Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN 5

KETERSEDIAAN OBAT (AVAILABILITAS OBAT)

Disusun oleh :

1. Angga Dwi Kusuma (1041711009)


2. Angie Priyardhan P (1041711010)
3. Ani Safitri (1041711011)
4. Carisa Kumalasari (1041711026)
5. Nanda Alvionita (1041821018)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASISEMARANG”

2019/2020
I. TUJUAN
Mampu menjelaskan dan menghitung availabilitas relatif maupun absolut dari produk
sirup paracetamol generik terhadap branded.
II. DASAR TEORI
Bioavailibilitas (BA) adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam produk obat
yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif, setelah
pemberian obat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya
dalam urin. Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan
sifat dan kerja obat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat innovator
sebagai pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai
biokeivalensi farmasetik dan alternative farmasetik dan pada pemberian dengan dosis yang
sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebnading sehingga efek dalam efikasi
maupun keamanan akan sama (BPOM,2004,BPOM,2006).
Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui
maupun terhadap obat dengan efek terapetik yang belum disetujui oleh FDA untuk
dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapetik sebelum dipasarkan
harus disetujui oleh FDA. FDA dalam menyetujui suatu produk obat untuk dipasarkan
harus yakin bahwa produk obat tersebut aman dan efektif sesuai label indikasi penggunaan.
Selain itu, produk obat juga harus memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam
identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian. Untuk meyakinkan bahwa standar-standar
tersebut telah dipenuhi, FDA menghendaki studi bioavailabilitas / farmakokinetik dan bila
perlu persyaratan bioekivalensi untuk semua produk.Bioavailibilitas suatu obat
mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat, maka
biofarmasetika menjadi sangat penting. Biofarmsetika bertujuan mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sitemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi
klinik tertentu (Shargel dan Andrew,2005).
Jumlah obat yang diabsorbsi biasanya di tentukan dengan mengukur luas area di bawah
kurva (AUC) dari kurva kadar obat dalam darah vs waktu, atau dari jumlah obat kumulatif
yang di ekskresikan melalui urin. Jika suatu obat di berikan peroral dan beberapa jam
sesudahnya di ambil satu seri dari sampel darah dan di analisis kadar obat dalam darah,
kemudian hasilnya di plot pada kertas grafik, akan di peroleh kurva kadar darah – waktu.
Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Availabilitas relatif adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat
dibandingkan terhadap suatu standar yang diketahui. Fraksi dosis yang tersedia
secara sistemik dari suatu produk oral sukar dipastikan. Availabilitas suatu formula
obat dibandingkan terhadap availabilitas formula standar, yang biasanya berupa
larutan dari obat murni, evaluasi dalam studi “cross over”. Apabila relatif dari 2
produk obat yang diberikan pada dosis dan rute pemberian yang sama dapat
diperoleh dengan persamaan berikut:
[AUC]
Availabilitas relatif = [AUC]A
𝐵

Dimana produk obat B sebagai standar pembanding yang telah diketahui.


Fraksi tersebut dapat dikali 100 untuk memberikan prosen availabilitas relatif. Jika
dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat, seperti dalam
persamaan berikut:
[AUC]𝐴⁄dosis A
Availabilitas relatif = [AUC]B ⁄dosis B

Data ekskresi obat lewat urin juga dapat digunakan untuk mengukur
availabilitas relatif apabila jumlah total obat utuh yang diekskresi dalam urin
dikumpulkan. Prosen availabilitas relatif dengan menggunakan data ekskresi urin
dapat ditentukan sebagai berikut:
[Du]∞
Prosen availabilitas relatif = [Du]𝐴∞ x 100
B


[Du] adalah jumlah total obat yang diekskresi dalam urin.
2. Availabilitas absolut obat dapat diukur dengan membandingkan AUC produk yang
bersangkutan setelah pemberian oral dan iv. Pengukuran dapat dilakukan sepanjang
Vd dan K tidak tergantung pada rute pemberian. Availabilitas absolut dengan
menggunakan data plasma dapat ditentukan sebagai berikut:
[AUC]PO ⁄dosis PO
Availabilitas absolut = [AUC]IV ⁄dosis PO

Availabilitas absolut yang menggunakan data ekskresi obat lewat urin dapat
ditentukan sebagai berikut:
[Du]∞
PO ⁄dosis PO
Availabilitas absolut = [Du]∞
IV ⁄dosis IV

Availabilitas absolut juga sama dengan F, fraksi dosis yang dapat tersedia
dalam sitemik. Untuk obat-obat yang diberikan secara vascular seperti injeksi iv
bolus, F = 1 oleh karena seluruh obat secara sempurna tersedia dalam sistemik.
Untuk semua rute pemberian ekstravaskular, F 1.
(Leon Shargel, 2005; 171)

Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan bioavailabilitas suatu obat meliputi :


1. Data Plasma
a. Waktu konsentrasi plasma mencapai puncak
b. Konsentrasi plasma puncak
c. Area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu
2. Data urin
a. Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin
b. Laju ekskresi obat dalam urin
c. Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin
3. Efek farmakologi akut
4. Pengamatan klinik
(Leon Shargel, 2005: 179)
Parameter untuk penilaian dan perbandingan ketersediaan hayati yang digunakan adalah
a. Tinggi kadar puncak
Tinggi puncak dari kurva darah menunjukkan kadar obat yang tertinggi dicapai
dalam darah setelah obat diminum dan dinyatakan dalam g/100ml, mcg/ml, mg%.
b. Waktu kadar puncak
Parameter ini berhubungan sekali dengan kecepatan absorpsi obat dari bentuk
sediaannya. Hal ini terutama untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk
mencapai MEC (kadar obat minimum dalam darah yang masih berefek) jadi
berhubungan dengan efek farmakologi yang diinginkan. Kecepatan absorpsi juga
mempengaruhi periode waktu dimana obat masuk ke dalam aliran darah karena itu
mempengaruhi lama obat tetap dalam darah.
c. Daerah di bawah kurva kadar obat dalam serum – waktu (AUC)
AUC menggambarkan jumlah total obat yang diserap ke dalam sirkulasi darah
setelah dosis tunggal obat diminum.
(Anief,Moh. 2007)
Ekuivalen adalah istilah yang lebih relatif yang membandingkan satu produk dengan
yang lain atau dengan satu produk standar yang sudah dikembangkan. Ekuivalensi obat
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya:
1. Ekivalensi farmasetik, yaitu kesetaraan antara produk obat dengan bentuk sediaan
yang sama yang memiliki zat aktif yang sama dalam dosis yang sama;
2. Ekivalensi biologis (bioekivalen), jika produk-produk obat tersebut memiliki
ekivalensi farmasetik dan pada pemberian dosis yang sama akan menghasilkan
bioavailabilitas yang sebanding.
3. Ekivalensi terapeutik, jika keduanya memiliki ekivalensi farmasetik dan pada
pemberian dosis yang sama akan menghasilkan efikasi klinik dan keamanan yang
sama (BPOM, 2004).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian bioekivalensi agar hasil yang
diperoleh dapat digunakan antara lain adalah:

a. Subyek, yang meliputi penetapan kriteria inklusi dan ekslusi pada saat seleksi
subyek penelitian, perlakuan awal yang perlu dilakukan terhadap subyek sebelum
uji bioekivalensi dilaksanakan

b. Rancangan, antara lain berapa jumlah subyek yang akan diguna-kan, jenis kelamin,
dan rancangan penelitian

c. Perlakuan yang akan diberikan, yang meliputi dosis obat yang digunakan, cara
pemberian, rancangan pengambilan sampel seperti sampel apa yang akan
dikumpulkan (darah, plasma, atau urin) dan waktu pengambilan sampel.Evaluasi
hasil yang diperoleh, antara lain uji statistik yang akan digunakan dan penetapan
definisi dari bioekivalen sebelum uji dimulai (Udin, dkk. 2003).

Parasetamol diabsorbsi dari saluran cerna dengan mengukur konsentrasi puncak


plasma  10-60 menit setelah pemberian secara oral. Parasetamol didistribusikan pada
sebagian besar jaringan tubuh. Parasetamol melewati plasenta dan terdapat dalam air susu.
Ikatan protein plasma hilang pada konsentrasi terapetik tetap meningkat dengan
peningkatan konsentrasi t ½ eliminasi parasetamol adalah bervariasi 1-3 jam. Parasetamol
dimetabolisme terutama dihati dan diekskresi lewat urin sebagai glukoronida dan konjugat
sulfat kurang dari 5 % yang diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Sebagian kecil
metabolit hidroksilasi (N acetil p-benzoquinoneimine) yang biasanya diproduksi dalam
jumlah kecil yang fungsi oksidasinya terjadi di hati dan ginjal didetoksifikasi oleh
konjugasi dengan glutation yang diakumulasi mengikuti dosis yang berlebih di parasetamol
dan menyebabkan kerusakan jaringan (James E. F. Reynolds,1982; 81).
Parasetamol resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rekatal lebih
lambat. PP-nya ca 25%, plasma t½-nya 1- 4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak
ada hubungan. Dalam hati, zat ini diuraikan menjadi metabolit – metabolit toksis yang
diekskresikan degan kemih sebagai konjugat glukoronida dan sulfat (Tjay, Tan Han, 2007.
Hal: 318).

Analisis Bahan :
Paracetamol(Dirjen POM, 1979 : 37)
Rumus struktur :

Nama resmi : Acetaminophenum


Sinonim : Asetminofen, Parasetamol
Rumus molekur : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 17 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam
13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol p; larut dalam larutan alkali hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat : Analgetikum, antipiratikum
(DepKes RI, 1979; 37).
Pka : 9,5
PH : 3,8 -6,1
Farmakologi : Parasetamol dapat bekerja sebagai antipiretik dan analgesic ringan bersama
dengan aktivitas antiinflamasi. Efeknya berhubungan dengan inhibitor dari sintesis
prostaglandin. Dalam hal ini parasetamol mempunyai selektivitas terhadap jaringan lebih
baik daripada aspirin dan obat antiinflamasi non steroid.
(Sir Collin Dollery, 1992; 13).

III. ALAT DAN BAHAN


 Alat :
1) Labu takar 9) Eppendrof
2) Baskom 10) Vortex
3) Mikropipet 11) Tabung sentrifuge
4) Blue tip 12)Sentrifuge
5) Pipet ukur 13) Spektrofotometer
6) Pipet tetes 14) Kuvet
7) Pipet volume
8) Beaker glass

 Bahan :
1) Paracetamol baku 6) Asam Sulfamat 15%
2) Sirup parasetamol generik dan branded 7) Heparin
3) NaOH 10% 8) HCL 6 N
4) TCA 20% 9) Hewan uji : Kelinci
5) NaNO2 10%
IV. SKEMA KERJA
1. Pembuatan larutan baku parasetamol

Ditimbang 50,0 mg parasetamol

dimasukkan labu takar 50,0 ml

dilarutkan dengan air panas

ad tanda dengan aquadest

Didapatkan kadar 1000 µg/ml

2. Pembuatan kurva baku


Ke dalam darah yang mengandung heparin

Ditambahkan larutan stok PCT hingga kadarnya


100,200,300,400,500,600,700g/ml, dicampur homogen

ditambah 2,0 ml TCA 20%


divortex
disentrifuge 10’ 2500 rpm

Diambil 1,0 ml beningan, dimasukkan labu takar 10 ml

ditambah 0,5 ml HCl 6N


ditambah 1 ml NaNO210%
divortex, didiamkan 15 menit
ditambah 1,0 ml asam sulfamat 15% pelan-pelan
melalui dinding
ditambah 3,5 ml NaOH 10%
ad aqua dest sampai tanda
didiamkan 3 menit ditempat dingin
Diukur serapannya dengan spektrofotometer
3. Larutan Uji
Diambil darah kelinci 1,0 ml sebelum diberi obat (blanko)

Darah diambil lagi setelah pemberian obat pada menit ke


10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210.

ditambah 2,0 ml TCA 20%


divortex
disentrifuge 10’ 2500 rpm

Diambil 1,0 ml beningan, dimasukkan labu takar 10 ml

ditambah 0,5 ml HCl 6N


ditambah 0,1 ml NaNO210%
didiamkan 15 menit ditempat dingin
ditambah 1,0 ml asam sulfamat 15% pelan-pelan
melalui dinding
ditambah 3,5 ml NaOH 10%
ad aqua dest sampai tanda
didiamkan 3 menit ditempat dingin

Diukur serapannya dengan spektrofotometer


V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
1. Perhitungan Kurva Baku Internal Paracetamol
 Penimbangan Larutan stok Paracetamol ( Baku )
Penimbangan Larutan stok Paracetamol
Kertas + zat = 0,5525 g
kertas + sisa = 0,5029 g
zat = 0,0496 g
= 49,6 mg
Konsentrasi larutan stok = 49,6 mg/0,05 L = 992 ppm
 Perhitungan Dosis
70
Dosis 70 kg = 50 𝑥1000 𝑚𝑔 = 1400 𝑚𝑔

Konversi Kelinci 1400 mg x 0,07 = 98 mg1,5 kg kelinci


Obat A = 120 mg/5ml
Bobot Kelinci = 1075 kg
1075 𝑘𝑔
Vp = 𝑥 98 𝑚𝑔 = 70,23 𝑚𝑔
1,5 𝑘𝑔
70,23 𝑚𝑔
= 𝑥 5 𝑚𝑙 = 2,92 𝑚𝑙 ~ 2,9 𝑚𝑙
120 𝑚𝑔

 λ maksimal yang terukur = 430,95 nm


 OT ( Operating Time) = 8 menit

 Konsentrasi Baku Paracetamol

Konsentrasi Absorbansi
a = -0,00945963
97 0,128
194 0,208 b = 0,001051034
388 0,212
r = 0,917497941
485 0,619
582 0,643 y = 0,001051034 x -0,00945963
679 0,682
t PCT GENERIK OBAT A OBAT B
(menit)
0 1 2 3 1 2 3 1 2 3
10 0.06 0.107 0.032 0.074 0.069 0.043 0.034 0.024 0.003
20 0.081 0.017 0.061 0.079 0.015 0.101 0.057 0.042 0.005
30 0.085 0.002 0.095 0.055 0.043 0.072 0.061 0.07 0.062
45 0.068 0.014 0.098 0.062 0.089 0.074 0.06 0.066 0.079
60 0.048 0.002 0.067 0.071 0.023 0.069 0.063 0.077 0.07
90 0.053 0.056 0.102 0.04 0.03 0.072 0.05 0.085 0.041
120 0.031 0.014 0.036 0.021 0.014 0.006 0.042 0.028 0.052
150 0.041 0.079 0.035 0.029 0.046 0.009 0.041 0.032 0.042
180 0.047 0.046 0.046 0.038 0.003 -0.002 0.039 0.031 -0.024
210 0.068 0.012 0.047 0.037 0.002 0.057 0.033 0.026 0.082

Kadar Obat Paracetamol Generik

WAKTU GENERIK
1 2 3
Cp ln Cp Cp ln Cp Cp ln Cp
0 0 0 0 0 0 0
10 66.086938 4.1909711 110.8048 4.7077701 39.446509 3.6749456
20 86.06726 4.4551291 25.174851 3.2258455 67.038382 4.2052653
30 89.873035 4.498398 10.903192 2.3890556 99.387474 4.5990261
45 73.698489 4.2999823 22.320519 3.1055064 102.24181 4.6273407
60 54.669611 4.001308 10.903192 2.3890556 72.747045 4.2869883
90 59.426831 4.0847458 62.281162 4.131659 106.04758 4.6638879
120 38.495065 3.6505301 22.320519 3.1055064 43.252285 3.7670501
150 48.009504 3.871399 84.164372 4.4327717 42.300841 3.744807
180 53.718167 3.9837513 52.766724 3.9658808 52.766724 3.9658808
210 73.698489 4.2999823 20.417631 3.0163988 53.718167 3.9837513

Kadar Obat A

OBAT A
1 2 3
Cp ln Cp Cp ln Cp Cp ln Cp
0 0 0 0 0 0
79.407152 4.3745884 74.649933 4.3128096 49.912392 3.9102693
84.164372 4.4327717 23.271963 3.1472493 105.09614 4.6548755
61.329719 4.1162645 49.912392 3.9102693 77.504265 4.350333
67.989826 4.2193581 93.678811 4.539872 79.407152 4.3745884
76.552821 4.337981 30.883514 3.4302225 74.649933 4.3128096
47.05806 3.8513822 37.543621 3.6255035 77.504265 4.350333
28.980626 3.3666275 22.320519 3.1055064 14.708968 2.6884574
36.592177 3.5998345 52.766724 3.9658808 17.5633 2.8658115
45.155172 3.8101048 11.854636 2.472719 7.0974168 1.9597309
44.203729 3.7888091 10.903192 2.3890556 63.232606 4.1468201

Kadar Obat B

OBAT B
1 2 3
Cp ln Cp Cp ln Cp Cp ln Cp
0 0 0 0 0 0
41.349397 3.7220578 31.834958 3.460565 11.854636 2.472719
63.232606 4.1468201 48.960948 3.891023 13.757524 2.6215859
67.038382 4.2052653 75.601377 4.3254745 67.989826 4.2193581
66.086938 4.1909711 71.795601 4.2738232 84.164372 4.4327717
68.94127 4.233255 82.261484 4.409903 75.601377 4.3254745
56.572499 4.035523 89.873035 4.498398 48.009504 3.871399
48.960948 3.891023 35.640734 3.5734892 58.475387 4.0686059
48.009504 3.871399 39.446509 3.6749456 48.960948 3.891023
46.106616 3.8309565 38.495065 3.6505301 -13.83435 #NUM!
40.397953 3.6987791 33.737846 3.5186202 87.018704 4.4661231

Regresi linier

Paracetamol generic Obat A Obat B

Rep 1 Rep 2 Rep 3 Rep 1 Rep 2 Rep 3 Rep1 Rep 2 Rep


3

A 2,7917 3,1586 3,4742 2,7921 4,0718 0,8654 4,1424 3,6385 -

B 0,00697 0,00198 0,0025 0,00507 - 0,0121 -0,0019 - -


8 0,0083 0,0033
9

r 0,9847 0,10486 0,9666 0,9301 - 0,5001 -0,9197 - -


0,9744 0,2345

M 16,3090 23,5380 32,2730 16,3159 58,665 2,3761 62,959 38,035 -


7 0 9

β -0,0069 -0,0019 -0,0025 -0,00507 0,0083 -0,0121 0,0019 0,0033 -


9
1. AUC Trapezoid PARACETAMOL GENERIK
 Replikasi 1

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0+66,0869 66,0869 + 86,0672 86,0672 +89,8730
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20) +
2 2 2
89,8730+73,6984 73,6984+54,6696 54,6696+59,4268
( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( ) x (90-
2 2 2
59,4268 +38,4951 38,4951+48,0095
60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2

48,0095+53,7182 53,7182+73,6985
( ) x (180-150) +( ) x (210-180)
2 2

= 24997.855µg.menit/ml

 Replikasi 2

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0+110,8048 110,8048+25,1748 25,1748+10,9032
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20)
2 2 2
10,9032+22,3205 22,3205+10,9032 10,9032+62,2812
+( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( )x
2 2 2
62,2812+22,3205 22,3205+84,1644
(90-60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2
84,1644+52,7667 52,7667+20,4176 20,4176
( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0236

= 21134.517 µg.menit/ml

 Replikasi 3

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0+39,4465 39,4465+67,0384 67,0384+99,3875
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20) +
2 2 2
99,3875+102,2418 102,2418+72,7470 72,7470+106,0476
( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( )x
2 2 2
106,0476+43,2523 43,2523+42,3008
(90-60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2
42,3008+52,7667 52,7667+53,7182 53,7182
( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0039

= 28905.435 µg.menit/ml

 Kurva Obat Paracetamol Generik

Generik
5
4.5
4
3.5
3 cuplikan 1
ln Cp

2.5
cuplikan 2
2
cuplikan 3
1.5
1
0.5
0
10 20 30 45 60 90 120 150 180 210

2. AUC Trapezoid Obat A


 Replikasi 1

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0+79,4071 79,4071+84,1644 84,1644+61,3297
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20) +
2 2 2
61,3297+67,9898 67,9898+76,5528 76,5528+47,0581
( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( ) x (90-
2 2 2
47,0581+28,9806 28,9806+36,5922
60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2

36,5922+45,1552 45,1552+44,2037 44,2037


( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0032

= 21819.081 µg.menit/ml
 Replikasi 2

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0 +74,6499 74,6499+23,2719 23,2719+49,9124
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20) +
2 2 2
49,9124+93,6788 93,6788+30,8835 30,8835+37,5436
( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( ) x (90-
2 2 2
37,5436+22,3205 22,3205+52,7667
60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2

52,7667+11,8546 11,8546+10,9032 10,9032


( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0263

= 16041.913 µg.menit/ml

 Replikasi 3

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0 + 49,9124 49,9124+105,0961 105,0961+77,5043
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20)
2 2 2
77,5043+79,4071 79,4071+74,6499 74,6499+77,5043
+( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( )x
2 2 2
77,5043+14,7089 14,7089+17,5632
(90-60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2

17,5632+7,0974 7,0974+63.2326 63,2326


( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0213

= 17501.904 µg.menit/ml
 Kurva Obat A

Obat A
5
4.5
4
3.5
3 cuplikan 1
ln Cp

2.5
cuplikan 2
2
cuplikan 3
1.5
1
0.5
0
10 20 30 45 60 90 120 150 180 210

3. AUC Trapezoid Obat B


 Replikasi 1

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0+41,3494 41,3494+63,2326 63,2326+67,0384
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20) +
2 2 2
67,0384+66,0869 66,0869+68,9413 68,9413+56,5725
( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( ) x (90-
2 2 2
56,5725+48,9609 48,9609+48,0095
60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2

48,0095+46,1066 46,1066+40,3979 40,3979


( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0029

= 24025.479 µg.menit/ml
 Replikasi 2

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0+31,8349 31,8349+48,9609 48,9609+75,6014
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20) +
2 2 2
75,6014+71,7956 71,7956+82,2615 82,2615+89,8730
( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( ) x (90-
2 2 2
89,8730+35,6407 35,6407+39,4465
60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2

39,4465+38,4951 38,4951+33,7378 33,7378


( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0026

= 24109.682 µg.menit/ml

 Replikasi 3

𝑦1+𝑦2
[( ) x (t2-t1)]
2
0 +11,8546 11,8546+13,7575 13,7575+67,9898
[( ) x (10–0) + ( ) x (20-10) + ( ) x (30-20) +
2 2 2
67,9898+84.1644 84,1644+75,6014 75,6014+48,0095
( ) x (45-30) + ( ) x (60-45) +( ) x (90-
2 2 2
48,0095+58,4754 58,4754+48,9609
60) +( ) x (120-90) + ( ) x (150-120) +
2 2

48,9609+ −13,83435 −13,83435+87,0187 87,0187


( ) x (180-150) +( ) x (210-180) + ( )
2 2 0,0096

= 17778.774 µg.menit/ml
 Kurva Obat B

Obat B
5
4.5
4
3.5
3
cuplikan 1
ln Cp

2.5
cuplikan 2
2
cuplikan 3
1.5
1
0.5
0
10 20 30 45 60 90 120 150 180 210

4. Rata-rata geometri Paracetamol generik, Obat A, Obat B


a. Paracetamol generic
3
√AUC 1 x AUC 2 x AUC 3

= 3√24997.855 x 21134.517 x 28905.435 µg

= 24809.891µg

b. Obat A
3
√AUC 1 x AUC 2 x AUC 3
3
√21819.081 x 16041.913 x 17501.904

= 18297.537 µg

c. Obat B
3
√AUC 1 x AUC 2 x AUC 3
3
= √24025.479 𝑥 24109.682 𝑥 17778.774

= 21756.471 µg
5. Perbandingan parameter bioavailabilitas
Rerata geometrik AUC Obat A 18297.537 µ𝑔
a. = 24809.891 µ𝑔 = 0.7375098 µg
Rerata geometrik generik
Rerata geometrik Obat B 21756.471 µ𝑔
b. = = 0.8769273 µg
Rerata geometrik generik 24809.891 µ𝑔

Menurut Pedoman Uji Bioekivalen BPOM RI (2004), 2 produk dikatakan


Rerata geometri AUC merk dagang
bioekivalen jika,0,800 < < 1,250
Rerata geometrik AUC generik

Kesimpulan : Produk Obat A tidak bioekivalen karena tidak masuk rentang pada
literatur sedangkan Obat B dikatakan bioekivalen karena berdasarkan literature diatas.
VI. PEMBAHASAN

Pada Percobaan ke 5 kali ini dilakukan uji ketersediaan obat (bioavailabilitas obat)
terhadap kelinci yang telah diberi sediaan parasetamol dalam bentuk sirup paracetamol
generik dan branded secara oral. Tujuan penetapan bioavailabilitas adalah untuk
menetapkan produk obat dalam kaitan pengaruhnya terhadap parameter farmakokinetika
obat dan juga mampu menjelaskan dan menghitung availabilitas relatif maupun absolut dari
masing-masing produk obat. Bioavailabilitas (BA) dapat disebut pula ketersediaan hayati,
menunjukkan jumlah relatif (persentase) dari obat yang masuk ke sirkulasi sistemik
sesudah pemberian obat dalam sediaan tertentu, serta kecepatan peningkatan kadar obat
dalam sirkulasi sistemik. BA berguna dalam menetapkan produk obat dalam kaitan
pengaruhnya terhadap farmakokinetik obat. Sedangkan, bioekivalensi (BE) merupakan data
ekivalensi untuk melihat kesetaraan sifat dan kerja obat di dalam tubuh suatu obat copy
dibandingkan obat inovator sebagai pembanding. Bioekivalensi berguna untuk
membandingkan bioavailabilitas suatu produk obat dengan berbagai produk obat.
Penggunaan data darah dibanding data urin dalam percobaan ini adalah karena
kemudahan dalam pengambilan cuplikan, disamping itu darah merupakan tempat yang
paling cepat dicapai obat, darah mengambil obat dari tempat absorbsi, distribusi ke jaringan
sasaran, serta menghantarkan ke organ eliminasi, penetapan kadar pada cuplikan darah
akan memberikan suatu indikasi langsung berapa kadarnya yang mencapai sirkulasi. Jika
tidak ada penetapan kadar obat dalam darah yang tersedia atau jika level darah pada
pemberian dosis normal sangat rendah, maka penetapan kadar obat pada cuplikan urin
merupakan alteratif yang tepat. Keterbatasan penggunaan cuplikan urin diantaranya karena
sulitnya pengosongan kandung kencing, kemungkinan terjadinya dekomposisi obat selama
penyimpanan, dan mungkin terhidrolisisnya konjugat metabolit yang tidak stabil di dalam
urin, sehingga dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang
diekskresikan pada waktu tak terhingga.
Hal pertama yang terlebih dahulu dilakukan sebelum perlakuan yaitu penimbangan
berat badankelinci yang bertujuan agar dapat menghitung dosis obat yang diberikan pada
kelinci dan berapa volume pemberian obat pada kelinci. Darah kelinci diambil dari bagian
telinga, karena pada bagian telinga terdapat banyak pembuluh darah, dan praktikan dapat
secara leluasa mengambil darah kelinci tanpa khawatir terhadap gerakan tubuh kelinci.
Sebelum dilakukan pengambilan darah, bulu pada telinga kelincidibersihkan terlebih
dahulu menggunakan scalpel agar vena magistralis dapat terlihat dengan jelas dan tidak ada
bulu yang akan masuk ke dalam tabung eppendorf sebagai kontaminan.
Pada praktikum kali ini larutan stock paracetamol diperoleh dari etiket pada sediaan
sirup yaitu sebesar 120 mg/5ml. 250 μg/ml Darah yang telah dimasukkan dalam ependrof
sebelumnya ditetesi dengan heparin terlebih dahulu.Penambahan Heparin dalam percobaan
ini berfungsi sebagai antikoagulan yang dapat mencegah penggumpalan pada sampel darah.
Jika sampel darah yang diambil mengalami koagulasi atau penggumpalan maka yang
keluar adalah serumnya namun disini yang digunakan dalam uji pemeriksaan yakni plasma
darahnya hal ini dikarenakan obat yang akan berinteraksi dengan protein plasma dapat
membentuk suatu kompleks obat-makromolekul yang sering disebut dengan ikatan obat-
protein, atau dengan kata lain tidak dapat dilakukan pengukuran kadar obat jika darah
mengalami penggumpalan. Mekanisme heparin yang apabila berikatan dengan antitrombin
III (suatu α2-globulin) akan menginaktifkan trombin dari peredaran darah (hal serupa pada
factor koagulan IX, X, XI, XII dan plasmin). Dengan hilangnya trombin, maka tidak ada
lagi yang akan mengkatalisis pembentukan benang-benang fibrin dari fibrinogen, sehingga
tidak terjadi proses pembekuan darah. Oleh karena itu, kompleks heparin-anti trombin III
berfungsi sebagai anti koagulan.
Penambahan TCA (Trichloroacetic acid) berfungsi sebagai senyawa yang dapat
menghentikan kerja enzim yang dapat memetabolisme obat sekaligus akan menyebabkan
denaturasi protein plasma. Penambahan TCA dapat mengikat protein dan
mengendapkannya saat dilakukan proses sentrifugasi sehingga keberadaan protein tidak
mengganggu pembacaan absorbansi.Perlakuan sentrifugasi memiliki tujuan untuk
mengendapkan kompleks TCA-protein yang terbentuk. Prinsip sentrifugasi ini adalah
adanya gaya sentrifugal yaitu gaya ke arah luar lingkaran dengan memutar suatu campuran
senyawa secara melingkar pada kecepatan yang tinggi. Pada campuran senyawa dengan
kerapatan yang berbeda, senyawa dengan kerapatan yang lebih tinggi akan turun ke dasar
tabung dan campuran senyawa dapat terpisah dengan sempurna. Sentrifugasi juga
dilakukan untuk lebih dapat memisahkan protein-plasma darah dan didapatkan plasmanya
dalam bentuk beningan atau yang sering disebut supernatan. Supernatan ini yang digunakan
untuk pengukuran absorbansi karena obat yang terikat pada protein plasma tidak akan aktif
secara farmakologik sehingga tidak memiliki efek terapeutik (menyebabkan data hasil
pengamatan tidak valid).
Supernatan yang didapatkan ditambahkannya NaNO2 bertujuan untuk membentuk
senyawa diazonium, sedangkan penambahan HCl dimaksudkan untuk memberikan suasana
asam dalam pembentukan reaksi diazotasi antara Parasetamol dengan 1,0ml NaNO2 10%.
Penambahan HCl dan NaNO2 akan membentuk reaksi diazotasi yang tidak tahan suhu
kamar. Karena pada suhu kamar garam diazonium akan dengan mudah terdegradasi
menjadi senyawa fenol dan gas nitrogen maka perlu dilakukan perendaman selama 15
menit ditempat dingin dengan suhu < 15oC.

Asam sulfamat 15% secara perlahan-lahan ditambahkan sambil dikocok untuk


menghilangkan kelebihan gas N2, karena dapat mengganggu pengukuran pada
spektrofotometer. Penghitungan operating time dimulai saat asam sulfamat dimasukkan ke
dalam campuran yang telah didiamkan 15 menit. Kemudian ditambah NaOH 10 %
sebanyak 3,5 ml untuk menetralkan larutan yang sebelumnya bersifat asam akibat
penambahan asam sulfamat. Selain itu penambahan NaOH 10% bertujuan untuk
memperpanjang gugus kromofor (pembentukan kompleks) yang ditandai dengan
terbentuknya warna kuning, sehingga dapat dilakukan pembacaan absorbansi pada panjang
gelombang maksimal dengan valid. Didapatkan operating time8 menit dengan panjang
gelombang maksimal 430,95 nm. Setelah didapat operating time dan panjang gelombang
maksimal, dilakukan pengukuran absorbansi untuk tiap konsentrasi. Didapatkan persamaan
baku y = 0,001051034 x - 0,00945963. Setelah itu, dilakukan pengukuran absorbansi
sampel dengan langkah yang sama seperti pengukuran baku.
Biovailibilitas diukur dengan menghitung nilai AUC. Setelah dilakukan
perhitungan, didapatkan nilai AUC untuk paracetamol generik 3x replikasi sebesar
24997.855 µg.menit/ml, 21134.517 µg.menit/ml, 28905.435 µg.menit/ml. Sedangkan pada
Obat A sebesar 21819.081 µg.menit/ml, 16041.913 µg.menit/ml dan 17501.904
µg.menit/ml. Pada Obat B sebesar 24025.479 µg.menit/ml, 24109.682 µg.menit/ml dan
17778.774 µg.menit/ml.
Dalam farmakologi, BA (sebagai AUC) digunakan untuk mengukur BA relatif.
Biovailibilitas relatif merupakan salah satu langkah yang digunakan untuk menilai
bioekivalensi. BA relatif sendiri merupakan ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat
dibandingkan dari suatu standar yang telah diketahui.
Kriteria bioekivalen dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara nilai AUC
total, Cmax, dan Tmax pada obat generik dan pada obat branded. Namun pada praktikum
kali ini, kriteria bioekivalen ditentukan dengan membandingkan nilai rerata geometrik
geometrik obat branded (Obat A dan Obat B) dengan obat generik (paracetamol).
Didapatkan nilai rerata geometrik sebesar 24809.891 µg (paracetamol generik), 18297.537
µg (Obat A), dan 21756.471 µg (Obat B).
Rerata geometrik tiap produk obat lalu dibandingkan untuk mengetahui apakah
produk obat tersebut memenuhi persayaratan bioekivalensi atau tidak. Menurut pedoman
uji BE BPOM RI 2004, 2 produk dikatakan bioekivalen apabila nilai rerata geometrik
memasuki rentang 0,800 - 1,250. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa produk obat tidak
memenuhi syarat bioekivalen.
VII. KESIMPULAN
1. Avaibilitas relatif merupakan ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat
dibandingkan dengan suatu standar yang telah diketahui. Sedangkan, avaibilitas
absolut dapat dikukur dengan membandingkan AUC produk yang bersangkutan
setelah pemberian oral maupun intravena.
2. Produk obat tidak memenuhi persyaratan uji bioekivalensi pada Obat A sedangkan
pada Obat B memenuhi persyaratan uji bioekivalensi
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2007. Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Badan. Yogyakarta : UGM
Press
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Dollery, Sir Collin. 1992. Therapeutic Drug. New York: Churchill Livingstone
E. F. Reynolds James. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia TwentyEighth
Edition. London:Pharmaceutical Press
Shargel, Leon. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya:
Airlangga University Press
Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat- Obat Penting. Jakarta: PT ELEX Media Komputindo.

Semarang, 15 November 2019

Dosen Pembimbing Praktikan,

Dimas Aditya, M. Farm., Apt. Angga Dwi Kusuma


(1041711009)

Angie Priyardhan P
(1041711010)
Ani Safitri
(1041711011)

Carisa Kumalasari
(1041711026)

Nanda Alvionita
(1041821018)

Anda mungkin juga menyukai