Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Hukum Perdata Islam Di
Indonesia
Dosen pengampu
Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
2021
1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. Pengertian Poligami......................................................................................6
1. Mazhab Hanafi........................................................................................12
2. Mazhab Maliki........................................................................................13
3. Mazhab Syafi`i........................................................................................14
4. Mazhab Hambali.....................................................................................14
3
E. Ketentuan Poligami Dalam Perundang-Undangan.....................................15
PENUTUP..............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Poligami pada masa sekarang ini merupakan sebuah fenomena sosial dalam
masyarakat, dimana fenomena poligami pada saat ini menemui puncak
4
kontroversinya, begitu banyak tanggapan-tanggapan dari khalayak mengenai
poligami, baik yang pro ataupun kontra. Masalah poligami bukanlah masalah baru
lagi, begitu banyak pertentangan didalamnya yang sebagian besar dinilai karena
perbedaan pandangan masyarakat dalam memberikan sudut pandang pada
berbagai hal yang terkait masalah poligami baik ketentuan, batasan, syarat,
masalah hak, kewajiban dan kebebasan serta hal-hal lainnya.
Dalam islam, masalah poligami juga tidak serta merta diperbolehkan dan
masih juga berupa perkara yang masuk dalam konteks "pertimbangan", hal ini
terbukti dalam ayat-ayat ataupun suatu riwayat yang dijadikan dasar sumber
hukum dalam perkara poligami sendiri juga terikat aturan- aturan, syarat-syarat
serta ketentuan lain berupa yang kesanggupan, keadilan dan faktor lainnya yang
harus dipenuhi dalam berpoligami. Di Indonesia sendiri juga terdapat kebijakan
hukum yang mengatur masalah poligami diantaranya terdapat dalam Undang-
undang Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud poligami?
2. Apa landasan/dasar hukum poligami?
3. Apa saja syarat dan rukun poligami?
4. Bagaimana pendapat para fuqaha mengenai poligami?
5. Bagaimana ketentuan poligami dalam undang-undang?
6. Apa akibat hukum dari poligami?
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Poligami
1
A. Rodly Makmun dan Evi Muafiah (eds), Poligami dalam penafsiran Muhammad Syahrur,
Ponorogo; STAIN Ponorogo Press, 2009, hlm, 15
2
Mahyuddin, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: Kalam Mulia, 2003. Hlm. 59-40
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaPusat Bahasa, Eds. Empat,
Jakarta: PT. Gramedia,2008, hlm. 1089
6
seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki. b) Poligini yaitu perkawinan
antara laki-laki dengan beberapa orang perempuan.
Dalam perkembangannya istilah poligini jarang sekali dipakai, bahkan
bisa dikatakan istilah ini tidak dipakai lagi dikalangan masyarakat, kecuali
dikalangan antropolog saja. Sehingga istilah poligami secara langsung
menggantikan istilah poligini dengan pengertian perkawinan antara seorang laki-
laki dengan beberapa orang perempuan disebut poligami, dan kata ini
dipergunakan sebagai lawan polyandri. M enurut Sayyid Qutub, poligami
merupakan suatu perbuatan rukhsah yang dapat dilakukan hanya dalam keadaan
darurat yang benar-benar mendesak. Kebolehan ini masih disyaratkan harus bisa
berbuat adil terhadap istri-istri dibidang nafkah, mu’amalah, pergaulan dan
pembagian malam. Bagi calon suami yang tidak sanggup berbuat adil, maka
diharuskan cukup menikahi satu orang istri saja, sedangkan bagi suami yang
sanggup berbuat adil, maka boleh berpoligami dengan batasan maksimal hanya
empat orang istri
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu milki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
7
dihantui rasa takut tidak berlaku adil,lebih baik menikah dengan seorang
perempuan atau hamba sahaya, karena hal itu menjauhkan diri dari
berbuataniaya.
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri
(mu), walaupun kamu sanga ingin berbuat demikian, karena itu janganlah
kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan
dan memeihara diri (dari kecurigaan), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
“Dari Ibnu Ummar.a,, bahwa Ghalian bin Umayah As-Saqafi masuk islam.
Ketika masih jahiliah ia memiliki sepuluh istri, istri-istrinya masuk islam
beserta dia, lalu dia disuruh oleh Rasulullah SAW. Memilih empat istri
8
diantara neraka (yang enam diceraikan).” (HR.Imam Trimidzi).”
9
ia condong kepada salah satu istri saja, maka ini akan menimbulkan
kezaliman bagi istri-istri lain. Aturan ketat poligami ini ditegaskan
Rasulullah dalam hadis riwayat Abu Dawud , An-Nasa’i, At-Tirmidzi
yang berbunyi: “Siapa saja orangnya yang memiliki 2 istri lalu lebih
cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan
datang dalam keadaan bagian pundaknya miring sebelah.”
Dalam hal ini, ada baiknya seorang pria berpoligami mengatur
jadwal bermalam untuk istri-istrinya dengan musyawarah terlebih
dahulu. Meski terkesan mudah, berlaku adil itu nyatanya sulit sekali
diamakan. Oleh karena itu, jika memang merasa tidak mampu berlaku adil,
maka sebaliknya hidarilah poligami.
10
berhak dilarang poligami. “Dan orang-orang yang tidak mampu
menikahi, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya.”
(QS. An-Nur:33). Sebab, Rasulullah dahulu poligami bukanlah
semata untuk kesenangan diri sendiri, melainkan demi memilki
wanita-wanita yang tidak memiliki seseorang yang menafkahinya.
11
“(Diharamkan atas kamu) menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada
masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
MahaPenyayang.”
1. Mazhab Hanafi
12
dalam ayat tersebut tidak berarti anak yang ditinggal mati ayahnya
semata, tetapi mencakup janda yang ditinggal mati suaminya juga.4
Al-Kasyani (W. 1191M)5 berpendapat, poligini dibolehkan tetapi
syaratnya harus adil. Namun jika seseorang khawatir tidak bisa berbuat
adil dalam nafkah lahir (sandang, pangan dan papan) dan nafkah batin
(membagi giliran tidur) terhadap istri-istrinya, maka Allah menganjurkan
kaum lelaki untuk menikah dengan satu istri saja. Karena bersikap adil
dalam nafkah [lahir-batin] merupakan kewajiban syar’i yang bersifat
dlarurah6, 40 dan itu sungguh berat sekali. Dlarurah berarti suatu
keperluan yang harus ditunaikan karena ia sangat penting dan pokok.
Antara bentuk perlakuan adil terhadap beberapa istri adalah nafkah lahir
yang berkaitan dengan materi (seperti makanan, tempat tinggal dan
pakaian) harus sama. Baik diberikan pada istri merdeka maupun hamba
sahaya, karena semua itu merupakan keperluankeperluan primer. Suami
juga dilarang mengganti kewajiban nafkah batinnya dengan uang.
Demikian pula bagi istrinya, tidak boleh memberikan uang kepada
suaminya agar mendapat jadwal giliran lebih dari istri yang lain.7
2. Mazhab Maliki
4
Abu Bakar Jassas Razi, Ahkam al-Qur’an, Vol. 2, 57-58
5
Abu Bakar bin Mas`ud bin Ahmad Al-Kasyani (W. 1191M) adalah salah satu representasi ulama
Hanafiyah. Beliau adalah penulis buku Bada`i` al-Shana`i`fi Tartib al-Shara`i`, buku fiqh yang ditulis
dalam tujuh jilid.
6
Al-Kasyani, Bada`i` al-Shana`i`, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-`Arabi, 1982), cet. II, juz 2, 333
7
Ibid
8
Imam Malik, Al-Muwatha`, (Kairo: Dar Ihya Kutub al-Arabiyah, (t.th)) , juz 2, 543
13
tetapi tetap harus diakui bahwa pendapat ini progresif daripada pendapat
ulama fiqh lain yang sezamannya dalam mengakui hak-hak seorang hamba
sama dengan hak-hak yang merdeka. Menjadikan pendapat ini berbeda
dengan pendapat sebagian besar fuqaha yang mengatakan bahwa seorang
hamba hanya diperbolehkan menikahi dua istri saja, karena hak-hak hamba
sahaya ditetapkan hanya separo dari hak-hak orang merdeka. 9 Sementara
masalah sikap adil, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa kewajiban bersikap
adil di antara para istri sudah menjadi ijma’ ulama yang tidak boleh
ditawar-tawar lagi.10 Secara umum, dalam masalah ‘keadilan’ di sini
menunjukkan bahwa poligini (baik untuk yang merdeka maupun hamba)
dalam pandangan ulama Malikiyah tak berbeda dengan pendapat sebagian
besar ulama lainnya, yakni poligini dibolehkan tetapi yang menjadi
pertimbangan utama adalah tetap harus berlaku adil.
3. Mazhab Syafi`i
9
Iffatul Umniati dan Fathonah, Ibid
10
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid fi nihayah al-Muqtashid, (Dar al-fikr, (t.th). juz 2), 42
11
Imam Al-Syafi`I, Al-Umm, (Kairo: Dar al-Wafa`, cet I, juz V, 2001), 6
12
Ibid., 10. Hadits Abu Hurairah tersebut berbunyi: ‚La yaj`ma baina al-mar`ah wa ammatiha wa
baina al-mar`ah wa khalatiha‛. Hadith riwayat Al-Bukhari dalam kitab al-Nikah, bab La tunkah al-
mar`ah ala ammatiha, hadith no. 4820, juz 5, 1965
14
4. Mazhab Hambali
13
Ibnu Taymiyah, Majmu` Fatawa Ibnu taymiyah, (tahkik Abdurrahman bin Muhammad bin
Qasim An-Najdi), (Beirut: Dar Al-Arabiyah, juz 32, 1398 H), 269.
14
4Ibnu Quddamah, Abdurrahman, Al-Syarh Al-Kabiir dan Al-Bahuty, Kasyaaf Al-Qanna` fisyarh al-
Iqna`I karya Al-Hajawy, Beirut: Daar al-Fikr, 1402 H, 339
15
poligami diperbolehan dengan beberapa persyaratan : Yang menikah adalah
laki-laki, jumlahnya hanya dibatasi empat orang perempuan sesuai dengan
surat An-Nisa ayat 3, dam kesanggupan laki-laki untuk dapat berbuat adil
atas cinta, giliran menggaulinya, dan pemberian nafkah.
16
Research. yaitu membuat penelitian atau penyelidikan terhadap sesuatu
nash yang terdapat dalam buku-buku atau kitab-kitab, dan menghayati
serta menganalisi masalah yang berkaitan dengannya. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah dapat diketahui
bahwa:
17
18
19
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
Materi Poligami sangat penting untuk dipelajari untuk menghindari
kesalahpahaman tentang arti dan hukum poligami di masyarakat. Dengan
demikian pembaca diharapkan lebih paham mengenai hukum berpoligami dalam
islam
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/mobile/Yudanese/poligami-dalam-perspektif-ulama
https://id.theasianparent.com/syarat-poligami/
21