Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MBA (Married by Accident)


Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Pembelajaran Masailul Fiqiyah
Dosen Pengampu : Akhmad Syahid, M.Kom.I

Disusun oleh :

Tia Mariana (1904010032)

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) METRO

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahi robil alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Dengan kesempatan ini, kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Akhmad Syahid, M.Kom.I selaku dosen pengampu matakuliah masailul fiqiyah
2. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan semangat kepada kami.
3. Semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan-bantuan.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
sehingga pembuatan makalah yang akan datang dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Metro, Mei 2022

Tia Mariana

DAFTAR ISI

ii
A. Cover.......................................................................................................................i
B. Kata pengantar......................................................................................................ii
C. Daftar isi.................................................................................................................iii
D. BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
a. Latar belakang...........................................................................................1
b. Rumusan masalah......................................................................................2
c. Tujuan.........................................................................................................2
E. BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
a. Pengertian Pernikahan wanita hamil......................................................5
b. Tujuan dan Hikmah Pernikahan.............................................................9
c. Wanita-wanita yang haram dinikahi.......................................................11
d. Pengertian Pernikahan Wanita Hamil karena Zina..............................12
e. Hokum menikahi wanita hamil akibat zina menurut fiqh Islam
F. BAB III PENUTUP...............................................................................................15
a. Kesimpulan.................................................................................................15
b. Saran dan kritik ........................................................................................15
G. DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Orang-orang sebagai makhluk yang bersahabat tidak dapathidup sendiri,


dalam kerangka berpikir yang memiliki gagasan ketergantungn di antara orang-orang
untuk kesenangan dan kesepakatan sepanjang kehidupan sehari-hari. Perkawinan
memiliki kapasitas sebagai ajang ketahanan dari satu zaman ke zaman lainnya untuk
menyalurkan keinginan manusia sebagai makhluk Tuhan dan menjauhkan diri dari
perbuatan yang diingkari agama, seperti seks bebas, prostitusi, dll. Islam dalam
memberikan tuntunan perkawinan , ada beberapa inspirasi yang jelas, jelas itu sangat
mempengaruhi keberadaan orang dan masyarakat, karena pernikahan itu penting
untuk karunia dan keagungan Allah yng diberikan kepada manusia, dengan menikah
mereka menyiratkan bahwa mereka telah menjaga daya tahan normal mereka. dari
zaman ke zaman dan menjaga Islam.
Perkawinan merupakan hal yang esensial bagi komponen kehidupan yang
bernilai cinta sehinggamenjadi vital, orang yng telah berkembang, dan kokoh secara
tulus dan intelektual, tentu membutuhkan jodoh untuk mewujudkan keharmonisan,
keserasian, dan kejayaan dalam kehidupan berumah tangga. Kebenaran kehidupan
individu tidak dapat dicoba untuk tidak hamil tanpa kehadiran ayah dan ibu.
Kehamilan di luar struktur keluarga yang stabil adalah demonstrasi yang pada
dasarnya disangkal oleh agama, karena agama memerintahkan orang untuk
bertimbang rasa.
Alasan menikah adalah untuk menjadikan keluarga sakinah, mawaddah dan
warahmah. Hal ini dapat mendorong kerukunan di antara pasangan, serta munculnya

1
rasa hangat antara wali dan anak-anak mereka, sehingga koordinasi yang membantu
akan terjalin antara kerabat dalam melakukan perintah Allah danmenjauhi larangan.
Pada dasarnya, lamaran Islam untuk menikah adalahsalah satu administrasi
keinginan, dengan mengalihkan keinginan ke jalan yang dimuliakan oleh Allah,
khususnya melalui pernikahan,ini dapat menjaga kehormatan dan menjaga orang dari
kebutuhan untuk menyalurkan semua keinginan dengan melegitimasi semua. berarti,
yang jelas-jelas akan menimbulkan kesengsaraan. orang-orang ke lubang aib baik di
dunia ini maupun di alam semesta yang besar.

Pernikahan harus terjadi pada setiap hewan yang diciptakan oleh Allah,
dengan cara ini dorongan seorang pria umumnya akan menghargai wanita, begitu juga
sebaliknya. Berbagi kasih antara individu-individu dari berbagai jenis kelamin
merupakan kebutuhan organik, cenderung diarahkan jika ada perpaduan dan
partisipasi di antara keduanya. Pernikahan adalah kesepakatan yang sangat
mengesankan untuk mematuhi perintah Allah dan melakukannya adalah cinta.
Pernikahan diharapkan dapat mewujudkankehidupan sehari-hari yang sakinah,
mawaddah danwarahmah. Kecenderungan untuk berhubungan seksadalah sesuatu
yang khas, karena Tuhan pasti telah memberikan kerinduan itu pada setiap hewan.
Bagaimanapun, itu tidak berarti bahwa hal-hal biasa dapat diarahkan tanpa syarat.

Namun, karena tidk adanya pemahaman yng mendalam tentang standar yang
ketat, serta tidak adanya perlindungan diri terhadap pembaruan yang ada, tidak sedikit
orang dewasa yang jatuh ke dalam perselingkuhan. Dalam adat timur, halini
merupakan sesuatu yang tidak terhormat, terutama bagi seorang wanita yang bahkan
hamil karena dia telah melakukan hubungan seksual dengan laki-laki dalamkeadaan
tidak ada ikatan perkawinan yang sah. Kehamilanyang tidak diinginkan ini secara
positif menyebabkan berbagai masalah, baik bagi orang yang mewujudkannya
maupun bagi keluarganya. Demikian pula tentang sejauh manakewajiban laki-laki
terhadap wanita yang mereka hamili. Apakah sang pria harus mampu menikahi sang

2
wanita, atau bahkan lepas landas dan menjauhi masalah tersebut. Sangat diharapkan
bagi orang-orang yang kemudian, pada saat itu, menikahi seorang pria yang tidak
menghamilinya karena orang yang menghamilinya itu kurang ajar.

Hasrat seorang laki-laki untuk menikahi seorang perempuan yang sedang


mengandung atau kesediaan seorang perempuan untuk menikahi laki-laki yng tidak
menghamilinya karena hubungan di luar nikahmenimbulkan berbagai isu dan perincian
di kalangan peneliti mazhab fiqh, untuk situasi ini perspektif tentang Imam dari
Sekolah Fiqh Pernikahan akan diperiksa. Wanita Hamil Akibat Zina dan Relevansinya
dengan Pasal53 Kompilasi Hukum Islam.
Beberapa mazhab fiqhmemiliki sentimen yang berbeda-beda mengenai
pernikahan wanita hamil karena perselingkuhan, sedangkan menurut Imam Syafii
hukum pernikahan karena kehamilan di luar nikah adalah sah, ini menyiratkan bahwa
pernikahan mungkin terjadi ketika wanita itu hamil.
Entah pernikahan itu dilakukan dengan seorang pria atau dengan seorang pria
yang bukan menghamilinya. Imam Syafii juga berpendapat bahwa motivasi utama di
balik iddah adalah untuk menjagakesucian keturunan, terlepas dari kenyataan bahwa
anak-anak dilahirkan ke dunia karena hubungan diluar nikah, naabnya adalah untuk
kembali ke ibu danbukan ke ayah.
Perspektif Imam Malik tentang pernikahan wanita hamil karena perselingkuhan,
khususnya melarang atau tidak mengizinkan pernikahan wanita hamil, pendapat Imam
Malik tentang pandangan mereka tentang kekurangan pernikahan wanita karena
perselingkuhan dengannya, kata Ibnu Mas'ud r.a "Jika seorang laki-laki berselingkuh
dengan seorang wanita, maka laki-laki itu menikahinya sejak saat itu dan seterusnya,
maka pada saat itu keduanya melakukan perselingkuhan untuk selama-lamanya."
Terlebih lagi, menurut Imam Malik, pernikahan memiliki kehormatan. Di antara
perbedaannya adalah bahwa dia tidak boleh diisi dengan air kekafiran, maka yang
haram bercampur dengan yang halal dan air kehinaan bercampur dengan air
keagungan.
Himpunan ketentuan Islam mengatur perkawinan ibu hamil sebagaimana tertulis
dalam Bab VIII Agregasi Peraturan Islam tentang Perkawinan pasal 53 ayat (1), wanita
hamil di luar nikah, dapat dinikahkan. pria. (2) Perkawinan dengan wanita hamil

3
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan tanpa harus menunggu lama untuk
pengenalan anaknya. (3) Dengan perkawinan yang terjadi pada waktu si wanita hamil,
maka tidak ada keharusan kawin lagi setelah anak dikandung.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pernikahan wanita hamil itu?
2. Apa saja tujuan dan hikmah pernikahan?
3. Seperti apa wanita-wanita yang dilarang untuk dinikahi?
4. Apakah pernikahan wanita hamil karena zina?
C. TUJUAN
1. Untuk menjelaskan tentang pernikahan wanita hamil.
2. Untuk menjelaskan tujuan dan hikmah pernikahan.
3. Untuk menjelaskan wanita-wanita yang dilarang untuk dinikahi.
4. Untuk menjelaskan pernikahan wanita hamil karena zina.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan Wanita Hamil

Sebagaimana ditunjukkan oleh Pasal 53 agregasi peraturan Islamtentang


perkawinan wanita yanghamil. Dalam kumpulan syariat Islam dimaklumi bahwa
hukum perkawinan seorang wanita hamildiperbolehkan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 53ayat (1), khususnya: seorang wanita hamil diluar struktur keluarga
yang mapan dapat dijodohkan dengan istrinya. . pria. Kemudian, pada ayat(2)
perkawinan denganwanita hamil sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat
dilakukan tanpa menunggu lama untuk pengenalan anaknya. Selain itu, Pasal (3)
dengan perkawinan yang terjadi pada waktu wanita itu hamil, maka tidak adasyarat
untuk kawin lagisetelah anak yang dikandungnya dikandung. Oleh karena itu, dalam
syariat Islam, pernikahan hamil dibolehkan selama orang yang menikahinya adalah
orang yang menghamilinya.

Pengertian Dan Dasar HukumPernikahan

A. Pengertian Pernikahan

Perkawinan merupakan salahsatu sunatullah yang sebagian besar berlaku


bagi setiap makhluk Allah, baik padamanusia, makhluk maupun tumbuhan.
Pernikahan ini adalah jalan yang dipilihkan oleh Tuhan sebagai jalan bagi
manusia untukmemiliki anak, ulangi untuk ketabahan mereka. Pernikahan
dilakukan semata-mata setelah masing-masing pasangan siap untuk mengambil
bagian positif dalam memahami alasan pernikahan.

Sebagaimana dalam firman allah di dalam QS.al-Dhariyat/51: 49

Terjemahannya :

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan,


agar kamu mengingat (kebesaran Allah).”

5
Tuhan lebih suka tidak membuat orang seperti binatang yang berbeda,
yang hidup tanpa hambatan sesuai indra mereka dan berhubungan dan antara
laki-laki dan perempuan dalam kekacauan dan tidak ada standar. Hal ini untuk
menjaga sebuah kehormatan dan keluhuran harga diri manusia. Jadi hubungan
antar manusia diarahkan dalam kebaikan dan kesepakatan bersama, dengan
ungkapan qabul sebagai gambaran dan perasaan gembira, dan dalam pandangan
para saksi yang menyaksikanbahwa pasangan pria dan wanita telah saling
menguatkan.

Perkawinan dalamliteratur fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata,


ٗ
yaitu nakaha (ّ‫اح‬CC‫ )ن‬dan zawaja (‫اج‬C ‫)ص‬. Kedua kata ini yang terpakai dalam
kehidupan sehari-hariorang arab dan banyak terdapat dalam al-Qur‟an dan hadis
nabi. Kata Na-Ka-Ha banyak terdapat dalam al-Qur‟an dengan arti kawin,
seperti dalam QS an-Nisā/4:3.

Terjemahnya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil”

Dari klarifikasi di atas, jelas pernikahan diartikulasikan dalam dua


implikasi, yaitu akad nikah dan hubungan pribadi antara pasangan. Perkawinan
sebagaimana diindikasikan oleh syara' menyiratkan bahwa tidak muncul dari dua
implikasi ini. Peneliti Ushuliyyun telah mengutip (mengambil) dari Imam al-
Syafi‟i bahwa pernikahan dicirikan sebagai kesepakatan dalam arti asli dan
hubungan pribadi dari perspektif metaforis adalah bidang kekuatan untuk a.
Sementara itu, dalam kata-katanya, Abdur Rahman Gazaly mengutip pandangan
Muhammad Ab Israh yang memberikan definisi lebih lanjut, perkawinan adalah

6
suatu perjanjian yang memberikan keuntungan yang halal dari kewajaran adanya
hubungan kekeluargaan antar sesama, saling tolong-menolong, dan membatasi
kebebasan berkeluarga. pemilik dan kepuasan komitmen terpisah mereka. .

Ahmad Azhar mencirikan pernikahan sebagai menyelesaikan kesepakatan


atau persetujuan untuk mengikat diri antara seorang pria dan seorang wanita untuk
melegitimasi hubungan seksual antara dua pertemuan pada premis yang disengaja
dan kesenangan dari dua pemain untuk memahami kehidupan sehari-hari yang
ceria sarat dengan kasih sayang. dan harmoni. dengan cara yang diridhai Allah.

Yang dimaksud dengan perkawinan atau perkawinan sejauh pengertiannya


menurut peraturan perundang-undangan nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
adalah hubungan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai
pasangan suami istri yang sungguh-sungguh bermaksud membentuk keluarga
(keluarga) yang ceria dan langgeng. dalam pandangan Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun dasar hukum perkawinan diantaranya pernikahan disyariatkan
dengan dalil dari al-Qur‟an dan sunnah. Seperti sebagaimana dalam firman allah
QS an-Nur/24:32.

Terjemahnya :

“Dan nikahilah orang-orang yang masih membujang diantara kamu,


dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan Memberi kemampuan
kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya),
Maha Mengetahui”

b. Dasar Hukum Pernikahan

Sebagaimana ditunjukkan oleh penilaian sebagian besar ulama


hukum, pernikahan diperbolehkan (halal atau lumayan). Awal mula hukum
melangsungkan perkawinan (perkawinan) yang lumayan bisa berubah-ubah

7
karena alasan illah (kekuatannya), bisa berubah menjadi makruh, sunnah,
wajib dan haram.
1.) Pernikahan diperlukan
Menurut sebagian besar peneliti fiqh, hukum perkawinan adalah wajib, jika
seseorang menerima dia akan jatuh ke dalam perselingkuhan jika dia tidak
menikah, sementara dia dapat menampung setengahnya yang lebih baik
sebagai penyelesaian dan bantuan internal dan keistimewaan pernikahan
lainnya.
2.) Nikah itu haram

Pernikahan dilarang dengan asumsi seseorang menerima bahwa dia akan


menganiaya dan menyakiti orang penting lainnya dengan asumsi dia
menikahinya, misalnya, dalam kondisi tidak mampu menangani masalah
pernikahan, atau tidak layak untuk melakukan keadilan di antara pasangannya.
Karena semua yang menyebabkan jatuhnya haram maka hukumnya juga
haram.
3.) Menikah itu makruh
Perkawinan dimakruhkan jika seseorang takut terjerumus ke dalam kesalahan
dan resiko. Kekhawatiran ini belum sampai pada tingkat kepastian jika
seseorang menikah. mereka stres karena tidak memiliki pilihan untuk mencari
nafkah, melakukan hal yang buruk bagi keluarga mereka, atau kehilangan
keinginan mereka untuk wanita.
4.) Pernikahan itu sunnah
Perkawinan merupakan hukum sunnah bagi seseorang yang keinginannya
telah mendorongnya untuk menikah, namun belum siap untuk menahan diri
dari melakukan perselingkuhan, maka pada saat itu sunnah baginya untuk
menikah. pernikahan baginya adalah prioritas yang lebih tinggi daripada
melanjutkan cinta.

8
B. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

Motivasi di balik pernikahan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat
organik yang melegitimasi hubungan seksual antara dua pertemuan, tetapi lebih
komprehensif, mencakup semua bagian kehidupan rumah tangga, baik yang pura-pura
maupun jauh di lubuk hati.
Sesuai dengan motivasinya, perkawinan memiliki berbagai contoh atau manfaat
bagi orang yang mewujudkannya. Dalam Thematic Encyclopedia of the Islamic World,
dan menurut Sayid Sabiq, seorang peneliti fiqh kontemporer dalam bukunya Fiqh as-
Sunnah, mengungkapkan bahwa sebagai berikut:
1. Dapat mengarahkan dorongan seksual secara nyata dan terhormat. Bagi orang-
orang, indera ini adalah area kekuatan yang serius untuk sangat keras dan
membutuhkan dispersi yang layak. Jika tidak, hal itu dapat memicu gangguan
dalam hidupnya. Dengan perkawinan, kehidupan manusia menjadi segar dan
tenteram serta terpelihara dari perbuatan keji dan rendah (QS. Ar-Rum (30) :
Ayat 21)
Terjemahannya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Rum (30) : Ayat 21)
2. Memelihara dam memperbanyakketurunan dengan terhormat, sehingga dapat
menjaga kelestarian hidupumat manusia.

Terjemahannya:

“Hai sekalian manausia, bertakwalah kepada Tuhan-Mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banayak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu”. (QS. An-Nisa’ (4): ayat 1)

9
Terjemahannya:

“Allah menjadikan bagi kamu isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri kamu itu, dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl (16) ayat:72)
3. Dorongan ibu dan perhatian akan melengkapi satu sama lain dalam
kehidupan rumah tangga dengan anak-anak. Hubungan tersebut akan
menumbuhkan rasa cinta, kepercayaan, dan penerimaan, dan saling menghargai
satu sama lain sehingga akan bekerja pada sifat individu. (Qur'an 30:21, 16:72)
4. Membentuk perkumpulan (kelompok) dengan pembagian tugas/kewajiban
tertentu, dan mempersiapkan kemampuan untukbekerjasama.
Kewajiban batin dari pedoman keluarga mencakup memelihara dan
mengajar anak-anak yang usianya merupakan kewajiban dasar pasangan dan
jelas harus membantu pasangannya; mencari nafkah yangmenjadi komitmen
suami dapt dibantu oleh orang terdekatnya; administrasi keuangan yang
seharusnya penting bagi istri, namun denganpersetujuan suami dlam
pengeluarannya. Ini semua membangun sikap disiplin, kemantapan, kerjakeras,
penghargaan, ketekunan, dan kepercayaan.
Pengembangan koneksi dan persekutuan antar keluarga, untuk
menumbuhkan rasa sosial dan dapat membentuk area kekuatan untuk
masyarakat yang ceria.

C. Wanita-wanita yang haran dinikahi


Mahram adalah istilah yng mengandung arti seorang wanita yang haram untuk

dinikahkan dengan mahram yang berasal dari makna haram, khususnya wanita yang

diharamkan untuk dinikahi. Padahal, antara pembatasan pernikahan seorang wanita dan

hubungannya, cukup terlihat bagian aurat, ada hubunganlangsung dan melingkar.

Hubungan langsung adalah titik di mana hubungan menyerupai konsekuensi dari

10
hubungan keluarga atau faktor keluarga. Hubungan yang berputar-putar adalah karena

diri wanita itu. Misalnya,seorang wanita yang bersuami, dilarang menikah dengan

orang lain. Demikian juga seorang wanita yng masih dalam iddah pisah dari

pasangannya. Atau lagi non kitab suci non kitab suci wanita, khususnya wanita yang

agamanya simbol cinta seperti Magian, Hindu, Budha.

Hubungan mahram ini membawa beberapa hasil, khususnya hubungan mahram

yang super awet, antara lain: Kemampuan merebut (dipisahkan dari orang lain).

Masuk akal bagi seorang wanita untuk pergi selama lebih dari 3 hari selama dia

bergabung dengan mahramnya. Kebolehan melihatsebagian kecil aurat wanita mahram,

seperti kepala, rambut, tangandan kaki. Sementara itu, ikatan antara mahram yang

selain haram untuk dikawinkan, tidak menjadikan sahnya nikah siri.

Mahram Dalam Surat An-Nisa Allah Subhanahu wa 'ta'ala telah berfirman dalam
Surat An-Nisa bait 23:

Terjemahannya:

“Diharamkan atas kamu ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan saudara-


saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan ;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki ; anak-anak dari saudara-saudaramu yang
perempuan ; ibu-ibumu yang menyusui kamu ; saudara perempuan
sepersusuan ; ibu-ibu isterimu ; anak- anak isterimu yang dalam
pemeliharaaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu, maka tidak berdosa kamu mengawininya
; isteri-isteri anak kandungmu; & menghimpunkan 2 perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau ; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS An-Nisa : 23)

Dari pengulangan ini, kita dapat merinci bahwa ada beberapa standar bagi

11
individu yang tidak sah untuk menikah. Selain itu, sekaligus jadilah orang yang
diizinkan untuk melihat bagian tertentu dari aurat wanita. Mereka:

a. Ibukandung
b. Anak-anakmuyang perempuan
c. Saudara-saudaramu yangperempuan
d. Saudara-saudarabapakmu yang perempuan
e. Saudara-saudara ibumuyang perempuan
f. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramuyang laki-laki
g. Anak-anak perempuandari saudaramu yang perempuan
h. Ibu-ibumu yangmenyusui kamu
i. Saudara perempuansepersusuan
j. Ibu-ibu
k. Isteri-isteri anakkandungmu.
l. IsterimuAnak-anak isterimuyang dalam pemeliharaan dariisterimu yang telah
kamu campuri.

D. Pengertian Pernikahan Wanita Hamilkarena Zina

1. Pandangan Mazhab Fiqh

Peristiwa ibu hamil tanpa kehadiran ayah dan ibu sama sekali dibantah
oleh agama, norma, moral dan peraturan negara, selain dari kecerobohan serta
kelezatan kepercayaan masing-masing pihak. Dengan cara ini, untuk
mengantisipasi tindakan yang tercela dan terlarang ini, sekolah yang ketat dari
atas ke bawah dan kesadaran yang sah secara bertahap diperlukan.

Islam memiliki tabu kekafiran dan sebab-sebabnya, misalnya ikhtilath


(mengaduk-aduk) yang haram dan kurungan yang mendatangkan malapetaka.
Islam sungguh-sungguh berusaha agar umat Islam menjadi masyarakat umum
yang ideal dari berbagai penyakit sosial yang merusak.

Terkait dengan nikah di luarnikah, ada beberapa masalah hukum Islam,

12
dimana para fuqaha berbeda pendapat tentang nikah, karena ada berbagai peneliti
yang membolehkannya sementara majelis ulama yang berbeda menyangkalnya.

Mengenai ibu hamil, persoalannya meliputi apakah akad nikah dengan


wanita itu besar, menurut hukum Islam, apakah boleh mengumpulkan mereka
sebagai pasangan, dan kedudukannasab anak yang dilahirkannya ke dunia. dengan
dan wanita hamil memiliki waktu iddah atautidak.

Maka untuk situasi ini para peneliti mazhab Syafi'i menilai bahwa
kekafiran tidak ada bagian dalam komitmen untuk melakukan iddah. Hal yang
sama terlepas dari apakah wanita yang melakukan perselingkuhan sedang hamil
dan apakah wanita tersebut sudah memiliki pasangan adalah sesuatu yang sangat
mirip. Jika dia memiliki pasangan, maka sah bagi separuh baiknya untuk
melakukan hubungan seksual dengannya. Terlebih lagi, jika Anda tidak memiliki
pasangan, maka pada saat itu, boleh saja orang yang berselingkuh dengannya atau
orang lainmenikahinya, terlepas dari apakah dia hamil. Hanya saja melakukan
hubungan seksual dengannya saat hamil adalah makruh sampai dia mengandung
anak.

Begitulah penilaian selanjutnya jika wanita yng dicemarkan itu tidak


hamil, maka orang yang berkhianat dengannya atau laki-laki lainboleh
menikahinya, dan dia tidak wajib melakukan 'iddah. Ini adalah penilaian yang
ditetapkan di sekolah Hanafi. Dalam hal wanita yng hamil, melakukan hubungan
seksual dengannya dilarang. Dengan asumsi bahwa orang yang menikah adalah
orang yang melakukan perselingkuhan dengannya, maka, pada saat itu, dia
mungkin berhubungan seks dengannya, dan anak itu memiliki tempat dengan pria
itu dengan asumsi dia dikandung setengah tahun setelah pernikahan. Jika anak itu
dilahirkan ke dunia sebelum setengah tahun, itu bukan anaknya dan tidak
diperoleh darinya. Kecuali jika laki-laki itu berkata,Ini anakku, bukan keturunan
dari kekafiran.

Penilaian ketiga adalah bahwa seorang wanita yang melakukan


perselingkuhan tidak dapat dinikahi dan dia wajib melakukan 'iddah pada waktu

13
yang telah ditentukan jika dia tidak hamil, dan mengandung anak jika dia hamil. .
Jika Anda memiliki pasangan, pasangan Anda tidak boleh melakukan hubungan
intim sampai iddahnya habis. Inilah penilaian Imam Malik rabi‟ah, ats-tsauri, al-
Auza‟i, dan Ishaq.

Menurut peneliti Maliki, mereka berpendapat bahwa sejujurnya mereka


bisa menikahkan wanita tanpa laki-laki yang dikenal dengan ketidaksetujuannya,
namun peneliti Maliki juga tidak melarang atau mengizinkan pernikahan wanita
hamil, meskipun faktanya. bahwa periset madzhab lain mengizinkan pernikahan
wanita hamil tanpa memperdulikan siapa pun yang menikahinya selama dia
bertahan sebentar. iddah wanita itu.

Peneliti Hanbali berpendapat bahwa nikah itu tidak sah kecuali jika telah
memenuhi 2 hal, yaitu syahadat dan terikat pada masa 'iddah. IbnuQudamah
mengungkapkan bahwa sebelumnya, pada masa Nabi Muhammad. adaseorang
pria menikah dengan seorang wanita. Ketika pria itu mendekatinya, dia melihat
wanita itu hamil. Hal ini diserahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian
beliau memisahkan keduanya dan wakaf diberikan kepada wanita tersebut dan
diikat berkali-kali. Hadits ini dijelaskan oleh Sa‟id. Hadits ini menjadi
pembenaran bagi individu yng mengatakan bahwa pernikahan itu tidak substansial
dan tidak bisa berbaur. Mereka membutuhkan 'iddah karena pada dasarnya mereka
membutuhkan kesucian perut.

Peneliti Hanāfi berpendapatbahwa boleh menikahi wanita hamil dengan


asumsi yang menikahinya adalah orang yang menghamilinyadan jika yang
menikah bukan pria yang menghamilinyamasih banyak. Diskusi di antara cara
berpikir ini, abū Hanīfah dan Muhammad berpendapat bahwa sah-sah saja jika
bukan laki-laki. yng menghamili orang yang mengawininya, tetapi orang yang
mengawini itu tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan orang yang
menjadi pasangannya sampai anak yang dikandungnya itu.

2. Pandangan mazhab yang mengizinkan secara sungguh-sungguh dan membatasi


perkawinan wanita hamil akibat perselingkuhan

14
a. Pendapat Mazhab Yang MembolehkanTanpa Syarat

Untuk keadaan ini, ada dua pengaturan yang mengizinkan dengan


sungguh-sungguh, mengizinkan dengan syarat dan ada juga yang mengingkari,
antara lain yang menyertai: penilaian yang mengizinkan ini adalah sebuah
mazhab Syafii yang sependapat bahwa nikah hamil adalah sah dan hukumnya
masuk akal. mengingat fakta bahwa kehadiran bayi tidak merusak
kesepakatan. menikah, dan berhubungan seks dengannya adalah halal, ini
karena menurut Imam Syafi'i tidak terbayangkan nazab (kerabat) anak yng
dikandungnya tidak akan ternoda dengan sperma pasangannya dan dalam jika
mereka tidak dibatasi oleh perkawinan lain maka itudianggap sah. Untuk
situasi ini para murid penilaian para peneliti mazhab Syafi'i meletakkan pada
pendapat yang menyertainya.

Perdebatan di atas masuk akal bahwa penjahat diingat untuk pertemuan yang
belum menikah, jadi tidak ada larangan untuk menikahinya meskipun dia hamil. Karena
wanita tidak dibatasi oleh hubungan dengan orang lain, dan dapat mengumpulkan
mereka karena keturunan dari anak yang dia lahirkan tidak dapat dicampur atau ternoda
oleh sperma pasangannya (yang tidak hamil).
Tentang hadits Aisyah r.a bahwa Rasulullah (saw) mengatakan:
Interpretasi:

“Sesuatu yang haram tidak mengharamkan sesuatu yang halal”

Ini adalah teks yang menunjukkan bahwa ketidaksetiaan tidak melarang


pernikahan. Masuk akal dari Umar bahwa tabung Khattab adalah bahwa seorang pria
menikahi seorang wanita. Pria itu memiliki seorang anak muda dari wanita lain, dan
wanita itu memiliki seorang wanita muda dari pria lain. Kemudian perawan itu
melakukan hubungan di luar nikah dengan wanita muda itu, dan kehamilan muncul
pada wanita muda itu. Ketika Umar muncul di Mekah, kasus itu diwakilkan kepadanya.
Umar berbicara kepada mereka dan mereka mengenalinya. Maka Umar mencambuk
mereka dengan hadd dan melamar mereka berdua. Bagaimanapun, pemuda itu
menyangkal.
b. Pendapat Mazhab yang membolehkandengan syarat

15
Penilaian ulama Hanafi adalah bahwa jika orang yang najis itu hamil, ia boleh
menikah lagi dengan satu laki-laki dengansyarat ia tidak berhubungan seks
sampai ia mengandung. Mengingat perenungan untuk mengikuti perbedaan
seorang anak muda tak bercacat yang dibawa ke dunia dari hubungan yang
disalahpahami. Karena anak murni tidak membawa dosa dan koruptor adalah
pria dan ibunya yang menyebabkan dia diperkenalkan ke dunia sebagai anak
yang berselingkuh. Apalagi menutupi aib keluarganya, karena kehamilan
seorang wanita dan kelahiran anak tanpa pasangan atau ayah sangat
menghebohkan di mata publik, sedangkan Islam menganjurkan menutupi aib
orang lain.
c. Pendapat YangMenolak

Adapun beberapa mazhab yang menolak yakni diantaranya:

1. Imam Mālik

Mazhab yang menolak adalah ImamMalik bahwa seorang wanita yang


melakukan perselingkuhan tidak dapat dinikahi, terlepas dari apakah hamil, sebelum
melakukan iddah untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Penilaian ini tergantung
pada dalil-dalil yang menyertainya: Dalil pemikiran Maliki atas pandangan mereka
tentang kekurangan perkawinan seorang wanita yang berkhianat dengannya adalah
ungkapan Ibnu Mas'ud r.a, "jika seorang laki-laki melakukan perselingkuhan dengan
seorang wanita, pria itu menikahinya sejak saat itu dan seterusnya, kemudian keduanya
melakukan perselingkuhan terus-menerus." Terlebih lagi, Seperti yang ditunjukkan oleh
Imam Malik, pernikahan memiliki kehormatan. Di antara perbedaannya adalah tidak
boleh diisi dengan air keragu-raguan, sehingga yang haram dicampur dengan yang halal
dan air kehinaan dicampur dengan air keagungan.

Yang pasti, Nabi (saw) perlu mencela seseorang yang perlu melakukan
hubungan seksual dengan pekerja hamil, bukan karena itu. Selanjutnya, dengan asumsi
pernikahan terjadi, anak yang dikandung kemudian terputus dari ayahnya yang telah
menghamili dan mendapat tempat dengan pasangannya.

Mengenai haramnya nikah ibu hamil, sebagaimana dikemukakan oleh Imam

16
Maliki, para peneliti yang berbeda memiliki penilaian yang sama dengan Imam Ab
Yusuf, yang mengatakan bahwa keduanya tidak dapat dinikahkan, karena seandainya
mereka dinikahkan, maka nikahnya tidak sah dan batal.

Pendapat beliau berdasarkan firman Allah dalam QS an-Nur 24/3

Terjemahanya :

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang


berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau lakilaki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.

Arti penting dari bait di atas adalah bahwa tidak pantas bagi seorang pria yang
percaya diri untuk menikahi seorang wanita yang melakukan perselingkuhan. Motivasi
di balik adanya larangan pezina pernikahan adalah untuk mengikuti pembedaan laki-laki
yang menerima dan mengetahui keabsahan anak yang dibawa ke dunia karena
perselingkuhan, lebih tepatnya individu yang hanya dipersepsikan oleh syariat Islam.
sebagai memiliki hubungan hubungan dengan ibu yang melahirkan dia dan keluarga
ibunya, sedangkan ayah secara hukum Biologi tidak dianggap memiliki hubungan
keluarga.

1. Imam Hanbali berpendapatbahwa tidak boleh menikah kecuali jika ia telah


menebus perbuatannya dan telah berakhirnya masa 'iddahnya, umumnya perkawinan itu
dirugikan dan harus diceraikan. mengingat pertentangan-pertentangan yang
menyertainya:
a) Hadits Ruwaifi‟ Ibn Tsabitdari Nabi saw, dia berkata,
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka pada
saat itu, dia tidak boleh mencampurkan airnya dengan anak-anak
orang lain.” Menurut para ahli, tidak boleh seorang laki-laki
berasumsi bahwa dia membeli seorang budak perempuan yang
sedang hamil, untuk berhubungan badan dengannya sampai dia
mengandung.
b) Hadits abū Said al-Khudri yang diurainya, bahwa Nabi SAW

17
bersabda tentang sandera authas, 'seorang sandera wanita hamil
tidak boleh berhubungan seks sampai dia mengandung anak, dan
sandera wanita yang tidak hamil tidak boleh tidak berhubungan
seks.
c) Hadis abū Darda‟ dari Nabi bahwa ia membawa seorang wanita
hamil ke pintu masuk tenda. Dia berkata, mungkin dia perlu
menidurinya? Mereka bilang oke. Kemudian Rasulullah bersabda,
“Aku benar-benar perlu mencaci dia dengan cercaan yang akan dia
bawa ke dalam kubur. Bagaimana dia bisa mendapatkannya,
sedangkan dia tidak sah untuknya? Bagaimana dia bisa
memanfaatkannya jika tidak. halal baginya?Dalam hadits ini
Rasulullah (saw) mengutuk orang yang menikahi wanita
hamil.Dengan cara ini wanita hamil tidak boleh menikah.
d) Qiyas untuk wanita hamil lainnya yang disetujui untuk dilarang
menikah, dengan Allah memiliki konten di setiap dari mereka.
Pada dasarnya, iddah dianjurkan untuk mengetahui peluang perut.
Sebelum melakukan iddah, seorang wanita yang melakukan
perselingkuhan mungkin hamil. Dengan cara ini, pernikahannya
tidak sah, sangat mirip dengan wanita yang berhubungan seks
dengannya secara meragukan. Terhadap pezina yang tidak hamil,
adalah tabu untuk menikahinya dari pihak yang lebih penting. Jika
seorang pezina yang hamil tidak menikah secara sah, maka tidak
hamil semakin disalahpahami. Karena melakukan hubungan
seksual dengan wanita hamil tidak menyebabkan kekacauan
keturunan. Bagaimanapun, bagi seorang pezina yang kehamilannya
tidak jelas, mungkin ada bayi di dalam dirinya. Anak itu bisa dari
anak utama, dan bisa juga dari anak berikutnya. Ini menghasilkan
kekacauan silsilah.

E. Macam-macam Perkawinan Wanita Hamil Zina

Ada dua jenis wanita yang menikah saat hamil:

18
1. Seorang wanita yang dipisahkan atau ditinggalkan oleh pasangannya saat hamil.
2. Wanita yang hamil karena melakukan perselingkuhan, atau dianiaya.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang sebagian besar berlaku bagi
setiap makhluk Allah, baik pada manusia, makhluk maupun tumbuhan. Pernikahan ini
adalah cara yang dipilih oleh Tuhan sebagai cara bagi manusia untuk memiliki anak,
ulangi untuk ketahanan mereka. Pernikahan dilakukan semata-mata setelah masing-
masing pasangan siap untuk mengambil bagian positif dalam memahami alasan
pernikahan. Sesuai KHI, tidak halal menikahi wanita hamil karena perselingkuhan jika
selesai dengan pria tidak menghamilinya, wanita hamil di luar nikah dapat dijodohkan
dengan pria tanpa menunggu perkenalan. anak dalam perutnya terlebih dahulu, dan
perkawinan ketika ibu hamil tidak harus menikah lagi setelah anak yang dikandungnya
dikandung. Karena perkawinan seorang wanita hamil di luar nikah, terletak pada apakah
seorang wanita yang hamil di luar nikah dapat dijodohkan dengan seorang pria yang tidak
menghamilinya.
Pembicaraan tentang hukum perkawinan karena kehamilan di luar nikah sangat
luas, oleh karena itu diyakini pemeriksaan lebih lanjut akan memberikan penelitian yang
lebih luas dan luar, dan pembicaraan harus terus-menerus dicari pentingnya untuk
momentum perbaikan, jadi ini Eksplorasi tidak hanya sekedar penelusuran namun dapat
dimanfaatkan sebagai sumber data. referensi sumber hukum yang jelas Bagi kaum muda
yang belum menikah, ada baiknya untuk mengetahui bagaimana memahami dan
menghargai pernikahan yang sah dan secara konsisten menjaga dari perselingkuhan yang
membuat perbedaan yang bertahan lama. Khususnya bagi mental keturunan dari
perselingkuhan.

B. Kritik dan Saran

Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang diulas dalam
makalah ini. Kami percaya bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang.
Karena keterbatasan informasi dan referensi, pencipta memahami bahwa tulisan ini jelas
memiliki kekurangan. Sejalan dengan itu, ide-ide dan analisis yang bermanfaat sangat
diharapkan sehingga makalah ini dapat dikumpulkan untuk menjadi jauh lebih baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

al-Jazirī Abdurrahman. kitab al- Fiqh. mesir: maktabah al-tijāriyyah al-kubrā. 1969.
al-Jaza‟iry Abū Bakar Jabir, Minhajul Muslim. Maktabatul „Ulum Wal Hikam:
Madinah. 1419 H.

Al-Mawardi. al-Hawi al-Kabir jilid IX. Lebanon: Dar al-kotob al-ilmiyah. 2009. Amir
Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2014. Departemen

agama RI. al-Qur‟an, al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia. Kudus:


Menara Kudus.,t.t.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Houve. 1995.

Amalia Fitri. Tinjauan Hukum Islam Tentang Perkawinan Wanita Hamil. Universitas
Airlangga. 2005.

Salim al-Kaf Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin. at-Taqrirat asy-Syadidah.
Bagian Ibadah. Surabaya: Dar al-Ulum al-Islamiyah,2003.
Bisri Hasan. Kompilasi hukum islam Dan Peradilan agama dalam sistem hukum
Nasional.Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.
http://en.Wikipedia.org/Verification and Validation.

Amin Husain Ahmad. al-Mi‟ah al-A‟zam fi Tarikh Al-Islam, Bahruddin Fannani, Terj.
Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1999.

Qudamah Ibn. al-Mugni. Fiqh Perkawinan Islam. bairut: Al-Fiqh,1990.

Himam Ibnu. Syarh Fath al-Qadir. Juz III. Beirut: Dar al-Turats al-Arabiy 1969.

Hamzawi M. Adib. Urf Dalam Kompilasi hukum islam Indonesia. Volume 4. No. 1
februari 2018.

21

Anda mungkin juga menyukai