Anda di halaman 1dari 15

BEDAH MAYAT

MATA KULIAH : MASAILUL FIQHIYAH

DOSEN MATA KULIAH : H. MUHAMMAD MURSYID M.Pd.I

OLEH :

FADILAH IRSANDI

1213.20.1903

EKA MAHENDRA

1213.19.1971

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NURUL FALAH AIR MOLEK

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Maha Suci Allah dengan segala kebesaran-Nya, Maha Mengajarkan dengan


keluasan ‘ilmu-Nya, Maha Menuntun dengan kesempurnaan Teladan-Nya dan Maha
Menentukan dengan mutlak izin-Nya. Shalawat serta Salam dicurahkan atas
kehadiran Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga, sahabat,
serta orang-orang yang mengikutinya dengan penuh kecintaan terhadap pengajaran
aneka corak ilmu sebagai lambang peradaban yang progresif.

Makalah “Aborsi dalam Pandangan Hukum Islam” ini, disusun dalam rangka
memenuhi tugas harian mata kuliah “Masa’il Fiqhiyah” bimbingan oleh H.
Muhammad Mursyid M.Pd.I sekaligus kontribusi pemakalah dalam rangka ikut
mengembangkan khazanah keilmuan dalam dunia Islam.

Mohon maaf jika isi yang kurang sesuai, sifat manusiawi yang melekat dalam
fitrah saya pribadi, tentu makalah ini masih banyak terdapat ruang kosong untuk
sama-sama kita sempurnakan sehingga makalah ini menjadi makalah yang sempurna.

Terima kasih pemakalah ucapkan kepada Allah yang mempermudah


pemakalah menyelesaikan makalah ini, serta bapak dosen serta kawan-kawan yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Airmolek, 15 Januari 2023

Pemakalah

2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................3
C. Tujuan........................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Pengertian Bedah Mayat........................................................................................4
B. Tujuan bedah mayat...............................................................................................4
C. Sebab-sebab yang Memungkinkan untuk di lakukan proses bedah mayat..............6
D. Tinjauan Hukum Islam terhadap bedah mayat.......................................................8
E. Tinjauan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap bedah mayat........................9
F. Tinjauan Etika yang berlaku mengenai Bedah Mayat..........................................11
BAB III............................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan di masa kini sangatlah berbeda dari pengetahuan zaman
dahulu kala. Seiring dengan majunya pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan, didapatkan dari hasil trial and eror. Dari sinilah para ahli
menemukan hal hal yang baru. Begitu juga halnya di dalam bidang kesehatan,
untuk mendapatkan sesuatu dibutuhkan pengorbanan atau sesuatu yang di jadikan
penelitian.
Sejarah medis telah mencatat bahwa otopsi mayat, atau dengan kata lain
ilmu kedokteran forensik mulai diperkenalkan dari Negara Arab, kemudian
berkembang ke Yunani dan negara-negara barat seterusnya ke seluruh dunia.
Perkembangan kemajuan ilmu kedokteran dalam ilmu bedah adalah berbasis
kepada keilmuan yang dibawa oleh Ibnu Sina. Perkembangan dari waktu ke waktu
melalui penelitian dan studi ilmuwan medis telah menghasilkan teknologi modern
dalam ilmu otopsi mayat dengan cara lebih ilmiah untuk menemukan keadilan
yang diinginkan.
Pada abad ke 21 ini, otopsi mayat adalah satu hal yang tidak dapat
dihindari dan tidak asing di kalangan umat Islam. Ini karena ia adalah tindakan
yang harus diambil dan dilakukan untuk kepentingan masyarakat seperti untuk
menyelesaikan kasus kriminal atau bukan kasus kriminal serta penelitian dalam
bidang medis. Walau bagaimana pun dalam urusan otopsi mayat, Islam telah
menetapkan beberapa pedoman yang harus diikuti agar tidak timbul kontradiksi
antara klaim Islam dengan praktek yang dilakukan dalam bidang medis.

B. Rumusan Masalah
1. Etika apa saja yang harus di lakukan pada saat proses pembedah mayat
secara umum?
2. Membedah Mayat Dalam presektif Islam
3. Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi : ”Memecahkan tulang
orang mati itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih hidup dalam
hal dosanya”, bagaimana tanggapan hadits tersebut secara umum ?

C. Tujuan
1. Mengetahui tujuan di lakukannya bedah mayat.
2. Mengetahui kaitan antara etika, hukum, dan agama dalam bidang bedah
mayat.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bedah Mayat


Mayat adalah orang yang telah meninggal atau mati.Sedangkan seseorang
dinyatakan mati adalah apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan pernafasan
terbukti telah berhenti secara permanen , atau apabila kematian batang otak telah
dapat di buktikan.(UU Kesehatan No.36 Tahun 2009,pasal 117).
Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong
bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah
yang berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan. Sedangkan secara
terminologi bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh
mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.
Secara terminologis berarti suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh
mayat, termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam
setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab
kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab
misteri suatu tindak kriminal. Dalam ilmu kedokteran dikenal dengan istilah
autopsi.1
Setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan
sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun
menjawab misteri suatu tindak kriminal. Bedah mayat adalah suatu upaya tim
dokter ahli untuk membedah mayat, karena ada suatu maksud atau kepentingan
tertentu. Jadi, bedah mayat tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang,
walaupun hanya sekedar mengambil barang dari tubuh (perut) mayat itu. Sebab,
manusia harus dihargai kendatipun ia sudah menjadi mayat. Apalagi yang ada
hubungannya dengan ilmiah pengetahuan dan penegakan hukum.

B. Tujuan bedah mayat


Bedah mayat memiliki berbagai tujuan yang bermacam-macam.Tujuan di
lakukan bedah mayat yang ditinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Bedah Mayat Klinis


Bedah mayat klinis ini adalah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat
yang meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para
dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
secara umum atau secara mendalam. Sifat perubahan suatu penyakit setelah

1
Hasan, Muhamad Ali. 1997. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.

5
dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan untuk
mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang tidak diketahui secara
sempurna selama dia sakit. Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat
mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah tersebut, sehingga
kalau memang itu suatu wabah dan di khawatirkan akan menyebar bisa segera
diambil tindakan preventif, demi kemashlahatan.

b. Bedah Mayat Anatomis


Bedah mayat anatomis adalah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan
teori yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan
lainnya sebagai bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia (anatomi).
Praktek yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran untuk mengetahui seluk-beluk
organ tubuh manusia. Agar bisa mendeteksi organ tubuh yang tidak normal dan
terserang penyakit untuk mengobatinya sedini mungkin atau tujuan lainnya seperti
untuk mengetahui penyebab kematiannya seiring maraknya dunia kriminal saat
ini, dengan membedah jasad manusia.

c. Bedah Mayat Forensik


Bedah mayat forensik adalah bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran
hukum dari suatu peristiwa yang terjadi, seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri
atau kecelakaan. Bedah mayat semacam ini biasanya dilakukan atas permintaan
pihak kepolisian atau kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang.
Misalnya, karena tindak pidana kriminal atau kematian alamiah melalui visum
dokter kehakiman (visum et reperthum) biasanya akan diperoleh penyebab
sebenarnya, dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam
menentukan hukuman yang akan dijatuhkan. Jika sebelum divisum telah diketahui
pelakunya, maka visum ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi.
Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya dan jika bukan karena
kematian secara alamiah maka bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa
kematiannya bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-orang
tertentu. Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan
adil diperlukan bukti-bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan
salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.

d. Bedah Mayat sebagai Donor


Bagi seseorang yang pada waktu hidupnya telah bersedia untuk
mendonorkan organ tubuhnya , maka apabila orang ini meninggal dunia, perlu
dilakukan bedah mayat. Tujuan bedah mayat ini adalah untuk mengambil organ
tubuh yang di donorkan untuk di pindahkan kepada organ tubuh orang lain yang
menerimanya.

6
C. Sebab-sebab yang Memungkinkan untuk di lakukan proses bedah
mayat
Banyak kemungkinan yang dapat terjadi sehingga terjadinya pembedahan
pada mayat. Kemungkinan terjadinya pembedahan mayat dapat disebabkan oleh :
a. Untuk mengeluarkan janin
Pada prinsipnya ajaran Islam meberikan tuntunan pada umatnya agar
selalu berijtihad dalam hal-hal yang tidak ada ditemukan nashnya dan sebagai
landasannya adalah firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 78:Artinya:“Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia
Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu kesempitan
dalam agama …….”

Untuk mengatasi kesulitan yang dialami manusia, harus menggunakan


akal pikiran yang disebut dengan ijtihad dalam Islam, yang hasilnya untuk
kemaslhatan umat dengan ketentuan, bahwa kemaslahatan umum lebih
diutamakan dari kemaslhatan perorangan. Demikian juga halnya dengan
kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan dari pada kemaslahatan orang mati.
Hal ini berarti jani itu perlu untuk diselamatkan.

Dalam hal ini, Islam membolehkan membedah mayat yang di dalam


rahimnya terdapat janin yang masih hidup. Urusan tersebut diserahkan kepada
dokter ahli untuk melaksanakannya, dan merawat janin yang diselamatkan itu.
Bahkan ada pendapat yang menagtakan, wajib hukumnya membedah mayat, bila
diperkirakan dokter, janinnya masih hidup.2

b. Untuk mengeluarkan benda berharga dari mayat


Apabila seseorang menelan sesuatu yang bukan miliknya, misalnya
menelan permata orang lain yang sangat berharga yang mengakibatkan ia
meninggal dunia, selanjutnya pemilik barang tersebut menuntut agar permata
tersebut dikembalikan kepadanya. Maka tidak ada cara lain yang ditempuh kecuali
dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan permata tersebut dari jasadnya.
Melihat persoalan seperti kasus di atas, perlu ditentukan status hukum bedah
mayat tersebut apakah dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran Islam
haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang bukan haknya.
Tindakan yang demikian akan menjadi ganjalan bagi orang yang mati di alam
sesudah kematiannya karena ia masih terkait dengan hak orang lain.

2
Al-Suyuthi, Imam. 2005. Al-Asybah wa al-Nazhair fi Qawaid wa Furu fiqh
al-Syafi’i, tahqiq oleh Muhammad Hasan Islamil al-Syafi’i, Juz I, Beirut:
Dar al-Kutub Ilmiyah

7
Dalam keadaan mati, orang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Oleh karena
itu orang hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya, terutama sekali
keluarganya yang harus memprakarsai pembedahannya untuk mengeluarkan
barang milik orang lain tersebut dari perutnya guna mengembalikan kepada
pemiliknya. Dalam hal seperti di atas tidak ada cara lain yang bisa ditempuh
kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan barang yang ada di
perut mayat.

c. Menegakkan Kepentingan Penegakkan Hukum


Peralatan modern kadang-kadang sulit juga membuktikan sebab-sebab
kematian seseorang dengan hanya penyelidikan dari luar tubuh mayat. Kesulitan
tersebut, cukup menjadi alasan untuk membolehkan membedah mayat sebagai
bahan penyelidikan, karena sangat diperlukan dalam penegakkan hukum, dan
sesuai dengan kaidah fiqhiyyah : “Tidak haram bila darurat dan tidak makruh
karena hajat.”

Apabila penegak hukum tidak mau mengusut kejahatan, karena yang


dianiaya sudah meninggal dunia, lalu takut mengadakan pengusutan dengan cara
pembedahan mayat, maka berarti dia memberi jalan kepada penjahat untuk tidak
takut beraksi. Hukum harus ditegakkan meskipun harus dengan jalan melakukan
bedah mayat dan pembongkaran kuburan untuk pencapaian keadilan.

d. Memperhatikan Kepentingan Pendidikan dan Keilmuan


Diantara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran ialah ilmu tentang
susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori
dalam ilmu kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek langsung terhadap
manusia. Otopsi menurut teori kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat
yang amat penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan ilmunya
kelak. Sekiranya mayat itu diperlukan sebagai sarana penelitian untuk
mengembangkan ilmu kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini
dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk
mensejahterakan umat manusia.

Pembedahan mayat tidak boleh dilakukan secara berulang-ulang, karena


mayat hendaknya segera dikuburkan bukan untuk dipamerkan. Sebagaimana
sabda Rasulullah yang artinya: “Percepatlah mengantar jenazah ke kuburnya.
Bila dia seorang yang shaleh maka kebaikanlah yang kamu hantarkan kepadanya
dan dia kebalikannya, maka sesuatu keburukan yang kamu tanggalkan dari beban
lehermu.” (HR. Bukhari).

Di antara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran ialah ilmu tentang


susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori

8
dalam ilmu kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek langsung terhadap
manusia. Otopsi menurut teori kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat
yang amat penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan ilmunya
kelak. Sekiranya mayat itu memang diperlukan sabagai sarana penelitian untuk
mengembangkan ilmu kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini
dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk
mensejahterakan umat manusia.

D. Tinjauan Hukum Islam terhadap bedah mayat


Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti
tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji Allah
SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa mar
(ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam
Surat Funssilat Ayat 53 yang artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak
cukupkah (bagi kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”.
Pengertian dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh
manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.

Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang Artinya: “Setiap yang bernyawa
itu akan mengalami mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”.
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap
yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur
kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah
SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra’ Ayat 70.
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak Adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna.”.3

Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran dalam diri manusia di


dunia, diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang
dimiliki manusia terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak mungkin
dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya diperlukan orang yang ahli dibidang
tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya.

3
Kamal, Mahmud. 1991. Bedah Mayat dari Segi Hukum Islam. Jakarta : Pustaka
Panjimas.

9
Contoh konkretnya adalah orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter
tentang penyakitnya agar bisa diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan
anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang
menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu
Daud dari Abu Darda). Hadits ini juga mengandung anjuran untuk
mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi
penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Sedangkan bedah mayat
dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara
adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa
Ayat 58 yang Artinya: “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum
diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah
sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat.”.

Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak
pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam
proses perkara di pengadilan.

E. Tinjauan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap bedah mayat

Penyelesaian kejahatan terutama yang berkaitan dengan tubuh dan nyawa


tidak selalu dapat diselesaikan oleh ilmu hukum sendiri. Dapat dikatakan seperti
itu karena memang obyek kejahatannya adalah tubuh dan nyawa manusia,
sedangkan tubuh dan nyawa manusia adalah kajian bidang ilmu kedokteran.
Dengan demikian seringkali untuk kepentingan pembuktian dan penyelidikan
sebab-sebab kematian lapangan ilmu hukum meminta bantuan kepada bidang
kedokteran.

Salah satunya Ilmu kedokteran dalam hukum pidana diposisikan sebagai


ilmu pembantu hukum pidana dimana dalam hal penyelesaian perkara pidana
disebut sebagai ilmu kedokteran forensik. Ilmu kedokteran forensik berperan
dalam pengungkapan kasus-kasus yang berakibat timbulnya luka dan kematian,
tanpa bantuan ilmu kedokteran forensik mustahil bagi ilmu hukum untuk dapat
mengungkapkan misteri kejahatan tersebut.4

4
Mahjuddin. 2005. Masailul Fiqhiyah :Berbagai Kasus yang dihadapi “Hukum
Islam”masa Kini, Jakarta : Kalam Mulia

10
Tanda kematian merupakan cara yang digunakan untuk menentukan
seseorang telah benar-benar mati, banyak pendapat yang mendefinisikan tanda
kematian (sign of death) ini tetapi yang lebih penting untuk diamati dari berbagai
tanda kematian ada tiga macam yaitu lebam mayat (livoris mortis), kaku mayat
(rigor mortis), dan penurunan suhu mayat (algor mortis). Kepentingan dari
observasi pada tiga hal ini adalah untuk menentukan sebab kematian, cara
kematian, dan waktu atau saat kematian.

Untuk memperoleh kebenaran, maka ilmu kedokteran memerlukan teori


dan praktek yang lazim kita kenal dengan autopsi atau bedah mayat. Proses
autopsi inilah yang akan mengantarkan kepada hal-hal yang dikenal dengan Seven
“W” of Darjes, yaitu: perbuatan apa yang telah dilakukan; di mana perbuatan itu
dilakukan; bilamana perbuatan itu dilakukan; bagaimana perbuatan itu dilakukan;
dengan apa perbuatan itu dilakukan; mengapa perbuatan itu dilakukan dan siapa
yang melakukan. Hasil pemeriksaan mayat dan bedah mayat (autopsi) disebut
sebagai visum et repertum. Hasil dari visum et repertum inilah yang dapat
dijadikan bukti yang dapat dilihat dan ditemukan.

Adanya visum et repertum sebagai hasil dari penyelidikan dapat memberi


keterangan kepada penegak hukum untuk mengetahui pelaku tindak pidana. Di
Indonesia, undang-undang melarang warganya untuk menghalangi petugas
melakukan pembedahan atas mayat demi kepentingan peradilan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 222 dijelaskan, "Barangsiapa
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau denda paling banyak/sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah."

Untuk mengantisipasi kemaslahatan bedah mayat ini, Majelis


Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Departemen Kesehatan RI pada Fatwa No. 4
tahun 1955 mengisyaratkan dibolehkannya bedah mayat dengan tujuan
kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dokter, dan penegakan keadilan. Akan
tetapi kebolehan itu dibatasi sekedar dalam keadaan darurat menurut kadar
kepentingannya.

Autopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan pengadilan di


maksudkan untuk mengetahui sebab-sebab kematiannya di sebut juga obductie Di
Indonesia masalah bedah mayat atau autopsi diatur di dalam Pasal 134 Undang-
undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang berbunyi sebagai
berikut:

1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian


bedah mayat tidak mungkin lagi dihindarkan, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

11
2. Dalam hal keluarga keberatan penyidik wajib menerangkan dengan
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133
ayat 3 Undang-undang ini.

Selain itu diperkuat juga oleh Pasal 133 dari Undang-undang tersebut
berbunyi sebagai berikut:

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang


korban baik keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat yang dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain pada mayat.

Berpijak dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa autopsi


atau bedah mayat adalah suatu pembedahan atau pemeriksaan pada mayat yang
dilakukan oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud atau
kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab kematian mayat.

F. Tinjauan Etika yang berlaku mengenai Bedah Mayat

Bedah Mayat tidak hanya berkaitan dengan agama dan hukum yang
berlaku saja.Etika juga berlaku dalam proses pembedahan mayat. Etika
adalahPemerintah telah memutuskan melalui Peraturan Pemerintah RI No.18
Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat Dan/Atau Jaringan Tubuh Manusia , bahwa bedah mayat klinis
hanya boleh di lakukan dalam keadaan sebagai berikut :
 Pasal 2
a. Dengan persetujuan penulis penderita dan atau keluarganya yang
terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya
belum dapat di tentukan secara pasti.

12
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di
duga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang
lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam
jangka waktu 2x24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang
meninggal dunia datang ke rumah sakit
 Pasal 3
Bedah mayat klinis hanya di lakukan di ruangan dalam rumah sakit yang
disediakan untuk keperluan itu.
 Pasal 4
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat klinis di
laksanakan sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan di atur oleh Menteri Kesehatan.5

5
Hubais, Umar, 1993. Fatwa, Menjawab Masalah-masalah Keagamaan Masa
Kini, cet 7, Jakarta: PT. Al-Irsyad

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai dengan tinjauan pustaka dan pembahasan yang sudah


dikemukakanmengenai bedah mayat , maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :

1. Bedah mayat adalah suatu tindakan dokter ahli untuk membedah mayat
karena dilandasi oleh suatu maksud atau kepentingan-kepentingan tertentu
seperti: kepentingan penegakkan hukum; menyelamatkan janin yang
masih hidup di dalam rahim mayat; untuk mengeluarkan benda yang
berharga dari mayat; dan untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran.
Tindakan pembedahan yang didasari oleh motif-motif tersebut dibolehkan
dalam ajaran Islam, bahkan bisa dihukumkan wajib apabila keperluan
bedah itu menempati level hajat atau darurat. Namun pada proses
pembedahan mayat tetap harus mematuhi etika yang telah di
tetapkan,selain itu diwajibkan pula untuk menjaga kerahasiaan,
menghormati dan memuliakan mayat serta menyegerakan proses autopsi
serta mendapatkan izin dari ahli waris tentunya.
2. Hadits yang melarang memecahkan tulang mayat atau dengan kata lain
merusak mayat dalam pemaknaan penulis adalah apabila bedah mayat atau
autopsi yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan tanpa tujuan yang
benar, maka hukumnya haram. Termasuk pula bila pembedahan mayat itu
melampaui batas dari tujuan yang dibutuhkan

B. Saran

Dengan adanya peraturan tersebut, proses pembedah mayat yang di


lakukan harus mengikuti peraturan yang telah pemerintah tetapkan.Selain
itu proses pembedahan mayat harus di lakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan tugas tersebut.
Pelaksanaan medis juga harus dilakukan dengan memperhatikan norma
yang berlaku dalam masyarakat yaitu norma hukum, agama, dan
kesopanan.Selain itu dalam proses nya banyak sekali norma yang di patuhi
untuk menjaga kehormatan dan kemulian mayat tersebut sebagaimana
manusia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Muhamad Ali. 1997. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada.

Al-Suyuthi, Imam. 2005. Al-Asybah wa al-Nazhair fi Qawaid wa Furu fiqh


al-Syafi’i, tahqiq oleh Muhammad Hasan Islamil al-Syafi’i, Juz I, Beirut:
Dar al-Kutub Ilmiyah

Kamal, Mahmud. 1991. Bedah Mayat dari Segi Hukum Islam. Jakarta : Pustaka
Panjimas.

Mahjuddin. 2005. Masailul Fiqhiyah :Berbagai Kasus yang dihadapi “Hukum


Islam”masa Kini, Jakarta : Kalam Mulia

Hubais, Umar, 1993. Fatwa, Menjawab Masalah-masalah Keagamaan Masa


Kini, cet 7, Jakarta: PT. Al-Irsyad

15

Anda mungkin juga menyukai