Oleh
Kelompok 6 /Kelas IV B
TAHUN AKADEMIK
2017/2018
I. TUJUAN
1. Menentukan panjang gelombang maksimum dari senyawa tetrasiklin.
2. Membuat kurva kalibrasi dari senyawa tetrasiklin.
3. Menentukan konsentrasi yang tidak diketahui dari larutan obat yang mengandung
tetrasiklin.
4. Menentukan validasi dari metode spektrofotometri UV-Vis dengan penentuan kadar
tetrasiklin.
Gugus
Jenis Tetrasiklin
R1 R2 R3
Keterangan :
A : serapan
Io : intensitas sinar yang datang
It : intensitas sinar yang diteruskan (ditransmisikan)
ԑ : absorbtivitas molekuler/konstanta ekstingsi ( L.mol-1.cm-1 )
a : daya serap ( L.g-1.cm-1 )
b : tebal larutan/ kuvet (cm)
c : konsentrasi ( g.L-1, mg.mL-1 )
Panjang gelombang yang digunakan untuk untuk melakukan analisis kuantitatif
suatu zat biasanya merupakan panjang gelombang dimana zat yang bersangkutan
memberikan serapan yang maksimum ( λ maks), sebab keakuratan pengukurannya
akan lebih besar (Ingle, James D. 1988). Hal tersebut dapat terjadi karena pada
panjang gelombang maksimum ( λ maks) bentuk serapan pada umumnya landai
sehingga perubahan yang tidak terlalu besar pada kurva serapan tidak akan
menyebabkan kesalahan pembacaan yang terlalu besar pula (dapat diabaikan).
Serapan yang optimum untuk pengukuran dengan spektrofotometri UV-Vis ini
berkisar antara 0,2-0,8 (Willard, Hobart H, 1974). Namun menurut literature lain
serapan sebesar 2-3 relatif masih memberikan hasil perhitungan yang cukup baik
(untuk campuran), walaupun disarankan agar serapan berada di bawah 2 untuk hasil
yang lebih baik (Paira, Donald L, 1979), dengan cara mengencerkan larutan zat yang
akan diukur.
3. Instrument Spektrofotometri UV-Vis
Menurut Khopar (2003) Instrument Spektrofotometri UV-Vis adalah :
a. Sumber Cahaya
Sumber yang biasa digunakan pada spektrokopi absorbsi adalah lampu
wolfram.Pada daerah UV digunakan lampu hydrogen atau lampu
deuterium.Kebaikan lampu wolfram adalah energy radiasi yang dibebaskan tidak
bervariasi pada berbagai panjang gelombang.
b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya polikromatis menjadi
cahaya tunggal (monokromatis) dengan komponen panjang gelombang tertentu.
Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromator dari sumber
radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator terdiri dari susunan
celah (slit) masuk-filter-prisma-kisi (grating)-celah (slit) keluar.
c. Wadah Sampel (Kuvet)
Kuvet merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Kuvet dari leburan silica
(kuarsa) dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pada daerah pengukuran
190-1100 nm, dan kuvet dari bahan gelas dipakai pada daerah pengukuran 380-
1100 nm karena bahan dari gelas mengabsorbsi radiasi UV.
d. Detector
Detector akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar kemudian
diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam recorder akan ditampilkan
dalam bentuk angka-angka pada reader (computer).
e. Visual Display/Recorder
Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat listrik,
menyatakan dalam bentuk % transmitan maupun absorbansi.
4. Prinsip Kerja Spektrofotometri
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat
polikromatis diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada
spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian
akanmengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-
berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang
mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya
yang diserap (diabsorbsi) da nada pula yang dilewatkan.Cahaya yang dilewatkan ini
kemudian diterima oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang
diterima dan mengetahui cahaya yang akan diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap
sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan
diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif (Triyati, 1985).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisa dengan spektofotometri
UV-Vis, terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis
dengan spektrofotometri visible karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu
menjadi senyawa yang berwarna (Gandjardan Rohman, 2008).
a. Pembentukan Molekul yang dapat Menyerap Sinar UV-Vis
Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi
senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang
digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu yaitu:
Reaksinya reaktif dan sensitive
Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel
Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama
Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agentatau
penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2008).
b. Waktu Operasional (OperatingTime)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna.Tujuannya untuk mengetahui waktu pembentukan yang stabil. Waktu
operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran
dengan absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2008).
Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna ini
meningkat sampai waktu tertentuhingga diperoleh absorbansi yang stabil.
Semakin lama waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa yang
berwarna tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya
turun akibatnya absorbansinya juga turun. Karena alasan inilah, maka untuk
pengukuran senyawa berwarna (hasil suatu reaksi kimia) harus dilakukan pada saat
waktu operasional (Gandjar dan Rohman, 2008).
c. Pemilihan Panjang Gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan
antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan
panjang gelombang maksimal, yaitu:
Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena
pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk
setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan
pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal.(Gandjar dan Rohman, 2008)
d. Pembuatan Kurva Baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
(y) dengan konsentrasi (x). Kurva baku sebaiknya sering diperiksa ulang.
Penyimpangan dari garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh kekuatan ion
yang tinggi, perubahan suhu, dan reaksi ikutan yang terjadi (Gandjar dan
Rohman, 2008).
e. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau
0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar dan Rohman, 2008).
Dipipet 1,0 ml
Larutan 10 ppm
Kurva kalibrasi
(diplot konsentrasi (ppm) versus
absorbans)
4. Penentuan Kadar Tetrasiklin dalam Sampel
HASIL PERHITUNGAN :
1. Pembuatan larutan stok 100 ppm
Konsentrasi (ppm) larutan tetrasiklin 10 mg dalam 10 ml adalah :
tetrasiklin :
= 1000 µg/mL
Larutan tetrasiklin standar dengan konsentrasi 100 ppm yang dipipet 2,5 ml dalam 25 ml
aquadest kosentrasinya (ppm) adalah :
M1 x V1 =M2 x V2
1000 µg/ml × V1 = M2 x V2
1000 µg/ml x 2,5ml = M2 x 25 mL
2500 = M2 x 25 mL
M2 = 2500/25
M2 = 100 ppm
2. Perhitungan larutan standar tetrasiklin 5 µg/mL larutan standar tetrasiklin 5 µg/mL
diperoleh dengan pengenceran larutan stok 100 µg/mL
M1 x V1 =M2 x V2
100 µg/ml xV1 = 5 µg/ml × 10 mL
100 V1 = 50 mL
V1 = 0,5 mL
3. Perhitungan larutan standar tetrasiklin 10 µg/mL larutran tetrasiklin 10 µg/mL di peroleh
dengan pengenceran larutan stok 100 mg/mL
M1 ×V1 =M2 ×V2
100 µg/ml x V1 = 10 µg/mL × 10 mL
100 V1 = 100 mL
V1 = 1 mL
4. Perhitungan larutan standar tetrasiklin 15 µg/mL larutan tetrasiklin 15 µg/mL diperoleh
dengan pengenceran larutan stok 100 µg/mL
M1 ×V1 =M2 ×V2
100 µg/ml x V1 = 15 µg/mL × 10 mL
100 V1 = 150 mL
V1 = 1,5 mL
5. Perhitungan larutan standar tetrasiklin 20 µg/mL larutan tetrasiklin 20 µg/mL diperoleh
dengan pengenceran larutan stok 100 µg/mL
M1 ×V1 =M2 × V2
100 µg/ml x V1 = 20 µg/mL × 10 mL
100 V1 = 200 mL
V1 = 2 mL
6. Perhitungan larutan standar tetrasiklin 20 µg/mL larutan tetrasiklin 20 µg/mL diperoleh
dengan pengenceran larutan stok 100 µg/mL
M1 ×V1 =M2 ×V2
100 µg/ml x V1 = 25 µg/mL × 10 mL
100 V1 = 250 mL
V1 = 2,5 mL
X Y X2 Y2 XY
(µg/ml) (absorbansi)
5 0,220 25 0,0484 1,1
10 0,406 100 0,164836 4,06
15 0,616 225 0,379456 9,24
20 1,000 400 1 20
25 0,958 625 0,917764 23,95
Ʃ = 75 Ʃ = 3,2 Ʃ = 1.375 Ʃ = 2,510456 Ʃ = 58,35
4.400 − 4.376,25
𝑎=
6.875 − 5.625
23,65
𝑎=
1.250
𝑎 = 0,01892
291,75 − 240
𝑏=
6.875 − 5.625
51,75
𝑏=
1.250
𝑏 = 0,0414
291,75 − 240
𝑟² =
√(6.875 − 5.625)(12,55228 − 10,24)
51,75
𝑟² =
√1.250 x 2,31228
51,75
𝑟² =
√2.890,35
51,75
𝑟² =
53,7619754101
𝑟² = 0,963
Maka, persamaan garis linier dari tetrasiklin standar dalam pelarut aquadest adalah
1000
800
absorbansi
600
Y-Values
y = 20x - 100 Linear (Y-Values)
400
R² = 0.125
200
0
0 5 10 15 20 25 30
konsentrasi (µg/mL)
Perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) larutan standar tetrasiklin
X Y y’ y - y’ (y - y’)²
y = 0,01892 + 0,0414x
5 0,220 0,22592 -0,00592 0.0000350464
10 0,406 0,43292 -0,02692 0,0007246864
15 0,616 0,63992 -0,02392 0,0005721664
20 0,958 0,84692 0,11108 0,0123387664
25 1,000 1,05392 -0,05392 0,0029073664
Ʃ = 0,016578032
LOD = 3×sb/b
LOQ = 10×sb/b
∑(𝑦 − 𝑦′)2
𝑆𝑏 = √
(𝑛 − 2)
0,016578032
𝑆𝑏 = √
5−2
𝑆𝑏 = √0,0055260107
𝑆𝑏 = 0,0743371421
𝑠𝑏
𝐿𝑂𝐷 = 3 ×
𝑏
0,0743371421
= 3×
0,0414
= 5,387 µ𝑔/𝑚𝐿
𝑠𝑏
𝐿𝑂𝑄 = 10 ×
𝑏
0,0743371421
= 10 ×
0,0414
= 17,956µ𝑔/𝑚𝐿
2) Kemudian dipipet 1,0 mL larutan uji, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
dilarutkan dengan aquadest dengan penambahan larutan NaOH 5N, ditambah aquadest
kembali hingga tanda batas.
1 𝑚𝐿 𝑥 1000 𝑝𝑝𝑚
Kadar larutan uji = = 100 µg/mL
10 𝑚𝐿
3) Lalu dipipet lagi 1,0 mL larutan uji, dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas
𝐼 𝑚𝐿 𝑥 100 𝑝𝑝𝑚
Kadar larutan uji = = 10 µg/mL
10 𝑚𝐿
Pengukuran x (µg/mL) [𝑥 − 𝑥̅ ] [𝑥 − 𝑥̅ ]2
ke-
1 10,437 -2,576 6,635776
2 12,779 -0,234 0,054756
𝑥̅ = 13,013 Ʃ = 14,586632
∑(𝑥 − 𝑥̅)²
𝑆𝑏 = √
𝑛−2
14,586632
𝑆𝑏 = √
3−2
= 3,819
𝑆𝑏
KV =
𝑥̅
3,819
=13,013 𝑋 100%
=29,35 %
Ketepatan
X = 10 µg/mL
𝑥̅ = 13,013
[𝑥−𝑥̅ ]
Ketepatan pengukuran =
𝑥
10−13,013
= 𝑋 100%
10
= -30,13 %
𝑘𝑜𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 𝑥̅
%Recovery = × 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑥
13,013
= 𝑋 100%
10
=130,13 %
• Ketelitian
∑(𝑥 − 𝑥̅)²
𝑆𝐷 = √
𝑛−2
14,586632
=√
3−2
= 3,819
100 𝑋 𝑆𝐷
% RSD =
𝑥̅
100 𝑥 3,819
=
13,013
= 29,35%
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu penentuan kadar tetrasiklin dalam sediaan dimana
diketahui dalam sediaan terdapat senyawa tetrasiklin. tetrasiklin dianalisis kadarnya
dengan spektrofotometer karena secara struktur, tetrasiklin mempunyai gugus kromofor
dan gugus auksokrom yang menyebabkan tetrasiklin dapat menyerap radiasi pada daerah
ultraviolet.
Pada spektrofotometer membutuhkan penentuan panjang gelombang maksimum,
dimana panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan
absorbansi maksimal terhadap kompleks warna yang terbentuk. Penentuan panjang
gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu sehingga
diperoleh kurva kalibrasi. Untuk itu, dalam praktikumdibuat larutan standar (senyawa
murni obat) yang dibuat dalam 5 konsentrasi yang dibuat menjadi larutan 5 ppm, 10 ppm,
15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm.
Obat yang kelompok kami uji yaitu sediaan tetrasiklin dengan brand name
“Tetrasanbe” dan dengan kandungan tetrasiklin 500 mg. Validasi metode analisis terdiri
dari presisi (ketelitian), akurasi (ketepatan), batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifikasi
dan selektivitas, linieritas dan rentang, kekerasan (ruggedness), dan ketahanan
(robustness).
Pada praktikum ini, kami melakukan percobaan penetapan kadar tetrasiklin
dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Blnko yang kami gunakan dalam
praktikum ini yaitu aquades. Tujuan penggunaan larutan blnko adalah untuk membuat
konsentrasi pelarut menjadi nol sehingga tidak akan terukur oleh detector dan tidak
menganggu pembacaan absorbansi sampel dan dengan demikian dapat memperkecil
kesalahan.
Berdasarkan kurva larutan standar yang kelompok kami amati, diketahui bahwa
absorbansi tinggi adalah 0,850 nm pada konsentrasi 25ppm. Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi larutan adalah berbanding lurus, dimana
semakin tinggi konsentrasi larutan, maka semakin tinggi pula absorbansinya. Untuk garis
linier dari tetrasiklin standar dalam pelarut aquadest adalah y = 0,0172 + 0,03832x
dengan koefisien korelasinya ( r2 ) = 0,96971. Persamaan regresi ini yang kemudian
digunakan untuk menghitung kadar sampel. Kurva kalibrasi digunakan sebagai uji
lineritas yang bertujuan untuk mendapatkan nilai yang proporsional terhadap konsentrasi
analit dalam sampel (Harmita, 2004). Untuk batas deteksi (LOD) diperoleh sebesar 6,882
µg/ml artinya konsentrasi 6,882 µg/ml merupakan jumlah terkecil tetrasiklin dalam
sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan pada alat
spektrofotometri UV-Vis dibandingkan dengan blanko (Harmita, 2004). Untuk batas
kuantifikasi (LOQ) diperoleh sebesar 22,941 µg/mL artinya kuantitas terkecil tetrasiklin
dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama adalah sebesar
22,941 µg/mL.
Untuk menentukan derajat keseksamaan (presisi) dilakukan perhitungan standar
deviasi (SD) dan koefisien deviasi relatif (KV). Dari perhitungan, diperoleh standar
deviasi sebesar 0,782 dan koefisien deviasi relatifnya adalah 12,36%. Kriteria seksama
diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau
kurang (Harmita, 2004). Semakin kecil nilai standar deviasi dan standar deviasi relatif
dari serangkaian pengukuran, maka metode yang digunakan semakin tepat (Gandjar dan
Rohman, 2008). Sehingga dapat dikatakan bahwa metode yang digunakan pada
percobaan ini tidak valid dan seksama karena simpangan baku relatif atau koefisien
variasi lebih dari 2%. Pada presisi atau ketelitian diperoleh yaitu sebesar 6,326% . Pada
akurasi atau ketepatan diperoleh yaitu sebesar 36,74% dan persen recovery (63,26%).
Persen recovery adalah parameter yang digunakan untuk menilai derajat kecermatan atau
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Suatu metode dikatakan teliti
jika nilai recoverynya antara 80-110%.
Setelah itu dilakukan penepatan kadar tetrasiklin dimana bobot 10 kapsul dengan
serbuk didalam sediaan Tetrasanbe memiliki bobot 61522 mg sehingga untuk 1
kapsulnya memiliki bobot 6152,2 mg dengan kandungan tetrasiklin 500 mg. Untuk
penetapan kadar tetrasiklin dilakukan penimbangan sebanyak 10 mg yang direplikasi
sebanyak 3 kali lalu dicari nilai absorbansinya. Nilai absorbansi yang diperoleh yaitu
0,279; 0,237; 0,263.
VII. KESIMPULAN
Dari pembaahsaan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketelitian yang
diperoleh tidak memenuhi persyaratan karena melebihi 2%, sedangkan pada % recovery
larutan baku diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan persyaratan yaitu melebihi range
80-110%, sedangkan pada larutan sampel diperoleh % recovery melebihi range yang
telah ditetapkan hal ini dapat dikarenakan karena pada saat praktikum praktikan kurang
teliti dalam menimbang maupun mengukur serta menghomogenkan sampel.