplastik adalah larutan koloid, larutan CMC,
larutan gom, emulsi dan suspensi. Shearing stressdan shearing rate pada tipe
alir pseudoplastic memiliki hubungan eksponensial.

1 𝐹𝑁
𝐺 = 𝜂′ 𝐹 𝑁 atau 𝜂′ = ……………………… (3)
𝐺

Log G = N log F – log 𝛈’…………………………………………….……(4)

5
Penentuan nilai viskositas pada tipe alir pseudoplastik diperoleh
dengan menentukan hubungan antara log G vs log F’/A. Kurva hubungan
shearing stress dan shearing rate pada cairan pseudoplastik dapat dilihat
pada gambar 3.

G (dv/dr)
(det-1)

F’/A = F (dyne/cm2)
Gambar 3. Rheogram cairan tipe alir pseudoplastik.
Aliran Dilatan
Cairan dengan tipe alir dilatan merupakan cairan yang menunjukkan
adanya kenaikan tekanan waktu shearing rate dinaikkan, atau viskositasnya
meningkat jika kecepatan pengadukan dinaikkan. Hal ini disebabkan karena
pengadukan menyebabkan terbentuknya struktur dari hasil penggabungan
partikel. Suspensi yang memiliki sifat ini misalnya cat dasar menni, tinta
cetak, dan beberapa jenis pasta. Persamaan rheogramnya adalah hubungan
antara G vs F’/A analog dengan kurva aliran pseudoplastik, tetapi harga N-
nya positif dan lebih kecil dari 1. Rheogram tipe alir dilatan dapat dilihat
pada gambar 4.

6
G (dv/dr)
(det-1)

F’/A = F (dyne/cm2)

Gambar 4. Rheogram cairan tipe alir dilatan.

Aliran Thixotropy
Beberapa cairan memiliki sifat partikel-partikel yang cenderung
membentuk ikatan dalam struktur gel. Pada waktu cairan tersebut diaduk,
strukturnya pecah/rusak sehingga viskositasnya turun. Pada waktu
pengadukan dihentikan, struktur semula memerlukan waktu untuk kembali
terbentuk.Hal ini menyebabkan kurva naik tidak berhimpit dengan kurva
turun. Celah kurva yang terbentuk oleh kurva naik dan kurva turun inilah
yang disebut hyterisis loop. Sistem ini disebut time dependent, dan hanya
terjadi pada cairan dengan tipe alir plastik dan pseudoplastik. Rheogramkurva
naik dan kurva turun dapat dilihat pada gambar 5.

7
G (dv/dt)
(det-1)

1/U’

1/U

f’ f F= F’/A (dyne/cm2)

Gambar 5. Rheogram tipe alir plastic thixotropy

C. Metode Percobaan

1. Alat :
- Viskosimeter Ostwald
- Viskosimeter Stormer
- Stopwatch
- Alat-alat gelas
2. Bahan :
- Larutan CMC Na 2,5%
- Larutan Gliserin
- Sirup obat
- Air
3. Cara Kerja
a. Viskosimeter Ostwald
1) Ambil 10 mL cairan sampel menggunakan pipet ukur
2) Masukkan cairan sampel ke dalam viskosimeter Ostwald
3) Cairan sampel dinaikkan menggunakan pompa hingga permukaan
cairan berada di atas batas garis atas
4) Lepaskan pompa, nyalakan stopwatch saat cairan uji berada pada
batas garis atas

8
5) Penghitungan waktu dihentikan saat permukaan sirup sampai pada
batas garis bawah
6) Catat waktu alir cairan
7) Tentukan sifat alir cairan sampel
8) Ulangi dengan sampel cairan lain.
b. Viskosimeter Stormer
1) Penentuan koreksi alat dan tetapan alat (Kv)
a) Ambil sejumlah cairan Newton (air), masukkan ke dalam cup,
kemudian suhu diatur dengan penangas air pengatur suhu di luar
cup.
b) Atur posisi pemberat atau piring logam tempat anak timbangan,
agar jarum rpm menunjuk angka 25 sebelum angka nol (pada
angka 75) dengan cara mengatur gulungan benang di bagian atas
alat.
c) Naikkan sampel sehingga ¾ bagian bob terendam dengan letak
tepat di tengah sampel.
d) Kontrol lagi suhu sampel, kemudian rem dilepas sehingga
pemberat akan meluncur pelan-pelan ke bawah, mula-mula lambat,
setelah jarum rpm sampai di angka 0, kecepatannya kemudian
konstan.
e) Pada saat jarum rpm sampai pada angka 0, stopwatch ditekan, dan
setelah jarum rpm sampai pada angka 75, stopwatch ditekan
kembali, catat waktunya.
f) Percobaan diulang-ulang dengan cara yang sama tetapi dengan
penambahan beban (anak timbangan), untuk memperoleh
rheogram kurva naik.
g) Faktor koreksi diperoleh dengan menempatkn harga rpm=0 dalam
persamaan regresi linier.
h) Tentukan viskositas air pada suhu percobaan dengan melihat pada
Farmakope.

9
i) Tetapan alat (Kv) ditentukan nilainya dengan membuat regresi
linier antara W (beban) vs rpm (kecepatan putar) berdasarkan
rumus :
𝐾𝑣
𝑟𝑝𝑚 = 𝑊 ……………………………………………….. (5)
𝜂

2) Penentuan sifat alir dan viskositas larutan sampel


a) Penentuan sifat alir cairan sampel dilakukan dengan cara yang
sama dengan percobaan terhadap cairan Newton (air), tetapi
dilakukan juga pembuatanrheogram kurva turun yaitu dengan
pengukuran berat beban dari yang paling berat ke yang lebih
ringan.
b) Data percobaan sampel kemudian dibuat hubungan regeresi linier
antara :
- W vs rpm
- Log W vs log rpm
c) Penentuan sifat alir ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai
berikut :
- Jika koefisien korelasi (r) persamaan W vs rpm lebih lebih
besar mendekati 1 dan rheogram melalui (0,0), maka tipe
alirnya Newton.
- Jika koefisien korelasi (r) persamaan W vs rpm lebih lebih
besar mendekati 1 dan rheogram tidak melalui (0,0), maka tipe
alirnya Plastik.
- Jika koefisien korelasi (r) persamaan log W vs log rpm lebih
lebih besar mendekati 1 dan jika slope-nya positif dan lebih
besar dari 1, maka tipe alirnya Pseudoplastik.
- Jika koefisien korelasi (r) persamaan log W vs log rpm lebih
lebih besar mendekati 1 dan jika slope-nya positif dan lebih
kecil dari 1, maka tipe alirnya Dilatan.
d) Penentuan viskositas dengan menggunakan persamaan (2) untuk
sifat alir plastik atau persamaan (3) untuk tipe alir pseudoplastik.

10
D. Lembar Kerja

Table 1. Data Hasil Pengamatan Viskosimeter Ostwald

Waktu Rata-
No. Sampel 1 2 3 rata
1 Larutan CMC Na 2,5%

2 Larutan Gliserin

3 Sirup obat

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Viskometer Stormer

Viskositas Rata-
No. Sampel 1 2 3 rata
1 Larutan CMC Na 2,5%
2 Larutan Gliserin
3 Sirup obat

E. Perhitungan

11
( )

Dosen

12
PERCOBAAN 2
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

A. Tujuan

1. Menentukan bobot jenis cairan


2. Menentukan kerapatan zat padat

B. Teori

Kerapatan (densitas) merupakan salah satu sifat fisika yang paling


definitive dan bisa digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat.
Kerapatan didefinisikan sebagai massa per unit volume suatu zat pada suhu
tertentu. Sifat ini merupakan besaran intensif yaitu sifat yang tidak tergantung
dari jumlah bahan. Kerapatan tidak hanya menunjukkan ukuran dan bobot
molekul zat tetapi juga gaya-gaya atraksi antar molekul zat yang
mempengaruhi karakteristik bahan. Kerapatan diperoleh dengan membagi
massa (m0 suatu objek dengan volumenya (v). dalam system cgs satuan dari
kerapatan adalah g.cm-3, g.ml-1, atau kg.L-1, sedangkan dalam sistem mks
adalah kg.m-3.
Kerapatan Partikel
Kerapatan secara umum didefinisikan sebagai bobot per unit volum,
kesulitan ditemukan ketika menentukan volume partikel yang mengandung
retakan yang bersifat mikroskopik, pori-pori internal dan ruang kapiler.
Tiga jenis kerapatan partikel yakni :
 Kerapatan sebenarnya
 Kerapatan granul
 Kerapatan bulk

Partikel yang tidak memiliki pori maka kerapatan sebenarnya dan


kerapatan granulnya sama. Kerapatan sebenarnya dan kerapatan granul dari
partikel ini dapat ditentukan dengan memindahkan helium atau cairan seperti
merkuri, benzene atau air. Ketika partikel tersebut tersebut memiliki pori dan

13
permukaan internal penentuan kerapatan sebenarnya dapat dilakukan dengan
menggunakan helium dimana helium dapat berpenetrasi kedalam pori terkecil
dan tidak diadsorbsi oleh partikel.

Penentuan kerapatan dengan menggunakan cairan sama antara satu


kerapatan sebenarnya dengan kerapatan yang lainnya tetapi jika menggunakan
pelarut yang berbeda maka akan menunjukkan nilai kerapatan sebenarnya
yang berbeda pula. Perbedaan tersebut disebabkan oleh zat cair yang
digunakan tidak berpenetrasi baik kedalam pori.

Kerapatan Sebenarnya (𝝆)

Kerapatan sebenarnya (𝜌) merupakan kerapatan dari bahan itu sendiri,


tidak termasuk rongga dan pori-pori. Metode penentuan kerapatan sebenarnya
dari partikel padat yang tidak berpori (nonporous) menggunakan cairan yang
cairan tersebut tidak melarutkan partikel uji. Jika partikel padat tersebut
berpori maka alat yang digunakan adalah helium densitometer dan
piknometer.

Alat yang digunakan untuk mengukur kerapatan sebenarnya yaitu :


- Densitometer Helium
Densitometer helium digunakan untuk menentukan kerapatan
partikel berpori. Prinsip kerja densitometer helium yakni volume apparatus
kosong ditentukan dengan mengalirkan gas helium. Sampel yang telah
ditentukan bobotnya dimasukkan kedalam apparatus sampel lalu dialirkan
gas helium. Perbedaan antara volume helium yang mengisi apparatus
kosong dengan volume gas helium yang mengisi apparatus berisi sampel.

14
Gambar 1. Densitometer Helium (sumber : www.micromeritics.com)
- Piknometer
Pengukuran kerapatan yang paling sering digunakan adalah
pengukuran menggunakan piknometer. Prinsip kerja piknometer yakni
bobot piknometer kosong dibagi dengan bobot dengan bobot cairan.
Contoh : Jika bobot sampel piknometer 5 gram dan bobot air yang
digunakan untuk mengisi piknometer adalah 50 gram, sehingga bobot total
adalah 55 gram. Ketika piknometer dicelupkan kedalam air bersuhu 25oC
bobot piknometer menjadi 53 gram atau terjadi perpindahan volume
sebesar 2 cm3 . Diperoleh kerapatan 5 gram / 2 cm3 = 2,5 g/cm3.

Gambar 2. Piknometer Volume 25 ml


Kerapatan granul (𝝆𝒈 )
Kerapatan granul didefinisikan sebagai volume granul yakni volume
partikel beserta ruang dalam partikel. Penentuan kerapatan granul dapat
ditentukan dengan metode perpindahan cairan. Cairan yang sering digunakan
yakni raksa.
Dalam kerapatan granul dikenal istilah porositas dalam partikel yang
dirumuskan sebagai:
𝑉𝑔 −𝑉𝑝 𝑉𝑝
∈𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙 = =1-𝑉
𝑉𝑔 𝑔

15
𝜌𝑔
= 1- 𝜌

Dimana :
Vp = Volume sebenarnya dari partikel-partikel padat
Vg = Volume dari partikel bersama dengan pori-pori dalam partikel
𝜌𝑔 = kerapatan granul
𝜌 = kerapatan sebenarnya
Kerapatan bulk (𝝆𝒃 )
Kerapatan bulk (𝜌𝑏 ) didefinisikan sebagai massa dibagi dengan volume
bulk. Kepadatan bulk serbuk tergantung pada distribusi ukuran partikel,
bentuk partikel, dan kecenderungan partikel untuk menempel satu sama lain.
Partikel-partikel dapat menempel satu dengan yang lain membentuk bulk yang
memiliki kerapatan yang rendah. Disisi lain partikel kecil dapat menempel
dengan partikel yang besar membentuk bubuk yang berat atau membentuk
bubuk dengan kerapatan besar.
Ada dua porositas yang dikenal dalam kerapatan bulk yakni :
- Porositas Celah / Ruang Antara
Yaitu volume relatif celah-celah ruang antara dibandingkan dengan
volume bulk serbuk, tidak termasuk pori-pori di dalam partikel. Porositas
celah dinyatakan dalam rumus di bawah ini :
𝑉𝑔 −𝑉𝑝 𝑉𝑝
∈𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 = =1-𝑉
𝑉𝑔 𝑔

𝜌𝑔
= 1-
𝜌

- Porositas Total

Porositas total dinyatakan sebagai keselurahan pori dari celah-celah


antara partikel dan pori-pori di dalam partikel. Porositas total dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut :
𝑉𝑔 −𝑉𝑝 𝑉𝑝
∈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = =1-𝑉
𝑉𝑔 𝑔

𝜌𝑔
= 1-
𝜌

16
Di mana:

Vb = volume bulk

Vp = volume bahan padat itu sendiri

Bobot (massa) jenis adalah perbandingan kerapatan suatu bahan dengan


kerapatan air pada 40C. Nilai kerapatan air pada suhu ini adalah 1 g/ml,
sehingga nilai kerapatan sama dengan nilai bobot (massa) jenis, hanya
satuannya berbeda, yaitu bobot (massa) jenis tidak mempunyai satuan. Rumus
untuk menentukan bobot jenis atau kerapatan dapat dilihat pada persamaan
(6).
𝑚
𝜌= ……………………………………………………………... (6)
𝑣

Keterangan : 𝜌 = massa jenis atau kerapatan (g/mL)


𝑚 = massa (gram)
𝑣 = volume (mL)

C. Metode Percobaan

a. Alat
- Piknometer
- Timbangan analitik
- Termometer
- Alat-alat gelas
b. Bahan
- Air
- Sirupus simplek
- Kloroform
- Etanol
- Batu timbang
- Malam atau lilin
c. Cara kerja
a) Penentuan volume piknometer pada suhu percobaan

17
1) Timbang piknometer beserta tutupnya yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan dengan seksama.
2) Isi piknometer dengan air hingga penuh, rendam dalam air es
hingga suhunya 20C di bawah suhu percobaan.
3) Tutup piknometer, pipa kapiler dibiarkan terbuka.
4) Diamkan hingga suhu mencapai suhu percobaan, kemudian tutup
pipa kapiler.
5) Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar,
bersihkan piknometer dan timbang beserta isinya.
6) Carilah data kerapatan air pada suhu percobaan.
7) Hitung massa air dalam piknometer, yaitu dengan mengurangi
bobot piknometer yang berisi air dengan bobot piknometer kosong.
8) Volume piknometer pada suhu tersebut sama dengan volume air.
9) Tentukan kerapatan air sesuai dengan persamaan (6).
b) Penentuan kerapatan zat cair
Penentuan kerapatan zat cair sampel dilakukan dengan cara yang sama
denga penentuan kerapatan air, yaitu dengan mengganti air dengan
cairan sampel.
c) Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih besar daripada
kerapatan air
1) Timbang sampel dengan seksama.
2) Masukkan sampel dalam piknometer, isi penuh piknometer
dengan air, rendam dalam air es hingga suhunya 20C di bawah
suhu percobaan.
3) Tutup piknometer, namun pipa kapiler dibiarkan terbuka
4) Diamkan hingga suhu mencapai suhu percobaan, kemudian tutup
pipa kapiler.
5) Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar,
bersihkan piknometer dan timbang beserta isinya.
6) Hitung bobot air yang tertinggal dalam piknometer.
7) Hitung bobot air yang tertumpahkan.

18
8) Hitung volume air yang ditumpahkan, besarnya sama dengan
volume padatan yang mendesaknya keluar.
9) Hitung kerapatan sampel.
d) Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih kecil daripada
kerapatan air
1) Timbang sampel dengan seksama.
2) Siapkan kelereng besi yang telah diukur densitas dan massanya,
kaitkan sampel pada kelereng besi.
3) Masukkan dalam piknometer kemudian isi piknometer dengan air
hingga penuh, rendam dalam air es hingga suhunya 20C di bawah
suhu percobaan.
4) Tutup piknometer, namun pipa kapiler dibiarkan terbuka.
5) Diamkan hingga suhu mencapai suhu percobaan, kemudian tutup
pipa kapiler.
6) Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar.
7) Bersihkan piknometer dan timbang beserta isinya.
8) Hitung berat air yang ditumpahkan oleh kelereng dan sampel,
hitung volume air.
9) Tentukan volume air yang ditumpahkan oleh masing-masing
kelereng dan sampel.
10) Tentukan densitas sampel.

19
D. Lembar Kerja

Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Kerapatan

Bobot Bobot
piknome Piknometer + Rata-
Vol. ter Zat rata Kera
No. Sampel Piknometer kosong 1 2 3 patan
1 Air

Sirupus

2 Simplex

3 Kloroform

4 Etanol

E. Perhitungan

20
( )

Dosen

21
PERCOBAAN 3
LARUTAN DAPAR
A. Tujuan

1. Mempelajari penentuan pKa pada larutan dapar dengan asam poliprotik.


2. Membuat dapar dan mempelajari kapasitasnya.

B. Teori

Larutan dapar adalah larutan yang dapat mempertahankan pH pada


penambahan sedikit asam atau basa. Suatu larutan yang mengandung dapar,
apabila ditambahkan sedikit asam atau basa kuat, dapat mempertahankan pH
dari larutan tersebut. Kemampuan dapar dalam meniadakan perubahan pH ada
batasnya. Jika jumlah asam atau basa yang ditambahkan melebihi batas
penahanan dapar, maka pH akan mengalami perubahan,
Suatu dapar dapat dibuat dari kombinasi antara asam lemah dan basa
konjugatnya (garamnya) atau kombinasi antara basa lemah dan asam
konjugatnya (garamnya). Jadi, basa kuat seperti NaOH atau asam kuat seperti
HCl tidak dapat membentuk larutan dapar. Contoh pasangan senyawa yang
dapat membentuk larutan dapar adalah asam asetat dan natrium asetat, asam
asetat dan kalium asetat, asam borat dan natrium borat, asam fosfat dan
garamnya, ammonia dan garamnya, dan lain sebagainya.
Peniadaan perubahan pH oleh dapar dikenal sebagai aksi dapar.
Gambaran dari aksi dapar adalah sebagai berikut: air murni memiliki pH 7.
Jika ke dalam 100 ml air murni ditambahkan 1 mol larutan HCl 0,1 N, pH air
murni akan turun menjadi 3. Hal ini menunjukkan bahwa air murni tidak
memiliki aksi dapar. Namun, jika 1 mol larutan HCl 0,1 N ditambahkan ke
dalam 100 ml larutan dapar yang merupakan kombinasi dari asam asetat dan
natrium asetat, pH larutan hanya berubah 0,09 satuan pH. Hal ini
menunjukkan bahwa dapar asam asetat memiliki aksi dapar. Kemampuan
dapar asetat dalam meniadakan perubahan pH terkait dengan kemampuannya
dalam menetralkan pengaruh asam atau basa yang ditambahkan.
𝐻𝐴 ⇌ 𝐻 + + 𝐴−

22
Dapar asam lemah mengikuti reaksi tersebut, dalam larutan akan terurai
menjadi H+ dan garamnya, dan sebaliknya. Suatu saat dapat terjadi
kesetimbangan, yaitu jumlah molekul yang menuju kea rah reaktan sama
dengan jumlah molekul yang menuju kearah produk, sehingga konsentrasi
produk konstan (tetap). Pada penambahan sedikit asam dan basa, akan terjadi
reaksi sebagai berikut :
𝐴𝑐 − + 𝐻3 𝑂+ ⇌ 𝐻𝐴𝑐 + 𝐻2 𝑂
Penambahan asam akan menyebabkan penambahan ion hydronium. Ion
hydronium dari asam akan dinetralkan oleh garam Ac- sehingga terbentuk
asam asetat dan air. Namun, jika jumlah asam yang ditambahkan melebihi
jumlah ion Ac- yang tersedia dalam larutan, Ac- tidak akan mampu
menetralkan ion hydronium. Akibatnya, pH akan berubah (berkurang).
𝐻𝐴𝑐 + 𝑂𝐻 − ⇌ 𝐻2 𝑂 + 𝐴𝑐 −
Penambahan basa kuat akan menyebabkan adanya ion hidroksil. Ion
hidroksil dari basa akan dinetralkan oleh asam asetat. Jika jumlah ion hidroksil
yang ditambahkan melebihi jumlah asam asetat yang tersedia, maka ion
hidroksil yang ada tidak dapat dinetralkan seluruhnya sehingga akan
berpengaruh pada pH larutan. Kelebihan ion hidroksil akan menyebabkan pH
larutan meningkat.
Basa konjugat dari asam lemah HA yaitu A- bisa diperoleh dari garam
HA dari basa kuat sehingga bisa terdisosiasi sempurna.
Dapar memiliki 2 besaran intensif yaitu pH dan kapasitas dapar.
Persamaan untuk pH dapar adalah persamaan Handerson-Hasselbach. Untuk
asam lemah:

[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
𝑝𝐻 = 𝑝𝐾𝑎 + 𝑙𝑜𝑔 ………………………….……………….. (7)
[𝑎𝑠𝑎𝑚]

Persamaan untuk kapasitas dapar adalah persamaan van slyke :

𝐾𝑎[𝐻 𝑂 + ]
𝛽 = 2,303𝐶 (𝐾𝑎+[𝐻3 𝑂+])2 …………………………………………... (8)
3

23
C. Metode Percobaan

1. Alat
- pH meter
- Alat-alat gelas
2. Bahan
- Air
- Dapar asam fosfat
- Dapar asam asetat
3. Cara Kerja
a) Pemilihan pKa dari asam poliprotik
1) Campurkan 50 ml NaH2PO4 0,2 M dengan 100 ml Na2HPO4 0,15
M.
2) Aduk sampai homogen, cek pH menggunakan pH meter.
3) Lakukan hal yang sama pada campuran 50 ml NaH2PO4 0,2 M
dengan 50 ml Na2HPO4 0,15 M dan 100 ml NaH2PO4 0,2 M
dengan 50 ml Na2HPO4 0,15 M.
b) Pembuatan dapar dengan variasi pH dan kapasitas dapar
1) Buat larutan dapar dengan pH 4,76 dengan kapasitas dapar 0,02;
0,05; dan 0,1 dari asam asetat dan natrium asetat.
2) Titrasi 50 ml dapar tersebut dengan NaOH dan HCl 0,1 N.
3) Ukur pH campuran setiap penambahan 0,2 ml titran.

24
D. Lembar Kerja

Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Pemilihan pKa


No. Sampel pH
1 A
2 B
3 C
Ket :
A : 50 ml NaH2PO4 0,2 M dengan 100 ml Na2HPO4 0,15 M
B : 50 ml NaH2PO4 0,2 M dengan 50 ml Na2HPO4 0,15 M
C : 100 ml NaH2PO4 0,2 M dengan 50 ml Na2HPO4 0,15 M

Tabel 5. Data Hasil Pembuatan Dapar dengan Variasi pH

Titran Kapasitas dapar


No. NaOH 0,1 N 0,02 0,05 0,1
1 0,2 ml
2 0,4 ml
3 0,6 ml
4 0,8 ml
5 1 ml

Tabel 6. Data Hasil Pembuatan Dapar dengan Variasi pH

Titran HCl Kapasitas dapar


No. 0,1 N 0,02 0,05 0,1
1 0,2 ml
2 0,4 ml
3 0,6 ml
4 0,8 ml
5 1 ml

E. Perhitungan

25
( )

Dosen

26
PERCOBAAN 4
KELARUTAN INTRINSIK OBAT
A. Tujuan

Menentukan parameter kelarutan obat

B. Teori

Kelarutan adalah jumlah ml pelarut yang melarutkan 1 gram zat terlarut.


Untuk zat yang kelarutannya tidak diketahui secara pasti, harga kelarutannya
digambarkan dengan istilah umum tertentu, seperti terdapat dalam table berikut :
Tabel 1. Istilah perkiraan kelarutan zat
Istilah Bagian pelarut yang dibutuhkan
untuk 1 bagian zat terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 sampai 10 bagian
Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1000 bagian
Sangat sukar larut 1000 sampai 10000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10000 bagian

Terdapat beberapa istilah pada larutan terkait dengan jumlah solute yang
terlarut dalam solven sebagai berikut:

 Larutan jenuh, yaitu suatu larutan dimana suatu pelarut berada pada
kesetimbangan dengan zat terlarutnya.
 Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh, yaitu suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih kecil dari
konsentrasi yang dibutuhkaan untuk menjenuhkannya dalam temperature
tertentu.
 Larutan lewat jenuh, yaitu suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi yang lebih banyak dari konsentrasi yang seharusnya

27
dalam temperature tertentu. Larutan ini ditandai dengan adanya endapan
Karen adanya solute yang tidak dapat terlarut.
Kelarutan dalam besaran kuantitatif adalah konsentrasi solut dalam
keadaan jenuh dalam suatu solvent. Secara kualitatif, kelarutan merupakan
interaksi spontan satu atau lebih solute dengan solvent membentuk disperse
molecular yang homogen.
Istilah umum yang dikenal dalam interaksi antara solute dengan solven
adalah like dissolves like. Istilah ini sering digunakan untuk
menyederhanakan kelarutan suatu solute yang memiliki kepolaran yang sama
dengan solven. Dengan kata lain, suatu larutan yang bersifat plar akan larut
dalam pelarut polar, sebaliknya zat yang bersifat non polar akan larut pada
pelarut non polar.
Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut polar bergantung pada nilai
tetapan dielektrik, sifat asam basa dan kemampuan membentuk ikatan
hydrogen. Nilai tetapan dielektrik yang tinggi menunjukkan bahwa suatu zat
berifat polar, sehingga akan sangat mudah bercampur dengan pelarut polar
lainnya, misalnya air.

Suatu larutan dikatakan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara fase


solute yang terlarut dengan fase padatnya dalam larutannya. Variable yang
dipilih untuk penetapak kelarutan dirumuskan oleh aturan fase Gibbs, yaitu:

F = C – P + 2 ………………………………………………………….. (9)

Keterangan :
F =derajat kebebasan ( jumlah variabel bebas yang harus ditentukan
untuk menentukan sistem secara sempurna, misalnya temperatur,
tekanan, dan konsentrasi)
C = jumlah komponen terkecil yang cukup untuk menggambarkan
komposisi kimia dari setiap fase.
P = jumlah fase

28
Kelarutan dapat diungkapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menyatakan jumlah pelarut (dalam ml) yang diperlukan untuk 1 gram solute
membentuk larutan jenuh, atau dengan perbandingan 1 bagian solute dapat
terlarut dalam 100-1000 bagian solvent, atau dinyatakan dalam konsentrasi,
yaitu dalam persen (%), molaritas (M) atau fraksi mol (X).
Kelarutan dapat digolongkan berdasarkan solute dan solvent : kelarutan
gas dalam zat cair, kelarutan zat cair dalam zat cair, dan kelarutan zat padat
dalam zat cair. Kelarutan yang paling banyak dijumpai dalam bidang farmasi
adalah kelarutan zat padat dalam zat cair.
Pada larutan ideal, faktor yang berpengaruh pada kelarutan zat padat
dalam zat cair adalah entalpi peleburan molar, suhu lebur solute, dan suhu
percobaan yang menurut Hildebrand dan Scott dinyatakan dengan persamaan
:
∆𝐻𝑓 𝑇0 −𝑇
− log 𝑋2𝑖 = 2,303 𝑅𝑇 × ……………………………………… (10)
𝑇0

Pada kenyataannya, larutan ideal jarang sekali dijumpai karena


perbedaan polaritas antara solute dan solvent, yang menurut Hildebrand
ditunjukkan dengan istilah parameter kelarutan solute dan parameter
kelarutan solvent. Persamaan kelarutan pada larutan nonideal sebagai berikut
:

∆𝐻𝑓 𝑇0 −𝑇 𝑣 𝜃2
− log 𝑋2 = 2,303 𝑅𝑇 × + (𝛿1 − 𝛿2 ) 2 2,303
2 1
……………… (11)
𝑇0 𝑅𝑇

Keterangan :

X2 = kelarutan nonideal (dalam fraksimol)


R = tetapan gas (1,987 kal/mol.der)
∆𝐻𝑓 = entalpi peleburan molar
𝛿1 = parameter kelarutan solvent
𝛿2 = parameter kelarutan solute
𝑣2 = volume molar solute
𝜃1 = fraksi volume solvent

29
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa kelarutan tertinggi
dicapai apabila terbentuk larutan ideal, yaitu apabila parameter kelarutan
solvent = parameter kelarutan solute.

C. Metode Percobaan

1. Alat
- Tabung uji kelarutan
- Thermostatic waterbath
- Magnetic stirrer
- Spektrofotometer
- Disposable syringe
- Alat-alat gelas
2. Bahan
- Kafein
- Dioksan
- Air
3. Cara Kerja
a) Buat campuran dioksan-air, sehingga diperoleh solvent (pelarut)
dengan harga parameter kelarutan 12, 14, 16 dan 20 masing-masing
sebanyak 100 ml dengan menggunakan persamaan :

𝑉𝑐 𝑥 𝛿𝑐 = 𝑉𝑑 𝑥 𝛿𝑑 + 𝑉𝑤 𝑥 𝛿𝑤 ………………………………….. (12)

b) Lakukan orientasi berapa lama waktu yang diperlukan untuk


penjenuhan pada suhu percobaan 300C, misalkan perlu waktu t jam.
c) Masukkan bahan obat yang akan diuji yaitu kafein ke dalam solvent
yang ada dalam tabung uji kelarutan.
d) Temperatur diatur sesuai dengan temperatur yang dikehendaki (300C).
e) Campuran solvent dan solute diaduk dengan magnetic stirrer sampai
jenuh (lama pengadukan kira-kira 2 kali t jam dari hasil orientasi).

30
f) Ambil sampel melalui saringan G-4 dengan pengurangan tekanan
dengan bantuan disposable syringe. Lakukan 3 kali dengan selang
waktu 30 menit.
g) Baca serapan kafein yang terlarut pada alat spektrofotometer,
kemudian tentukan kadarnya.
h) Lakukan langkah yang sama untuk masing-masing solvent dengan
parameter kelarutan berbeda.
4. Analisis Data
a) Hitung kelarutan solute dalam masing-masing solvent dengan masing-
masing parameter kelarutannya, dengan menganggap fraksi volume
solvent=1. Untuk kofein :𝛥Hf = 5400 kal/mol, T0 = 1370C, parameter
kelarutannya 14,1 dan volume molarnya= 144 cm3/mol. Hasil ini
dibandingkan dengan hasil percobaan dengan menggunakkan grafik.
b) Tentukan besar parameter kelarutan kafein dengan membuat
persamaan parabola, dengan parameter kelarutan sebagai x dan
kelarutan kafein sebagai y, tentukan puncak kurva. Parameter
kelarutan kafein = besarnnya harga x pada puncak kurva parabola.
Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan harga parameter kelarutan
kafein menurut textbook = 14,1.

D. Lembar Kerja

Tabel 7. Data Hasil Percobaan Campuran Volume Dioksan-air

δ Vol dioksan Vol air Vol Total


12
100 ml
14
100 ml
16
100 ml
20
100 ml

31
Tabel 8. Data Hasil Percobaan Kelarutan Kofein

δ Absorbansi Kadar (gr/100ml)


12

14

16

20

E. Perhitungan

( )

Dosen

32
PERCOBAAN 5
MIKROMIRETIK
A. Tujuan

Menentukan ukuran partikel zat padat dengan metode ayakan


B. Teori

Ilmu dan teknologi tentang partikel kecil diberi nama mikromiretik oleh
Dalla Valle. Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk
dilihat dengan mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspense serta
serbuk halus berada dalam jangkauan mikroskop optic.Partikel yang
mempunyai ukuran serbuk lebih kasar, granul tablet, dan garam granular
berada dalam kisaran ayakan. Kisaran ukuran kira-kira dari partikel dalam
disperse farmasi terdapat dalam tabel dibawah ini

Ukuran partikel Ukuran ayakan Contoh


kira-kira
Mikrometer Millimeter
(µm)
0,5-10 0,0005- - Suspensi, emulsi halus
0,010
10-50 0,010- - Batas atas jarak dibawah
0,05 ayakan, partikel emulsi kasar,
partikel suspense terflokulasi
50-100 0,5-0,1 325-140 Batas bawah ayakan, ayakan,
jarak serbuk halus
150-1000 0,150- 100-18 Jarak serbuk kasar
1,000
1000-3360 1,00- 18-6 Ukuran granul rata-rata
3,360

Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel


sangat penting dalam farmasi. adi ukuran, dan karenanya luas permukaan, dari
suatu partikel dapat dihubungkan secara berarti pada sifat fisika, kimia dan
farmakologi dari suatu obat.Secara klinik, ukuran partikel suatu obat dapat
mempengaruhi pelepasannya dari bentuk-bentuk sediaan yang diberikan
secara oral, parenteral, rektal dan topical.

33
Metode untuk menentukan ukuran partikel

Banyak metode yang tersedia untuk menentukan ukuran partikel.Yang


diutarakan disini hanyalah metode yang digunakan secara luas dalam praktek
dibidang farmasi serta metode yang merupakan ciri dari suatu prinsip khusus.
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel dalam
mikromiretik yaitu

 Metode ayakan (Sieve analyses)


 Laser Diffraction (LAS)
 Metode sedimentasi
 Electronical Zone Sensing (EZS)
 Analisa gambar (mikrografi)
 Metode kromatografi
 Submicron aerosol sizing dan counting
a. Mikroskopi optik

Untuk metode ini, memungkinkan untuk menggunakan mikroskop biasa


untuk pengukuran ukuran partikel yang berkisar dari 0,2µm-100µm. Menurut
metode ini, suatu emulsi atau suspense, diencerkan atau tidak diencerkan,
dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas mekanik. Dibawah
mikroskop tersebut, pada tempat dimana partikel terlihat, diletakkan
micrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Penampakan
dalam mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah layar dimana partikel-
partikel terlihat lebih mudah diukur, atau pemotretan bias dilakukan dari slide
yang sudah siap diproyeksikan ke layar untuk diukur.

Kerugian metode ini adalah garis tengah yang diperoleh hanya dari dua
dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada
perkiraan yang bias diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel
dengan memakai metode ini. Kekurangan yang lain partikel yang harus
dihitung dalam jumlah yang banyak (sekitar 300-500) menjuadikan metode ini
memakan waktu.

34
b. Pengayakan

Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari penentuan
ukuran partikel adalah metode analisis ayakan.Di sini penentunya adalah
pengukuran geometrik partikel.Sampel diayak melalui sebuah susunan
menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang disusun ke atas.
Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala paling
besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil daripada lebar jala yang dijumpai,
berjatuhan melewatinya.Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel
yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan kasar.Setelah suatu
waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g setelah kira-kira 9 menit)
ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah
ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan.

c. Dengan cara sedimentasi

Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi Stocks. Dasar


dari ini mengikuti hokum Stokes’s

18𝜂0 ℎ
𝑑𝑠𝑡 = √
(𝜌𝑠 − 𝜌0 )𝑔𝑡

Dimana : v adalah laju pengendapan, h merupakan jarak jatuhnya dalam


waktu t, 𝑑𝑠𝑡 merupakan diameter rata-rata berdasarkan sedimentasi,
𝜌𝑠 merupakan bobot jenis dan 𝜌0 merupakan bobot jenis media pendisi, g
kecepatan gravitasi dan 𝜂0 merupakan viskositas medium.

Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini


adalah metode pipet, metode hidrometer dan metode malance.

Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran
kurang lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat
halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar ukuran
partikel serbuk ini mempunyai standar, maka USP menggunakan suatu

35
batasan dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse, fine and very
fine”, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mempu melalui lubang-
lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-beda ukurannya, pada
suatu periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan dan biasanya pada
alat pengaduk ayakan secara mekanis

C. Metode Percobaan

1. Alat
- Ayakan
- Timbangan analitik
2. Bahan
- Aluminium hidroksida
- Talk
- Laktosa
3. Cara Kerja
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Ditimbang sampel masing-masing 25 g
- Setiap ayakan lebih dahulu dibersihkan dengan sikat tabung kemudian
dilap dengan tisu untuk memastikan keringnya pengayak maupun tidak
terdapatnya partikel tertinggal lagi yang dapat menghalangi proses
pengayakan
- Ayakan kemudian diset pemasangnya pada fibrator pengayak dengan
nomor mesh kecil ke bawah nomor mesh besar
- Sampel yang telah ditimbang 25 g ditempatkan pada pengayak nomor
mesh 20, ditutup rapat mesin fibrator, kemudian mesin dijalankan dengan
kecepatan 5 rpm (rotasi permenit) dan diset waktu pengayakan selama 10
menit
- Setelah 10 menit, mesin fibrator akan berhenti secara otomatis. Ayakan
kemudian masing-masing dibuka/diambil dari mesin fibrator
- Fraksi serbuk yang tertinggal pada masing-masing pengayak dengan
nomor mesh berbeda ditimbang menggunakan timbangan milligram

36
- Dicatat data yang diperoleh dan dihitung % serbuk atau granul yang
tertahan serta hitung ukuran diameter partikel rata-rata dari sampel
D. Lembar Kerja

Tabel 9. Data Pengukuran Diameter Partikel

No Mesh d (mm) g (gram) n (%) nxd Diameter


Partikel

( )

Dosen

37
PERCOBAAN 6
STABILITAS OBAT
A. Tujuan

1. Mengetahui kestabilan suatu obat obat


2. Menentukan waktu kadaluwarsa obat

B. Teori

Stabilitas obat berkaitan dengan waktu paronya. Waktu paro suatu obat
dapat memberikan gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degradasi kimiawinya. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya
suatu ikatan, pergantian spesies atau pemindahan atom-atom dan ion jika dua
molekul bertabrakan.
Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan
konsentrasi mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan
ketetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde satu dinyatakan sebagai harga
resiprok dari waktu.
Dalam suatu reaksi kecepatan teruarainya suatu zat padat mengikuti
reaksi orde nol, orde I atau orde II, yang persamaan tetapan kecepatan
reaksinya seperti terlihat pada persamaan (15), (16), dan (17).

𝐶0 −𝐶𝑡
Orde nol 𝑘= ……………………………………………... (15)
𝑡

2,303 𝐶 2,303 𝐶0
Orde I 𝑘= 𝑙𝑜𝑔 𝐶𝑡0atau 𝑘= 𝑙𝑜𝑔 𝐶 ……………. (16)
𝑡 𝑡 0 −𝑋

𝑋
Orde II 𝑘=𝐶 ………………………………………….. (17)
0 (𝐶0 −𝑋)

Keterangan :

k = tetapan kecepatan reaksi


C0 = konsentrasi mula-mula zat
C = konsentrasi pada waktu t
X = jumlah obat yang terurai pada waktu t

38
C = C0-X = konsentrasi awal – jumlah yang terurai pada waktu t
Penentuan orde reaksi dapat dilakukan dengan metode grafik :
a. Bila hubungan konsentrasi vs temperatur linier maka orde nol
b. Bila hubungan antara log konsentrasi vs temperatur linier maka orde
satu
c. Bila hubungan antara seperkonsentrasi vs temperatur linier maka
orde dua

Penentuan waktu paro obat :


Untuk orde satu, waktu paro dapat ditentukan dengan persamaan (18).

0,693 1
𝑡50% = 𝑡1/2 atau 𝑡50% = 𝑡1/2 𝐶 ……………………. (18)
𝑘1 0𝑘

Pada tahun 1889 Arhenius menemukan persamaan yang menyatakan


hubungan antara pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi suatu orde I
mengikuti persamaan (19).

−𝐸𝑎
log 𝑘 = log 𝐴 + 2,303𝑅𝑇 …………………………………………(19)

Keterangan :

Ea = tenaga aktivasi (tenaga yang dibutuhkan agar suatu molekul dapat


bereaksi)
A = suatu tetapan yang berhubungan dengan frekuensi tabrakan antar
reaktan
R = tetapan gas (1,987 kalori/derajat/molar)
T = temperature absolut (K)
Untuk menentuka kecepatan dekomposis suatu zat/obat, digunakan
metode elevated, teruarainya zat/obat tersebut dipercepat dengan memanaskan
pada temperatur yang lebih tinggi. Log k vs 1/T dinyatakan dalam grafik
dengan menentukan persamaan garis regresi linier. Akan diperoleh harga k
pada temperatur kamar untuk menentukan waktu kadaluwarsa obat. Metode
ini dikenal dengan studi stabilitas dipercepat.

39
C. Metode Percobaan

1. Alat
- pH meter
- Gelas beker
- Air mineral
- HCl 0,1N
2. Bahan
- Sirup Kering amoxicilin
3. Cara Kerja
a) Larutkan sirup kering amoxicillin kedalam air
b) Tambahkan HCl 0,1N secara bertahap (sedikit demi sedikit 1 ml setiap
pengamatan.
c) Amati perubahan pH sediaan (hitung pH awal dan pH setiap setelah
penambahan asam). Diamati sebanyak 3 kali selama 3 pekan.
d) Amati perubahan fisik yang terjadi. Tuanglah pada gelas beker agar
mudah diamati dan perhitungkanlah jumlah volume terpindahkan
(dapat mengacu pada farmakope atau ditimbang secara teliti).
Bandingkan sirup amoksisilin yang ditambahkan asam dengan sirup
amaoksisilin yang tidak dikenai perlakuan.

D. Lembar Kerja

Tabel 10. Data Pengukuran pH Sediaan

Sediaan Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Tabel 11. Data Perubahan Fisik

Sediaan Perubahan Fisik

40
DAFTAR PUSTAKA
Martin, A., Bustamante, P., and Chun, A.H.C., 1993, Physical Chemical
Prinsiplesin the Pharmaceutical Sciences, 212-242, 342, Lea and Febiger,
Philadelphia, USA

41

Anda mungkin juga menyukai