Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Euthasia (Mempercepat Kematian)


Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Pembelajaran Masailul Fiqiyah
Dosen Pengampu : Akhmad Syahid, M.Kom.I

Disusun oleh :

Dewi rintania (1904012009)

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) METRO

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahi robil alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Dengan kesempatan ini, kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Akhmad Syahid, M.Kom.I selaku dosen pengampu matakuliah masailul fiqiyah
2. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan semangat kepada kami.
3. Semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan-bantuan.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
sehingga pembuatan makalah yang akan datang dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Metro, Mei 2022

Dewi rintania

ii
DAFTAR ISI

A. Cover.......................................................................................................................i
B. Kata pengantar......................................................................................................ii
C. Daftar isi.................................................................................................................iii
D. BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
a. Latar belakang...........................................................................................1
b. Rumusan masalah......................................................................................2
c. Tujuan.........................................................................................................2
E. BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
a. Pengertian euthanasia...............................................................................3
b. Jenis-jenis Euthanasia...............................................................................4
c. Berbagai bentuk Euthanasia....................................................................5
d. Euthanasia dalam dunia kedokteran.......................................................6
e. Euthanasia dalam pengaturan Hukum pidana Indonesia.....................7
f. Konsep Euthanasia dalam hukum Islam.................................................10
F. BAB III PENUTUP...............................................................................................15
a. Kesimpulan.................................................................................................15
b. Saran dan kritik ........................................................................................15
G. DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Membunuh adalah pekerjaan yang dibuat untuk memiliki pilihan untuk membantu
seseorang dalam mempercepat kematiannya secara efektif karena kegagalan untuk melewati
yang ringan dan tidak ada keinginan untuk hidup atau sedang diperbaiki. Hal ini
menimbulkan perdebatan tentang masalah moral pembunuhan (cara berperilaku yang
disengaja dan sadar untuk menyelesaikan keberadaan seseorang yang mengalami penyakit
serius) tidak hanya umum diteliti di dunia klinis, tetapi telah memasuki seluruh dunia,
terutama peneliti Islam.
Setiap makhlukhidup, termasuk manusia, itu akan menghadapi sikluskehidupan
sehari-hari yang dimulai dri perjalanan asal mula, kelahiran, kehidupandi planet ini dengan
berbagai persoalannya dandiakhiri dengan kematian. Dari berbagai siklus kehidupandi atas,
kematianadalah salah satu yang sebenarnya mengandung rahasia yang sangat besar. Sampai
saat ini kematian adalah rahasia terbaik dan sains tidak memiliki pilihan untuk
melepaskannya. Tanggapan utama dapat diakses dalam pelajaran yang ketat. Lulus sebagai
akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini, adalah hak Tuhan. Tak seorang pun memiliki
hak istimewa untuk menunda sedetik pun saat kematiannya, termasukmempercepat saat
kematiannya.
Saat ini, ada banyak sekali isu dan isu yang sering muncul ditengah kehidupan
individu yang semakin berkembang dan tidak sedikit dari mereka yng merasa kesulitan untuk
mngatasi isu-isu tersebut dan mengendalikan pergantian peristiwa tersebut. Sebuah model
substansial dalam unsur-unsur kehidupan yang mengalami peningkatan sangat cepat adalah
kemajuan di bidangilmu klinis, hal ini dibuktikan dengan perubahan yang sangat cepat dalam
masalah kehidupan sosial dan sosial manusia. Merupakan akibat langsung dari perbaikan
mekanis di bidang klinis bahwa spesialis dan pekerja kesejahteraan lainnya menghadapi
berbagai masalah yang sangat signifikan jika dilihat dari perspektif moral dan yuridis.

1
Masalah yang mereka hadapi meliputi: transplantasiorgan manusia, kloning, IVF, terminasi
dini, pembunuhan dan banyak lainnya. Dari masalah di atas, pemusnahan yang disengaja
adalah keputusan yang benar-benar menantang bagi fakultas klinis dan mereka yang
berkepentingan. Hingga saat ini, persoalan tersebut masih menjadi perbincangan, baik dari
para ahli di bidang agamamaupun pengobatan, yang masih belum ada pengaturannya.

Dengan adanya informasi yang kompleks dan terkini, para ahli dapat
memperkirakan penyakit yang ada pda seseorang untuk memiliki pilihan untuk sembuh
total, sembuh lebih lama atau mungkin tidak tertolong lagi. Ketikaharapan menyatakan
bahwa penyakit yangdiderita pasien serius, maka pada saat itu muncul di otak bahwa
segala upaya yang akan dilakukan akan sia-siadan hanya akan menghabiskan banyak
biaya, membuat kerinduan. mengakhiri hidupnya. Usaha atau kegiatan untuk
mempercepat kematian untuk mengakhiri mengalami karena sakit disebut pembunuhan.
Inovasi klinis adalah inovasi yang secara langsung berhubungan dengan keberadaan dan
kematian manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksudkan dengan euthanasia?
2. Apakah bentuk-bentuk dari euthanasia?
3. Apakah jenis-jenis dari euthanasia?
4. Bagaimana euthanasia dalam dunia kedokteran?
5. Bagaimana euthanasia dalam peraturan hukum Islam?
6. Bagaimana konsep euthanasia dalam Islam?
C. TUJUAN
1. Untuk menjelaskan tentang pengertian dari euthanasia.
2. Untuk menjelaskan bentuk-bentuk euthanasia dalam dunia kedokteran.
3. Untuk menjelaskan tentang jenis-jenis dari tindakan euthanasia.
4. Untuk menjelaskan euthanasia dalam dunia kedokteran.
5. Untuk mengetahui bagaimana konsep euthanasia dalam Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Euthanasia

Istilah pembunuhan berasal darikata Yunani (eu) dan (thanatos). Kata eu


menyiratkan indah, agung, terhormat,atau mulus dan tenang, sedangkan thanatos
menyiratkan bangkai, mati. Jadi secara etimologis, pemusnahan yang disengaja dapat
diartikan sebagai passing yang layak. Seorang penulis esai Romawi bernama Seutonis,
dalam bukunya Vitaceasarum, mengatakan bahwa pemusnahan yang disengaja berarti
"lewat cepat tanpa siksaan".

Untuk mendapatkan istilah Philo, ahli logika terkenal (50-20SM), pemusnahan


yang disengaja adalah kematian yang tenang dan hebat. Sedangkan dalam penelitian St.
Thomas, pemusnahan yang disengaja adalah suatu bentuk mengakhiri keberadaan
individu yang putus asa tanpa syarat dan dengan menghentikan makan atau dengan
minum racun yng melenyapkan. Sejak seribu sembilan ratus tahun, istilah pemusnahan
yang disengaja telah digunakan untuk menunjukkan penghindaran siksaan dan bantuan
umum bagi mereka yang menghadapi kematian dengan bantuan seorang spesialis.
Menurut istilah klinis, pemusnahan yang disengaja menyiratkan demonstrasi mengurangi
penderitaan atau pengalaman yang dialami oleh seseorang yang akan meninggal. Ini juga
berarti terburu-buru kematian seseorang dalam penderitaan yang luar biasa dan bertahan
sebelum kematiannya. Penggunaan istilah pembunuhan mencakup tiga kelas, untuk lebih
spesifiknya:
1. Penggunaan terbatas
Dari perspektif terbatas, pembunuhan digunakan untuk demonstrasi menjaga diri
dari kejengkelan mengalami meskipun kematian. Untuk situasi ini, membunuh berarti
pengobatan klinis yang ditujukan untuk memusnahkan kelangsungan hidup yang dapat
dicegah selama pengobatan tersebut tidak berjuang dengan pedoman yang sah, moral,
atau standar yang sesuai.
2. Penggunaan yang lebih luas

3
Secara lebih komprehensif, istilah pembunuhan digunakan untuk pengobatan
yang menghindari siksaan dalam bertahan dengan bahaya memperpendek dampak
kehidupan.
3. Penggunaan terbesar
Dalam penggunaan yang paling luas dan luas ini, membunuh berarti
memperpendek hidup yang umumnya tidak dipandang sebagai efek sekunder, tetapi
sebagai kegiatan untuk meringankan penderitaan si pasien.
Sesuai dengan kumpulan prinsip klinis Indonesia, kata pemusnahan yang
disengaja digunakan dalam tiga deteksi:
1. Bergerak menuju alam agung dengan lancar dan amantanpa
kesengsaraan, bagi orang-orang yang menerima dengan menyebut nama
Allah dibibir.
2. Jaman kehidupan akanberakhir, ketahanan orang yang musnah terasa
lebih baik dengan memberinya obat penenang.
3. Menyelesaikan siksaan dan kehidupan individu yang dimusnahkan
dengan sengaja sesuai dengan pasien itu sendiri dan orang yang
dicintainya.
B. Jenis-jenis Euthanasia

Dalam praktik klinis, ada dua jenis euthanasia, khususnya:


1. Euthanasia Aktif
Pemusnahan disengaja dinamis adalah demonstrasi spesialis mempercepat
kematian pasiendengan memberikan infus ke dalam tubuhpasien. Infus diberikan bila
kondisi infeksi pasien sangat parah atau telah mencapai stadium akhir, yang menurut
perhitungan klinis saat ini tidak memungkinkan untuk sembuh atau berlangsung
lama. Penjelasan bahwa para ahli kebanyakan lebih lanjut adalah bahwa pengobatan
yang diberikanhanya akan menunda penderitaan pasien dan tidak akan mengurangi
kejengkelan yang sampai sekarang sudahparah. Contoh pemusnahan yang disengaja
secara dinamis, misalnya ada seseorang yang mengalami pertumbuhan ganas yang
berbahaya dengan siksaan yang tak tertahankan sehingga pasien sering pingsan.
Untuk situasi ini, spesialis menerima individu yang bersangkutan akan menendang

4
ember. Kemudian dokter memberinya porsi tinggi (kekenyangan) yang ternyata
meredakan kejengkelan, namun sekaligus menghentikan napasnya.

2. Euthanasia Pasif
Sehubungan dengan pemusnahan yang disengaja, adalah kegiatan spesialis untuk
menghentikan terapi pasien yang benar-benar sakit, yang secara restoratif sulit untuk
diperbaiki. Akhir dari perawatan ini berarti mempercepatkematian si pasien.
Penjelasan yng umumnya dikemukakan oleh dokter spesialis adalah dengan alasan
bahwa kondisi keuangan pasien terbatas, sementara aset yang dibutuhkan untuk
pengobatan sangat tinggi, sedangkan kemampuan pengobatan menurut perkiraan
dokter saat ini tidak memungkinkan. Ada berbagai aktivitas yang dapat didelegasikan
untuk pembunuhan terpisah, khususnya aktivitas spesialis yang menghentikan terapi
untuk pasien yang menurut eksplorasi klinis masih dapat dipulihkan. Penjelasan yang
diberikan oleh para spesialis pada umumnya adalah kegagalan pasien menurut
perspektif keuangan, yang tidak pernah lagi dapat menanggung biaya perawatan yang
sangat signifikan. Contoh-contoh pemusnahan yang disengaja secara laten, misalnya,
pada dasarnya adalah pasien penyakit yang sakit, orang-orang yang musnah yang
sekarang dalam keadaan seperti kesurupan, karena malapetaka bagi pikiran yang
tidak mengharapkan pemulihan. Atau sebaliknya orang yng terkena penyakit paru-
paru yang jika tidakdiobati dapat membunuh korbannya. Dalam kondisi seperti itu,
jika pengobatn untuknya dihentikan, mempercepat kematiannya akan mampu.

C. Berbagai bentuk Euthanasia


1. Pembunuhan yang tidak dipalsukan
Ini adalah upaya untuk memfasilitasi kematian seseorang tanpa
memperpendek hidupnya. Ini menggabungkan semua pertimbangan dan
pertimbangan damai dengan tujuan bahwa individu yang bersangkutan dapat
menendang ember dengan baik.
2. Pemusnahan yang disengaja secara laten
Jika tidak menggunakan semua prosedur klinis yang mungkin yang benar-
benar tersedia untuk memperpanjang hidup
3. Pemusnahan yang disengaja secara terbalik

5
Ini adalah upaya untuk meringankan passing dengan efek insidental bahwa
pasien mungkin menendang ember lebih cepat. Ini menggabungkan organisasi
berbagai macam obat opiat, hipnotik8, dan analgesik yang mungkin benar-benar
mempersingkat hidup terlepas dari apakah itu bertujuan.
4. Pemusnahan yang disengaja secara dinamis (pembunuhan kebajikan)
Apakah perjalanan kematian dikurangi dengan memperpendek hidup dengan
cara segera tanpa akhir. Dalam pembunuhan dinamis, masih penting untuk mengenali
apakah si pasien membutuhkannya, tidak membutuhkannya, atau tidakdalam keadaan
di mana keinginannya dapatdiketahui.

D. Euthanasia dalam Dunia Kedokteran


Kewajiban ahli dari para spesialis sangat terhormat dalam pemberiannya
kepada orang-orang secara individu dan kewajiban spesialis menjadi semakin berat
karena kemajuan yang dicapai oleh ilmu klinis. Selanjutnya, setiap dokter spesialis
perlu memenuhi moral klinis, sehingga keagungan panggilan dokter spesialis tetap
terjaga dengan baik. Hal ini diakui oleh para ahli di seluruh dunia, dan hampir setiap
negara memiliki seperangkat prinsip klinisnya sendiri. Sebagai aturan umum,
seperangkat prinsip tergantung pada janji Hipokrates yang dirumuskan kembali dalam
proklamasi oleh Asosiasi Medis Dunia di London pada Oktober 1949 dan diperiksa
kembali pada pertemuan hubungan ke-22 di Sydney pada Agustus 1968.
Khusus untuk Indonesia, penjelasan tersebut secara eksplisit diingatkan untuk
Kode Etik KedokteranIndonesia, yang mulai berlaku pada tanggal 29 Oktober1969,
dengan KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia tentang: Pernyataan
Keabsahan Kode EtikKedokteran Indonesia, tanggal 23 Oktober1969. Kode Etik
KedokteranIndonesia dibuat berdasarkan Peraturan Menteri KesehatanRepublik
Indonesia tanggal 30 Agustus1969 Nomor 55/WSKN/1969. Semua gerakan yang
diprakarsai oleh spesialis kepada pasiendengan niat penuh untuk menjaga
kesejahteraan dan kegembiraan mereka. Tanpa orang lain dia harus memberikan
bantuan untuk mengikuti keberadaan manusia selamanya. Meskipun dalam beberapa
kasus ia terpaksa melakukan tugas yang sangat berbahaya, langkah ini dilakukan
setelah berpikir dengan hati-hati bahwa tidak ada metode alternatif untuk

6
menyelamatkan nyawa, sehingga pasien dapat menghindari bahaya kematian.
Padahal kegiatan tersebut mengandung banyak bahaya. Oleh karena itu, sebelum
memulai kegiatan, sangat penting untuk memiliki pernyataan persetujuan yang
tersusun dari pasien dan keluarganya.
Karena dorongan manusia yang paling mendasar adalah untuk mengikuti
hidupnya, dan ini juga merupakan salah satu kewajiban seorang spesialis, sesuai
dengan moral klinis, spesialis tidak diizinkan untuk menyelesaikan sesuatu:

a. Terminasi dini (pengangkatan janin provokatus)


Tidak hanya di dunia klinis, kebetulan saja, masalah provocatus pengangkatan janin
juga dibatasi dalam peraturan pidana kita. Sebagai contoh, kita dapat menemukan
dalam Pasal 346KUHP, yang menyatakan sebagaiberikut: "Seorang wanita yang
dengan sengaja memperpendek atau mengakhiri kehamilannya atau memerintahkan
orang lain untuk melakukannya diancam denganpidana kurungan paling lama empat
tahun". Meskipun provocatus pengangkatan janin adalah tindakan yang ditolak,
bagaimanapun juga dapat dilakukan oleh spesialis, dengan pemikiran untuk perawatan
dan menganggap demonstrasi adalah cara terbaik untuk menyelamatkan jiwa ibu dari
risiko kematian. . Pilihan untuk melakukan aborsi dini harus dilakukan oleh sekitar dua
spesialis, dengan persetujuan ibu hamil dan pasangannya, atau kerabat terdekatnya.
Pengangkatan janin semacam ini disebutsebagai : terminasi dini provocatus
terapeutikus.

b. Mengakhiri keberadaan seorang pasien, yng menurut ilmu danpengalaman mungkin


tidak akan bisa diredakan lagi(Euthanasia).
Karena sabar itu dahsyat, maka tak terbayangkan bagi pasien yang
penyakitnya kini sudah tak berpengharapan, habislah meminta nyawanya. Sampai saat
ini, tidak setiap orang menetapkan pedoman pembunuhan. Spesialis juga. Pada
umumnya, pertemuan yang membatasi mengemukakan alasan yang dimulai menurut
perspektif yang ketat. Secara umum, perkumpulan ini menyatakan bahwa semua yang
mampu dilakukan manusia pasti dibuat oleh Tuhan danharus ditanggung oleh manusia,
karena mengandung makna dan alasan tertentu. Konsekuensinya, hal itu menyiratkan

7
bahwa pengalaman seseorang pada penyakit yang dialaminya, meskipun keadaan itu
tidak diragukan lagi adalah kehendak Tuhan. Oleh karena itu, menyelesaikan
keberadaan seseorang yang menerimapendahuluan Tuhan tentu tidak didukung.

E. Euthanasia Dalam Pengaturan Hukum PidanaIndonesia


Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, pembunuhan merupakan
suatu demonstrasi yang tidak sah, hal ini seharusnya terlihat dalam peraturan dan
pedoman yang berlaku, khususnya Pasal 344 KUHP yang menyatakan bahwa
“Barangsiapa mengakhiri keberadaan orang lain atas ajakan orang sendiri, yang ia
menyatakan dengan jelas dan tulus, akan dihukum dengan penahanan paling ekstrim
selama 12 tahun." Demikian juga sangat mungkin ditemukan dalam pedoman pasal
338, 340, 345, dan 359KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur
delik dalam pembuktian pemusnahan dengan sengaja.
Akibatnya, secara resmi hukum yang berlaku di negara kita tidak
mengizinkan pembunuhan oleh siapa pun.

Pengurus Umum Ikatan DokterIndonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam


proklamasi yang disebarkan majalah Tempo, Selasa, 5 Oktober2004, menyatakan
bahwa: pemusnahan dengan sengaja atau "membunuh tanpa siksaan" belum lama ini.
telah diakui dalam kualitas dan standar yang diciptakan dalam budaya Indonesia. .
Pembunuhan sampai saat ini tidak sesuai dengan moral yang dianut oleh negara dan
menyalahgunakan peraturan positif yang masih berlaku, khususnya KUHP.

Munculnya keuntungan dan kerugian seputar masalah pembunuhan adalah


beban bagi para ahli hukum. Karena pada masalah "keabsahan" masalah
pembunuhan akan berakhir. Kejelasan tentang sejauh mana peraturan positif
(pidana) memberikan pedoman/pedoman tentang masalah pembunuhan akan sangat
membantu daerah setempat dalam menyelesaikan masalah ini. Terutama di tengah
kekacauan sosial karena berkembangnya sisi positif dan negatif terkait
legitimasinya. Perlu diperhatikan bahwa dalam peraturan yuridis formal pidana
positif di Indonesia hanya ada 2 jenis pemusnahan yang disengaja, yaitu
pembunuhan yang dilakukan sesuai dengan pasien/korban itusendiri dan
pembunuhan yang dilakukan dengansengaja dengan memberhentikan pasien/korban

8
secara tegas. diatur dalam Pasal 344. juga, 304KUHP. Pasal 344KUHP dengan
tegas menyatakan:
"Siapa pun yang mengambil kehidupan orang lain sejalan dengan individu
itu sendiri, yang dengan jelas diungkapkan dengan sungguh-sungguh, dirusak
dengan penahanan paling ekstrem selama dua belas tahun."
Sementara itu, Pasal 304 KUHP menyatakan:
“Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang
dalam keadaan pikiran yang sengsara, meskipun menurut undang-undang yang
berlaku baginya atau karena pengertiannya ia berkewajiban untuk memberikan
kehidupan, pemeliharaan atau pemeliharaankepada orang itu, dikompromikan
dengan kurungan paling lama dua tahun delapan bulan atau denda palingbanyak
empat bulan ribu 500 rupiah.
Dari pasaltersebut, cenderung beralasan bahwa seseorang tidak boleh
membunuh orang lain, meskipun pembunuhan itu dilakukan atas dasar izin itu dan
sejalan dengan orang itusendiri. Sulit untuk membayangkanseseorang yang pergi ke
hati "membunuh" ataudengan demikian "mengakhiri hidup" orang lain, terutama
mereka yang mereka kenal atau yang membutuhkan bantuan, sejalan dengan
individu yang dirujuk yang sedang mengalami penyakit serius yang sebenarnya,
karena contoh. Akan lebih merepotkan jika ini juga terkait dengan masalah moral
dan kemanusiaan. Bagaimanapun, mulai sekarang, untuk alasan yang tidak
diketahui, bukan tidak mungkin masalah mengakhiri keberadaan orang lainyang
sangat dia sayangi atau yang harus ditolong ataumembiarkan nyawanya diambil
dengan kematian sesuai dengan hukum yang berlaku. individu yang bersangkutan,
akan sulit untuk menjauh.

Mulai dari pengaturan Pasal 344 dan Pasal 304 KUHP, beralasan bahwa
pembunuhan dengan sengaja menimbulkan kekekalan dan sejalan dengan orang yang
bersangkutan, pelakunya masih layak untuk dihukum. Dengan demikian, dalam
kaitannya dengan regulasi positif di Indonesia, pembunuhan masih dipandang
sebagai demonstrasi yang dibatasi. Akibatnya, dalam kaitannya dengan regulasi
positif di Indonesia, tidak masuk akal untuk mengharapkan "mengakhiri hidup
seseorang" bahkan sejalan dengan individu itu sendiri. Demonstrasi tersebut masih

9
memenuhi syarat sebagai tindakan pelanggar hukum, khususnya sebagai demonstrasi
yang dikompromikan dengan disiplin bagi orang-orang yang mengabaikan
penyangkalan. Bahwa seseorang yang telah mengabaikan standar peraturan pidana,
harus mendapatkan disiplin yang setara dengan tanggung jawabnya, untuk
kesejahteraan daerah dan kepentingan orang yng diadili, bahwa dia harus
diperlakukansedemikian rupa sehingga orang yang jujur tidak mendapatkan
penolakan, atau sebaliknya jika untuk memastikan dia adalah penjahat, jika dia
ditolak. dia mendapat disiplin yang terlalu serius, berat sebelah dari tanggung
jawabnya.

F. Konsep Euthanasia dalam Hukum Islam


Perdebatan mengenai masalah moral pembunuhan (cara berperilaku yang
disengaja dan disadari untuk mengakhiri keberadaan seseorang yang mengalami
penyakit putus asa) tidak hanya diteliti secara luas di dunia klinis, namun telah
menyebar ke mana-mana, terutamapara peneliti Islam. . Isu pembunuhan umumnya
muncul, sedikit karena fakta bahwa pelatihan tidak hanya mencakup perenungan
hidup dan berlalu. Bagaimanapun, ini mencakup perenungan, sentimen, dan moral
klinis yang sah. Selama jenis penyakit pada orang terus berkembang dan
pengobatan dianggap mustahil (terutama dengan tingkat penularan yang lebih
tinggi), ahli klinis dan hukum mulai memeriksa kemungkinan hasil pembunuhan.

Pemusnahan yang disengaja, seperti membunuh pasien yang bertahan lama


tanpa menyelesaikan penderitaan mereka dengan cara apa pun. Secara keseluruhan,
pengobatan siksaan atau penderitaan yang tiada henti seharusnya tidak hanya dapat
dilakukan dengan membunuh, tetapi juga dapat dilakukan dengan pengobatan yang
berbeda. Jelas, elemen ketat akan secara signifikan menentukan disposisi individu
terhadap kejengkelan dan lebih jauh lagi siksaan yang dihadapinya. Cara berpikir
Buddhis berpendapat bahwa kejengkelan berasal dari ketidakpuasan. Bagi umat
Hindu yang percaya bahwa kejengkelan (siksaan tanpa henti didapat daribahasa
Latinpoena) berarti siksaan, mereka akan merasakan siksaan yang melebihi
pengalaman sebagai Tuhan pendahuluan Muslim atau bahkan prosespembersihan

10
diri sebelum menghadap-Nya.

Ketika orang-orang yng ahli dalam membunuh menganggap bahwa


kesempatan untuk melakukan apa pun pada diri sendiri adalah tujuan utamabagi
orang-orang yng sangat mampu. Sama seperti saya memiliki hak istimewa untuk
memilih perahu untuk berlayar, atau rumah untuk ditinggali, saya juga memiliki
pilihan untk memilih kematian untukmeninggalkan kehidupan ini. Jadi Islam tidak
sesuai dengan cara berpikir ini. Islam memandang hak seseorang untuk hidup dan
hidup, namun hak ini merupakan anugerah dari Allah SWT kepada manusia. Hanya
Allah SWT yangdapat memutuskan kapan seseorang dikandung dan kapan dia siap.
Bagi individu yang mengalami apapun struktur dan tingkatannya, Islam tidak
melegitimasi mengambil kehidupan yang layak melalui tindakan pembunuhan,
apalagi penghancuran diri.
Islam akan mengharapkan bahwa setiap orang Muslim harus terus berharap
meskipun setiap kegagalan. Karena seorang penyembah dibuat dengan tegas untuk
berperang, untuk tidak berdiam diri, dan untuk berperang bukan untuk lari.
Keyakinan dan wawasannya tidak memungkinkan dia untuk lepas landas dari bidang
kehidupan. Untuk setiap penyembah memiliki kekayaan yang tak ada habisnya,
khususnya senjata kepercayaan diri dan banyak akal. Tidak sedikit gagasan bagi para
korban untuk bersabar dan bertahan dengan tujuan menuju diri sendiri kepada Yang
Maha Kuasa. Untuk melepaskan siksaan dari seorang Muslim, Nabi Muhammad
diberi penghiburan. Dengan idiomnya, jika seseorang disayang Tuhan, ia akan
dihadapkan dengan berbagai pendahuluan. Lain halnya dengan orang-orang yang
tidak menelusuri berbagai pilihan dalam mengalahkan kesabaran dan keputusasaan,
Islam memberikan jalan keluar dengan menjanjikan keagungan dan kemurahan
Tuhan. Di sinilah pentingnya tugas regulasi Islam dalam menentukan apa yang halal
dan haram adalah mentalitas yang diambil mengenai pemusnahan yang disengaja.
Pada saat individu dipengaruhi oleh kondisi yang sangat kritis, karena dipengaruhi
oleh tuntutan zaman atau kemajuan mekanis, di mana individu bertindak secara acak,
selama mereka secara alami menduga itu adalah pilihan yang bijaksana apakah
aktivitas mereka benar atau tidak. tidak seperti yang ditunjukkan oleh peraturan,

11
agama atau moral.

Dalam berbagai ujian dan penulisan Islam, berkenaan dengan mengingat


demonstrasi pemusnahan yang disengaja, ada pemahaman atau mungkin ada
wawasan khas sehubungan dengan pentingnya pembunuhan. Pemusnahan yang
disengaja adalah pekerjaan yang diselesaikan untuk memiliki pilihan untuk
membantu seseorang dalam mempercepat kematiannya secara efektif karena
kegagalan untuk bertahan melalui pengampunan dan tidak ada keinginan untuk hidup
atau sedang dalam pemulihan.
Apalagi dari cikal bakal Islam di Indonesia, misalnya, Amir Syarifuddin
bahwa pemusnahan yang disengaja adalah pembunuhan terhadap seseorang yang
bertekad untuk membuang yang abadi. Pembunuhan yang sering terjadi sehari-hari
dalam bidang pengobatan, misalnya kegiatan dokter spesialis dengan memberikan
obat atau infus. Para pionir Islam juga setuju bahwa ada dua jenis pembunuhan,
khususnya pemusnahan yang disengaja secara dinamis dan pembunuhan di luar.
Pemusnahan yang disengaja secara dinamis adalah demonstrasi mengakhiri
keberadaan manusia ketika individu yang bersangkutan masih memberikan tanda-
tanda kehidupan21. Sedangkan pemusnahan disengaja laten adalah langkah yang
diprakarsai oleh spesialis atau individu lain untuktidak pernah lagi memberikan
bantuan klinis yang mencabut nyawa pasien.
Persamaan pembunuhan yang diuraikan diatas sesuai dengan pemahaman
yang direncanakan oleh komisi fatwa MUI, bahwa pemusnahan yang disengaja
adalah pembunuhan yang disertai denganpertimbangan klinis terhadap pasien atau
mengalami penyakit yang saat ini tidak layak untuk disembuhkan. Hidup adalah
anugerah Allah SWT, oleh karena itu tidak boleh diabaikan apalagi disia-siakan.
Islam mewajibkan setiap Muslim untuk berpengharapan terlepas dari apakah
penyakit yang parah ditimpa. Maka Islam pun memahami bahwa membunuh adalah
kerinduan yang ingin cepat berlalu karena ketidakberdayaan untuk bertahan dalam
penderitaan.
Jadi membunuh adalah suatu usaha untuk membantu seseorang yang sedang
mengalami penderitaan atau pengalaman yang tidak dapat dipulihkan untuk memiliki

12
pilihan untuk mempercepat kematian dengan alasan membantu menghilangkan
pengalaman yang semakin dirasakan, meskipun tidak bisa. akhiri keabadiannya
dengan imajinasi apa pun. Maka aturan Islam dalam menjawab pembunuhan secara
keseluruhan memberikan gambaran bahwa untuk menjauhi pemusnahan yang
disengaja, khususnya pembunuhan yang dinamis, umat Islam seharusnya berpegang
pada keyakinan mereka yang memandang semua bencana (menghitung individu yang
dimusnahkan) sebagai pengaturan yang datangdari Allah SWT. Ini harus dihadapi
dengan ketekunan dan kepercayaan. Selain itu, dipercaya bahwa para spesialis akan
mematuhi prinsip-prinsip klinis dan sumpah jabatan mereka. Selain itu, beberapa
peneliti memberikan gambaran tentang pembunuhan secara eksplisit bagi korban
yang penyakitnya menular.
Misalnya, untuk individu dengan AIDS, seperti yang ditunjukkan oleh AF.
Ghazali dan salah satu Ketua HS MUIPusat. Prodjokusumo yng mengatakan bahwa
memisahkan korban AIDS yng dipandang sebagai pengaturan terbaik dibandingkan
dengan mencabut nyawanya/eutanasia. Ini benar-benar bermaksud bahwa jika
pembunuhan dapat dihindarkan dari setiap kesempatan yang memungkinkan,
mengapa tidak mewujudkannya. Sejak idiom berjalan apa pun mungkin bagi
seseorang yang benar-benar ditentukan. Dengan asumsi spesialis telah meninggalkan
perawatan pasiennya, lebih baik mengembalikannya ke keluarganya tanpa berencana
untuk berhenti membantu sipasien.
Ada beberapa sentimen tentang pembunuhan, di antaranya orang-orang yang
mengatakan bahwa pemusnahan yang disengaja adalah pembunuhan rahasia dan
menunjukkan hal yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Karena dalam keadaan
ini orang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan kehidupan dan selanjutnya
memilih kematian individu, sebagaimana dimaknai dalam QS: Yunus, 56:

‫?ر´?جُعو´?ن‬.ُْ ‫ُه´?و ُُْي ¸ۦى ´ُوُي¸ي ُت ´وإ¸لْ´ي¸?ه ت‬

“Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya- lah kamu
dikembalikan”.

Evaluasi lain menyatakan bahwa pembunuhan yang disengaja dilakukan


dengan alasan yang sah, khususnya untuk menghentikan sikap pasien. Salah satu
standar yang memandu penilaian ini adalah standar bahwa individu tidak boleh

13
dipaksa untuk bertahan. Para pembela pemusnahan yang disengaja ini berpendapat
bahwa melarang seseorang untuk melanjutkan kehidupan yang bertahan adalah
tidak masuk akal. Pembunuhan dapat terjadi sejalan dengan pasien itu sendiri,
kelompok klinis atau dari orang yang dicintai pasien. Meskipun kegiatan ini seolah-
olah tampak siap membantu meringankan/menghapus kesengsaraan pasien. Namun,
karena menggunakan strategi yang tidak tepat dan kehendak dapat membunuh
nyawa seseorang, hal itu dikenang untuk kategori pembunuhan.
Mempertimbangkan kemungkinan bahwa pembunuhan dilakukan atas
persetujuan keluarga, sejauh masalah dan konsekuensi yang sah untuk hukum jinayh
yng dieksplorasi dalam fiqh Imam Syafi'i. Sementara itu, dalam hukum jinayah
Islam yangdalam fiqh Imam Syafi'i dipilah menjadi tiga bagian,yaitu pembunuhan
yang disengaja, tidak disengaja dan disengaja namun ada komponen blunder. Dari
ketiga klasifikasi jinayah adapembagian yang halal. Berkaitan dengan kasus di atas,
ditelaah tentang persamaan antara pemusnahan yang disengaja dan hukum jinayah
dalam Islam.
Hukum jinayah menurut Imam Syafi'i jinayah dibagi menjadi tiga, yaitu
pembunuhan dengan tujuan khusus, pembunuhan kebetulan, dan pembunuhan yang
disengaja. Kejahatan yang disengaja adalah membunuh seseorang dengan sesuatu
yang dapat menyebabkan lewat dan dengan pengaturan untuk membunuh. Untuk
situasi ini, si pembunuh pasti akan qishas, namun jika keluarga korban memaafkan,
si pembunuh harus membayar diyat yang sangat besar dan harus dibayar langsung
dari harta si pembunuh. Pembunuhan spontan adalah melemparkan sesuatu dan
memukul seseorang yang menyebabkan kematian dari lemparan itu dan tidak ada
komponen tujuan. Untuk keadaan sekarang ini si pembunuh tidak disalahkan atas
qishas, namun si pembunuh perlu membayar sedikit diyat kepada orang yang
disayangi korban. Meskipun pembunuhan itu disengaja, namun salah satu
kekurangannya adalah membuang sesuatu dengan sesuatu yang biasanya
menyebabkan kematian dan membuat seseorang menendang kaleng. Untuk keadaan
sekarang ini, pembunuhnya tidak terbayangkan oleh qishas, namun harus membayar
diyat yang sangat besar untuk keluarga korban dan dapat dibayar secara bergilir
untuk waktu yang cukup lama.

BAB III
14
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemusnahan yang disengaja adalah istilah yang ditemukan di dunia klinis,


yang dicirikan sebagai pembunuhan tanpa menahan pasien yang pada dasarnya
(intens) atau mengalami penyakit terus-menerus dan memiliki sedikit harapan untuk
sembuh. Perintis Islam Indonesia dengan tegas menentang pembunuhan. Namun, di
antara banyak peneliti yang menguji pembunuhan, ada beberapa peneliti yang
mendukungnya. Menurut para peneliti, pembunuhan itu wajar, terutama bagi orang-
orang dengan penyakit yang tak tertahankan, terutama jika mereka tidak bisa
disembuhkan.

Survei peraturan Islam sehubungan dengan pemusnahan yang disengaja,


khususnya pembunuhan dinamis, tidak diizinkan. Karena pembunuhan dinamis
diperintahkan sebagai demonstrasi penghancuran diri yang ilegal dan dirusak oleh
Allah SWT dengan disiplin kesengsaraan yang abadi. Karena yang secara khusus
memiliki pilihan untuk mencabut nyawa seseorang adalah Allah SWT. Selanjutnya,
seseorang yang mengambil nyawanya atau seseorang yang mempercepat kematian
seseorang sebanding dengan pembatasan pengaturan yang ketat.

B. Kritik dan Saran

Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang diulas dalam
makalah ini. Kami percaya bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang.
Karena keterbatasan informasi dan referensi, pencipta memahami bahwa tulisan ini jelas
memiliki kekurangan. Oleh karena itu, ide-ide dan analisis yang bermanfaat sangat
diharapkan sehingga makalah ini dapat digabungkan untuk menjadi jauh lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

15
Adji, Oemarsono.. Profesi Dokter. (Jakarta: Erlangga, 1991). Assyaukanie, Luthfi,
Politik, HAM, Dan Isu-Isu Teknologi Dalam

Fikih Kontemporer. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998) Basyir, Ahmad Azar,


Ikhtisar Fiqh Jinayah Hukum Pidana Islam,

(Yogyakarta: UII Press, 2001).


Djazuli, Fiqh Jinayat Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000).

Hardinal, Euthanasia dan Persentuhannya dengan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta:


Ditbanpera Islam, 1996).
Hasan, M.Ali, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995).
Kartono, Muhammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya Terhadap Bioetika.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992).
Majalah Panji Masyarakat, No. 846. Tgl. 01-15 Januari 1996. Moeljatno, Asas-Asas
Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1982).
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005).
Prakoso, Djoko, Euthanasia Hak Azasi Manusia, Manusia Dan Hukum, (Medan:
Pustaka Bangsa Press, 1984).

Prodjodikoro,Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia.Jakarta: Refika


Aditama, 1977.Shihab, Alwi. Islam Inklusif. (Bandung: Mizan, 1999).

Simorangkir, Euthanasia Dan Penerapan Hukumnya Di Indonesia.(Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Utomo, Setiawan Budi, Fikih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2003).
Watik, Ahmad, Islam Etika dan Kesehatan, (Jakarta: Rajawali, 1986). Wibudi, Aris,
Euthanasia, (Bogor: ITB, 2002).

Yanggo, Chuzaimah, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: PT. Pustaka


Firdaus, 1995).
Yunanto, Ari, Hukum Pidana Malpraktik Medik, (Yogyakarta: CV Andi Offset,
2010).
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah. (Jakarta : PT. Gunung Agung, 1996).

16

Anda mungkin juga menyukai