Anda di halaman 1dari 9

Aflatoksin (B1,B2,G1,G2)

Anzar Muhir1 Anis Khurjannah2 Itawarnemi3 Fitria Rahma4Azizah Alma5


13051060100331 16051060100012 16051060100083 16051060100094 16051060100115

1program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala 2


pstpunsyiah@gmail.com, info@tpunsyiah.ac.id dan Nemyitawar@gmai.com

Abstrak

Aflatoksin adalah toksin yang sangat poten dan telah dikenal sebagai penyebab kanker
hati. Di samping itu, aflatoksin juga dapat menimbulkan gangguan penting lain. Terdapat empat
jenis aflatoksin yaitu B1, B2, G1 dan G2. Aflatoksin B1 merupakan karsinogen yang paling
potensial. Paparan kronis aflatoksin menyebabkan terjadinya penurunan imunitas dan
terganggunya metabolisme protein dan berbagai mikronutrien yang penting bagi kesehatan.
Dilaporkan sekitar 4,5 miliar manusia yang tinggal di negara berkembang secara kronis terpapar
oleh aflatoksin dalam jumlah yang tidak terkontrol. Aflatoksin dapat mempengaruhi imunitas
dan nutrisi manusia. Ada kemungkinan besar bahwa 6 faktor risiko teratas yang diidentifikasi
oleh WHO (yang meliputi 43.6% dari disability-adjusted life years [DALYs]), seperti dengan
halnya kanker hati, faktor-faktor risiko itu dipicu oleh aflatoksin. Di beberapa negara di Afrika
dan Asia, aflatoksin menyebabkan wabah aflatoksikosis akut dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Bagi negara berkembang pencegahan terhadap paparan aflatoksin dilakukan dengan
diterapkannya peraturan yang membatasi konsentrasi terendah toksin yang diperkenankan
terdapat di dalam makanan dan dengan cara kemoproteksi serta enterosorbsi untuk
meminimalkan paparan biologis.

ABSTRACT

Aflatoxin is the most potent toxic substance and has been recognized as a cause of liver
cancer. It can also cause other additional toxic effects. The four major aflatoxin are called B1,
B2, G1 dan G2. Aflatoxin B1 is the most potent natural carcinogen and is usually the major
aflatoxin produced by toxigenic strains.Chronic exposure to aflatoxin compromises immunity
and interferes with protein metabolism and multiple micronutrients that are critical to health. It
was estimated that approximately 4.5 billions persons living in developing countries are
chronically exposed to largely uncontrolled amounts of the toxin. Aflatoxin affects human
immunity and nutritional status. There is a reasonable probability that the 6 top WHO risk factors
[which account for 43,6% of the disabilityadjusted life years (DALYs)]are modulated by
aflatoxin. Outbreaks of acute aflatoxicosis have reported from countries in Africa and Asia and
caused high morbidity and mortality. Preventing exposure to aflatoxin in developing countries
has been achieved by regulation that have required low concentration of the toxin in traded foods
and with chemoprotection, enterosorption to minimize biological exposure.

PENDAHULUAN lapisan epidermis, rambut, dan kuku akibat


sentuhan, pakaian, atau terbawa angin.
Secara umum, istilah “keracunan Senyawa beracun yang dihasilkan fungi
makanan” yang sering digunakan untuk disebut “mikotoksin”. Toksin ini dapat
menyebut gangguan yang disebabkan oleh menimbulkan gejala sakit yang terkadang
mikroorganisme, mencakup gangguan- fatal. Mikotoksin tidak terlihat, tidak berbau
gangguan yang diakibatkan termakannya dan tidak dapat dideteksi melalui bau atau
toksin (racun) yang dihasilkan organisme- rasa. Beberapa contoh mikotoksin adalah
organisme tertentu dan gangguan-gangguan Aflatoksin, Trichothecenes, Zearalone, dan
akibat terinfeksi organisme penghasil toksin. Ochratoxin A.
Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami Aflatoksin merupakan mikotoksin
pada beberapa tumbuhan dan hewan atau yang ditemukan pertama kali di Inggris pada
suatu produk metabolit toksik yang tahun 1960, saat lebih dari 10.000 ekor
dihasilkan suatu metabolisme. Selain itu, bebek dan kalkun tiba-tiba mati hanya dalam
dikenal pula dua istilah lain, yaitu waktu 1 bulan akibat keracunan Aflatoksin
“intoksikasi pangan”, yang merupakan pada tepung kacang tanah yang dijadikan
gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari pakan ternak (Williams et al., 2004).
mikroorganisme yang telah terbentuk dalam Kejadian luar biasa ini dikenal dengan nama
makanan, serta “infeksi pangan”, yang “Turkey X-disease”. Istilah “Aflatoksin”
disebabkan masuknya mikroorganisme ke sendiri diambil dari singkatan Aspergillus
dalam tubuh melalui makanan yang telah flavus yang merupakan penghasil utama
terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi racun tersebut. A. flavus termasuk jamur
tubuh terhadap mikroorganisme atau hasil- berdivisi ascomycotina. Kapang penghasil
hasil metabolismenya. Aflatoksin lainnya adalah Aspergillus
Organisme penyebab gangguan- parasiticus dan Aspergillus nomius.
gangguan tersebut dapat dikelompokkan Aflatoksin merupakan suatu fraksi kecil dari
menjadi dua, yaitu bakteri dan non-bakteri. sejumlah metabolit sekunder yang
Salah satu organisme non-bakteri adalah dihasilkan kapang tersebut dalam
kapang atau jamur. Kapang dapat metabolismenya. Aflatoksin juga disebut
menimbulkan penyakit, yang dibedakan atas sebagai hasil kegiatan fisika dan kimia dari
dua golongan, yaitu: 1. infeksi oleh fungi, corak tertentu dari jasad renik tersebut.
yang disebut “mikosis” 2. keracunan, karena Mereka mewakili suatu kelompok yang
tertelannya metabolik beracun dari fungi, secara struktural berhubungan dengan
yang disebut “mikotoksikosis”. turunan dari conmarin. (Saksono, L. 1986).
Mikotoksikosis biasanya tersebar Lebih lanjut, Aflatoksin dapat dibagi
melalui makanan, sedangkan mikosis tidak dalam 13 jenis, di antaranya yang dikenal
melalui makanan tetapi melalui kulit atau
luas adalah B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. rhinitis kronis, penyakit sistemik yang
Aflatoksin B1 dan B2 diproduksi oleh A. disebabkan oleh jamur atau kapang,
flavus dan A. parasiticus. Sedangkan penyakit kulit, alergi, aspergilosis pada
Aflatoksin G1 dan G2 hanya diproduksi oleh saluran pencernaan, mastitis dan
A. parasiticus. Aflatoksin M1 dan M2 keratomycosis. Ada dua species dari genus
berturut-turut merupakan hasil metabolisme Aspergillus yang menghasilkan senyawa
Aflatoksin B1 dan B2 dalam tubuh manusia berbahaya Aflatoxin yaitu Aspergillus flavus
dan hewan. Aflatoksin jenis ini muncul dan Aspergillus parasiticus. Aspergillus
dalam susu. Di antara semua jenis flavus dapat ditemukan di belahan dunia
Aflatoksin tersebut, Aflatoksin B1 yang beriklim panas dan lembab diantaranya
merupakan Aflatoksin yang paling beracun. afrika sub-sahara dan asia tenggara. genus
Menurut Dr. Ir Deddy Muchtadi Aspergillus dapat menyerang biji kacang
Sinar harapan, Pada tahun 1960 di Inggris tanah yang rusak atau kulitnya terkelupas.
terjadi kasus 100.000 ayam kalkun
mengalami kematian yang tidak diketahui TINJAUAN PUSTAKA
penyebabnya, sehingga penyakit tersebut Aflatoksin merupakan nama
dinamakan “Turkey X disease” dan sekelompok senyawa yang termasuk
beberapa waktu kemudian kejadian tersebut
mikotoksin, bersifat sangat toksik.
terjadi kembali di Uganda dan Kenya. Para
peneliti Inggris dari Tropical Product Aflatoksin diproduksi terutama oleh jamur
Institute menemukan bahwa penyebab Aspergillus flavus dan A. parasiticus, juga
Turkey X disease berasal dari pakan ternak
dihasilkan oleh beberapa jamur lain
yang diberikan. Dengan penelitian lebih
lanjut, ditemukan bahwa penyakit ini misalnya A. nomius (Kurtzman et al., 1987),
disebabkan oleh suatu zat hasil metabolit A. pseudotamarii (Ito et al., 2001), A.
kapang (jamur) Aspergillus flavus yang
ochraceoroseus, Aspergillus SRCC 1468,
tumbuh di kacang tanah. Aflatoxin
kemudian diresmikan menjadi nama racun Emericella astellata, dan Emericella spesies
atu micotoxin yang diambil dari singkatan SRCC 2520 (Cary et al, 2005). Kontaminasi
nama genus (Aspergillus) dan spesies aflatoksin dalam bahan makanan maupun
(flavus).
Pada tahun 1729, Michelli dapat pakan ternak lebih sering terjadi di daerah
menjelaskan genus dari Aspergillus. Species beriklim tropik dan sub tropik karena suhu
Aspergillus kurang lebih berjumlah 180 dan kelembabannya sesuai untuk
species. Kapang Aspergillus ini dapat
pertumbuhan jamur (Lanyasunya et al.,
tumbuh dengan baik dengan kadar air
minimal 80%. Aspergillus dapat 2005).
menyebabkan penyakit yang disebut Aflatoksin memiliki tingkat potensi
Aspergilosis. Hewan terserang kapang ini,
bahaya yang tinggi dibandingkan dengan
dapat menyebabkan mucotic pneumonia,
mikotoksin lain. Menurut Internasional
Agency for Research on Cancer (IARC, flavus dan A. Parasiticus, akan turun
1988 dalam Suryadi dkk., 2005), aflatoksin mutunya dan dapat membahayakan
B1 merupakan salah satu senyawa yang kesehatan ternak sehingga menghasilkan
mampu menjadi penyebab terjadinya kanker produk ternak dengan kualitas kurang baik.
pada manusia. Aflatoksin berpotensi Hal ini disebabkan kapang tersebut
karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan memproduksi metabolit toksik yang disebut
bersifat imunosupresif (Lanyasunya et al., aflatoksin (B1, B2, G1 dan G2) yang sangat
2005). Terdapat empat jenis aflatoksin yang toksik (Diener dan Davis, 1969).
telah diidentifikasi yaitu aflatoksin B1, B2, Aflatoksin yang masuk ke dalam
G1 dan G2. Aflatoksin B1 bersifat paling tubuh hewan dapat menyebabkan
toksik. Metabolisme aflatoksin B1 dapat aflatoksikosis, yaitu kerusakan pada organ
menghasilkan aflatoksin M1, sebagaimana hati. Kerusakan hati akibat aflatoksin ini
terdeteksi pada susu sapi yang pakannya juga dilaporkan terjadi pada manusia dan
mengandung aflatoksin B1(Wrather dan dapat pula menyebabkan penyakit kanker.
Sweet, 2006). Hal ini dikarenakan senyawa toksik
Kualitas pakan sangat bergantung aflatoksin mempunyai sifat karsinogenik,
dari mutu komoditas pertanian yang teratogenik dan mutagenic. Aflatoksin pada
digunakan sebagai bahan baku. Salah satu hewan dilaporkan dapat pula mengakibatkan
faktor yang secara alamiah dapat pertumbuhan ternak terganggu, kelainan
mempengaruhi mutu komoditas pertanian pada ginjal, kaki dan tulang, kerusakan
adalah serangan kapang. Keadaan ini sangat kromosom, perdarahan dan memar,
dimungkinkan oleh karena iklim tropis di kegagalan vaksinasi karena turunnya
Indonesia dengan suhu, kelembaban dan kekebalan tubuh dan dapat meninggalkan
curah hujan yang sangat cocok untuk residu pada produk ternak (Wyllie dan
berkembangbiaknya kapang, seperti Morehouse, 1977). Residu aflatoksin B1 dan
Aspergillus spp. Kapang ini dapat M1 pada produk ternak (daging ayam) rata-
berkembang cukup baik pada bahan pakan rata 0,002 ppb dan 7,364 ppb, sedangkan
seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan dalam hati ayam kadar residu aflatoksin B1
lainlain, yang merupakan substrat kapang dan M1 adalah rata-rata 0,007 ppb dan
tersebut. Pakan atau bahan pakan yang telah 12,072 ppb (Maryam, 1996).
tercemar oleh kapang, terutama Aspergillus 1. Aflatoksin
A. Sejarah penting karena akibat yang ditimbulkannya
Aflatoksin ditemukan secara tidak pada manusia, baik dalam jangka pendek
sengaja pada insiden kematian seratus ribu maupun dalam jangka panjang. Aflatoksin
ekor kalkun di suatu peternakan di Inggris mempunyai sifat karsinogenik dan
pada tahun 1960. Penyakit tersebut dikenal hepatotoksik. Sifat ini tergantung pada lama
dengan nama Turkey X Disease karena dan tingkat paparan terhadap aflatoksin.
belum diketahui penyebabnya pada waktu Konsumsi aflatoksin dosis tinggi dapat
itu. Penyebab penyakit tersebut ditemukan menyebabkan terjadinya aflatoksikosis akut
berupa sejenis toksin yang terdapat dalam yang dapat menimbulkan manifestasi
tepung kacang tanah pada ransum ternak. hepatotoksisitas atau pada kasus-kasus berat
Pengujian yang melibatkan sampel ransum dapat terjadi kematian akibat fulminant liver
ternak mengungkapkan keberadaan sejenis failure.
kapang. Toksin tersebut berasal dari
kontaminasi Aspergillus flavus pada C. Sifat dan Karakteristik
campuran ransum ternak tersebut. Nama Jenis aflatoksin dan spesies
toksin tersebut diambil dari penggalan kata penghasilnya dijelaskan pada Tabel 1.
Aspergillus flavus toksin yang disingkat Terdapat 18 jenis racun aflatoksin, empat
menjadi aflatoksin karena Aspergillus flavus yang paling kuat daya racunnya adalah
dan Aspergillus parasiticus merupakan aflatoksin B1, G1, B2, dan G2. Tahun 1988,
spesies dominan yang bertanggung jawab International Agency for Research on
atas kontaminasi aflatoksin pada tanaman Cancer menyatakan bahwa aflatoksin B1
sebelum dipanen maupun selama bersifat karsinogen (menyebabkan kanker)
penyimpanan. pada manusia. Batas maksimum kandungan
aflatoksin B1 dan aflatoksin total pada
B. Epidemiologi produk olahan jagung dan kacang tanah
Aflatoksin adalah salah satu dari adalah masingmasing 20 dan 35 ppb
substansi yang paling toksik yang dapat (Keputusan Kepala Badan POM RI No.
dijumpai secara alamiah. Keracunan oleh HK.00.05.1.1405, tahun 2004).
aflatoksin terjadi oleh karena konsumsi dari Sifat senyawa aflatoksin stabil, sulit
racun ini yang mencemari bahan makanan terurai, tidak larut dalam air, tidak rusak
dan aflatoksikosis pada manusia dilaporkan pada suhu panas. Kondisi optimum untuk
dijumpai di banyak tempat di dunia. Badan pertumbuhan kapang dan memproduksi
Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture aflatoksin yaitu: nilai water activity (Aw) >
Organization) memperkirakan bahwa 0,7 ; kelembaban (RH) > 70% dan kisaran
kontaminasi mikotoksin meliputi sekitar suhu 11-41°C dengan suhu untuk
25% dari hasil pertanian di seluruh dunia.(1) pembentukan aflatoksin maksimum sedikit
Penyakit penyakit yang disebabkan karena di bawah suhu optimum untuk pertumbuhan
mengkonsumsi aflatoksin disebut aflatoksik kapangnya yaitu 24-30°C. Suhu
osis. Ditinjau dari segi kesehatan pertumbuhan minimum dan maksimum ini
masyarakat, aflatoksin menempati tempat dipengaruhi oleh faktor lain seperti
konsentrasi oksigen, kadar air, nutrien dan G1 C17H12O7 328 244-246
lain-lain. Selain itu kapang akan G2 C17H12O7 330 237-240
M1 C17H12O7 328 299
berkembang biak pada kondisi lingkungan
M2 C17H12O7 330 293
yang tidak higienis, misalnya banyak tikus, B2A C17H12O7 330 240
serangga gudang, burung dan lain-lain, G2A C17H12O8 346 190
dapat pula terserang komoditas lain yang Tabel 2. Karakteristik Aflatoksin
sudah terserang penyakit tanaman atau
Aspergillus. Tumbuhan yang terserang D. Efek Aflatoksin terhadap
penyakit biasanya juga mengandung kesehatan manusia
aflatoksin. Jadi perkembangbiakan Aflatoksin dapat bersifat toksigenik,
Aspergillus sudah terjadi saat pertumbuhan mutagenik, teratogenik, karsinogenik, dan
komoditi di lahan petani, sampai immunosuppresif pada hewan percobaan.
penyimpanan di gudang. Aflatoksin mendapat perhatian yang lebih
Jenis Ditemukan besar daripada mikotoksin lain karena
Spesies memiliki potensi efek karsinogenik terhadap
Aflatoksin pada
Aspergillus
B1,B2 Kacang tanah, tikus uji serta efek toksisitas akut terhadap
jagung dan manusia. Pada sejumlah spesies hewan,
flavus
olahannya
Aspergillus aflatoksin dapat menyebabkan nekrosis akut,
serta
nomius sirosis, dan karsinoma hati serta berpotensi
pakannya
B1,B2,G1,G2 susu mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Aspergillus M1,M2 Tidak ada hewan yang resisten terhadap efek
parasiticus (metabolit
aflatoksin
toksik akut aflatoksin, oleh karena itu sangat
Tabel 1. Jenis kapang dan jenis aflatoksin logis jika diasumsikan bahwa manusia juga
yang dihasilkan mungkin dapat mengalami efek yang sama.
Pada kebanyakan spesies hewan, LD50
Aflatoksin B1 dan B2 dihasilkan aflatoksin berkisar antara 0,5 hingga 10
oleh Aspergillus flavus dan Aspergillus mg/kg berat badan. Sifat dan Karakteristik
parasiticus. Sedangkan aflatoksin G1 dan
aflatoksin G2 hanya dihasilkan oleh Aflatoksin mampu menyebabkan
Aspergillus parasiticus. Jika aflatoksin B1 penyakit dalam jangka panjang (kronis) dan
dan G1 masuk ke dalam tubuh hewan ternak penyakit jangka pendek (akut) bergantung
melalui pakannya, maka senyawa tersebut pada dosis dan frekuensi paparan aflatoksin.
akan dikonversi di dalam tubuh hewan Salah satu efek yang paling sering terjadi
tersebut menjadi aflatoksin M1 dan M2, ialah kehilangan sintesis protein, termasuk
yang dapat diekskresikan dalam susu dan sintesis antibodi sesuai dengan dosis
urin. paparan. Toksisitas akut terjadi tak lama
setelah mengonsumsi bahan makanan yang
Rumus Berat Titik terkontaminasi racun dengan dosis relatif
Aflatoksin
molekul molekul leleh (⸰C) besar dan yang terserang adalah hati,
B1 C17H12O6 312 268-269
B2 C17H12O6 314 286-289 pankreas, serta ginjal. Pada efek kronis,
aflatoksin menyebabkan timbulnya kanker
hati (hepatic carcinoma). Secara umum menurunkan risiko pencemaran mikotoksin
konsentrasi aflatoksin dan akibat yang pada produk pangan. Penyimpanan komoditi
ditimbulkannya dapat dilihat pada Tabel 1. pangan tersebut sebaiknya di tempat yang
kering (kelembaban rendah) dan sejuk (lebih
Kossentrasi baik jika disimpan di freezer) Untuk
Efek yang ditimbulkan
Aflatoksin mengurangi masuknya aflatoksin ke dalam
20 Levelmaksimal yang tubuh melalui pangan, sangat bijaksana jika
diijinkan untuk manusia
konsumen bersikap selektif terhadap pangan
50 Level maksimal yang
diijinkan untuk hewan yang akan dikonsumsinya, antara lain
100 Pertumbuhan lambat pada dengan menghindari mengkonsumsi pangan
usia muda yang telah berjamur, telah berubah warna,
200-400 Pertumbuhan lambat pada telah berubah rasa atau tengik. Upaya
usia tua menghindari pertumbuhan mikrobia pada
>400 Kerusakan hati dan bahan pakan bisa dilakukan dengan jalan
kanker
menjaga kelembaban yang rendah, kurang
Tabel 1. Kosentrasi Aflatoksin dan akibat
dari 80% sehingga pertumbuhan fungi akan
yang ditimbulkan
terhambat. Hindari suhu optimum untuk
Aflatoksin yang dikonsumsi secara pertumbuhan fungi A. Flavus maupun A.
terus-menerus, walaupun dalam jumlah parasiticus, yaitu 25 – 40 oC. Penyimpanan
kecil, mampu menyebabkan kanker hati, dalam keadaan kering, kira-kira kadar air
organ tubuh yang sangat penting dan juga 10-12% terhadap bahan pakan sangat
berperan dalam detoksifikasi aflatoksin itu dianjurkan. Pemilihan bahan pakan yang
sendiri. Data dari berbagai rumah sakit di baik dan utuh, terhindar dari kelukaan atau
Indonesia menunjukkan ada 20% kasus kerusakan oleh serangan hama harus
kanker hati tidak menunjukkan kaitan ditegakkan, karena serangan serangga
dengan infeksi hepatitis B maupun hepatitis merupakan predisposisi bagi pertumbuhan
C. Diduga Aflatoksin B1 memegang peran fungi pada bahan pakan tersebut. Pada
sebagai faktor pemicu mutasi P53 gen sel jagung yang terserang serangga
hati yang seterusnya menimbulkan kanker menunjukkan kandungan aflatoksin hampir
sel hati, timbul dugaan bahwa kasus kanker 90%. Hindari pH 5,5 – 7,0 yang optimum
hati itu berhubungan dengan senyawa untuk pertumbuhan A. Flavus.
karsinogen termasuk Aflatoksin B1.
F. Langkah Penanganan Aflatoksin
E. Upaya Pencegahan Aflatoksin
Berikut merupakan beberapa langkah
Produksi pangan yang benar-benar penanganan Aflatoksin, yakni :
bebas mikotoksin merupakan hal yang
a) Melakukan peningkatan manajemen
sangat sulit dilakukan. Namun, metode
bercocok tanam, penggunaan varietas
penyimpanan dan penanganan komoditi
tanaman tahan serangan kapang toksigenik
yang baik dapat meminimalkan
pada proses pra panen, serta pemilihan
pertumbuhan kapang sehingga dapat
terhadap bahan pangan yang berkualitas baik jenis racun aflatoksin, empat yang paling
dan tidak berkapang. kuat daya racunnya adalah aflatoksin B1,
b) Mendidik petani, pedagang pengumpul, G1, B2, dan G2. Aflatoksin B1 bersifat
grosir, pengecer, industri pangan dan pakan karsinogen pada manusia. Kapang A. flavus
mengenai cara penanganan pasca panen tidak selalu menghasilkan racun sehingga
kacang tanah dan jagung yang baik, melalui adanya kapang ini belum tentu memberikan
media berupa brosur, artikel pada majalah pencemaran racun aflatoksin. Aflatoksin
ilmiah populer, dan lain-lain. yang mencemari pakan ternak dapat
c) Melakukan monitoring terhadap kadar membahayakan kesehatan dan produktivitas
aflatoksin pada pangan dan pakan secara ternak. Sementara residunya pada hasil
kuantitatif dan semi kualitatif pada berbagai ternak dapat menyebabkan keracunan
tahapan. (aflatoksikosis) baik akut maupun kronis
d) Melakukan survei yang lebih luas dan pada manusia bila hasil ternak tersebut
terpadu terhadap kontaminasi aflatoksin dikonsumsi.
pada berbagai bahan pangan dan pakan di
berbagai daerah (kabupaten, provinsi) di Saran
Indonesia. 1. Bagi berbagai negara telah mencoba
e) Menangani masalah aflatoksin dengan membatasi paparan aflatoksin dengan
koordinasi berbagai pihak meliputi mengeluarkan peraturan batasan kadar
pemerintah, produsen, konsumen, praktisi, aflatoksin pada komoditi yang akan
akademisi dan peneliti. digunakan sebagai makanan dan pakan.
f) Mendistribusikan informasi yang
diperoleh dari laporan ini kepada penyuluh 2. Bagi seluruh pihak yang berkepentingan
pertanian, importir, grosir, dan pengecer (stakeholder) baik pemerintah, petani,
kacang tanah, serta industri pangan dan produsen dan konsumen pada komoditi
pakan yang berbahan baku kacang tanah dan bahan pangan dan pakan yang berpeluang
jagung. terkena cemaran aflatoksin untuk dapat
g) Mendidik konsumen untuk dapat melakukan Upaya pencegahan aflatoksin
mengenali dan tidak mengonsumsi kacang dengan sebaik-baiknya.
tanah yang tercemar aflatoksin dengan ciri
Daftar Pustaka
biji berwarna coklat kehijauan hingga
kehitaman, dan berasa pahit. Cary, J.W., M.A. Klich, and S.B. Beltz.
2005. Characterization of
G. Kesimpulan
aflatoxinproducing fungi outside of
Aspergillus sp. merupakan kapang Aspergillus section Flavi. Mycologia
yang tersebar luas di alam. Kapang ini 97 (2): 425-432.
menghasilkan racun aflatoksin yang dapat Diener, U.L. and N. Davis. 1969. Aflatoxin
mencemari bahan pangan maupun pakan formation by Aspergillus flavus. In:
ternak. Bahan pangan terutama kacang Aflatoxins goldblatt, L. A. (ed)
tanah, jagung, dan biji kapas. Terdapat 18
Academic Press, New York, USA. p.
77-105.
Ito, Y., S.W. Peterson, D.T. Wicklow, and
T. Goto. 2001. Mycological Research 105:
233-239.
Kurtzman, C.P., B.W. Horn, and C.W.
Hesseltine. 1987. Aspergillus nomius,
a new aflatoxin-producing species
related to Aspergillus flavus and
Aspergillus tamarii. Antonie van
Leeuwenhoek 53 (3):147-158.
Lanyasunya, T.P., L.W. Wamae, H.H. Musa,
O. Olowofeso, and I.K. Lokwaleput.
2005. The risk of mycotoxins
contamination of dairy feed and milk
on smallholder dairy farms in Kenya.
Pakistan Journal of Nutrition 4 (3):
162-169.
Maryam, R. 1996. Residu aflatoksin dan
metabolitnya dalam daging dan hati
ayam. Proc. Temu Ilmiah Nasional
Bidang Veteriner. Balai Penelitian
Veteriner. Bogor. hal. 336-339.
Suryadi, H., K. Maryati, dan Y. Andi. 2005.
Analisis Kuantitatif Aflatoksin dalam
Bumbu Pecel secara KLT-
Densitometri.
www.ns.ui.ac.id/seminar2005/Data/SP
F-2003.
Wyllie, T. D. and L. G. Morehouse. 1977.
Mycotoxic Fungi, Mycotoxins,
Mycotoxicosis. An Enclyclopedic
Handbook. Marcel Dekker Inc. New
York, USA. p. 174-183.

Anda mungkin juga menyukai