Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN VI

ABSORBSI PERKUTAN OBAT

Disusun Oleh :

1. Davinda Yuditha A. (1041711030)


2. Dea Zahra Listiyani (1041711032)
3. Della Nur Anisa H. (1041711035)
4. Dinar Meiliawati (1041711040)
5. Izky Dwi Nurwulan (1041821012)
6. Rosi Nur Pratiwi (1041721023)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI“YAYASAN PHARMASI”

SEMARANG

2019
ABSORBSI PERKUTAN OBAT

A. Tujuan Praktikum
Mengetahui pengaruh absorbsi perkutan asam salisilat dengan basis salep vaselin
dan PEG.

B. Dasar Teori
Transpor obat merupakan suatu peristiwa perpindahan dari satu tempat ke tempat
lain yang disertai dengan penembusan membran seluler. Kecuali metabolisme, proses
farmakokinetika melibatkan transpor membran tersebut. Obat berpindah-pindah
dalam tubuh melalui dua jalan yaitu transfer difusional misalnya molekul ke molekul
dengan jarak yang pendek dan transfer beraliran misalnya dalam aliran darah.
Pada pemberian obat secara ekstravaskuler, molekul obat harus terlepas dari
vehikel (bahan pembawa) dan melarut di dalam cairan tubuh di daerah tempat
pemberian obat. Dalam hal pemberian obat oral, molekul harus melarut di dalam
cairan lumen usus sebelum terabsorbsi. Kecepatan dan jumlah yang terabsorbsi,
tergantung dari sifat fisiko-kimiawi obat(Ritschel & Kearns, 2004).
Membran sel mempunyai gugus yang dapat membentuk ikatan ionik atau
hidrogen dengan gugus yang sesuai dari suatu obat. Sehingga sifat dari suatu
membran adalah semipermeabel, mempunyai tegangan permukaan yang rendah dan
mempunyai tegangan listrik (potensial membran).
Absorbsi merupakan proses perpindahan obat dari tempat aplikasinya menuju ke
sirkulasi sistemik. Absorbsi menggambarkan kecepatan pada saat obat meninggalkan
tempat atau sisi pemberian. Agar dapat diabsorbsi, obat harus dilepaskan dari bentuk
sediaannya.
Absorbsi topikal adalah terbatas karena struktur anatomi dari kulit yang
menyebabkan obak tidak optimal diabsorbsi. Kulit kurang permeabel dibandingkan
mukosa (mulut, gastrointestinal, rektal, dan paru). Bahkan area kulit hanya 1,73 m2,
sedangkan area permukaan absorbsi gastrointestinal 70 m2. Dengan pertimbangan
tersebut, banyak obat yang diberikan secara oral dengan harapan proses absorbsinya
terjadi di traktus gastrointestinal. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorbsi
obat :
1. Kecepatan Disolusi Obat
Kecepatan disolusi obat merupakan syarat utama bagi obat-obat dalam
bentuk padatan dan kecepatan disolusi ini dipengaruhi oleh luas permukaan.
2. Ukuran Partikel
Untuk obat yang sukar larut dalam air, ukuran partikel sangat
mempengaruhi. Obat-obat dengan ukuran partikel kecil relatif mudah larut dalam
cairan dibandingkan partikel dengan ukuran yang besar.
3. Kelarutan dalam lipid atau air
Absorbsi obat juga dipengaruhi oleh koefisien partisi, sebgaian besar
membran sel bersifat lipofilik. Sehingga obat harus dapat larut dalam air atau
dalam lipid.
4. Ionisasi
Sebagian besar obat merupakan suatu elektrolit lemah sehingga ionisasinya
dipengaruhi oleh pH medium. Dalam mediumnya obat tersebut dalam dua bentuk
yaitu bentuk terion yang lebih mudah larut dalam air dan bentuk tak terionkan
yang mudah larut dalam lipid dan lebih mudah diabsorbsi.
5. Aliran darah pada tempat absorbsi
Aliran darah pada tempat absorbsi adalah penting karena membantu proses
absorbsi yaitu mengambil obat menuju sirkulasi sistemik. Semakin besar aliran
darah maka absorbsi juga semakin besar.
6. Pengaruh makanan atau pemberian obat lainnya
Beberapa makanan atau obat-obatan dapat mempengaruhi proses absorbsi
obat lainnya. Pemberian makanan atau obat dapat mempengaruhi variabel di atas
sehingga mempengaruhi keefektifan absorbsi obat.
7. Cara pemberian
Cara pemberian obat dibedakan menjadi dua berdasarkan penempatannya
di saluran pencernaan, yaitu enteral dan parenteral. Pemberian enteral adalah
pemberian obat melalui saluran cerna atau dari rongga mulut sampai rektum.
Contohnya adalah per oral, sublingual, dan per rektal, sedangkan pemberian
parenteral adalah pemberian obat diluar saluran cerna misalnya topikal, suntikan
dan inhalasi. Pemberian oral merupakan cara pemberian obat dengan cara
ditempatkan di mulut, kemudian obat bergerak melalui slauran cerna(Dr. Agung
E.N, 2010).
Absorpsi Obat Perkutan
Absorpsi perkutan dapat didefinisikan sebagai absorpsi obat kedalam stratum
corneum (lapisan tanduk) dan berlanjut obat menembus lapisan dibawahnya serta
akhirnya obat masuk dalan sirkulasi darah.
Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan obat atau
senyawa eksternal. Absorpsi obat perkutan dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat
dan pembawa serta kondisi kulit. Pada pemakaian obat secara topikal, obat berdifusi
dalam pembawanya dan kontak dengan permukaan kulit (stratum korneum dan
sebrum) serta obat selanjutnya menembus epidermis. Penetrasi obat melalui kulit
dapat terjadi dengan 2 cara :
a. Rute transepidermal, yaitu difusi obat menembus stratum korneum.
b. Rute transfolikular, yaitu difusi obat melewati pori kelenjar keringat dan sebum.
Proses absorpsi perkutan terdiri atas tahap-tahap partisi obat ke dalam stratum
korneum dan sebum. Rute yang merupakan rute penting adalah rute transepidermal
sebab permukaan epidermis mempunyai luas beberapa kali luas dari rute
transfolikular.

KULIT
Kulit merupakan pembungkus elastis yang memiliki fungsi utama sebagai
pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan
ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk
secara terus-menerus, respirasi, pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat,
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet
matahari, sebagai indra peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan
infeksi dari luar. Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis dan
jaringan subkutan atau hipodermis (Harahap, 2000 : 1).
Kulit dibentuk dari 3 lapisan berbeda yang berurutan dari luar ke dalam yaitu
lapisan epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh
getah bening, ujung-ujung saraf dan lapisan di bawah kulit yang berlemak atau yang
disebut hipodermis. Kulit mempunyai aneksa, kelenjar keringat dan kelenjar sebum
(glandula sebaceous) yang berasal dari lapisan hipodermis atau dermis yang bermuara
pada permukaan yang membentuk daerah yang tidak berkesinambungan pada
epidermis (Aiache J.M, 1993: 444).
C. Analisis Bahan
1. Asam Salisilat

Asam organis ini berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6%
dalam salep. Di samping itu, zat ini berkhasiat bakteriostatis lemah dan berdaya
keratolitik, yaitu dapat melarutkan lapisan tanduk pada konsentrasi 5-10% (Tjay, Tan
Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007:105).
Merupakan hablur ringan tidak berwarna atau senyawa berwarna putih, hampir
tidak berbau. Larut dalam 550 bagian air, 4 bagian etanol 95%, mudah larut dalam
kloroform, eter, larut dalam ammonia asetat, dinatrium hydrogen fosfat, kalium sitrat
(Depkes RI, 1995:51).

2. Asam trikloroasetat (TCA)

Asam trikloroasetat P CCl3COOH ; BM 163,39; murni pereaksi (Depkes


RI,1995:1136).
Asam trikloroasetat (nama sistematis: asam trikloroetanoat) adalah analog dari
asam asetat, dengan ketiga atom hidrogen dari gugus metil digantikan oleh atom-atom
klorin. Senyawa ini merupakan asam yang cukup kuat (pKa = 0,77, lebih kuat dari
disosiasi kedua asam sulfat). Senyawa ini dibuat melalui reaksi klorin dengan asam
asetat bersama katalis yang cocok.

CH3COOH + 3Cl2 → CCl3COOH + 3HCl


Senyawa ini banyak digunakan dalam bidang biokimia, untuk pengendapan
makromolekul seperti protein, DNA dan RNA. Garam natriumnya digunakan sebagai
pembasmi rumput liar. Larutan yang mengandung asam trikloroasetat digunakan untuk
penghapus tato dan pengobatan kutil, termasuk kutil kelamin (aman digunakan selama
kehamilan). Garam-garam dari asam trikloroasetat disebut trikloroasetat. Reduksi
sebagian dari asam trikloroasetat menghasilkan asam dikloroasetat, merupakan suatu
obat aktif yang berpotensi dapat menyembuhkan penyakit kanker (Dumas, 1840 : 101).
3. Vaselin
Vaselin yang dibuat pertama kali pada tahun 1871 oleh Chesebrough-
Manufacturing-Company, New York sejak tahun 1878 mulai digunakan pada
dermatologi dan sampai saat ini masih menempati posisi yang kuat sebagai basis salep.
Vaselin merupakan sistem dua fase dengan struktur gel. Fase cair yang
merupakan 70-90% bagian totalnya terdiri atas cairan n- dan iso-parafin dan
hidrokarbon olefin (misalnya ceten, hepadecen, dan octadecen). Fase padatnya terdiri
dari dua komponen :
a. Komponen kristalin; terdiri dari n-parafin dan mewakili 10-20% bagian
padat.
b. Komponen kristal mikro; pada umumnya terdiri dari isoparafin dan
mengandung sejumlah kecil alisiklen (Voight, 1995:319).
Vaselin secara kimiawi netral, oleh karena itu dapat tersatukan dengan bahan obat
dan bahan pembantu serta praktis stabil tanpa batas. Penggunaanya secara universal
masih merugikan. Sebagai bahan asing bagi tubuh, vaselin dapat menimbulkan
rangsangan pada pasien yang kulitnya sangat peka (vaselinoderm, parafinom). Oleh
karena itu, pemakaiannya pada penyakit kulit akut dihindari. Lapisan tipis vaselin yang
terbentuk tidak permeabel, dan menutupi kulit dengan kedap serta menyebabkan
terjadinya penyumbatan pori-pori, kesulitas pernafasan kulit dan akumulasi panas.
Sebagai basis lipofil, pemakaiannya pada bagian tubuh berambut kurang cocok. Tetapi
kerugiannya yang paling besar adalah pelepasan bahan obat atau toh terjadi hanya
dalam skala kecil sehingga pemakaiannya untuk salap resorpsi tidak disarankan.
Vaselin sebaiknya cocok jika digunakan untuk salap pelindung sebagai sistem
pembawa bahan obat yang diharapkan bekerja perifer yang mengandung emulgator dan
berdaya serap tinggi terhadap air (Voight, 1995: 322).
4. PEG (Polietilenglikol)
Salap PEG merupakan campuran bagian sejenis malam dan cairan yang
diperoleh melalui peleburan bersama kedua komponen. Perbandingan yang dipilih
sedemikian rupa sehingga terbentuk massa homogen dengan konsistensi seperti
vaselin.
Sifat dermatologis PEG dinilai memuaskan. Penggunaannya khusus untuk
sereboroiker. PEG tidak merangsang, memiliki daya lekat yang dan distribusi yang
baik pada kulit dan tidak menghambat pertukaran gas dan produksi keringat. Atas dasar
karakter hidrofilnya, salap PEG mudah tercuci dengan air dan juga dapat digunakan
pada bagian tubuh yang berambut. Sebaliknya PEG tidak digunakan pada mata.
Aktivitas osmotis memberikan daya hisap yang tinggi, yang sangat penting bagi
pengeringan luka (penyerapan sekret luka). Dilain pihak, higroskopisitasnya yang
tinggi merugikan resorpsi bahan obatnya. Oleh karena itu, beberapa waktu lamanya
keseimbangan osmotik antara salap PEG dan kulit tercapai artinya terjadi resorpsi.
Akan tetapi dengan menambahkan air kedalamnya, aktivitas osmotiknya dapat
dikompensasikan. Oleh karena konsistensi basi PEG yang mengandung air lebih dari
5% tampak sangat encer, maka untuk memperbaikinya diperlukan penambahan
emulgator. Dalam hal ini disarankan penggunaan 1-5% alkohol lemak, misalnya
setilalkohol, stearilalkohol. Sifat hidrofil dari salap PEG dengan adanya tambahan
tersebut tidak banyak dipengaruhi.
Dibandingkan dengan lipogel, sejumlah bahan obat dalam konsentrasi yang
dibutuhkan untuk terapi, larut dalam basis PEG. Beberapa senyawa yang dapat melarut
adalah benzokain, resorsinol, asam salisilat, asam borat, kloramfenikol, dan kamfer.
Dalam salap larutan ini meskipun disimpan lama tidak dijumpai adanya penghabluran.
Jika beberapa bahan obat cair dalam dosis yang biasa tidak menyebabkan perubahan
konsistensi, maka kreosot, timol, fenol, dan Ichtyol dalam konsentrasi tinggi (kira-kira
30%) dapat menunjukkan peristiwa tak tersatukan dengan membentuk massa yang
encer (Voight, 1995: 339).
D. Alat dan Bahan
a) Alat :
1. Labu Takar
2. Alat –alat gelas
3. Scalpel
4. Mikropipet
5. Blue tip
6. Pipet Volume
7. Tabung reaksi
8. Tabung penampung darah (ependroff)
9. Vortex Mixer
10. Sentrifuge
11. Tabung sentrifuge
12. Spektrofotometer
13. Kuvet
14. Tissue lensa dan Tissue gulung

b) Bahan :
1. Asam Salisilat
2. Asam Trikloroasetat (TCA) 10%
3. Aquadest
4. Basis Vaselin
5. Basis PEG

c) HewanUji : Tiap kelompok @ 1 kelinci


E. Skema Kerja
1) Pengambilan Sampel Darah dan Perlakuan metode spektrofotometri UV

Di ambil 500µl darah dari vena telinga


kelinci

Ditampung dalam tabung berisi heparin

di vortex

Diambil 1ml plasma

di tambah 2.0 ml
TCA 20%

di centrifuge 15'

Diambil 1ml beningan

Ditentukan konsentrasi obat dengan


spektro
2) Pengambilan Sampel Darah dan Perlakuan metode spektrofotometri Visibel

Di ambil 500µl darah dari vena telinga


kelinci

Ditampung dalam tabung berisi heparin +


500 mcl aq dest + 5 ml reagen thrinder, di
vortex, disentrifugasi 15 menit

Diambil semua beningan beningan

Ditentukan konsentrasi obat dengan


spektro Vis

3) Perlakuan Pada Kelinci

Kelinci di cukur bulunya pada punggung seluas 20cm2

Dioleskan 1 gram salep asam salisilat

Salep di tutup dengan aluminium foil dan di balut dengan kain kasa

Pengambilan sampel darah dilakukan menit ke 0,10, 20, 30,40, 45,


60, 90, 120
F. Data Pengamatan dan Perhitungan

a. Penimbangan Larutan Stok Asam Salisilat

Penimbangan Larutan stok asam salisilat

Kertas + zat = 0,5774 gram

kertas + sisa = 0,5250 gram _

zat = 0,0524 gram


= 52,4 mg
Konsentrasi larutan stok = 52,4 mg/0,05 L = 1048 ppm
= 1048 µg/ mL

b. Deret Baku

Konsentrasi Kadar Kadar sebenarnya


V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 100 ppm = 500 µl. 4ppm 20 µl. 103,2 ppm = 500 µl. C2
4 ppm
V1 = 20 µl (stok) C2 = 4,1280 ppm
+ 480 µl darah
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 100 ppm = 500 µl. 6 ppm 30 µl. 103,2 ppm = 500 µl. C2
6 ppm
V1 = 30 µl (stok) C2 = 6,1920 ppm
+ 470 µl darah
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 100 ppm = 500 µl. 8 ppm 40 µl. 103,2ppm = 500 µl. C2
8 ppm
V1 = 40 µl (stok) C2 = 8,2560 ppm
+ 460 µl darah
V1. C1 = V2. C2
V1. C1 = V2. C2
V1. 100 ppm = 500 µl. 10 ppm
10 ppm 50µl. 103,2 ppm = 500 µl. C2
V1 = 50 µl (stok)
C2 = 10,3200 ppm
+ 450 µl darah
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
12 ppm V1. 1000 ppm = 500µl. 12 ppm 60 µl . 103,2 µg/µl= 500 µl. C2
V1 = 60 µl (stok) C2 = 12,3840 ppm
+ 440 µl darah

Konsentrasi (ppm) Abs a = -0,0630


4,1280 0,037 b = 0,037209302
6,1920 0,146 r = 0,833165883
8,2560 0,368 Y = 0.037209302x - 0.0630
10,3200 0,352
12,3840 0,318

KURVA ABSORBANSI DERET BAKU


0.45
0.4 y = 0.0372x - 0.063
0.35 R² = 0.6942
Konsentrasi

0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000
Waktu

c. Perolehan Kembali (Recovery)

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖−𝑎
Kadar Terukur = 𝑏
Kadar Terukur
P = Kadar Sebenarnya x 100%

Kadar
Konsentrasi Abs
sebenarnya Kadar %P
4 4,1280 0,037 2,6875 65,10416667
6 6,1920 0,146 5,616875 90,71180556
8 8,2560 0,368 11,583125 140,2994792
10 10,3200 0,352 11,153125 108,0729167
12 12,3840 0,318 10,299375 83,16678779
1. Y= 0.037209302x - 0.0630 %P = 10416667
0,037= 0.037209302x - 0.0630
x= 2,6875

2. Y= 0.037209302x - 0.0630 %P = 90,71180556


0,146= 0.037209302x - 0.0630
x= 5,616875

3. Y= 0.037209302x - 0.0630 %P = 140,2994792


0,368= 0.037209302x - 0.0630
x= 11,583125

4. Y= 0.037209302x - 0.0630 %P = 108,0729167


0,352= 0.037209302x - 0.0630
x= 11,153125

5 Y= 0.037209302x - 0.0630 %P = 83,16678779


0,318= 0.037209302x - 0.0630
X= 10,239375

d. Data Absorbansi Perlakuan


1. Absorbansi asam salisilat salep

Kel 1 Kel 2 Kel 5 Kel 6


T (menit)
Vaselin Vaselin PEG PEG
0 -0,058 -0,021 -0,146 -0,699
10 0,125 -0,213 0,058 0,38
20 0,301 -0,067 -0,021 0,494
30 0,192 -0,251 0,093 0,146
40 0,222 -0,146 0,058 -0,289
45 -0,188 -0,095 -0,097 -0,398
60 -0,196 -0,146 0,254 -0,222
90 0,243 0,263 0,452 -0,125
120 0,049 0,163 0,181 -0,442

2. Kadar Obat dalam Plasma (Basis PEG 1)

T
Abs PEG I
(menit) CP
0 -0,146 0
10 0,058 -3,15422524
20 -0,021 50,07067379
30 0,093 59,08884729
40 0,058 27,96730738
45 -0,097 13,99797981
60 0,254 -42,40981127
90 0,452 -8,1053866
120 0,181 33,62576918

AUC 0-10 -15,7711262


AUC 10-20 234,5822428
AUC 20-30 545,7976054
AUC 30-40 435,2807734
AUC 40-45 104,913218
AUC 45-60 -213,088736
AUC 60-90 -757,7279681
AUC 90-120 382,8057387
AUC TOTAL = 716,791748
3. Kadar Obat dalam Plasma (Basis PEG II)

T
Abs PEG II
(menit) CP
0 -0,699 0
10 0,38 10,28461425
20 0,494 1,266440758
30 0,146 22,13201865
40 -0,289 13,82115288
45 -0,398 -20,83692565
60 -0,222 63,50952057
90 -0,125 -60,0925044
120 -0,442 46,35730824

AUC 0-10 51,42307125


AUC 10-20 57,75527504
AUC 20-30 116,992297
AUC 30-40 179,7658577
AUC 40-45 -17,53943193
AUC 45-60 320,0444619
AUC 60-90 51,25524255
AUC 90-120 -206,0279424
AUC TOTAL 553,6688311

RATA - RATA AUC TOTAL PEG 1 DAN 2 = 635,23 g.menit / ml

4. Kadar Obat dalam Plasma (Basis Vaselin 1)

T (menit) Abs Vaselin I CP


0 -0,058 0
10 0,125 5,052500044
20 0,301 9,782500086
30 0,192 6,85312506
40 0,222 7,659375067
45 -0,188 -3,359375029
60 -0,196 -3,574375031
90 0,243 8,223750072
120 0,049 3,010000026

AUC 0-10 = 25,26250022


AUC 10-20 = 74,17500065
AUC 20-30 = 83,17812573
AUC 30-40 = 72,56250063
AUC 40-45 = 10,75000009
AUC 45-60 = -52,00312546
AUC 60-90 = 69,74062561
AUC 90-120= 168,5062515
AUC TOTAL = 452,171879

5. Kadar Obat dalam Plasma (Basis Vaselin 2)

T (menit) Abs Vaselin II CP


0 -0,021 0
10 -0,213 -15,88577158
20 -0,067 -24,90394507
30 -0,251 41,93663496
40 -0,146 -7,751732738
45 -0,095 9,93060392
60 -0,146 32,91846146
90 0,263 30,61971135
120 0,163 -3,154232524

AUC 0-10 = -79,4288579


AUC 10-20 = -203,9485833
AUC 20-30 = 85,16344945
AUC 30-40 170,9245111
AUC 40-45 5,447177955
AUC 45-60 321,3679904
AUC 60-90 953,0725922
AUC 90-120 411,9821824
AUC TOTAL 1664,580462

RATA-RATA AUC TOTAL VASELIN 1 DAN 2 = 1058,38 g.menit / ml

A. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh absorbsi perkutan


asam salisilat dengan basis salep vaselin putih dan PEG. Asam salisilat adalah
turunan asam benzoat yang berkhasiat sebagai antijamur pada konsentrasi 3-6% dan
pada konsentrasi 5-10% berdaya bakteriostatis lemah dan keratolitik (menipiskan
lapisan tanduk/ stratum korneum pada kulit). Absorbsi perkutan adalah masuknya
molekul obat dari luar kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk ke
dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Absorbsi obat merupakan
kemampuan obat untuk berpenetrasi melewati membran tempat pemberian dan obat
tersebut berada dalam bentuk yang tidak mengalami perubahan. Adapun basis salep
yang digunakan terdiri dari dua jenis;
a) Vaselin putih
Vaselin putih merupakan dasar salep hidrokarbon yang termasuk dalam dasar
salep hidrofobik (tidak larut air). Basis ini sering digunakan untuk bahan obat
yang tidak diabsorbsi ke dalam lapisan kulit, hanya untuk melindungi kulit dan
menghasilkan efek lokal/ setempat pada bagian kulit tertentu. Sediaan salep yang
dihasilkan disebut salep epidermis (salep penutup)
b) PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan dasar salep larut air yang termasuk dalam dasar salep hidrofilik
(larut air). Basis ini digunakan untuk bahan obat yang diabsorbsi sebagian, di
mana bahan obat mampu menembus kulit. PEG termasuk dalam enhancer karena
mampu memperbaiki permeabilitas dari stratum korneum yang merupakan lapisan
epidermis kulit yang terdiri dari sel-sel yang keras, rapat, dan mati. Dengan PEG,
stratum korneum menjadi lebih lunak dan permeabel sehingga bahan obat dapat
menembus stratum korneum pada lapisan epidermis kulit.
Pada absorbsi perkutan, sebelum obat mencapai kapiler, obat harus mampu
melepaskan diri dari pembawa, larut dalam cairan biologis, permeabilitas zat
tehadap stratum corneum, epidermis dan dermis. Absorbsi perkutan dipengaruhi
oleh sifat kimia zat aktif pembawa (sifat basis salep), konsentrasi obat, dan luas
permukaan yang dioles. Obat yang digunakan dalam percobaan yaitu salep asam
salisilat untuk pemakaian topikal. Asam salisilat berfungsi sebagai keratolitik,
bekerja dengan mengelupaskan sel-sel kulit mati hanya pada lapisan tanduk yaitu
mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk ,menyebabkan disintegrasi
dan pengelupasan kulit.
Percobaan dilakukan menggunakan hewan uji kelinci ,karena mudah dalam
aplikasi sediaan salep, vena tempat pengambilan darah mudah dicari dan terlihat,
mempunyai struktur kulit yang hampir sama dengan struktur kulit manusia dan
mempunyai luas permukaan yang besar.
Karena tujuan praktikum adalah mengetahui absopsi perkutan asam salisilat,
maka diperlukan penetapan kadar asam salisilat yang dapat masuk dalam peredaran
darah (proses absorpsi) sehingga perlu diketahui kadarnya dengan metode
spektrofotometri. Metode spektrofotometri yang dipilih adalah metode
spektrofotometri ultraviolet karena sesuai dengan struktur molekul asam salisilat
yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom:

Sebelum penetapan kadar asam salisilat, dilakukan penentuan panjang


gelombang maksimal dari asam salisilat dengan menggunakan baku tengah 8 ppm.
Hasilnya yakni λ maksimal 231,3 nm. Hasil dari panjang gelombang ini digunakan
untuk menetapkan absobansi baku dari deret konsentrasi asam salisilat sehingga
setelah dilakukan regresi linier konsentrasi baku vs absorbansi baku asam salisilat
didapatkan persamaan : y = 0,06445x - 0,0323. Persamaan linier baku ini
digunakan untuk menetapkan kadar asam salisilat yang terabsorbsi dalam darah.

Pengujian dilakukan dengan mencukur bulu pada kelinci hingga didapat


lapisan epidermisnya dengan luas permukaan 20 cm2 (panjang 5 cm dan lebar 4
cm). Tujuan mencukur bulu kelinci untuk menghilangkan bulu kelinci yang dapat
mengganggu proses penyerapan asam salisilat pada kulit. Luas permukaan bagian
yang dicukur harus seragam dan tidak boleh menimbulkan luka atau lecet pada
kulit kelinci karena akan mempengaruhi absorpsi perkutan dari asam salisilat.

Setelah kelinci dicukur, dioleskan 1 gram salep asam salisilat dengan basis
vaselin album dan PEG pada bagian yang dicukur (sesuai pembagian kelompok).
Bagian yang diolesi salep ditutup dengan alumunium foil dan dibalut dengan dengan
kain kasa adalah untuk meningkatkan permeabilitas stratum korneum dan keadaan
hidratasi karena suhu permukaan kulit meningkat yang mengakibatkan pori-pori
akan melebar sehingga obat akan terserap dengan lebih mudah.
Pengambilan sampel darah dimulai pada t ke-0, 10, 20, 30, 40, 45, 60, 90, dan
120 menit di mana masing-masing darah diambil ± 500 𝜇𝐿 + 2 ml TCA 20%,
divortex, disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm kemudian
diambil beninganya (endapan yang terpisah berada dibagian bawah dan pada
supernatan terdapat cairan bening yaitu plasma darah) 1000 𝜇𝐿 (1mL) dimana
pengambilan supernatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengambil obat yang
bebas dari protein plasma karena obat yang terikat pada protein plasma tidak akan
aktif secara farmakologik sehingga tidak memiliki efek terapeutik (dapat
menyebabkan data dari hasil pengamatan yang tidak valid) kemudian beningan yang
1,0 mL dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah 3,0 mL aqua destilata kemudian
diukur absorbansinya pada spektrofotometer ultraviolet dengan panjang gelombang
231,3 nm. Data absorbansi diplotkan pada persamaan linier baku sehingga diketahui
kadar asam salisilat yang terabsorpsi dalam darah. Pada praktikum kali ini tujuan
dari penambahan TCA yaitu akan mengikat protein dan mengendapkannya saat
proses sentrifugasi sehingga keberadaan protein tidak mengganggu pembacaan
absorbansi. Mekanisme kerja TCA sebagai agen presipitasi yakni ion negatif dari
TCA akan bergabung dengan protein yang sedang berada pada kondisi sebagai
kation (pH larutan dalam kondisi asam hingga pH isoelektrik protein) hingga
membentuk garam protein. Beberapa garam yang dihasilkan tersebut tidak larut
dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk memisahkan protein dari
larutan.
Selain penetapan kadar asam salisilat dalam darah, juga dilakukan recovery
untuk mengetahui keakuratan metode yang digunakan karena recovery merupakan
salah satu parameter validasi yang menyatakan akurasi suatu metode analisis.
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur
dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan.
Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu
pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel di mana pengujiannya
dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kadar sebenarnya. Hasil recovery
menunjukkan bahwa pada kadar 6,288 ppm; 8,384 ppm; 12,576 ppm dihasilkan
recovery berturut-turut 98,52%; 106,64%; dan 99,96% di mana persyaratan recovery
adalah 75-90% atau lebih sehingga dari ketiga kadar tersebut memenuhi persyaratan.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa asam salisilat dengan basis vaselin
memiliki konsentrasi (AUC) yang lebih besar dibanding asam salisilat dengan
basis PEG. Semakin kecil nilai AUC menunjukkan semakin kecil konsentrasi
asam salisilat yang masuk ke saluran sistemik. Begitu pula sebaliknya, semakin
besar nilai AUC maka semakin besar konsentrasi asam salisilat yang masuk ke
saluran sistemik. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa vaselin
merupakan pembawa yang hanya bekerja lokal, dimana bahan obatnya tidak
terabsobsi ke dalam sistemik. Selain itu juga, sifat asam salisilat yang hidrofobik
(koefisen partisi oktanol/air =2.3) jika ditambah dengan basis vaselin putih yang
hidrofobik akan menyebabkan asam salisilat terikat kuat pada basis vaselin.
Akibatnya bahan obat sulit dilepaskan dan tidak terabsorpsi menembus kulit.

B. KESIMPULAN

1. Tujuan praktikum ini yaitu membandingkan absorpsi perkutan asam salisilat


dengan basis vaselin putih dan PEG.
2. Absorpsi perkutan obat diantaranya dipengaruhi oleh sifat fisikokimia bahan obat
dan sifat dari basis yang digunakan.
3. Basis yang tepat untuk sediaan perkutan asam salisilat(secara teori) adalah vaselin
karena basis tersebut terikat kuat dengan asam salisilat sehingga asam salisilat
tidak mampu menembus kulit, hanya bekerja lokal pada lapisan stratum korneum
dari epidermis kulit (keratolitik)., tetapi dari hasil praktikum didapatkan hasil yang
sebaliknya, dimana basis Vaselin , kandungan asam salisilatnya memiliki AUC
yang besar, yang berarti asam salisilat menembus sistemik lebih banyak dari pada
basis PEG.
4. Hasil recovery dari ketiga kadar memenuhi persyaratan.
C. DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M., Devissaguet, Guyot-Hermann, A.M.. 1993. Biofarmasetika Edisi


Kedua. diterjemahkan oleh Soeratri. Surabaya: Airlangga University Press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Nugroho, Dr. Agung Endro, M. Si. Apt. 2010. Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam
Tubuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritschel, W. A. 1992. Handbook of Basic Pharmacokinetics, 4th. Ed. Drug
Intelligence Publications, Inc., Hamilton.
Ritschel W. A & Kearns GL. 2004. Handbook of basic Pharmacokinetics, 6th. Ed.
American Pharmacist Association: Washington.
Sulaiman, T.N. Saifullah dan Kuswahyuning, Rina. 2008. Teknologi dan
Formulasi Sediaan Semi Padat. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat- Obat Penting.Jakarta: PT ELEX Media
Komputindo.
Voight. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Surabaya: Airlangga University
Press.
Semarang, 14 November 2018
Dosen Pembimbing Praktikan

Dhimas Aditya A.,M.Farm.,Apt Hendra Handojo

(1041611069)

Junita Anggara D.P., M.Farm.,Apt Hevvi Namawati

(1041611071)

I Gusti Ayu Widiaskari


(1041611073)

Anda mungkin juga menyukai