SKRIPSI
Oleh :
028114075
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tuhanku. . . . . . . . . .
Bicaralah padaku bila aku kesepian
Bisikkanlah dukungan-Mu bila aku dirudung
kecemasan Dengarkanlah suaraku bila aku jatuh
Sudilah menjadi bagiku penghiburan dalam
perjalanan Tempat bernaung diwaktu panas
Tempat berteduh di kala hujan
Tongkat penuntun dalam
kelelahan Dan penolong dalam
bahaya
Semoga aku berhasil mencapai tujuanku
Sekarang, dan juga nanti pada akhir
hidupku
Every story has an end. But in life, every ending is just the new beginning.
. PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan
judul “ Isolasi dan Identifikasi Glikosida Saponin pada Herba Krokot ( Portulaca
oleracea L. ) “ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah Swt, baik buruk yang Dia berikan adalah yang terbaik, tergantung dari
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia
5. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia
Terima kasih sudah mau menjadi kedua sayapku selama ini, tanpa kalian aku
7. Sahabat-sahabatku, Lena, Ulin, Elly, Puri, Asti, Leni, terima kasih sudah mau
berbagi tawa dan air mata denganku. Terima kasih juga karena selama ini
skripsi ini. Terima kasih juga karena sudah mau berjuang bersamaku.
Rosa, Wira, Vivi. Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan informasi
10. Teman-teman satu angkatan (2002), terutama kelompok C, Meta, Ina, Asti,
Lia, Riasa, Ricka, Maria, Tepe, Yiyin, Haryu, Elly, Puri, Wenny, Peter,
Shinta, Nowo, Rika, Ulin, Prima, Leni. Terima kasih sudah menjadi pelangi
11. Sarah, Beni, Devi, Didit, Ardian, Yiyin, Vita, atas bantuan dan dukungannya
12. Mas Wagiran, mas Sigit, mas Sarwanto, mas Andre dan Pak Mukmim, terima
kasih atas semua bantuan dan informasi yang diberikan selama penelitian.
13. Mas Minto, mas Jianto dan mas Purwanto, terima kasih atas bantuannya
15. Semua orang-orang yang kutemui baik secara sengaja atau tidak, yang telah
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan, kasih, dan ketulusan yang
sempurna dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Hal tersebut
dari itu, penulis menerima segala saran maupun kritik yang bersifat membangun,
dan yang dapat membantu dan mendukung skripsi ini agar dapat menjadi lebih
sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan bagi
Wassalammualaikum wr.wb
Penulis
INTISARI
Krokot (Portulaca oleracea L.) dapat dikonsumsi sebagai sayuran, dan dapat
juga digunakan sebagai tanaman obat karena memiliki kandungan kimia yang
cukup bermanfaat. Salah satu golongan senyawa kimia metabolit sekunder yang
terkandung di dalam herba krokot adalah glikosida saponin. Saponin merupakan
senyawa kimia yang mempunyai aktivitas hemolisis, mempunyai sifat
antimikroba, antibakteri, antiinflamasi dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh isolat dan identitas golongan glikosida saponin herba krokot dalam
isolat secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri UV.
Melalui penelitian non eksperimental ini diharapkan diperoleh informasi
mengenai golongan saponin yang terkandung di dalam herba krokot. Sebagai
langkah awal dilakukan determinasi tumbuhan krokot, pengumpulan bahan, uji
pendahuluan glikosida saponin, penyarian glikosida saponin herba krokot dengan
pelarut etanol 70%, pemeriksaan KLT ekstrak etanol dan identifikasi glikosida
saponin, isolasi glikosida saponin dengan metode KLT Preparatif, pemeriksaan
kemurnian isolat dengan KLT multi eluen, identifikasi isolat dengan
spektrofotometri UV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa herba krokot mengandung glikosida
saponin golongan triterpenoida. Pada uji KLT pendahuluan ada dua bercak yang
diprediksi sebagai glikosida saponin. Sehingga dari dua bercak tersebut diisolasi
dan diuji kemurniannya. Isolat 1 dan isolat 2 hasil isolasi menunjukkan 1 macam
bercak pada kromatogram KLT multi eluen, sehingga kedua macam isolat
tersebut dapat dipastikan kemurniannya. Hasil pengukuran pada spektrofotometer
diketahui bahwa isolat 1 memiliki λ (panjang gelombang) maksimum 224nm,
sedangkan isolat 2 memiliki λ maksimum 221nm. Hasil identifikasi isolat tersebut
menunjukkan bahwa isolat 1 dengan λ maksimum 224 nm memiliki bentuk
spektra yang hampir sama dengan isolat 2 (λ maksimum 221 nm), sehingga
keduanya merupakan jenis senyawa yang sama yaitu senyawa glikosida saponin
golongan triterpenoid
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................................v
PRAKATA..............................................................................................................vi
INTISARI...............................................................................................................x
ABSTRACT............................................................................................................xi
DAFTAR ISI...........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL...................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xvii
BAB I . PENGANTAR...........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
1. Permasalahan.................................................................................3
2. Keaslian penelitian........................................................................3
3. Manfaat penelitian.........................................................................4
B. Tujuan Penelitian.......................................................................................4
A. Tumbuhan Krokot......................................................................................5
1. Keterangan botani.........................................................................5
2. Deskripsi.......................................................................................5
3. Ekologi..........................................................................................6
5. Kandungan kimia..........................................................................6
B. Glikosida Saponin......................................................................................6
C. Penyarian....................................................................................................12
F. Spektrofotometri Ultraviolet......................................................................20
G. Keterangan Empiris........................................................................... 24
B. Definisi Operasional...................................................................................25
D. Tahapan Penelitian.....................................................................................26
2. Persiapan bahan.............................................................................26
4. Uji pendahuluan............................................................................27
dengan KLT........................................................................... 28
9. Spektrofotometri ultraviolet...................................................30
A. Determinasi................................................................................................32
B. Persiapan Bahan.........................................................................................32
D. Uji Pendahuluan.........................................................................................33
A. Kesimpulan................................................................................................61
B. Saran.................................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................62
LAMPIRAN...................................................................................................64
BIOGRAFI PENULIS................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
( 70 : 30 : 4 v/v ) ........................................................... 72
( 95 : 5 v/v ) ................................................................... 76
Lampiran 10 . Foto hasil kromatogram KLT multi eluen pada isolat 2
( 70 : 30 : 4 v/v ) ........................................................... 78
PENGANTAR
A. Latar Belakang
hidupnya. Dalam hal ini, bukan saja tanaman pangan tetapi juga tanaman obat
Berbagai jenis senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan memiliki khasiat
dan manfaat yang spesifik. Tanaman obat merupakan tanaman yang dapat
penyembuhan penyakit. Hal ini telah dikenal sejak jaman dahulu dan digunakan
berdasarkan pengalaman secara turun temurun. Salah satu jenis tanaman obat
yang belum begitu dikenal oleh masyarakat adalah krokot (Portulaca oleracea
L.). Selama ini masyarakat mengenal krokot sebagai sayuran atau gulma bukan
Selain dikonsumsi sebagai sayuran, ternyata krokot juga dapat digunakan untuk
pengobatan pada beberapa penyakit, seperti disentri, radang usus buntu, sakit
perut, radang gusi, demam, digigit binatang berbisa, eczema, jantung berdebar,
kencing darah dan bisul. Cara penggunaanya bisa dengan di makan langsung
Berdasarkan hal tersebut, krokot memiliki dua fungsi yaitu selain dikonsumsi
sebagai sayuran ternyata dapat juga digunakan sebagai tanaman obat karena
mengenal tanaman obat sebagai jamu yang memiliki rasa yang tidak enak,
sehingga membuat mereka malas untuk menggunakannya. Tetapi lain halnya jika
tanaman obat tersebut dapat dimakan sebagai sayuran sekaligus dapat mengobati
penyakit seperti yang telah disebutkan diatas, tentu masyarakat akan merasa lebih
diuntungkan.
sekunder ini biasanya mempunyai efek fisiologis yang dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan. Salah satu senyawa kimia yang termasuk dalam golongan metabolit
Glikosida saponin adalah glikosida yang terdiri dari gugus gula yang berikatan
dibedakan menjadi dua macam tipe yaitu tipe steroida dan triterpenoida
juga dengan digunakannya krokot sebagai obat untuk bisul, radang gusi, radang
usus buntu. Karena saponin memiliki sifat sebagai antiinflamasi, antieksudatif dan
1. Permasalahan
ultraviolet ?
2. Keaslian penelitian
Isolasi dan identifikasi aglikon saponin herba lerak (Sapindus rarak D.C)
pernah dilakukan oleh Yanuarsih (2001). Perbedaan dari penelitian ini adalah
terkandung dalam herba krokot dan juga dapat memberikan pengetahuan dalam
bidang fitofarmaka.
dari efektivitas golongan glikosida saponin yang terkandung dalam herba krokot.
B. Tujuan Penelitian
hal fitokimia.
dan Spektrofotometri UV
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Krokot
1. Keterangan botani
Portulacaceae. Tanaman krokot juga dikenal dengan berbagai nama daerah seperti
2. Deskripsi
dalam keadaan segar berdaging dan berwarna hijau. Helaian daun berbentuk
bundar telur atau bundar telur terbalik, ujung dan pangkal membundar atau
daun rata, panjang 1-4 cm. Permukaan atas daun warna hijau tua sedangkan
bagian bawah merah tua. Bunga berkelompok, keluar dari ujung-ujung cabang,
mahkota bunga kecil, berjumlah 5, warna kuning. Bunga mekar dari jam 8-10
pagi, layu menjelang sore. Buah berkotak, biji banyak, kecil. Buah yang sudah
matang bijinya warna hitam. Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji. Krokot
merupakan tumbuhan berumur setahun, batang merebah, bentuk bulat, lunak dan
berair, tidak berkayu, kulit batang warna coklat keunguan, panjang batang 10-50
cm (Djauhariya, 2004).
3. Ekologi
Krokot tumbuh liar di tempat terbuka, tempat agak terlindung, dan pada tanah
Krokot berkhasiat sebagai obat disentri, radang usus buntu, sakit perut, radang
gusi, demam, digigit binatang berbisa, eksim, jantung berdebar, kencing darah,
5. Kandungan kimia
B. Glikosida Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa
jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan
hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat
beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan
sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba (Robinson,1995).
alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.
Sifat-sifat saponin : berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat deterjen
haemolisis, merusak sel darah merah, tidak beracun bagi binatang berdarah panas,
Beberapa daya kerja dan pemakaian dari saponin adalah sebagai berikut:
digunakannya obat yang mengandung saponin untuk mencari ikan oleh rakyat
4. Saponin juga menaikkan permeabilitas kertas saring. Filter dengan pori yang
cukup kecil untuk menahan partikel yang berukuran tertentu akan dapat
pernafasan.
nampaknya juga merangsang ginjal untuk lebih aktif. Hal ini mungkin
(Brotosisworo,1979).
Indeks buih menunjukkan angka pengenceran dari zat atau obat yang diperiksa
yang akan memberikan suatu lapisan buih yang tingginya 1 cm sampai 10 cm, bila
larutan digojok dalam gelas ukur selama 15 detik dan selanjutnya dibiarkan dulu
b. Haemolisa
Campur bahan yang akan diperiksa dengan larutan dapar fosfat pH 7,4 ,
saponin (Anonim,1995).
c. Reaksi warna
yang digunakan untuk membuktikan identitas dari suatu obat, dan jika perlu untuk
memonitor pada waktu pemisahan. Tidak ada reaksi warna yang secara spesifik
untuk tiap jenis saponin. Reaksi berikut ini dapat digunakan yaitu:
1) Dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan asam sulfat ( disebut reaksi
warna yang bergantung dari aglikonnya yaitu, merah muda sampai merah
saponin akan berwarna kuat, yang kemungkinan hasil reaksi antara aldehid
Dikenal dua jenis saponin yaitu, glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis
saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter
(Robinson,1995).
dua macam tipe yaitu tipe steroida dan triterpenoida. Kedua macam senyawa
(Brotosisworo,1979; Evans,2002).
21 26
O
25
23
20 22
18 24
E O
12 17
11 13 15
C D
R1 19
14 16
1 9
2 8 R2
A 10
3 4
5
B 7 H
6
OH H
Kerangka steroid
29 30
20
19 2
12
E
1
22
18 28
11 1 17 COOH
C 3 D
25 9 14 16
1 26 15 R1
2 10 8
A B 27
3 5 7
4 6
OH H
23
R2 24
Kerangka triterpenoid
(sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain), tetapi pada tahun-tahun
terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan
tumbuhan (Harborne, 1987). Nama sterol digunakan khusus untuk steroid alkohol,
tetapi karena ternyata semua steroid tumbuhan adalah alkohol dengan sebuah
hidroksi group pada C-3, maka steroid tumbuhan sering disebut sterol.
satuan isoprene dan secara biosintetis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan
berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali titik leleh tinggi dan
aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya
starting material pada sintesis senyawa tersebut. Selain itu kandungan saponin
steroid dalam akar Sarsaparilla dapat digunakan untuk pengobatan pada penyakit
syphilis, reumatik, penyakit kulit, psoriasis, dan eczema. Saponin steroid pada
akar Ginseng sering digunakan untuk pengobatan pada anemia, diabetes, gastritis,
dan impotensi (Evans, 1989). Saponin triterpenoid pada kulit kayu Quillaia dapat
digunakan sebagai emulsifying agent. Sedangkan pada akar Senega dan akar
Primula digunakan sebagai stimulant expectoran pada bronkhitis kronik. Selain itu
(Evans, 1989).
C. Penyarian
Penyarian adalah kegiatan pengambilan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari ,mengandung zat aktif
yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan
lain-lain.
Beberapa golongan zat aktif yang terdapat dalam simplisia adalah alkaloida,
udara, cahaya, dan derajat keasaman. Jika zat aktif yang dikandung simplisia
diketahui maka akan lebih mudah dalam pemilihan cairan penyari dan cara
penyariannya.
aktifnya, harus juga memperhatikan zat-zat yang sering terdapat dalam simplisia
Simplisia yang terlalu halus akan mempersulit pada proses penyarian. Hal ini
karena jika serbuknya terlalu halus maka ruang antar selnya akan berkurang.
Padahal ruang antar sel ini merupakan jalan yang mudah ditembus oleh cairan.
Serbuk yang terlalu halus dapat membentuk suspensi yang sulit dipisahkan
dengan hasil penyarian. Dengan demikian hasil penyarian tidak murni lagi
masing simplisia perlu ditetapkan derajat halus yang paling tepat untuk
2. Perbedaan konsentrasi yang terdapat mulai dari pusat butir serbuk simplisia
lapisan batas, sehingga suatu titik akan dicapai, oleh zat-zat yang tersari jika
ada daya dorong yang cukup untuk melanjutkan pemindahan massa. Makin
besar perbedaan konsentrasi, makin besar daya dorong tersebut hingga makin
cepat penyarian.
Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini: murah dan
mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat
peraturan (Anonim,1986).
Cara penyarian dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
a. Infudasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air
penyarian yang biasanya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut
dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Maka dari itu, sari
b. Maserasi
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan
lain-lain.
c. Perkolasi
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori (Anonim,1986). Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
berat sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung
untuk menahan.
d. Penyarian berkesinambungan
dalam skala laboratorium dan skala besar tergantung dari keperluannya dan alat
yang digunakan. Intinya cairan penyari dipanaskan hingga mendidih, uap penyari
akan naik keatas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena
didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil
melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali dan
cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa
bergerak (mobile). KLT dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam
juga memberikan hasil pemisahan yang lebih baik dan juga membutuhkan waktu
bubukan halus biasanya dibuat menjadi bubur (slurry) dengan air dan
dibentangkan di atas plat gelas. Pembuatan lapis tipis di atas kaca ada beberapa
dengan tangan dapat juga dengan mesin. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau
diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kira-kira 100 0C selama waktu
yang agak nonpolar untuk ditotolkan pada lempang KLT. Pada umumnya, dipakai
larutan 0,1-1%. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi yang terbaik
yang bertitik didih antara 500-1000C. Pelarut yang demikian mudah ditangani dan
mudah menguap dari lempeng. Larutan cuplikan dalam pelarut yang akan
Bila bercak hasil penotolan telah kering plat diletakkan secara vertikal dalam
bejana yang sesuai dengan tepi yang dibawah dicelupkan dalam fase bergerak
pengembangan, pelarut dibiarkan menguap dari plat dan bercak yang terpisah
2002).
Penjerap yang dipakai untuk KLT ialah silika gel, alumina, kiselgur, dan
selulosa. Silika gel merupakan penjerap yang paling banyak dipakai dalam KLT
dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Karena sebagian besar silika gel
bersifat sedikit asam, maka asam sering agak mudah dipisahkan. Jadi
Alumina, berbeda dengan silika gel alumina bersifat sedikit basa dan sering
dipakai untuk pemisahan basa. Cara ini juga meminimumkan reaksi asam-basa.
Kiselgur dan selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai
dalam sistem Kromatografi Cair-cair (KCC). Kromatografi jenis ini selalu dipakai
untuk pemisahan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida, dan
Lapisan penjerap dapat terikat dan melekat pada pelat kaca karena adanya
berbagai pengikat. Pengikat yang paling umum digunakan adalah kalsium sulfat
(CaSO4) yang ditambahkan ke dalam penjerap sampai 10-15%. Maka nama dari
penjerap biasanya diberi tanda G, misal silica gel G (Redja, 1980). Lapisan
tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar
diberi tanda F, misalnya silica gel GF. Jika senyawa pada bercak yang
tidak ada cahaya yang dipancarkan. Dengan demikian hasilnya ialah bercak gelap
dengan latar belakang yang bersinar. Cara ini sangat peka dan tidak merusak
nm (Gritter, 1985).
dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi dapat juga
Rf standar.
dipisahkan, sifat dari penjerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan dari
lapisan penjerap, pelarut (dan derajat kemurnian) fasa bergerak, derajat kejenuhan
dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan, teknik percobaan, jumlah
KLTP adalah salah satu metode yang paling mudah dan murah yang
yang lebih intensif dan tiap-tiap fraksi yang diperoleh hanya dalam jumlah kecil.
Sebenarnya prinsip dasar KLTP sama dengan KLT pada umumnya. Tetapi ada
perbedaan yang paling mendasar yaitu tentang ukuran ketebalan penjerap dan
metode penotolannya. Pada KLTP, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan
berupa garis lurus mendatar pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan
dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan
terpisah menjadi beberapa pita. Pita akan nampak dengan cara yang tidak merusak
jika senyawa itu berwarna. Setelah itu penjerap yang mengandung pita dikerok
dari pelat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penjerap dengan pelarut polar
(Gritter, 1985).
Ukuran ketebalan penjerap pada pelat KLTP yang paling sering dipakai adalah
ukuran pelat tentu saja akan mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan
dengan KLTP. Penjerap yang paling umum dipakai ialah silica gel dan dipakai
Untuk pembuatan lapisan tanpa retak dianjurkan memakai penjerap niaga yang
tersedia.
menggunakan pipa kapiler atau pipet mikroliter, tetapi lebih baik jika
cuplikan yang volumnya agak besar (sampai 2ml) berbentuk pita seragam yang
tipis (lebar 1-5 mm) tanpa mengganggu permukaan lapisan (Gritter,1985). Pelarut
apa saja yang mempunyai titik didih antara 500C dan 900C cocok untuk pelarut
lebar pita.
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah, asalkan senyawa yang akan
komponen campuran murni, kemudian dari pelat kaca dengan spatula, silet, atau
diletakkan di dalam corong kaca memakai kertas saring lalu diekstraksi (di elusi)
beberapa kali dengan pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan harus cukup
F. Spektrofotometri Ultraviolet
dapat dipakai untuk analisis zat dalam jumlah atau kadar kecil, cepat, sederhana,
spesifik, sensitif dan non destruktif. Selain itu dalam batas-batas tertentu dapat
yang akan digunakan untuk memberikan panjang gelombang ini adalah nanometer
Kromofor merupakan gugus yang bertanggung jawab atas peresapan cahaya pada
yang bila terikat pada sebuah kromofor akan merubah baik panjang gelombang
spektrum serapan yang diperoleh direkam (dalam nm), demikian juga kekuatan
absorbansi. Bahan yang diperlukan hanya sedikit saja karena sel spektrofotometri
gelombang pada serapan maksimum dan daya serapnya dapat dipakai untuk
identifikasi atau penetapan kemurniannya. Tetapi cara ini tidak mutlak dapat
dijadikan kesimpulan akhir untuk menetapkan identitas suatu zat, karena zat yang
sama. Jadi uji yang lain, seperti uji kimia dan fisika juga harus dilakukan untuk
sebaiknya alkohol mutlak niaga harus dihindari karena mengandung benzena yang
tenaga radiasi yang stabil, (2) sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celah-
transparan, dan (5) detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau
sebagai berikut:
1. Membandingkan panjang gelombang (λ) maksimum.
2. Membandingkan serapan.
Serapan atau turunannya yang dinyatakan dengan daya serap, daya serap
molar, atau serapan jenis E (1%,1cm) dari larutan zat yang diperiksa
juga harga resapan relatif yaitu perbandingan serapan dari dua panjang
mempunyai pita serapan didaerah UV. Selain itu glikosida saponin juga memiliki
kromofor sederhana yaitu gugus tidak jenuh kovalen yang dapat menyerap sinar
tampak dan UV, hal ini disebabkan adanya transisi elektronik. Kromofor
digunakan pada sistem yang menyebabkan terjadinya warna pada suatu senyawa
(Sastrohamidjojo, 2001 ).
METODOLOGI PENELITIAN
penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau intervensi terhadap subjek uji.
B. Definisi Operasional
1. Tanaman krokot yang digunakan untuk penelitian ini adalah krokot yang
2. Uji saponin secara sederhana adalah uji untuk memastikan adanya glikosida
reaksi Salkowski.
Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bahan utama penelitian yaitu tumbuhan krokot yang segar diperoleh dari
asam asetat anhidrida, etil asetat, kloroform, metanol, etanol, dan silika gel
2. Alat penelitian
Alat-alat gelas (Pyrex), neraca analitik (Metler Toledo), oven, seperangkat alat
D. Tahapan Penelitian
Stennis (1992).
2. Persiapan bahan
Jampirejo, Temanggung pada bulan Febuari 2006. Pada penelitian ini semua
bagian tanaman dapat digunakan mulai dari akar, batang, daun dan bunga.
memisahkan herba dari bahan asing seperti kotoran hewan, tanah, kerikil, rumput,
bagian tanaman lain yang mungkin melekat atau ikut terambil pada waktu
pengumpulan herba krokot, dan juga bahan pengotor lain yang akan mengacaukan
penelitian dan mempengaruhi hasil penelitian. Setelah itu herba krokot dicuci
dengan air mengalir agar kotoran yang sudah lepas dari herba tidak menempel
kembali sehingga herba yang akan digunakan benar-benar bersih. Herba yang
sudah dicuci dengan air mengalir dirajang halus untuk memperoleh ukuran herba
pengamatan terhadap rasa, warna, bau, dan bentuk herba krokot. Pemeriksaan ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ciri khas yang dapat digunakan
4. Uji pendahuluan
selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit
(Anonim,1995).
dengan 1 ml asam asetat anhidrida lalu ditetesi dengan asam sulfat pekat 2 tetes,
jika terbentuk warna hijau biru menandakan adanya senyawa steroid dan jika
triterpenoid (Bruneton,1999).
c. Reaksi Salkowski
5. Penyarian glikosida saponin dari herba krokot dan buah lerak (Sapindi
rarak Fructus) yang digunakan sebagai pembanding.
dengan refluks selama 10 menit dengan 50ml etanol 70%. Kemudian filtrat yang
didapat diuapkan. Lalu 25-40 μl dari fraksi etanol tersebut digunakan untuk
refluks selama 10 menit dengan 10ml etanol 70%. Kemudian filtrat yang didapat
diuapkan. Lalu 25-40 μl dari fraksi etanol tersebut digunakan sebagai pembanding
Pemisahan dengan metode KLT ini menggunakan fase diam silika gel GF254
dan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v). Pada titik pertama
pada titik kedua ditotolkan ekstrak etanol herba krokot dengan jumlah yang sama.
Jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng dengan jarak pengembangan 10
cm. Setelah elusi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan di
udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, dibawah lampu UV 254
tampak.
penjerap yang digunakan adalah 0,6 mm dengan ukuran pelat kaca 15 x 10 cm.
Metode ini menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase geraknya adalah etil
Ekstrak etanol dari herba krokot ditotolkan berupa pita atau garis di pelat
KLTP dengan menggunakan pipet mikroliter 5µl. Jumlah totolan pada satu baris
ada 10 totolan. Jumlah cuplikan yang ditotolkan adalah 25µl tiap totolan. Karena
jika jumlah cuplikan yang ditotolkan terlalu sedikit dikhawatirkan bercak yang
menggunakan fase geraknya, dilihat pada sinar UV 254nm dan 365nm. Pita
disaring dengan sintered glass. Hasil yang diperoleh diuapkan sampai kering.
Kemudian dihitung bobot keringnya. Filtrat yang diperoleh itu diperkirakan isolat
glikosida saponin. Filtrat yang merupakan isolat glikosida saponin herba krokot
kemudian diuji kemurniannya dengan KLT multi eluen dan diidentifikasi dengan
Uji kemurnian dengan metode KLT multi eluen pada penelitian ini
menggunakan silika gel GF254 sebagai fase diam dan menggunakan 3 fase gerak
cm dari tepi bawah lempeng. Selanjutnya ketiga lempeng dielusi dengan ketiga
fase gerak tersebut dalam bejana yang sudah dijenuhkan dengan batas elusi 10
cm. Setelah elusi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan di
udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, dibawah lampu UV 254
LP, dipanaskan pada suhu 1100 C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar
tampak.
Isolat yang berisi glikosida saponin herba krokot diencerkan dengan etanol
sesuai dengan kadar pengenceran yang di butuhkan, larutan ini kemudian dibaca
Data yang telah diperoleh berupa data kualitatif dan akan dipaparkan secara
eksploratif deskriptif.
Analisis kandungan kimia herba krokot, dalam hal ini untuk mengetahui
golongan glikosida saponin dilakukan dengan cara uji pendahuluan yang berupa
uji indeks buih dan reaksi warna (reaksi Liebermann-Burchard dan reaksi
Salkowski). Selain itu untuk analisis golongan glikosida saponin pada herba
krokot dilakukan juga KLT, dengan cara membandingkan warna bercak dan hRf
dari ekstrak herba krokot dan ekstrak buah lerak (yang digunakan sebagai
multi eluen. Analisis hasil KLT multieluen dilihat dari kromatogramnya yang
hanya menghasilkan satu macam bercak. Untuk menambah data dilakukan juga
A. Determinasi
tanaman yang diteliti sesuai dengan yang dimaksud sehingga tidak terjadi
kekeliruan pada jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Determinasi
(lampiran 1).
B. Persiapan bahan
daerah sawah karena tanaman krokot merupakan tanaman liar berupa gulma yang
biasanya banyak tumbuh di daerah sawah (lampiran 2). Herba yang digunakan
pada penelitian ini digunakan herba segar, dengan alasan bahwa herba krokot sulit
maka herba tersebut justru akan busuk. Untuk itu lebih dipilih menggunakan
herba segar untuk penelitian ini, walaupun bahan yang digunakan menjadi
diameter herba, agar luas permukaan herba yang kontak dengan pelarut semakin
besar sehingga zat aktif atau senyawa aktif yang terlarut dalam pelarut lebih
banyak.
berdasarkan pengamatan terhadap bentuk, rasa, warna, dan bau dari herba
D. Uji pendahuluan
Dari uji tersebut dihasilkan data bahwa setelah dibiarkan lebih kurang 10
menit buih mencapai tinggi lebih kurang 5 cm. Hal tersebut menunjukkan bahwa
herba krokot mengandung saponin. Hasil uji yang diperoleh tersebut sudah sesuai
terbentuk buih dikarenakan oleh sifat saponin yang dapat menurunkan tegangan
permukaan air. Seperti sabun atau detergen, saponin mempunyai molekul besar
yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik (hidrofobik). Dalam air, molekul
k li
olfi
ip
us 29 30
g
gu 20
19 21 gug
12
E u s hi
22 dro
18 fil ik
17 28
11 13
C D COO H
25 9 14 16
gugus hidrofilik 26 15
2 1 8
10 R1
A B 27
3
4
5
6
7 O
OH H H H
23
R2 24
O
H H
Dengan adanya air, gugus hidrofil akan berikatan dengan air sedangkan
gugus hidrofob akan menjauhi air atau mengarah ke atas (udara). Bagian polar
(hidrofil) dapat bergabung dengan molekul air, tetapi bagian nonpolar (hidrofob)
ditolak karena gaya adhesif yang dapat terjadi dengan air lebih kecil dibandingkan
merupakan suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong
udara terbungkus dalam lapisan tipis cairan, dispersi gas dalam cairan yang
distabilkan oleh suatu zat penurun tegangan permukaan. Dengan adanya alasan ini
2. Reaksi Liebermann-Burchard
triterpenoid atau steroid dalam herba krokot. Karena reaksi ini positif dengan
kebanyakan triterpenoid dan steroid. Hasil dari uji reaksi ini menunjukkan bahwa
yang berubah menjadi merah keunguan setelah ditetesi dengan asam sulfat yang
20
19 21
12
E 22
18
13
17 28 H SO
11
C D COOH 2 4
25 9 14 16
2
1 26
8
15 R1 + (CH3 CO)2 O
10
A B 27
3 5 7
4 6
OH H
23
R2 24
29 30
20
19 21
12 E 22
18
28
11 13 17 COOH
C
1
25 9
26
14 D15 16
+ CH3COOH
2 10 8 R1
A B 27
3 5 7
4 6
CH3COO H
23
R2 24
triterpenoid yang biasanya berbeda satu sama lain tergantung jenisnya. Misalnya
Hederagenin : R1 = H , R2 = CH2OH
Gypsogenin : R1 = H , R 2 =
R2 = CH3
3. Reaksi Salkowski
Reaksi warna lain yang digunakan adalah reaksi Salkowski. Reaksi ini
untuk menentukan atau mempertegas bahwa senyawa yang terdapat dalam herba
krokot adalah triterpenoid. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil positif adanya
warna kuning kecoklatan yang lama-kelamaan berubah menjadi merah tua setelah
ditambah dengan asam sulfat pekat. Kloroform digunakan sebagai pelarut, karena
aglikon yang terdapat dalam herba krokot larut dalam kloroform. Sedangkan asam
sulfat pekat yang ditambahkan digunakan sebagai katalis dalam reaksi tersebut.
29 30
20
19 21
12
E
22
18
11 C
1317 28
COO H
+ H 2SO
25 9 26
D
1416
1 15 4 +
2 8 R1 -H
A 10
3 4 B 7
27
5
6
OH H
23
R2 24
29 30
20
19 21
E
12 22
18
1317 28
11 C COO H
25 9 26 14
D 16
1 8 15
2 R1
A 10
3 4 B 7
27
5
6
O H
23
R2 24
Pelarut polar yang digunakan pada proses penyarian ini adalah etanol
70%. Digunakan pelarut etanol karena kedua jenis saponin (triterpenoid dan
dengan menggunakan pemanasan. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan (Anonim,1986). Prinsip dasar dari
penyarian yang dilakukan yaitu pemanasan pada bahan herba segar krokot di
dalam pelarut etanol 70% selama 10 menit setelah suhu pemanasan dicapai yaitu
0
sekitar 78 C. Digunakan pemanasan dalam penyarian ini, karena sifat saponin
yang tahan terhadap pemanasan. Dilihat dari strukturnya yang rigid dan planar
dalam cairan penyari (etanol 70%) sebanyak 50 ml. Ekstrak yang diperoleh dari
untuk memperoleh ekstrak etanol herba krokot yang lebih pekat sebanyak 5 ml
mengetahui saponin jenis apa yang terkandung di dalam ekstrak etanol herba
krokot. Hal tersebut dapat ditentukan berdasarkan harga hRf dan warna bercak
pembanding tersebut karena sesuai dengan penelitian yang lalu bahwa buah lerak
tersebut diperkuat dengan adanya jurnal yang menyebutkan bahwa buah lerak
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254 dan fase gerak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
yang bersifat non polar. Sehingga KLT pada penelitian ini termasuk kromatografi
fase normal, karena fase diam bersifat polar dan fase gerak bersifat non polar
Warna bercak
No
Nama bercak hRf Sinar tampak (deteksi
bercak UV254nm UV365nm anisaldehide-asam
sulfat)
hijau kuning
A1 10 ungu tua
muda terang
A A2 28 kuning kelabu ungu coklat
(Pembanding) A3 42 hijau kelabu Ungu biru
A4 55 hijau kelabu hijau
A5 89 hijau kelabu hijau keunguan
merah
B1 11 kelabu kuning
muda
hijau
B B2 38 kelabu coklat
terang
(Sampel)
merah
B3 51 hijau hijau
orange
B4 89 hijau kelabu hijau keunguan
Keterangan :
A (pembanding) = ekstrak etanol buah lerak
B (sampel) = ekstrak etanol herba krokot
Gambar 6. Hasil kromatogram KLT pendahuluan denganmenggunakan fase
diam silika gel GF245 dan fase gerak etil asetat, metanol, air
(100:16,5:13,5 v/v), dengan deteksi pereaksi anisaldehid-asam
sulfat dipanaskan pada suhu 1100C selama 5 – 10 menit
berasal dari cuplikan pembanding (ekstrak buah lerak) dan 4 bercak dari cuplikan
sampel (ekstrak herba krokot). Dari bercak tersebut terdapat 2 bercak yang
mempunyai harga hRf dan warna bercak yang hampir sama. Bercak tersebut
adalah bercak A4 dan B3, begitu juga dengan kedua bercak dari A5 dan B4. Dari
tabel dapat dilihat untuk bercak A4 dan B3, mempunyai hRf 55 dan 51 dengan
dipanaskan 1100C selama 5-10 menit, keduanya menghasilkan warna hijau. Begitu
juga dengan bercak A5 dan B4, mempunyai hRf 89 dengan warna bercak setelah
Warna tampak meredam pada sinar UV 254 yang berarti bahwa terdapat
gugus kromofor dan ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik jenis apa
saja pada senyawa tersebut. Sebenarnya tidak ada saponin yang dapat dideteksi
atau diamati secara spesifik dengan menggunakan sinar lampu UV 254 dan 365
asam sulfat. Digunakan pereaksi tersebut karena berdasarkan dari hasil orientasi
yang dapat menunjukkan intensitas warna yang lebih baik (gambar 7).
+
H2SO4 H + HSO4 -
29 30
20
19 21
E OCH3
12 22
18
28
11 13 17 H+
C
1
25 9
26
14 D
15
16 COOH
+
2 10 8 R1
A B 27
3 5 7 C
4 6
OH H
23
R2 24
O- H
20 OCH3
19 21
12 E
22
18
1317 28
11 C COOH +
25 9 26 14
D 16
1 8 15
2 R1 +C
A 10
3 4 5
B 7
27
6
OH H
OH H
R 23 24
2
29 30
20
19 21
12 E 22
18 +
13 17 28
-H
11 COOH
25 9
C 14 D 16
OCH3 OH 1 26 15
2 10 8 R1
A B 27
3 5 7
4 6
C O H
23
R2 24
H H
29 30
20
19 21
12
E 22
18
17 28
13
11
D COOH
25 C
9 14 16
OCH 3
OH 1 26 15
R1
2 10 8
A B 27
3 5 7
4 6
C O H
R
23
24 [O]
2
29 30
20
19 21
12
E 22
18
17 28
13
OCH 25 9
11
C
26 14
D 16
COOH
+ H2
3 O 1 15
8
R1
2 10
A B 27
3 5 7
4 6
C O H
23
R2 24
warna hijau
triterpenoid dilihat dari hasil hRf dan warna bercak yang hampir mirip dengan
50-89 (Stahl, 1973). Selain itu dari hasil penelitian sebelumnya tentang aglikon
bukannya saponin steroid, karena dari literatur disebutkan bahwa saponin steroid
mempunyai hRf pada rentang 60-69, 83-87 yang dengan pereaksi asam
merupakan cara yang baik jika dikerjakan dengan benar dan tepat.
Isolasi dilakukan dengan menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase
gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v), karena pada KLT sebelumnya
menghasilkan bercak dengan pemisahan yang lebih baik secara visibel, dibawah
secara tegak lurus pada pita penotolan cuplikan sehingga campuran akan terpisah
menjadi beberapa pita. Jumlah cuplikan yang ditotolkan adalah 25µl tiap totolan.
Karena jika jumlah cuplikan yang ditotolkan terlalu sedikit dikhawatirkan bercak
Pemisahan dari KLTP ini menghasilkan 4 bercak berupa pita dengan hRf
18, 24, 51, 79 dilihat pada sinar UV 254nm dan 365nm. Untuk analisis lebih
lanjut diambil 2 bercak pada hRf 51 dan 79 yang memiliki intensitas warna lebih
kuat dan diprediksi sebagai saponin karena mendekati nilai hRf pada KLT
pendahuluan. Hasil KLTP orientasi dapat dilihat pada kromatogram (Tabel II dan
gambar 8).
Tabel II . Hasil kromatogram KLTP dengan menggunakan fase diam silica
gel GF245 dan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v), dengan
deteksi pereaksi anisaldehid-asam sulfat dipanaskan pada suhu 1100C
selama 5 – 10 menit.
Warna bercak
Nama No Sinar tampak (deteksi
hRf UV UV
bercak bercak Anisaldehid-Asam
254 nm 365 nm sulfat)
Merah
B1 18 kelabu orange
muda
B B2 24 kelabu kelabu Ungu keabu-abuan
(sampel) B3 51 hijau kelabu Hijau tua
B4 79 hijau kelabu Hijau keunguan
Gambar 8. Hasil kromatogram KLTP sampel (ekstrak etanol herba krokot) dengan
menggunakan fase diam silica gel GF245 dan fase gerak etil asetat,
metanol, air (100:16,5:13,5 v/v), dengan deteksi pereaksi anisaldehi-d asam
sulfat dipanaskan pada suhu 1100C selama 5 – 10 menit.
Dari hasil kromatogram tersebut yang dikerok adalah bercak B3 dan B4
dengan intensitas warna hijau dilihat pada UV 254 nm. Hal tersebut sesuai dari
hasil KLT pendahuluan yang diprediksi merupakan saponin. Maka untuk analisis
lebih lanjut, untuk bercak B3 diberi nama isolat 1 dan untuk bercak B4 diberi
nama isolat 2. Kedua bercak yang membentuk pita tersebut dikerok dan dilarutkan
dalam etanol.
Dari hasil bobot kering yang diperoleh, dapat diprediksi bahwa dari 2,5 ml
karena tidak bisa dipastikan. Isolat 1 dibuat konsentrasi 0,2 % sedangkan untuk
pertimbangan agar jumlah kedua isolat tersebut cukup untuk digunakan analisis
lebih lanjut.
Uji kemurnian ini dilakukan untuk memastikan apakah senyawa yang telah
dipisahkan benar-benar murni hasil dari isolasi senyawa yang diinginkan, dan
kemurniannya dengan 3 macam fase gerak yang berbeda, jika isolat tersebut
murni dari 1 senyawa maka hanya akan menimbulkan satu macam bercak.
Pemilihan 3 fase gerak tersebut berdasarkan dari sifat saponin yang bersifat polar,
maka agar dapat mengelusi saponin dengan baik digunakan fase gerak yang
bersifat lebih non polar. Ketiga macam fase gerak yang digunakan tersebut juga
(Wagner,1984).
menghasilkan intensitas warna bercak yang cukup jelas sehingga mudah dalam
Warna bercak
Nama Sinar tampak (deteksi
No Fase gerak hRf
isolat 254 nm 365 nm Anisaldehid -Asam
sulfat)
Hijau
etil asetat,metanol,air
1 85 Ungu muda kuning Ungu kemerahan
(100:16,5:13,5 v/v)
terang
Hijau
Kloroform,metanol
ISOLAT 2 81 Ungu muda kuning Ungu
(95 : 5 v/v)
1 terang
Hijau
Kloroform,metanol,
3 83 Ungu muda kuning Ungu
air (70: 30: 4 v/v)
terang
Hijau
etil asetat,metanol,air Ungu
1 83 kuning Ungu kemerahan
(100:16,5:13,5 v/v) muda
terang
Hijau
Kloroform,metanol Ungu
ISOLAT 2 82 kuning Ungu kemerahan
(95 : 5 v/v) muda
2 terang
Hijau
Kloroform,metanol, Ungu
3 81 kuning Ungu kemerahan
air (70: 30: 4 v/v) muda
terang
1 2
Keterangan gambar :
1 = isolat 1 dengan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
2 = isolat 1 dengan fase gerak kloroform, metanol (95 : 5 v/v)
3
Keterangan gambar :
3 = isolat 1 dengan fase gerak kloroform, metanol, air (70: 30: 4 v/v)
1 2
Keterangan gambar :
1 = isolat 2 dengan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
2 = isolat 2 dengan fase gerak kloroform, metanol (95 : 5 v/v)
3
Keterangan gambar :
3 = isolat 2 dengan fase gerak kloroform, metanol, air (70: 30: 4 v/v)
Dari hasil KLT multi eluen tersebut dapat dilihat bahwa, dari kedua isolat
murni hasil isolasi. Tetapi dari hasil kromatogram tersebut terdapat suatu
kejanggalan, yaitu dari kedua isolat tersebut setelah diuji kemurniannya ternyata
menghasilkan hRf dan warna bercak yang hampir mirip (setelah disemprot
dan dilihat pada sinar tampak). Padahal dari hasil KLT pendahuluan dan hasil
KLT preparatif kedua isolat tersebut memiliki hRf dan warna bercak yang berbeda
satu sama lain, walaupun keduanya diprediksi sebagai glikosida saponin. Untuk
isolat 1 , hRf dari ketiga kromatogramnya adalah 85, 81, 83 dengan warna bercak
ungu, hal tersebut ternyata berbeda dengan hasil KLT pendahuluan dan KLTP
yang mempunyai hRf 51 dengan warna bercak hijau. Sedangkan untuk isolat 2 ,
hRf ketiga kromatogram KLT multi eluen 83, 82, 81 dengan warna bercak merah
pendahuluan dan KLT preparatif, yaitu hRf 89 dengan warna bercak pada sinar
Hasil KLT multi eluen dari isolat 1 bisa berbeda dari KLT pendahuluan,
struktur kimia saponin triterpenoid. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa
struktur kimia saponin triterpenoid sangat rigid dan planar, sehingga dengan
kondisi apapun tidak mungkin berubah. Tetapi dalam struktur kimia saponin
bercak pada KLT multi eluen. Untuk memastikan lebih dalam lagi tentang hal ini,
Maka dari itu dapat disimpulkan, untuk isolat 2 dapat dipastikan kemurnian
glikosida saponin jenis triterpenoid. Karena hasil dari uji kemurnian isolat 1
hampir mirip dengan hasil isolat 2, dilihat dari hRf dan warna bercaknya.
melihat identitas atau pencirian dari kedua isolat, yaitu dengan cara melihat
panjang gelombang (λ) maksimum dari isolat 1 dan isolat 2 dan bentuk spektra
yang dihasilkan dari kedua isolat. Dari hasil KLT pendahuluan dan KLTP, warna
bercak dan hRf nya berbeda dari hasil KLT multi eluen, sehingga pemeriksaan
spektra ini dilakukan untuk memastikan apakah kedua isolat tersebut merupakan
yaitu tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi, tidak terjadi interaksi
dengan molekul senyawa yang dianalisis, dan kemurnian atau derajat untuk
analisisnya tinggi.
gelombang 224 nm. Untuk isolat 2 menunjukkan puncak tunggal pada panjang
gelombang 221 nm. Dilihat dari selisih panjang gelombang isolat 1 dan isolat 2
sebesar 3 nm (masih dalam batas toleransi), dan bentuk spektra kedua isolat yang
hampir mirip, maka dapat dikatakan bahwa isolat 1 dan isolat 2 merupakan dua
jenis senyawa yang sama. Sehingga disimpulkan kedua isolat tersebut merupakan
1995). Hasil spektra panjang gelombang maksimum tersebut berbeda dengan hasil
spektra panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari penelitian ini (221 nm
dan 224 nm). Hal tersebut dikarenakan dalam jurnal tersebut hanya
menggunakan pelarut yang berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini menggunakan pelarut etanol yang bersifat lebih polar,
eter minyak tanah yang bersifat lebih nonpolar. Polaritas semakin tinggi maka
metode yang spesifik dan sensitif, sehingga dengan adanya perbedaan pelarut,
kadar larutan, tebal larutan, kalibrasi alat, dan lain sebagainya akan dapat
(Redja,1980).
puncak tunggal gelombang maksimum (221 nm) dengan absorbansi sekitar 0,8.
pada perolehan absorbansi yang lebih baik jika berada pada rentang 0,2 – 0,8
(Skoog,1998).
Gambar 13. Hasil spektra λ max isolat 1
yang digunakanmaka dapat dilihat bentuk spektra etanol 70% sebagaiberikut :
Gambar 15. Hasil spektra λ max. etanol 70%
Bentuk spektra dan panjang gelombang maksimum dari isolat 1 dan 2, jika
etanol sangat berbeda, sehingga dapat dipastikan bahwa hasil spektra isolat 1 dan
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji stabilitas dari isolat 1
metode KLT.
Fessenden, J.R., & Fessenden, S.J., 1986, Organic Chemistry, Third Edition, 136-
137, diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph.D, Erlangga,
Jakarta.
Paech, K and Tracey, M.V, 1995, Modern Methoden der Pflanzenanalyse, vol III,
64, Springer-Verlag, Berlin.
Redja, W., 1980, Teori Dasar Analisa Farmasi, Ed I, 99-102, 109, Sekolah Tinggi
Laboratorium Kimia Farmasi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Siti, Nunik, 1998, Penggunaan Buah Lerak Sapindus Rarak De Candole sebagai
Insektisida, Available from http://digilib.litbang.depkes.go.id , Di akses
pada 17 Desember 2006, 20:36:04 .
Yanuarsih, Sri Siswati, 2001, Isolasi dan Identifikasi Aglikon Saponin Herba
Lerak (Sapindus rarak D.C), Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.