Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Transplantasi Organ Tubuh, Transfusi Darah dan Bank ASI


Menurut Hukum Islam

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah Fikih


Kontemporer

Dosen Pengampu:
Zulkifli, S.AG, MHI.,

Disusun Oleh:
Salsabilla Marimer 2130403096

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS
BATUSANGKAR
1445 M/2024 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Syukur alhamdulillah senantiasa saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun telah dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih
Kontemporer dengan judul " Transplantasi organ tubuh, transfusi darah dan bank
ASI menurut Hukum Islam".
Shalawat beserta salam tidak lupa penyusun kirimkan kepada Nabi
Muhammad saw. Semoga kita senantiasa mendapat syafaat beliau di dunia
maupun di akhirat. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada bapak
Zulkifli, S.AG, MHI., Selaku Dosen mata kuliah Fikih Kontenporer. Tugas yang
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait mata kuliah ini.
Penyusun sampaikan juga kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu di dalam penyusunan materi kuliah ini penyusun ucapkan terima kasih,
karena tanpa arahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan, tentunya belum bisa
tersaji kepada para pembaca, walaupun tidak bisa penyusun sebutkan namanya
satu persatu.
Akhir kata, sebagai makalah tafsir ayat-ayat ekonomi islam yang baik
tentunya memerlukan sebuah celah untuk menyempurnakan materi kedepannya,
untuk itu penyusun dengan segala kerendahan hati menerima kritik dan saran
demi peningkatan dan penyempurnaan dalam makalah dan pembelajaran ini.

Batusangkar, 24 Maret 2024

Salsabilla Marimer

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Transplantas Organ Tubuh, Transfusi Darah dan Bank ASI
............................................................................................................. 3
B. Hukum Transplantasi Berdasarkan Kondisi Si Donor dalam Syariat
Islam .................................................................................................... 7
C. Prinsip Hukum Transfusi dan Realitas Fenomena Sosial Hari Ini ...... 12
D. Hukum Bank Asi dalam Islam ............................................................ 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 19
B. Kritik dan Saran .................................................................................. 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri,
dalam sejarah manusia tidak terdapat seorangpun hidup sendiri, kecuali dalam
keadaan terpaksa dan itupun hanya sementara waktu. sebagai mahkluk sosial
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri.
Hukum islam atau syariat isam ialah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan sunnah Rasul mengenai tingkah laku
mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan
diyakini,yang mengikat bagi semua pemeluknya, syariat menurut istilah ialah
hukum-hukum yang diperintahkan Allah SWT untuk umatnya yang dibawa
oleh seorang nabi, yang berhubungan dengan kepercayaan maupun yang
berhubungan dengan amaliyah.
Agama islam bukan hanya berisi mengenai peraturan akhlak, hidup,
tetapi juga berisi ilmu pengetahuan dimana terdapat ilmu kesehatan
didalamnya. Adanya ayat Al-Qur‟an maupun hadits mengenai penciptaan
manusia, makanan, kebersihan, pemberantasan penyakit menular dan adanya
obat jiwa dalam Al-Qur‟an merupakan petunjuk bahwa ajaran-ajaran islam
mengandung ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan.
Di Indonesia, Transplantasi organ tubuh diatur dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Sedangkan peraturan
pelaksanaannya diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 1981
tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi ayat
atau jaringan tubuh manusia. Transplantasi tidak mustahil untuk dilakukan,
semakin majunya teknologi kedokteran, orang-orang yang memiliki kerusakan
pada organ tubuhnya bisa memilih untuk melakukan transplantasi yang lebih
efektif untuk memiliki harapan yang besar untuk hidupnya, daripada
melakukan terapi kesehatan seperti homodialis.

1
Dalam undang-undang kesehatan mengenai transplantasi atau orang
yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk di donorkan
kepada orang yang membutuhkan diperbolehkan dalam Undang-Undang
N0.36 Tahun 2009 mengenai transplantasi: Penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan / atau
jaringan tubuh, implan obat atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekontruksi,
serta penggunaan sel punca.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian transplantas organ tubuh, transfusi darah dan bank
ASI?
2. Bagaimana hukum transplantasi berdasarkan kondisi si donor dalam
syariat islam?
3. Bagaimana prinsip hukum transfusi dan realitas fenomena sosial hari ini?
4. Bagaimana hukum Bank ASI dalam Islam?

C. Tujuan Masalah
Adapun beberapa tujuan dari sub materi dari makalah ini antara lain
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian transplantas organ tubuh, transfusi darah dan
bank ASI.
2. Untuk mengetahui hukum transplantasi berdasarkan kondisi si donor
dalam syariat islam.
3. Untuk mengetahui prinsip hukum transfusi dan realitas fenomena sosial
hari ini.
4. Untuk mengetahui hukum Bank ASI dalam Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Transplantas Organ Tubuh, Transfusi Darah dan Bank ASI


1. Pengertian Transplantasi Organ Tubuh
Transplan berasal dari bahasa Ingris yaitu kata transplantation
(trans+plantare: menanam), maksudnya penanaman jaringan yang diambil
dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Dalam bahasa Arab
transplantasi juga dikenal dengan Naqlu Al-A’da zira’a al-a’dai’i.
Transplan ialah mentransfer jaringan dari bagian satu ke bagian yang lain,
dan organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah
lain pada badan yang sama atau individu lainnya. Adapun di dunia
kedokteran organ yang dipindah disebut dengan graft atau transplant.
Pemberi transplan dinamakan donor, penerima transplan disebut kost atau
resipien. Pada kamus bahasa Indonesia, pengertian transplantasi organ
meupakan penggantian organ tubuh yang tidak normal supaya dapat
berfungsi kembali sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Sedangkan menurut Masjfuk Zuhdi, pencangkokan transplantasi
yakni pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat
untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat, jika diobati dalam
medis tidak ada harapan dalam hidupnya. Sedangkan Soekidjo
Notoatmodjo mengatakan transplantasi merupakan tindakan medis yang
bertujuan untuk memindahkan organ manusia kepada tubuh manusia lain
atau tubuhnya sendiri. Transplantasi organ sendiri diatur No. 18 pada
tahun 1981, mengenai bedah mayat klinis dan Anatomis, serta
transplantasi jaringan Manusia. Tanggal 17 September 1992 yang
disahkan DPR RI dalam undang-undang No. 36 tahun 2009.
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan,
Pasal 1 ayat 5 dirumuskan pengertian sebagai berikut: "Transplantasi
adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan atau
jaringan organ tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh

3
orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat atau
jaringan organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik." Dalam kaitan ini,
Samil, mendefinisikan transplantasi sebagai pemindahan suatu jaringan
atau organ tertentu dari suatu tempat ke tempat lain dengan kondisi
tertentu."
Sementara Notoatmodjo, transplantasi adalah "tindakan medis
untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia kepada tubuh
manusia yang lain atau tubuhnya sendiri." Dalam dunia kedokteran
pencangkokan atau transplantasi diartikan sebagai pemindahan jaringan
atau organ dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Hal ini bisa terjadi
dalam satu individu atau dua individu. Sedangkan Zuhdi, pengertian
transplantasi adalah "pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya
hidup yang sehat, untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan
tidak berfungsi dengan baik."
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
transplantasi organ tubuh ialah pemindahan (pencangkokan) alat dan atau
jaringan tubuh manusia (hewan) yang masih berfungsi untuk
menggantikan organ tubuh resipien (penerima) yang sudah tidak berfungsi,
dalam rangka pengobatan atau upaya penyelamatan pihak resipien..
Transplantasi merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien yang
mengalami kerusakan organ tubuh.
Ada tiga jenis transplantasi:
a. Auto-transplantasi, yaitu transplantasi yang memberi dan menerima
dalam organ tubuh seseorang dengan organ tubuh seseorang yang
lainnya;
b. Homo-transplantasi, yaitu transplantasi pada satu jenis (spesies) yang
sama;
c. Hetero-transplantasi, yaitu transplantasi yang menerima dan donornya
berbeda jenis; seperti transplantasi satu organ tubuh manusia dengan
organ tubuh binatang.

4
2. Transfusi Darah
Menurut pandangan almarhum Muftî Syafi dari Pakistan, dalam
kondisi biasa, transfusi darah merupakan sesuatu yang haram, karena:
pertama, darah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tubuh
manusia, dan kedua, darah termasuk benda najis.
Muftî Syafi mengatakan bahwa karena darah merupakan bagian
tubuh manusia, maka pengambilan dan pen transfusiannya ke dalam sistem
peredaran darah orang lain bisa disamakan dengan upaya mengubah takdir
manusia, karenanya dilarang.
Selain itu, Mufti Syafi juga menerangkan bahwa darah yang
diambil dari tubuh seseorang pada dasarnya adalah najis, dan ketentutan
ini ia temukan dalam Kitâb al-Umm karya Imam al-Syafi'î. Imam al-Syafi'î
mengatakan: Jika seseorang memasukkan darah ke dalam ku- litnya, dan
darah itu berkembang (nabata 'alaih), maka darah tersebut wajib
dikeluarkan dan orang itu wajib mengganti salat yang ia lakukan setelah
memasukkan darah tersebut. Transfusi darah merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris "Blood Transfution", kemudian diterjemahkan oleh Dokter
Arab menjadi ‫( ن قل ال دم ل ل ع الج‬memindahkan darah karena kepentingan
medis).
Dr. Ahmad Sofyan mengartikan transfusi darah dengan istilah
"pindah-tuang darah", sebagaimana dikemukakannya dalam rumusan
definisinya yang berbunyi: "Pengertian pindah-tuang darah adalah
memasukan darah orang lain kedalam pembuluh darah orang yang akan
ditolong."
Menurut Asy Syekh Husnain Muhammad Makhluuf merumuskan
transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia, dengan cara
memindahkannya dari (tubuh) orang yang sehat kepada orang yang
membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya.
3. Pengertian Bank ASI
Istilah Bank ASI (Human Milk Bank) mengacu kepada sistem
penyediaan ASI bagi bayi yang prematur maupun tidak prematur yang

5
ibunya tidak memiliki ASI cukup atau tidak bisa menyusui karena satu
alasan. Bank ASI yang berjalan selama ini umumnya menerima ASI
donor, atau ASI yang dihibahkan oleh pemiliknya, yaitu ibu atau
perempuan yang kelebihan ASI.
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dibanding makanan
pengganti yang terbuatdari susu sapi termasuk susu sapi yang telah diolah
sekalipun. Sudah menjadi kewajiban seorang ibu untuk memberikan ASI
atau menyusui anaknya, namun sering kali pada saat initerjadi berbagai
permasalahan yang dimana seorang ibu tidak dapat menyusui
anaknyadikarnakan air susunya kering atau tidak keluar sama sekali.
Seiring berkembangnya kemajuan zaman kini manusia pun semakin maju
dengan alat-alat teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kini di
berbagai negara telah muncul bank-bank untuk memenuhi kebutuhan ASI
pada bayi. Seperti layaknya bank yang mengatur dan menyediakan stok
uang, yang kini dirasa perlu tersedia dalam bentuk bank atau yang dikenal
dengan bank ASI. Kehalalan air susu ibu, tidak ada yang meragukannya,
baik air susu ibu si bayi,maupun air susu wanita lain, bila air susunya tidak
memadai, atau karena suatu hal, ibu kandung si bayi itu tidak dapat
mensusuinya. Nabi Muhammad sendiri pernah dititipkan kepada
Halimahtussa’diyah untuk disusukan dan diperlihara/ didiknya.
Bank ASI, yaitu suatu sarana yang dibuat untuk menolong bayi-
bayiyang tak terpenuhi kebutuhannya akan ASI. Di tempat ini, para ibu
dapat menyumbangkan air susunya untuk diberikan pada bayi-bayi yang
membutuhkan.
Bank ASI Dalam Pandangan Islam, andai kata ada diantara wanita
yang rela menyerahkan susunya pada Bank ASI, maka air susu itu sama
saja seperti darah yangdisumbangkan untuk kemaslahatan umat.
Sebagaimana darah yang boleh diterima dari siapa saja dan boleh
diberikan kepada siapa saja yang memerlukannya, maka air susupun
demikian hukumnya. Bedanya ialah darah adalah najis. Sedang air susu
bukan najis. Olehsebab itu, darah baru dapat dipergunakan dalam keadaan

6
darurat atau terpaksa. Tujuandiadakannya bank air susu ibu (ASI)
merupakan tujuan yang mulia yang didukung oleh Islam, untuk
memberikan pertolongan kepada semua orang yang memerlukan maupun
kekurangan ASI dari diri si ibu. Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah
bayi yang lahir prematur yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Perumpuan yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk makanan
golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah dan
terpuji di sisi manusia. Bahkan air susu seorang perumpuan itu bolehdibeli
darinya, jika ia tidak berkenan menyumbangkan sebagaimana ia
diperbolehkanmencari upah dengan menyusui anak orang lain. Menurut
hukum Islam, saudara radha’ah (sepersusuan) merupakan muhrimyang
tidak boleh melakukan pernikahan antara dua orang saudara radha’ah.

B. Hukum Transplantasi Berdasarkan Kondisi Si Donor dalam Syariat


Islam
Hukum transplantasi berdasarkan keadaan si donor dalam syariat Islam
juga dipandang dari tiga aspek, yaitu:
1. Donor mata
Donor mata diartikan dengan pemberian cornea mata kepada orang
yang membutuhkannya. Cornea mata tersebut berasal dari mayat yang
telah diupayakan oleh dokter ahli, sehingga dapat digunakan oleh orang
yang sangat membutuhkannya. Menurut Asy Syekh Husnain Muhammad
Makhluuf mengatakan:

"pemindahan mata adalah memindahkan cornea mata mayat


(kepada orang) hidup (yang membutuhkannya)"
Masalah donor mata termasuk salah satu keberhasilan teknologi
dalam Ilmu Kedokteran yang dapat mengatasi salah satu kesulitan yang
dialami oleh orang buta. Yang menjadi masalah hukum Islam, karena
comea mata yang dipindahkan kepada orang buta berasal dari mayat
sehingga terjadi dua pendapat di kalangan Fuqaha.

7
a. Bagi ulama yang mengharamkannya
Mendasarkan pendapatnya pada Hadits yang berbunyi
“sesungguhnya pecahnya tulang mayat (bila dikoyak-koyaki.
seperti (sakitnya dirasakan mayat) ketika pecah tulangnya di waktu ia
masih hidup".
b. Bagi ulama yang membolehkannya
Mendasarkan pendapatnya pada hajat (kebutuhan) orang yang
buta untuk melihat. Maka perlu ditolong agar dapat terhindar dari
kesulitan yang dialaminya, dengan cara mendapatkan donor mata dari
mayat.
Apabila seseorang pada waktu hidupnya tidak mendaftarkan
dirinya sebagai donor organ tubuh dan ia tidak pula memberi wasiat
kepada keluarga atau ahli warisnya untuk menyumbangkan organ
tubuhnya apabila ia meninggal nanti. maka keluarga tidak berhak
mengizinkan pengambilan organ tubuh si mayat untuk pencangkokan atau
untuk penelitian ilmiah dan sebagainya.
2. Pencangkokan jantung
Pencangkokan jantung merupakan suatu operasi sebelah dalam
jantung yang bertujuan untuk memperbaiki atau mengganti katup jantung
dengan katup mekanik buatan atau dengan katup homograft (transplantasi
manusia) yang diambil dari orang lain.
Hukum pencangkokan jantung: Pada dasarnya, agama Islam
membolehkan pencangkokan jantung pada pasien sebagai salah satu upaya
pengobatan suatu penyakit, yang sebenarnya sangat diajurkan dalam Islam.
Hanya dalam persoalan, karena katup jantung yang dipindahkan ke dalam
jantung pasien, berasal dari mayat atau dari bintang yang sudah mati.
Menurut pendapat ahli Islam yang membolehkannya, meskipun
dengan melalui pembedahan mayat sebagai donaturnya, atau pun
mengambil dari binatang yang sesuai dengan bentuk anatomi kutup
jantung yang dibutuhkan pasien. Hal ini dibolehkan karena dimaksudkan
untuk memepertahankan kelangsungan hidup pasien yang dasarnya ada

8
pada beberapa Qaidah Fiqhyah dimuka baik dimaksudkan sebagai hajat,
maupun sebagai darural.
3. Pencangkokan ginjal
Pencangkokan ginjal adalah pengoperasian dan pemindahan ginjal
dari orang lain atau dari binatang yang sesuai dengan struktur anatominya
kepada pasien yang membutuhkan.
Hukum pencangkokan ginjal: Dilihat dari sumber pengambilan
ginjal yang sering digunakan pada operasi pencangkokan ginjal, maka
dapat dijadikan tiga kategori, yaitu:
a. Ginjal yang bersumber dari orang hidup yang biasanya diambil hanya
sebelah saja, kemudian dipindahkan kepada pasien yang
membutuhkannya.
b. Ginjal yang bersumber dari orang mati, yaitu pengambilan ginjal dari
mayat yang baru mati, kemudian disimpan dalam tempat pengawetan
untuk menunggu adanya pasien yang membutuhkannya.
c. Ginjal yang bersumber dari binatang tegasnya babi, yaitu pengambilan
ginjal babi karena dianggap sesuai dengan struktur ginjal manusia.
Ginjal yang bersumber dari manusia, baik yang masih hidup
maupun yang sudah mati disepakati oleh kebanyakan ulama tentang
kebolehannya bila dicangkokkan kepada pasien yang membutuhkannya
karena dianggap sangat dibutuhkan.
Mengenai ginjal babi, masih sangat diperdebatkan oleh ulama
hukum. Ada yang masih mengharamkannya dan ada pula yang
membolehkannya, karena alasan hajat dan darurat. Dan bagi yang
mengharamkannya, mengemukakan alasan bahwa masih banyak ginjal
yang harus didapatkan dari manusia.
Apabila pencangkokan seperti mata, hati, atau ginjal dari donor
telah meninggal secara yuridis dan klinis, Islam bisa mengizinkan dengan
syarat.

9
a. Resipien (penerima sumbangan donor) berada dalam keadaan darurat
yang mengancam jiwanya, dan ia sudah menempuh pengobatan secara
medis dan nonmedis, tetapi tidak berhasil.
b. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih
gawat bagi resipien dibandingkan dengan keadaannya sebelum
pencangkokan. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 195:

‫ّٰللا َو ََل ت ُ ْلقُ ْوا بِا َ ْي ِد ْي ُك ْم اِلَى الت َّ ْهلُ َك ِة ۛ َوا َ ْح ِسنُ ْوا ۛ ا َِّن ه‬
‫ّٰللاَ ي ُِحب‬ َ ‫َوا َ ْن ِفقُ ْوا ِف ْي‬
ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬
َ‫ْال ُم ْح ِس ِنيْن‬
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan”
Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak gegabah berbuat
sesuatu yang bisa berakibat fatal bagi dirinya, sekalipun mempunyai
tujuan kemanusiaan yang berbudi luhur.
Misalnya seseorang yang menyumbangkan sebuah matanya
atau sebuah ginjalnya kepada orang lain yang buta atau kurang
berfungsi ginjalnya, sebab selain ia mengubah ciptaan Allah yang
membuat mata dan ginjal berpasangan, juga ia menghadapi risiko
sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya
mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu.
Apabila pencangkokan seperti mata, hati, atau ginjal dari donor
dalam kehidupan koma atau hampir meninggal, islampun tidak
mengizinkan karena:
a. Hadist Nabi riwayat Malik dari 'Amar bin Yahya, riwayat Al-Hakim,
Al- Baihaqi, dan Al-Daruqtni dari Abu Sa'id Al-Khudri, dan riwayat
Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan "Ubadah bin Al-Shamit;
“Tidak boleh membikin mudarat pada dirinya dan tidak boleh
pula membikin mudarat pada orang lain”
Misalnya orang mengambil organ tubuh dari seorang donor
yang belum mati secara klinis dan yuridis untuk transpalasi, berarti ia

10
membuat mudarat kepada donor yang berakibat mempercepat
kematiannya.
b. Manusia wajib berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya, demi
mempertahankan hidupnya, tetapi hidup dan mati itu di tangan Allah.
Karena itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri
(bunuh diri) atau mempercepat kematian orang lain sekalipun
dilakukan oleh dokter dengan maksud untuk mengurangi atau
menghentikan penderitaan si pasien. Hadist Nabi Berobatlah kamu hai
hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan
suatu penyakit, kecuali Dia juga meletakkan obat penyembuhnya,
selain penyakit yang satu, yaitu penyakit tua thadits Riwayat Ahmad
bin hanbal. Al-Tharmizi, Abu daud. A-Nasa'l. Ibnu Majah, Ibnu
Hibban, dan Al Hakim dari Usamah bin Syarik).
3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ
ditinjau dari keadaan sipendonor:
1. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat.
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam
keadaan hidup sehat, maka hukumnya haram, dengan alasan: Firman
Allah dalam QS al-Baqarah ayat 195:
"Dan belanjakanlah (harta bendamuj di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik."
2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma).
Melakukan transplantasi organ tubuh dalam keadaan masih hidup,
meskipun dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram walaupun
menurut dokter bahwa si donor itu akan segera meninggal, karena hal itu
dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak allah. Hal
tersebut dapat dikatakan sebagai euthanasia atau mempercepat kematian.
Hadis nabi;

11
"Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh
pula membuat mudharat pada orang lain".
3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah
meninggal. Mengambil organ donor (jantung, mata atau ginjal) yang
sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah yaitu
dibolehkan menurut pandangan Islam, dengan syarat bahwa resipien
(penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan darurat yang
mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia
sudah berobat secara optimal, tetapi tidak berhasil. Dalilnya terdapat
dalam QS al-Baqarah ayat 195, QS al-Maidah ayat 32 dan QS al-Maidah
ayat 2.
"Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat
kerusakan dimuka bumi. Maka seakan-akan dia Telah membunuh
manusia seluruhnya dan barangsiapa yang memelihara keludupan
seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan
manusia semuanya, dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka
rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan vang jelas,
Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampani hatas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi."(QS al-Maidah
ayat 32).

C. Hukum Transfusi dan Realitas Fenomena Sosial Hari Ini


Transfusi darah adalah memindahkan darah dari seseorang kepada
orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Islam tidak melarang seorang
muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan,
bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada
orang yang memerlukan transfusi darah, misalnya untuk anggota keluarga
sendiri maupun diserahkan kepada palang merah atau bank darah untuk
disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.

12
Penerima sumbangan darah tidak disyaratkan harus sama dengan
donornya mengenai agama/kepercayaan, bangsa/suku bangsanya, dan
sebagainya. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas itu adalah termasuk
amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan oleh Islam. Sebab,
dapat menyelamatkan jiwa manusia.
Jadi, boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang
non muslim. dan sebaliknya demi menolong dan memuliakan harkat dan
martabat manusia. Adapun dalil syar'i yang bisa menjadi pegangan untuk
membolehkan transfusi darah tanpa mengenal batas agama dan sebagainya
berdasarkan kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi: Transfusi darah
diperbolehkan, bahkan perbuatannya sebagai donor darah itu ibadah, jika
dilakukan dengan niat mencari keridaan Allah dengan jalan menolong jiwa
sesama manusia.
Namun, untuk memperoleh maslahah dan menghindari bahaya, baik
bagi donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu
transfusi darah itu harus dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti
terhadap kesehatan keduanya. Terutama kesehatan donor darah harus benar-
benar bebas dari penyakit menular yang dideritanya. firman Allah Surat Al-
Maidah ayat 32:

َ َّ‫َو َم ْن ا َ ْحيَاهَا فَ َكاَنَّ َما ٓ ا َ ْحيَا الن‬


‫اس َج ِم ْيعًا‬
“Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.”
Jadi boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk non-
Muslim dan sebaliknya demi menolong dan memuliakan atau menghormati
harkat dan martabat manusia. Sebab Allah sebagai Khalik alam semesta
termasuk manusia berkenan memuliakan mabusia sebagaiman firman-Nya
dalam surat Al-Isra ayat 70:

‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَ ِن ْٓي ٰادَ َم‬


“Dan sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu Adam”

13
Tidak ada satu ayat dan haditspun yang secara ekspilist melarang
transfuse darah, maka berarti transfusi darah dibolehkan, bahkan
perbuatannya sebagi donor itu ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari
ridho Allah dengan jalan menolong jiwa sesama manusia.
Persyaratan dibolehkannya transfusi darah itu berkaitan dengan
masalah medis bukan masalah agama. Persyaratan medis ini harus
dipenuhi, karena adanya kaidah- kaidah hukum Islam sebagai berikut:
1. ‫ ال ضر رمزال‬artinya bahaya itu harus dihilangkan (dicegah). Misalnya
bahaya kebutaan harus dihindari dengan berobat.
2. ‫ ال صر ال ي زال ب ال ضرر‬artinya bahaya itu tidak boleh dihilangkan
dengan . (2) bahaya lain (yang lebih besar bahayanya). Misalnya
seorang yang memerlukan transfusi darah karena kecelakaan lalu
lintas, atau operasi tidak boleh menerima darah orang yang menderita
AIDS, sebab bisa mendatangkan bahaya yang lebih besar.
3. ‫ ال صر و وأل ص يراز‬artinya tidak boleh membuat mudarat kepada
dirinya sendiri dan tidak pula membuat mudarat kepada orang lain.

D. Hukum Bank ASI Dalam Islam


1. Hukum Mengenai Bank ASI
Seorang bayi boleh saja menyusu kepada wanita lain, bila air susu
ibunya tidak memadai, atau karena suatu hal, ibu kandung bayi tidak dapat
menyusuinya. Status ibu yang menyusukan seorang bayi, sama dengan ibu
kandung sendiri, tidak boleh kawin dengan wanita itu, dan anak-anaknya.
Dalam hukum islam disebut sebagai saudara sepersusuan. Gambaran yang
dikemukakan jelas bahwa siapa wanita yang menyusukan dan siapa pula
bayi yang disusukan itu hukumnya jelas yaitu sama dengan mahram.
Sekarang yang menjadi perrsoalan ialah, air susu yang disimpan pada
Bank ASI, maka air susu itu sama saja seperti darah yang disumbangkan
untuk kemaslahatan umat. Sebagaimana darah boleh diterima dari siapa
saja dan boleh diberikan kepada yang memerlukannya, maka air susupun
demikian juga hukumnya.

14
Bedanya ialah darah najis, sedangkan air susu bukan najis. Oleh
sebab itu, darah baru dapat dipergunakan dalam keadaan darurat
ataulterpaksa. Namun timbul lagi pertanyaan bagaimana hubungan antara
donor ASI dengan bayi yang menerimanya? Apakah sama dengan ar-
Radha'ah atau saudara sepersusuan?
Menurut Ali Hasan, agak sukar menentukan atau mengetahui
donor asli itu,sebagaimana donor darah. Dengan demikian, baik ibu
“susuan”, maupun “anak susuan”, tidak saling mengenal. Hal ini berarti,
masalah pemanfaatan air susu dari Bank ASI, tidak dapatdisamakan
dengan ar-Radhaah. Pemanfaatan air susu dari Bank ASI adalah dalam
keadaanterpaksa (bukan karena haram). Sebab, selagi ibu si bayi itu masih
mungkin menyusukananak itu, maka itulah sebenarnya yang terbaik.
Hubungan psikologis antara si bayi dan ibunyaterjalin juga dengan mesra
pada saat menyusukan bayi itu. Si bayi merasa disayangi dan siibu pun
merasakan bahwa air susunya akan menjadi darah daging anak itu.
Berbeda, kalau air susu yang diminum anaknya itu berasal dari orang lain.
Pertumbuhan dan perkembangan anak itu, dibantu oleh pihak lain,
sebagaimana air susu sapi yang kita kenal selama ini, danmakanan yang
khusus dibuat (diproduksi) untuk bayi.
2. Perdebatan Dari Segi Dalil
Setidaknya ada dua syarat penyusuan yang diperdebatkan. Pertama,
apakah disyaratkan terjadinya penghisapan atas puting susu ibu? Kedua,
apakah harus adasaksi penyusuan?
a. Haruskah Lewat Menghisap Puting Susu?
Kalangan yang membolehkan bank susu mengatakan bahwa
bayi yang diberiminum air susu dari bank susu, tidak akan menjadi
mahram bagi para wanita yang air susunya ada di bank itu. Sebab
kalau sekedar hanya minum air susu, tidak terjadi penyusuan. Sebab
yang namanya penyusuan harus lewat penghisapan puting susu
ibu.Mereka berdalil dengan fatwa Ibnu Hazm, di mana beliau

15
mengatakan bahwasifat penyusuan haruslah dengan cara menghisap
puting susu wanita yang menyusuidengan mulutnya
Dalam fatwanya, Ibnu Hazm mengatakan bahwa bayi yang
diberi minum sususeorang wanita dengan menggunakan botol atau
dituangkan ke dalam mulutnya lantasditelannya, atau dimakan bersama
roti atau dicampur dengan makanan lain,dituangkan ke dalam mulut,
hidung, atau telinganya, atau dengan suntikan, maka yangdemikian itu
sama sekali tidak mengakibatkan kemahramanDalilnya adalah firman
Allah SWT.
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara
perempuanmu sepersusuan...(QS An-Nisa':32
Menurut Ibnu Hazm, proses memasukkan puting susu wanita di
dalam mulut bayi harus terjadi sebagai syarat dari
penyusuan.Sedangkan bagi mereka yang mengharamkan bank susu,
tidak ada kriteriamenyusu harus dengan proses bayi menghisap puting
susu. Justru yang menjadikriteria adalah meminumnya, bukan cara
meminumnya. Dalil yang mereka kemukakan juga tidak kalah kuatnya,
yaitu hadits yangmenyebutkan bahwa kemahraman itu terjadi ketika
bayi merasa kenyang.
b. Haruskah Ada Saksi ?
Hal lain yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah
masalah saksi. Sebagianulama mengatakan bahwa untuk terjadinya
persusuan yang mengakibatkankemahraman, maka harus ada saksi.
Seperti pendapat Ash-Sharabshi, ulama Azhar. Namun ulama lainnya
mengatakan tidak perlu ada saksi. Cukup keterangan dariwanita yang
menyusui saja.
Bagi kalangan yang mewajibkan ada saksi, hubungan mahram
yang diakibatkankarena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua
orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita
sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.

16
Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan
itu tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang
menyusui dengan anak bayitersebut. Sehingga tidak perlu ada yang
dikhawatirkan dari bank susu ibu. Karena susuyang diminum oleh para
bayi menjadi tidak jelas susu siapa dari ibu yang mana. Dan ketidak-
jelasan itu malah membuat tidak akan terjadi hubungan kemahraman.
Sedangkan menurut ulama lainnnya, tidak perlu ada saksi
dalam masalah penyusuan. Yang penting cukuplah wanita yang
menyusui bayi mengatakannya.Maka siapa pun bayi yang minum susu
dari bank susu, maka bayi itu menjadi mahram buat semua wanita
yang menyumbangkan air susunya. Dan ini akan mengacaukan
hubungan kemahraman dalam tingkat yang sangat luas. Dari pada
kacau balau, maka mereka memfatwakan bahwa bank air susumenjadi
haram.
3. Perbedaan pendapat ‘alim ulama mengenai Bank ASI
Proses menyusui adalah pemberian hak anak oleh ibu. Konon pada
zaman Rasul,wanita-wanita di desa menjadikan ini sebagai mata
pencaharian. Mereka berkeliling kotamencari wanita hamil dan
menawarkan jasa menyusui kalau bayinya lahir nanti.Halimatussa'diah
adalah wanita dari Bani Saad yang dipercaya untuk menyusui
manusiamulia bernama Muhammad saw.
Di masa sekarang ini kita memang dikejutkan dengan berita telah
berdirinya bank khsusus untuk menampung air susu ibu. Para ulama
kontemporer melihat dari beberapasudut pandang yang berlainan, sehingga
yang kita temui dari fatwa mereka pun saling berbeda. Sebagian
mendukung adanya bank air susu tapi yang lainnya malah tidak setuju.
a. Pendapat Yang Membolehkan
1) Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradawi Ia tidak menjumpai alasan untuk
melarangdiadakannya semacam "bank susu." Asalkan bertujuan
untuk mewujudkan mashlahatsyar'iyah yang kuat dan untuk
memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi. Beliau

17
cenderungmengatakan bahwa bank air susu ibu bertujuan baik dan
mulia, didukung oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada
semua yang lemah, apa pun sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila
yang bersangkutan adalah bayi yang baru dilahirkan yang tidak
mempunyai dayadan kekuatan.
2) Al-Ustadz Asy-Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi ulama besar Al-Azhar
Mesir.Beliau menyatakan bahwa hubungan mahram yang
diakibatkan karena penyusuan itu harusmelibatkan saksi dua orang
laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi
wanitasebagai ganti dari satu saksi laki-laki. Bila tidak ada saksi
atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan
hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak
bayi tersebut.
b. Pendapat Yang Tidak Membenarkan Bank ASI
1) Dr. Wahbah Az-Zuhayli dan juga Majma' Fiqih Islami. Dalam
kitab FatawaMua`sirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan
institusi bank ASI tidak dibolehkandari segi syariah.
2) Majma' Fiqih Al-Islami melalui Badan Muktamar Islam yang
diadakan di Jeddah pada tanggal 22 –28 Disember 1985/ 10 –
16Rabiul Akhir 1406. Lembaga ini dalam keputusannya (qarar)
menentangkeberadaan bank air susu ibu di seluruh negara Islam
serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup
yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa,
harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai
permasalahan sendiri, yaitu: Donor dalam keadaan hidup dan sehat, donor
dalam keadaan hidup koma atau diduga akan meninggal segera, donor dengan
keadaan mati (meninggal dunia).
Syarat di perbolehkannya melakukan transplantasi organ tubuh
Apabila pencangkokan atau transplantasi organ tubuh dari donor yang telah
meninggal secara klinis dan yuridi, maka Islam mengizinkan dengan syarat:
Resipien atau penerima sumbangan donor, berada dalam keadaan darurat,
yang mengancam jiwanya, dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis
dan non medis, tetapi tidak berhasil. pencangkokan tidak akan menimbulkan
komplikasi penyakit yang lebih gawat bagi resipien dibandingkan dengan
keadaannya sebelumnya.
Transplantasi organ yang di haramkan adalah Transplantasi organ
tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, Penjualan
Organ Tubuh Sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh manusia, ulama
sepakat bahwa praktik seperti itu hukumnya haram.
Menurut hukum Islam, transplantasi biasanya dilakukan pada orang
yang hidup, orang yang meninggal atau pada tubuh binatang (jantung)
Sedangkan transfusi darah merupakan memindahkan darah dari seseorang
kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Bank ASI merupakan
tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan
diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya.

19
Donor ASI melalui bank ASI, jelas jelas akan merancukan hubungan mahram
atau persaudaraan karena sepersusuan.

B. Kritik dan Saran


Pemakalah menyarankan bagi pembaca yang ingin memahami tentang
transplantasi tubuh, transfusi darah dan bank ASI, maka makalah ini dapat
dijadikan sebagai rujukan. Dan pemakalah juga sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2016). Transplantasi Menurut Hukum Islam dan Undang-undang


Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan Ditinjau Dari segi Pidana Dan
Perdata. Justicia Journal Vol. 5, No. 1
Depdiknas, (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Fatimah, N. I. (2018). “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif
Hukum Kesehatan Dan Hukum Islam”. Bandar Lampung: Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Hanafiah, M. J & Amir, A. (2016). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hasan, M, A. (1996) Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada.
Notoatmodjo, S. (2010). Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Samil, R, S. (2001). Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Bina Pustaka.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, Pasal 1 ayat 5
Uwaidah, S, K. M. (1996). Fiqih Wanita. Jakarta : Penerbit Al-Kautsar
Zuhdi, M. (1993). Pencangkokan Organ Tubuh dalam Masaail Fiqhiyah. Jakarta:
Haji Mas Agung.
Zuhdi,M & Fiqhiyah, M. (1997). Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.

Anda mungkin juga menyukai