Anda di halaman 1dari 7

PENGGUNAAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS UNTUK

ANALISIS HIDROKUINON DALAM KRIM PEMUTIH WAJAH

Analisis hidrokuinon dalam krim pemutih wajah menggunakan


spektrofotometri UV-Vis. Prinsip dasar analisis menggunakan spektrofotometri
UV-Vis adalah pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan
berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator
prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometri UV-Vis
merupakan gabungan antara spektrofotometri Ultraviolet dan Visible (Khopkar,
2003).
Dalam analisis hidrokuinon dalam krim pemutih wajah menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap
pertama adalah preparasi sampel. Pada tahap ini sampel ditambahkan HCl 4 N
agar hidrokuinon dapat dipisahkan dari senyawa lain yang terdapat dalam krim
pemutih dan memberikan suasana asam. Pemilihan HCl 4 N sebagai senyawa
pemisah berdasarkan pada rendemen yang dihasilkan, semakin tinggi konsentrasi
HCl maka rendemen yang dihasilkan semakin rendah rendemen yang dihasilkan
begitu juga sebaliknya semakin rendah konsentrasi maka rendemen yang
dihasilkan akan semakin besar (Dafit Edison, 2013). Oleh karena itu, digunakan
HCl 4 N untuk memisahkan hidrokuinon dalam sampel. Kemudian ditambahkan
o
etanol 96 % dan dipanaskan pada suhu 80 C di atas hot plate untuk
mempermudah melarutkan hidrokuinon. Pemilihan etanol 96 % sebagai pelarut
adalah untuk menghasilkan senyawa hidrokuinon yang murni sehingga mudah
untuk dianalisis (Vivin Restu Anggraini, 2013). Kemudian larutan sampel
disaring menggunakan kertas saring, penyaringan dilakukan untuk menghilangkan
partikel padat atau kotoran yang memungkinkan dapat mempengaruhi daya
absorbansi sampel. Hasil penyaringan dimasukkan kedalam labu takar kemudian
ditambahkan etanol sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen (Niken
Feladita dkk, 2016).
Salah satu syarat analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah
senyawa yang dianalisis harus berwarna. Oleh karena itu larutan sampel yang

11
12

harus dikomplekskan terlebih dahulu dengan cara mencampurkan larutan sampel


dengan larutan Fe3+ dan pereaksi o-phenanthroline dalam suasana asam. Reaksi
yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 3.2

2Fe3+ + HO OH 2Fe2+ + O O + 2H2+

Hidrokuinon Kuinon

N N
2+ 2+
3 + Fe Fe
N

3
2+
o-Phenanthroline Senyawa Kompleks [(C 12H8 N2 )3 Fe]

Gambar 3.1 Reaksi Pembentukan Senyawa Kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+

Pada saat pencampuran larutan sampel dengan larutan Fe3+ dan pereaksi o-
phenanthroline dalam suasana asam terjadi 2 tahap reaksi, yang pertama adalah
reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dengan bantuan hidrokuinon sebagai agen
pereduksi dan mengoksidasi hidrokuinon menjadi kuinon. Kemudian reaksi yang
kedua adalah reaksi pembentukan senyawa kompleks yang terjadi antara pereaksi
o-phenanthroline dengan Fe2+ membentuk senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+
berwarna merah. Tujuan pencampuran dalam suasana asam adalah untuk
mencegah terbentuknya garam Fe (Endra Sendana, 2013).
Tahap kedua adalah penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks).
Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi sampel menggunakan spektrofotometri
UV-Vis dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks) terlebih
dahulu. Penentuan λmaks bertujuan untuk mengetahui serapan maksimum dari
senyawa. Penentuan λmaks sangat perlu dilakukan karena pada panjang gelombang
13

maksimum serapan senyawa paling maksimum sehingga panjang gelombang


paling panjang, akan terbentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut
hukum Lambert-Beer akan terpenuhi (Abdul Rohman, 2007). Penentuan panjang
gelombang maksimum senyawa dilakukan dengan menggunakan tiga konsentrasi
larutan baku yang berbeda yaitu 0,5 ppm; 1,5 ppm; dan 2,5 ppm dengan tujuan
untuk mengetahui repeatabilitas dari metode yang digunakan. Pengukuran
panjang gelombang serapan maksimum kompleks warna diukur pada rentang
panjang gelombang 450 nm - 550 nm (Niken Feladita, 2016).

Keterangan : A = konsentrasi 2,5 ppm; serapan 0,720; λmaks 510 nm


B = konsentrasi 1,5 ppm; serapan 0,487; λmaks 510 nm
C = konsentrasi 0,5 ppm; serapan 0,267; λmaks 510 nm

Gambar 3.2 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)

Berdasarkan (Gambar 3.2) dapat dilihat bahwa panjang gelombang maksimum


untuk hidrokuinon adalah 510 nm. Hasil tersebut sesuai dengan yang dikatakan
oleh Agoes (2008), panjang gelombang maksimum untuk hidrokuinon adalah 510
nm. Hal ini menjukkan bahwa metode ini memiliki repeatabilitas yang baik.
14

Tahap ketiga adalah penetuan Operating Time (OT). Penentuan OT


bertujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh senyawa berwarna untuk
memperoleh serapan yang stabil dan maksimum. Penentuan OT sangat penting
dalam pengukuran dengan metode spektrofotometri UV-Vis karena warna yang
dihasilkan dalam reaksi tidak selamanya stabil. OT ditentukan dengan mengukur
hubungan antara waktu pengukuran dengan serapan larutan (Abdul Rohman,
2007). Penetuan OT dilakukan pada larutan baku hidrokuinon yang telah
dikomplekskan dengan konsentrasi 1,5 ppm. Kemudian serapan diukur pada
panjang gelombang maksimum yaitu 510 nm selama 30 menit. Hasil penentuan
OT yang telah dilakukan Niken Feladita dapat dilihat pada kurva Gambar 3.3

Gambar 3.3 Kurva Hasil Penentuan Operating Time (OT) pada panjang gelombang 510 nm

Berdasarkan kurva hasil penentuam operating time (OT) terlihat bahwa serapan
warna yang dihasilkan telah stabil dari menit ke-0 sampai menit ke-30 dengan
serapan 0,491. Kestabilan warna ini menandakan bahwa reaksi pembentukan
warna senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ sudah optimum. Hasil pengukuran OT
ini akan digunakan untuk mengukur absorbansi sampel (Endra Sendana, 2013).
15

Tahap keempat adalah pembuatan kurva kalibrasi larutan hidrokuinon


dengan konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; ppm. Tujuan pembuatan kurva kalibrasi
adalah untuk mengetahui linieritas hubungan antara konsentrasi larutan standar
dengan absorbansinya. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara
mengukur absorbansi hidrokuinon pada panjang gelombang 510 nm dengan
konsentrasi yang berbeda. Hasil pengukuran absorbansi hidrokuinon yang telah
dilakukan Niken Feladita dihasilkan data sebagai berikut :

Tabel 3.1 Hasil Pengukuran Absorbansi Hidrokuinon


No Konsentrasi (ppm) Absorbansi (A)
1. 0,5 0,254
2. 1,0 0,342
3. 1,5 0,443
4. 2,0 0,589
5. 2,5 0,754

Berdasarkan data pada (Tabel 3.1) kemudian dibuat kurva kalibrasi. Kurva
kalibrasi merupakan suatu kurva untuk menghitung kadar senyawa secara tidak
langsung, yaitu dengan meregresikan nilai absorbansi dan konsentrasi kedalam
persamaan garis kurva kalibrasi y = ax + b, dimana y = absorbansi dan x =
konsentrasi (Eka, 2007). Sehingga dari data (Tabel 3.1) menghasilkan kurva
kalibrasi sebagai berikut :
16

Kurva Kalibrasi Hidrokuinon


0.8 y = 0.2494x + 0.1023
0.7 R² = 0.9818
A
0.6
b
s 0.5
o 0.4
r 0.3 Absorbansi (A)
b 0.2 Linear (Absorbansi (A))
a
n 0.1
s 0
0 1 2 3

Konsentrasi (ppm)

Gambar 3.4 Kurva Kalibrasi Hidrokuinon

Berdasarkan (Gambar 3.4) didapatkan bahwa hubungan antara konsentrasi dan


absorbansi larutan mempunyai pola linear. Hubungan kedua parameter tersebut
mempunyai persamaan y = 0,2494x + 0,1023, dengan nilai korelasi (r) = 0,9818.
Artinya, setiap peningkatan konsentrasi diikuti oleh meningkatnya nilai
absorbansi. Menurut Eka (2007) hasil pengukuran yang baik memiliki nilai
korelasi 1, dengan demikian jika nilai korelasi 0,9818 maka dapat dinyatakan
bahwa hasil pengukuran baik karena mendekati 1.
Tahap terakhir yang dilakukan untuk menganalisis hidrokuinon dalam
krim pemutih wajah dengan spektrofotometri UV-Vis melakukan pengukuran
terhadap larutan sampel yang telah dibuat pada tahap prepasi. Larutan sampel
diukur absorbansinya selama 30 menit dengan panjang gelombang 510 nm.
Pengukuran absorbansi terhadap larutan sampel dilakukan sebanyak 7 kali
pengulangan. Pengulangan ini bertujuan untuk mendapatkan taksiran yang lebih
baik saat dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran absorbansi larutan sampel
yang telah dilakukan oleh Niken Feladita dapat dilihat pada Tabel 3.2
17

Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Sampel


Pengulangan Absorbansi (A) Absorbansi rata-rata (A)
1 0,550
2 0,556
3 0,555
4 0,555 0,556
5 0,556
6 0,560
7 0,561

Berdasarkan (Tabel 3.2) diperoleh nilai absorbansi rata-rata sebesar 0,556. Nilai
ini diperoleh dengan cara menjumlahkan semua nilai absorbansi yang didapat
selama proses pengukuran dan dibagi dengan banyak pengulangan. Untuk
menganalisis hidrokuionon didalam sampel digunakan persamaan regresi linear y
= ax + b. Dari (Gambar 3.4) diketahui perasamaan regresi y = 0,2494x + 0,1023.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan oleh Niken Feladita didapatkan kadar
hidrokuinon didalam sampel sebesar 1,8 %. Hasil tersebut masih dikategorikan
aman untuk digunakan karena masih memenuhi persyaratan pada publik
warning/peringatan nomor KH.00.01.432.6081 tahun 2007 yang menyatakan
kadar hidrokuinon dalam krim pemutih wajah tidak boleh lebih dari 2% (Niken
Feladita, 2016).

Simpulan

Analisis hidrokuinon dalam krim pemutih dapat dilakukan dengan metode


spektrofotometri UV-Vis dengan mengukur absorbansi hidrokuinon pada panjang
gelombang 510 nm. Hidrokuinon dikomplekskan dengan bantuan larutan Fe3+ dan
pereaksi o-phenanthroline yang menghasilkan warna merah. Analisis hidrokuinon
menggunakan persamaan regresi y = ax + b.

Anda mungkin juga menyukai