Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FIKIH KONTEMPORER

“Hubungan Antara Aturan Monogami Dan Poligami Dalam Perundang-Undangan


Dengan Hukum Islam”

Dosen Pengampu:

Zulkifli, S.Ag, MHI

Disusun Oleh:

Regina Amanda Putri 2130403083

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS
BATUSANGKAR
2024M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Kontemporer dengan judul “Hubungan Antara
Aturan Monogami Dan Poligami Dalam Perundang-Undangan Dengan Hukum Islam”

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan seluruh orang yang senantiasa mengikuti sunnah beliau. Penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada bapak Zulkifli, S.Ag, MHI. selaku dosen pengampu mata
kuliah Fikih Kontemporer. Juga kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu di dalam penyusunan materi kuliah ini kami ucapkan terimakasih.

Akhir kata, sebagai makalah Fikih Kontemporer yang baik tentunya memerlukan
sebuah celah untuk menyempurnakan materi kedepannya, untuk itu kami dengan segala
kerendahan hati menerima masukan kritikan dan saran demi peningkatan dan
penyempurnaan dalam makalah dan pembelajaran ini.

Batusangkar, Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Monogami Dan Poligami ...................................................................................... 2
B. Perceraian ............................................................................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Poligami atau mempunyai lebih dari satu istri telah dipraktekan secara luas jauh
sebelum islam datang. Poligami dilakukan tanpa ada batasan jumlah bahkan banyaknya
istri menjadi simbol kehebatan seorang laki-laki. Nanti setelah islam datang dan
melakukan reformasi sehingga poligami dibatasi hanya empat istri dan suami harus
menjamin keadilan bagi para istri. Sedangkan monogami adalah perkawinan antara
seorang pria dan seorang wanita yang tidak memiliki hubungan perkawinan lain.
Selama ini kita telah memahami monogami dan mengaitkannya dengan kesetiaan. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika praktik poligami diterima sebagai lawan darinya.
Perdebatan tentang poligami dan monogami dalam Islam telah lama berlangsung. Hal
ini terjadi karena banyaknya penafsiran terhadap apa yang telah ditetapkan al-Quran
dan hadis. karena itu penting untuk mengkaji lagi tentang ayat atau hadis tentang hal
poligami dan monogami. Ternyata pada praktiknya terkait poligami di masa saat ini
banyak melahirkan masalah sehingga oleh beberapa pihak sejarah monogami dan
poligami dalam Islam kembali dibahas. Penulis dalam konteks ini melakukan
pengkajian terhadap aspek hadis yang menjadi sumber hukum di dalam dunia Islam
selain tentunya al-Quran yang merupakan sumber utamanya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penyusun kemukakan, Adapun rumusan
masalahnya yaitu:
1. Bagaimana konsep Monogami dan Poligami?
2. Bagaimana pandangan dan tinjauan hukum islam tentang perceraian di pengadilan
agama.?

A. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang penulis kemukakan yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep monogami dan poligami
2. Mengetahui pandangan dan tinjauan hukum islam tentang perceraian di
pengadilan agama

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Monogami dan Poligami
1. Pengertian
a. Monogami
Monogami berasal dari bahasa Latin Monogamia, atau paduan kata dari
bahasa Yunani, mono dan gamy, yang berakar dari kata monos (satu, tunggal,
sendirian) dan gamos (perkawinan)". Secara simple monogami dapat diartikan
dengan perkawinan tunggal (hanya ada satu ikatan perkawinan). Sedangkan
secara terminologi, monogami memiliki dua pengertian, yaitu: pertama suatu
kebiasaan atau kondisi dari perkawinan yang dilakukan hanya pada satu orang
(pasangan) pada satu waktu. Kedua suatu keadaan dimana perkawinan satu
pasangan berlangsung seumur hidup.
Monogami adalah pernikahan seseorang yang hanya pada satu
pernikahan dan hanya memiliki seorang istri, hubungan seperti ini di yakini oleh
sebagian besar masyarakat adalah suatu hubugan yang paling sehat dan
hubungan dan bisa di katakan sebagai pola hubungan seksual yang paling luhur
di banding poligami. Masyarakat kita pun khususnya para perempuan di
Indonesia kurang menyetujui ada nya poligami.karna menurut mereka poligami
adalah tidak adil, dan akhirnya mereka sangat menveruini Monogami. (Sukri,
2022)
b. Poligami
Istilah poligami berasal dari bahasa Yunani, yakni poli atau polus, yang
berarti banyak, dan gamein atau gamos, yang berarti perkawinan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa poligami adalah sistem perkawinan
yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam
waktu yang bersamaan.
Dengan kata lain, poligami merupakan perkawinan seorang suami
dengan lebih dari satu orang istri (poligini), atau perkawinan seorang istri
dengan lebih dari satu orang suami (poliandri). Namun, dalam pandangan
umum, istilah poligami cenderung dipahami sebagai perkawinan yang
dilakukan oleh seorang suami dengan beberapa orang istri dalam waktu yang
bersamaan. Lawan dari poligami adalah monogami, yakni perkawinan seorang
suami dengan seorang istri. (Nailiya, 2016)
2
2. Ayat Alqur’an dan Hadits
a. Monogami
Asas Perkawinan Monogami terdapat dalam Al-Quran, Allah Berfirman
dalam Q.S An-Nisa:3

Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang
saja( Q.S An-Nisa:3)
Ayat diatas menjelaskan bahwa kawin dengan seorang wanita, itulah
yang paling dekat kepada kebenaran sehingga terhindar dari berbuat aniaya.
Asas monogami telah diletakkan oleh Islam sejak 15 abad yang lalu sebagai
salah satu asas perkawinan dalam Islam yang bertujuan untuk landasan dan
modal utama guna membina kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera
dan bahagia. Dalam memandang po- ligami lebih banyak membawa
risiko/madarat daripada manfaatnya.
b. Poligami
Ayat Aqur’an yang membicarakan dasar legitimasi poligami terdapat QS.
Annisa ayat 2-3

Dan, berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka. Jangan kamu


menukar yang baik dengan yang buruk, dan jangan kamu makan harta mereka
bersama hartamu. Sesungguhnya, tindakan-tindakan (menukar dan memakan)
itu adalah dosa yang besar. Dan, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian,
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja

3
atau budak- budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat bagi
kamu untuk tidak berbuat aniaya."
Dilihat dari latar belakang turunnya ayat ini secara lebih spesifik
berdasarkan banyak kitab-kitab tafsir, diketahui bahwa ia tengah mendiskusikan
kasus ketidakadilan para pengasuh (wali) anak-anak yatim. Anak-anak yatim
adalah anak-anak yang kehilangan ayah dalam usia mereka yang belum dewasa.
Anak-anak dalam usia dan kondisi tersebut, yang sangat tergantung kepada
orang lain, membutuhkan perlindungan, pemeliharaan, dan pemenuhan
kebutuhan, baik finansial maupun kasih sayang. Melalui ayat ini, Tuhan
menyerukan. agar para pengasuh anak-anak yatim memberikan perhatian,
perlindungan, pengasuhan, dan pemeliharaan terhadap mereka dengan serius
dan memperlakukan mereka dengan baik dan adil. Jika mereka mempunyai
kekayaan, para pengasuh (wali) harus menyerahkannya ketika mereka dewasa.
Dan ada beberapa Hadis yang menjadi dasar pendapat tersebut diatas, antara
lain:

"Bahwasanya Rasulullah saw. berkata kepada Ghailan bin Salamah


ketika ia masuk Islam yang padanya ada 10 istri: Milikilah 4 orang istrimu dan
ceraikanlah yang lainnya." (HR. An Nasa'i)
Kalau poligami yang sampai memiliki 4 orang istri disepakati ke-
bolehannya oleh ulama madhhab, maka poligami yang lebih daripa- da itu,
menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama hukum Islam; antara lain:
a. Ada suatu golongan ulama hukum Islam yang mengatakan, bahwa boleh
seorang laki-laki Muslim memiliki istri sampai 9 (sembilan)orang dengan
mengemukakan dua alasan: Mengikuti sunnah Nabi, di mana Beliau
memiliki 9 orang istri. pada ayat 3 dari surah an-Nisa', dipahami dengan
(penjumlah- an), maka rumusnya adalah 2+3+4=9.
b. Sebagian penganut Mazhab Al-Zähiry mengatakan, bahwa bo- leh seorang
laki-laki Muslim beristri sampai 18 orang. Alasan tersebut dikemukakan
oleh Imam Al-Qurtubi dalam Tafsimnya berbunyi:

4
"Dan pendapat sebagian penganut Mazhab Al-Dhahiri yang
mengatakan, (bahwa) boleh beristri sampai 18 orang; karena berpegang
(pada alasan) bahwa kata bilangan pada kalimat tersebut, mengandung
pengertian un- tuk penjumlahan. Maka (penganut Mazhab itu) menjadikan
(kata bilangan) dua menjadi pengertian dua-dua; demikian juga (kata
bilangan) tiga dan empat." (Muhammad, 2020)
Pandangan ulama mengenai poligami menjadi sunnah hukumnya
apabila suami mempunyai dorongan seks yang luar biasa, apabila tidak
malakukan poligami akan menyebabkan ia terjerumus pada perzinahan, dan
suami tersebut juga berpotensi untuk mempnyai keturunan. Dari sisi lain suami
tersebut juga dapat berbuat adil kepada isteri-isterinya dan anak-anaknya, baik
dari aspek materi maupun bathiny. Poligami menjadi haram hukumnya apabila
suami melakukan poligami hanya berorientasi pada pelampiasan syahwat
belaka dan tidak memperhatikan kondisi dan kemampuan materi dan mental. Ia
tidak yakin bahwa dirinya dapat berbuat adil kepada isteri-isterinya. Apabila
suami yakin bahwa dirinya tidak mampu untuk memenuhi hakhak isteri, apalagi
sampai menyakiti dan mencelakakannya poligami hukumnya haram.
Jadi, hukum dari poligami tersebut tidak bertumpu pada adanya nash,
melainkan pada situasi kondisi. Predikat hukumnya akan mengikuti kondisi
ruangan dan waktu. Prinsipnya adalah keharusan untuk selalu merujuk prinsip-
prinsip dasar syariah yaitu keadilan, membawa kemaslahatan dan tidak
mendatangkan kemudharatan. (Ichsan, 2018)

3. Peraturan Perundang undangan


a. Monogami
Berdasarkan UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, maka hukum
perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, untuk pria mau- pun untuk
wanita (vide Pasal 3 (1) UU No. 1974). Hanya apabila dike- hendaki oleh yang
bersangkutan, sedangkan hukum dan agama dari yang bersangkutan
mengizinkannya seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun
demikian perkawinan seorang suami dengan le- bih dari seorang istri,
meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat
dilakukan, apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh
pengadilan (Pasal 3 (2), Pa- sal 4 (1) dan (2), dan Pasal 5 (1) dan (2).
5
Asas monogami telah diletakkan oleh Islam sejak 15 abad yang lalu
sebagai salah satu asas perkawinan dalam Islam yang bertujuan untuk landasan
dan modal utama guna membina kehidupan rumah tangga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia. Dalam memandang po- ligami lebih banyak membawa
risiko/madarat daripada manfaatnya.
Hukum asal dalam perkawinan menurut Islam ada- lah monogami, sebab
dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat/watak cemburu, iri hati, dan
suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis. Berbeda dengan
kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan terangsang
timbulnya perasa- an cemburu, iri hati/dengki, dan suka mengeluh dalam kadar
tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat pula mem-
bahayakan keutuhan keluarga. (Sofyan.2023)
b. Poligami
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU Perkawinan No 1 tahun
1974 berikut aturan pelaksanaannya, pada prinsipnya selaras dengan ketentuan
yang termuat Hukum Islam. Menurut Undang-Undang tersebut, pada prinsipnya
sistem yang dianut oleh Hukum Perkawinan di Indonesia adalah asas
monogami, satu suami untuk satu istri. Namun dalam hal atau alasan tertentu,
seorang suami diberi izin untuk beristri lebih dari seorang.
Secara lengkap ketentuan mengenai poligami, izin, syarat dan
ketentuannya termuat dalam pasal 3, 4, dan 5 UU No. 1 tahun 1974. Hal ini akan
diurai lebih lanjut sebagaimana tercantum dalam pasal 3 ayat 1 dan 2 UU No.1
tahun 1974, yaitu:
1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih
dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Selanjutnya ketentuan dan syarat poligami termuat dalam pasal 4 dan
pasal 5 UU No 1 tahun 1974 ini. Seorang suami yang diberi izin utuk menikah
lebih dari satu harus tergambar dalam serangkaian alasan yang berat. Adapun
alasan yang dimaksud merupakan suatu hal yang dapat dijadikan dasar untuk
melakukan poligami karena memandang alasanalasan tersebut menjadi
penyebab ketidakbahagian kehidupan rumah tangga.

6
Menurut UU Perkawinan No 1 tahun 1974, dapat tidaknya seorang
suami beristri lebih dari seorang ditentukan oleh Pengadilan Agama
berdasarkan terpenuhi atau tidaknya persyaratan yang dimaksudkan. Jadi
meskipun seorang suami mempunyai alasan-alsan yang jelas untuk melakukan
poligami, namun tetap harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang sudah
ditentukan.
B. Pandangan dan tinjauan hukum islam tentang perceraian di pengadilan Agama
Istilah “Perceraian” terdapat dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan yang memuat tentang ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan
dapat putus karena : a. Kematian, b. Perceraian, c. Atas putusan pengadilan”. Jadi,
istilah “perceraian´secara yuridis berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan
putusnya hubungan sebagai suami istri atau berhenti berlaki bini.
Ketentuan tentang putusnya perkawinan diatur dalam pasal 38 Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 sebagaimana dikutip oleh Wasman dan Wardah
Nuroniyah yaitu:
1. Karena kematian salah salah satu pihak,
2. Karena perceraian dan
3. Atas keputusan pengadilan.
Dengan adanya penegasan Pasal di atas apabila suami istri sudah tidak ada lagi
harapan untuk hidup bersama-sama dalam satu ikatan perkawinan dengan damai dan
rukun, karena menurut Ahmad Rofik perceraian merupakan alternatife terakhir (pintu
darurat) yang boleh ditempuh manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat
dipertahankan lagi keutuhan dan kesinambungannya.
Alasan-alasan tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni sebagai berikut :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung

7
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap pihak yang lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri Antara suami dan isteri
terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapn akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga
Khusus yang beragama Islam, ada tambahan dua alasan perceraian selain alasan-
alasan diatas, sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. Suami melanggar taklik talak
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam
rumah tangga. (Maghroh, 2019)

BAB III
PENUTUP
8
A. Kesimpulan
Hadits yang membicarakan tentang Poligami adalah Hadis tentang jumlah yang
diriwayatkan dari Ghailan bin Salamah ketika ia masuk Islam sementara ia
mempunyai sepuluh isteri. Nabi menyuruhnya untuk memilih empat diantaranya
riwayat lain juga mengatakan Qais bin Harits saat masuk Islam memiliki delapan
orang isteri, kemudian Nabi menyuruh memilih empat orang diantaranya dan
menceraikan yang lainnya. Sementara Hadis tentang Monogami adalah hadis dari
Aisyah yang mengatakan pada saat Rasulullah menikahi Khadijah beliau tidak
pernah memadu Khadijah dengan siapapun. Pada dasarnya Islam menganut sistem
perkawinan Monogami (tawahhud al-Zauj) namun tidak mengharamkan Poligami,
tetap membolehkan Poligami dengan batasan dan syarat yang ketat. Penolakan
dengan mengatakan Poligami itu haram menurut pemakalah tidak benar, karena
Allah jelas membolehkan dan menghalalkannya lantas mengapa kita
mengharamkannya. Menurut pemakalah syarat yang menyertai poligami tersebut
untuk saat ini nampaknya sukar untuk terpenuhi. Hal ini selayaknya menjadi
pertimbangan ketika seorang akan memutuskan untuk berpoligami. Poligami atau
monogami adalah sebuah pilihan yang diberikan islam untuk manusia, keduanya
tak perlu dikontradiksikan kembali lagi kepada diri masing-masing.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,karena
keterbatasan sumber yang kami dapatkan.pemakalah mengharapkan kritik dan juga
saran yang membangun dari pembaca agar kedepannya makalah ini jauh lebih baik
lagi

9
DAFTAR PUSTAKA

Ichsan, M. (2018). Poligami dalam perspektif hukum islam. Jurnal ilmiah syariah .
Maghroh, R. (2019). Kekerasan seksual dalam rumah tangga sebagai alasan pengajuan
perceraian dalam tinjauan hukum islam dan hukum positif. Amazahib.
Muhammad, K. H. (2020). Poligami. Yogyakarta: IRCiSoD.
Nailiya, I. Q. (2016). Poligami Berkah ataukah Musibah? Yogyakarta: DIVA Press.
Sukri, M. (2022). MAsailul Fiqhiyah Wal Hadisah ( Fikih Kontemporer) Jilid 1. Suka Bumi
JAwa Tengah: CV Jejak, Aggota IKAPI .

Anda mungkin juga menyukai