Anda di halaman 1dari 18

MONOGAMI DAN POLIGAMI

Makalah ini Disusun Sebagai Syarat Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Masail
Fiqhyah Al Hadits
Dosen pengampu : Rakhmat Haitami, M.Pd

Disusun oleh :
Raja saputra (2111156)
Kessa Alesia (2111185)

PROGAM STUDI PENDIDIDKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYAIKH
ABDURRAHMAN
SIDDIK BANGKA BELITUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan
makalah ini. Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada
nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan para umat manusia yang merindukan
keindahan Syurga.
Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi tugas yang
diberikan oleh Bapak dosen mata kuliah Masail Fiqhyah Al hadits dengan
mengusung tema “Monogami dan Poligami”.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat berbagai bantuan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya terutama kepada Bapak Rakhmat Haitami, M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Masail Fiqhyah Al hadits. Sehingga pada akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta berguna di masa yang akan datang.
Besar harapan penulis, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini
dapat bermanfaat dan maslahat bagi semua orang.

Kace, 17 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
A. Pengertian Monogami Dan Poligami ................................................................ 3
B. Konsep Monogami Dan Poligami...................................................................... 4
C. Pandangan Islam Terhadap Poligami............................................................... 6
D. Poligami dan Masalah Pembatasan Kebebasan Wanita .................................. 7
E. Poligami dan persamaan hak antara pria dan wanita. ................................... 9
F. Sebab-Sebab Timbulnya Poligami .................................................................. 10
G. Syarat-Syarat Poligami................................................................................ 11
H. Hikmah Poligami ......................................................................................... 11
BAB III ........................................................................................................................ 14
PENUTUPAN ............................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Indonesia sebagai negara multikultural, yang mana didalamnya terdapat dan
hidup berbagai macam struktur budaya. Setiap budaya tersebut berbeda-
beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan ini tercipta dari adanya keberagaman suku bangsa yang ada dan
dimilki oleh Indonesia. Perbedaan budaya ini tentu membuat suatu bentuk
pernikahan yang ada di dalam masyarakatpun memiliki perbedaan, baik itu
proses pernikahan maupun bentuk pernikahannya. Dalam suatu pernikahan
yang dilangsungkan seorang pria dengan wanita tidak lepas pula dari suatu
agama yang mengatur pernikahan tersebut.
Pada saat ini sudah zamannya semakin berkembang dan semakin
modern, tentu banyak hal-hal yang dari dulu ada semakin bertambah
menjadi hal yang tidak asing di kalangan masyarakat. Seperti halnya
poligami dan monogami. Hal tersebut merupakan masalah yang sangat
ramai dibicarakan di masyarakat, tentu hal itu memicu adanya banyak
informasi tentang poligami dan monogami. Baik informasi yang didapatkan
memang benar faktanya atau hanya berita yang belum tentu benar. Karena
pada dasarnya bagi orang-orang awam masih belum memahami betul apa
itu poligami dan monogami. Hal tersebut membuat masyarakat bingung,
karena informasi yang mereka dapatkan membingungkan. Ada yang
memperbolehkan, mensunnahkan, makruh atau bahkan melarang. Untuk
mengatasi hal tersebut, harus ada sosialiasi, seminar atau hal sebagainya
untuk membahas lebih dalam mengenai poligami dan monogami agar tidak
ada kesalahpahaman di semua pihak, baik masyarakat, pemerintah dan para
ulama.
Dengan demikian untuk mendapat sedikit pencerahan, pemakalah kali
ini akan membahas mengenai Poligami dan Monogami.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Monogami Dan Poligami ?
2. Bagaimana konsep monogami dan poligami ?

3. Bagaimana Tanggapan Islam Terhadap Poligami ?


4. Apa Saja Poligami Dan Masalah Pembatasan Kebebasan Wanita ?
5. Bagaimana Poligami Dan Persamaan Hak Antara Pria Dan Wanita?
6. Apa Saja Sebab-Sebab Yang Ditimbulkan Oleh Poligami ?
7. Apa Saja Syarat-Syarat Berpoligami ?
8. Apa Saja Hikmah Yang Dapat Diambil Dari Poligami ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Monogami Dan Poligami.
2. Untuk mengetahui konsep monogami dan poligami.

3. Untuk Mengetahui Tanggapan Islam Terhadap Poligami.


4. Untuk mengetahui Poligami Dan Masalah Pembatasan Kebebasan
Wanita.
5. Untuk mengetahui Poligami Dan Persamaan Hak Antara Pria Dan

Wanita.
6. Untuk mengetahui Sebab-Sebab Yang Ditimbulkan Oleh Poligami.

7. Untuk mengetahui Syarat-Syarat Berpoligami.

8. Untuk mengetahui Hikmah Yang Dapat Diambil Dari Poligami.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Monogami Dan Poligami
1. Monogami
Monogami berasal dari kata mono = satu, gami/gomos
= pernikahan. Monogami berarti perkawinan yang mempunyai satu
pasang. Istilah monogami ditujukan pada seorang suami yang
mempunyai satu orang istri sebagai pasangan hidupnya dalam
perkawinan. Dengan demikian, monogami berarti sistem yang
membolehkan seorang hanaya boleh satu dalam jangka waktu tertentu.
Dalam pengertian ini terdapat kata ” dalam jangka waktu tertentu”, yang
berarti selama seorang suami beristrikan seorang istri, maka selama itu
pula suami tersebut tidak beristrikan perempuan yang lain.
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam
adalah monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa’ ayat 3
yang menyatakan bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri
sampai empat orang, tetapi peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat,
yakni kemampuan berlaku adil sesama istri-istri dan anak-anaknya. Jika
seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku adil, maka baginya
cukup satu orang saja.
2. Poligami
Secara etimologis (lughawi) kata poligami berasal dari bahasa
Yunani, yaitu gabungan dari dua kata: poli atau polus yang berarti
banyak dan gamein dan gamos yang berarti perkawinan. Dengan
demikian poligami berarti perkawinan yang banyak. 1 Secara
terminologis (ishthilahi) poligami adalah sistem perkawinan yang salah
satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam
waktu yang bersamaan. Jika yang memiliki pasangan lebih dari satu itu
seorang suami maka perkawinannya disebut poligini, sedang jika yang
memiliki pasangan lebih dari satu itu seorang isteri maka

1 Nasution, Khairuddin. Riba & Poligami: Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad
Abduh, Cet. I. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1996)., hlm. 84.

3
perkawinannya disebut poliandri. Namun dalam bahasa sehari-hari
istilah poligami lebih populer untuk menunjuk perkawinan seorang
suami dengan lebih dari seorang isteri. Lawan dari poligami adalah
monogami, yakni sistem perkawinan yang hanya membolehkan seorang
suami memiliki seorang isteri dalam satu waktu.
Dalam Islam, poligami didefinisikan sebagai perkawinan seorang
suami dengan isteri lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat
orang isteri dalam waktu yang bersamaan. Batasan ini didasarkan pada
QS. al-Nisa‟ (4): 3 yang berbunyi:
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Dari ayat itu ada juga sebagian ulama yang memahami bahwa
batasan poligami itu boleh lebih dari empat orang isteri bahkan lebih
dari sembilan isteri. Namun batasan maksimal empat isterilah yang
paling banyak diikuti oleh para ulama dan dipraktikkan dalam sejarah
dan Nabi Muhammad Saw. melarang melakukan poligami lebih dari
empat isteri.2

B. Konsep Monogami Dan Poligami


1. Monogami
Asas penting lain yang dianut system undang-undang perkawinan
islam di Dunia Islam pada umumnya adalah asas monogamy, yakni asas
yang hanya memperbolehkan seorang laki-laki mempunyai satu istri
pada jangka waktu tertentu. Namun demikian, tidak sama dengan sistem
hukum lain katakanlah hukum barat yang melarang poligami secara
mutlak, hukum islam termasuk hukum dalam bentuk perundang-
undangannya memberi kemungkinan atau tepatnya membolehkan

2 Al-Syaukani. Fath al-Qadir: al-Jami‟ Bain Fann al-Riwayah wa al-Dirayah min „Ilm
al-Tafsir. Jilid I.( Beirut: Dar al-Fikr. 1973)., hlm. 420

4
poligami bagi orang tertentu, dengan alasan tertentu, dalam keadaan
tertentu, dan dengan syarat-syarat hyang dimaksudkan ialah bahwa
poligami dilakukan harus atas sepengetahuan istri atau istri-istri yang
telah ada, berkemampuan secara ekonomis dan memperoleh izin dari
pengadilan yang berwenang.3
2. Poligami
Poligami adalah mengawini beberapa lawan jenis di waktu yang
bersamaan. Menurut Drs. Sidi Ghazalba poligami adalah perkawinan
antara seorang laki-laki dengan perempuan lebih dari seorang.
Lawannya poliandri yaitu perkawinan antara seorang perempuan
dengan orang laki-laki yang lebih banyak. Menurut Mahmud Syaltut,
hukum poligami adalah mubah, selama tidak dikhawatirkan terjadinya
penganiayaan terhadap para istri. Jika terdapat kekhawatiran terhadap
kemungkinan terjadinya penganiayaan dan untuk melepaskan diri dari
kemungkinan dosa yang dikhawatirkan itu, dianjurkan agar
mencukupkan beristri satu orang saja. Dengan demikian, menjadi jelas
bahwa kebolehan berpoligami adalah terkait dengan terjaminnya
keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya penganiayaan,
yaitu penganiayaan terhadap para istri. 4
Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan No.1 tahun 1974
menyatakan bahwa pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri. Juga seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat memberi izin kepada
seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Kemudian dalam PP No.9 tahun 1975
pasal 40 dinyatakan bahwa apabila seorang suami bermaksud untuk
beristri lebih dari satu, ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis
kepada pengadilan. Ketentuan-ketentuan tersebut pada dasarnya

3 Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2004), hlm, 178-179.
4 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), hlm, 200.

5
mempersulit terjadinya poligami, bahkan bagi pegawai negeri
berdasarkan PP No. 10 tahun 1983 Poligaami praktis dilarang. 5
C. Pandangan Islam Terhadap Poligami
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul al-Mujtahid jilid 2 mengatakan bahwa
umat Islam sependapat membolehkan poligami dalam arti poligami tebatas,
yaitu seorang laki-laki denagn istri lebih dari satu orang, seperti yang
dilakukan kebanyakan bangsa-bangsa dimuka bumi ini. Sebaliknya hukum
tidak membolehkan seorang wanita bersuami lebih dari satu orang atau
poliandri (Q.S.An-Nisa`: 25).6
Kebebasan melakukan poligami dalam agama Islam bersumber dari
kandungan ayat Al-qur’an surah An-Nisa’: 3:

‫س ۤا ِّء َمثْ ٰنى‬ َ ِّ‫اب لَ ُك ْم ِّم َن الن‬ َ ‫ط‬َ ‫ط ْوا فِّى ا ْليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِّك ُح ْوا َما‬ ُ ‫س‬ ِّ ‫َوا ِّْن ِّخ ْفت ُ ْم ا َ اَّل ت ُ ْق‬
‫اح َدةً اَ ْو َما َملَكَتْ اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذ ِّلكَ اَد ْٰنٰٓى‬
ِّ ‫َوث ُ ٰل َث َو ُر ٰب َع ۚ فَا ِّْن ِّخ ْفت ُ ْم ا َ اَّل تَ ْع ِّدلُ ْوا فَ َو‬

ۗ‫اَ اَّل تَعُ ْولُ ْوا‬


Artinya : ” Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak ) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S An-nisa’: 3)

Jika kita perhatikan, Allah mengawalai surat an-Nisa’ debngan seruan


kepada manusia agar bertakwa kepada Allah yang merupakan tema penutup
dari surat ali-Imran sebelumnya, serta seruan untuk menyambung tali
silaturahim dengan berpangkal pada pandangan kemanusiaan universal,
buka pandangan kelompok atau kesukuan yang sempit.
Kemudian Allah mengalihkannya tentang anak-anak yatim. Dalam
konteks ini, Allah memerintahkan kepada mnusia agar memberikan harta

5 Yusdani, Menuju Fiqh Keluarga Progresif (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,


2015), hlm, 55-56.
6 Ibnu Ruysd, Bidayatul Mujtahid, (Semarang: CV. Asy-sifa’,1990), hlm,

6
benda anak-anak yatim dan tidak memakannya. Selanjutnya, Allah
menindaklanjuti pembahasan tentang anak-anak yatim dengan perintah
kepada manusia untuk menikahi perempuan-peremouan yang disenangi,
dua, tiga, empat, yang dibatasi denagn satu jika kondisi yaitu takut tidak
dapat berlaku adil kepada anak-anak yatim.
Jadi, kesemuanya memperkuat bahwa pokok bahasan pada ayat diatas
adalah berkisar tentang anak-anak yatim yang kehilangan ayahnya,
sementara ibu mereka masih hidup menjanda. Bagaimana halnya dengan
anak yang kehilangan kedua orang tuanya? Dengan kematian kedua orang
tuanya, maka gugurlah masalah poligami. 7
Ayat tersebut setelah Perang Uhud selesai (4 H/626 M). Ketika iut
banyak ummat Islam berguguran dimedean perang dan dibebani oleh
banyak anak yatim, janda, dan tawanan perang. Untuk memelihara mereka
dari perbuatan yang tidak diinginkan, Allah SWT membolehkan untuk
mengawini mereka. Tapi jika takut menelantarkan mereka dan tidak tidak
sanggup memelihara anak yatim tersebut, maka Allah ,membolehkan
mencari perempuan lain untuk dikawini sampai empat orang. 8
Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi menjelaskan tentang Asbabunnuzul
ayat tersebut bahwa pada waktu itu ada seorang laki-laki yang punya anak
yatim dan dia langsung sebagai walinya. Anak yatim itu punya beberapa
harta dan kecantiakan. Harta dan kecantikan itu membuat walinya ingin
menikahinya. Namun ia tidak mau memberikan mas kawin yang sama
dengan yang diberikan kepada perempuan lain. Karena itu, dilarang
mengawini wanita kecuali mau berlaku adil, jika mereka tidak mampu maka
mereka menikah dengan wanita lain yang baik dan mereka senangi.
D. Poligami dan Masalah Pembatasan Kebebasan Wanita
1. Pendapat dari golongan anti poligami
Pada masa sekarang ini, mungkin pendapat yang pertama sekali
menarik perhatian kita adalah pendapat dari golongan anti poligami,

7 Muhammad Sahrul, Metodologi Islam Kontenporer, (Jakarta: El saq Press, 2004), hlm,
426-427
8 Ahmad Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoave, 1998),
hlm, 1187

7
yang mengatakan bahwa melarang poligami adalah suatu keharusan
untuk menerapkan kebebasan wanita. Mereka menilai bahwa poligami
adalah sistem masyarakat primitif, yang kemudian meningkat dan
menurun sejalan dengan meningkat dan menurunnya keadaan wanita.
Membebaskan wanita dari poligami adalah suatu langkah untuk
memajukan wanita itu, karena poligami itu sudah tidak sesuai lagi
denagn zaman moderen, dimana wanita sudah memperoleh hak-haknya
dengan sempurnah tanpa adanya suatu kekurangan. Sedang poligami itu
adalah suatu sistem perkawinan yang menitik beratkan kesejahteraan
laki-laki dengan mengorbankan kedudukan dan kemuliaan wanita.9
Memperbolehkan poligami adalah suatu tindakan yang berarti
meletakkan suatu hambatan dihadapan wanita, ditengah-tengah
perjalannya menuju kemajuan masyarakat. Sebaliknya, melarang
poligami berarti menghilangkan sebagian dari rintangan-rintangan
yang memperlambat pergerakan wanita, dan merampas hak-haknya
serta merendahkan kedudukannya.

2. Pendapat yang membolehkan poligami


Pendukung poligami tidak melihat adanya hubungan antara poligami
itu primitif atau modrennya masyarakat; karena kehidupan seorang laki-
laki bersama-sama dengan bebepara orang wanita, itu adalah kenyataan
yang ada dikalangan masyarkat dalam semua negara dan sepanjang
masa, baij denga nama poligami ataupun dengna nama teman-teman.
Dan adalah suatu kesalahan, kalau poligami itu dihubungkan dengan
masyarakat primitif disaat-saat banyaknya teman wanita dari seorang
laki-laki merupakan suatu kenyataan didalam masyarakat yang modren.
Poligami adalah suatu usaha untuk membimbing wanita untuk
meningkat dari suasana kehidupan yang diliputi kegelisahan, kehinaan
dan terlantar, menuju kehidupan berkeluarga yang mulia, dan keibuan
yang mulia, dimana wanita merasakan kebahaiaan kesucian dan

9 Abdul Nasir Taufiq al-Atthar, Pogami Ditinjau Dari segi Sosial dan Perundang-
undanag, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm,11

8
kemuliaan dibawah naungannya. Poligami merupakan salah satu
penerapan dari kebebasan wanita, dan terlaksanaya apa yang
dikehendakinya, kerana sebenarnaya laki-laki itu tidak berpolgami itu
tanpa kemauan wanita.10

E. Poligami dan persamaan hak antara pria dan wanita.


Kalau kita tidak berpegang dengan perasaan, dan berusaha untuk
mengenyampingkan perasaan yang berlain-lainan dan perlombaan dintara
manusia yang sejenis, dalam membahas masalah poligami itu, maka
tidaklah berarti bahwa kita membuangkan masalah kebebasan wanita itu
dari perhitungan pembahasan ini, karena masalah kebebasan wanita ini,
sebahagian unsurnya ada yang tidak meruipakan masalah perasaan dan
perlu dipelajari, diteliti, dan dibahas.
Dalam batas-batas pembahasan ilmiah yang tidak disertai oleh
keinginan dan tujuan tertentu, kita memprhatikan bahwa persamaan antara
pria dan wanita dalam masalah perkawinan, tidaklah mesti merupakan
persamaan yang mutlak. Kalau kita terjun melihat kenyataan, maka kita
akan menemukan sunnatullah dialam ini, menetapkan bahwa peraturan
perkawinan satu suami dan satu istri itu baik bagi masing-masing pria dan
wanita, hanya saja ketentuan ilahi itu memperbedakan antara pria dan
wanita. Wanita dijadikan tidak baik untuk peraturan banyak suami, tetapi
pria itu baik untuk menerima peraturan banyak suami.hal ini jelas, karena
rahim wanita berbekas dengan masuknya benih laki-laki kedalamnya terjadi
secara perbuatan yang biasa, sedangkan laki-laki tidak mempunyai anggota
yang seperti rahim itu, semenjak adanya makhluk dan tidak akan pernah ada
anggota seperti itu. Sebagai konsekwensinya, tabiat wanita bertentangan
dengan sistem poligami, karena dikhawatirkan bahwa janin terjadi dari janin
yang bermacam—macam sehingga tidak dapat penentuan tentang siapa
yang bertanggungjawab, menurut masyarakat dan perundang-undangan
dengan dasar kenyataan dan kebenarann; sedangkan tabiat laki-laki
memungkinkan untuk mendatangi beberapa istri yang tidak mempunyai

10 Abdul Nasir Taufiq al-Atthar,…..,…,hlm, 12

9
suami selain dia sendiri, janin yang akan terjadi berasal dari dirinya sendiri
dan dia sendirilah yang akan bertanggungjawab terhadap
pemeliharaan anaknya nanti, baik menurut keadaan masyarakat, ataupun
undang-undang dan jutga dibidang agama. Malahan lebih dari itu, bahwa
tabiat wanita itu memang tidak sesuai dengan poligami sampai dengan
wanita yang menikah beberapa kali dengan perkawinan yang sah, akan
menyebabkan penyakit infekksi pada rahim, sedang wanita pelacur mudah
kena penyakit syipilis.
F. Sebab-Sebab Timbulnya Poligami
Bagi golongan anti poligami mereka mengatakan tidak ada motif
poligami, karena poligami hanya menuruti hawa nafsu saja dan merupakan
cerminan budi pekerti yang tidak baik. Bagi pengikut poligami
mengemukakan sebab-sebab yang banyak, diantaranya:
1. Kelemahan istri yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidup
suami-istri, karena ia mandul, padahal tujuan pernikahan adalah
mendapatkan keturunan. Atau perempuan itu mempunyai cacat
jasmaniyah dan kadang-kadang kelemahannya timbul akibat
penyakit kronis.
2. Suami jatuh cinta pada lelaki lain. Kita melihat kebanyakan kaum
pria lebih banyak beraktivitas diluar rumah bersama teman kerja
wanita bahkan lebih sampai 6 jam setiap harinya terus menerus,
padahal dia tidak sampai selama itu berada disamping istrinya
kecuali pada saat tidur.
3. Suami benci kepada istrinya, kebencian laki-laki kepada istrinya
mungkin timbul karena tindak-tanduk yang tidak baik dari istrinya
itu, dan justru tindak-tanduk istrinya itu yang menyebabkan
suaminya menikah lagi, bukan karena semata-mata benci.
4. Istri yang telah diceraikan ingin kembali
5. Hubugan kekeluargaan. Kadang-kadang wilayah poligami itu lebih
luas lagi, suami ingin menikah lagi denga istri yang baru dengan
maksud untuk memperkuat hubungan kekeluargaan. Suami menikah
dengan seorang wanita yang masih familinya dengan suasana yang

10
menampakka kebutuhan familinya itu untuk menikah dengan laki-
laki yang masih famili. 11
G. Syarat-Syarat Poligami
Menurut UU No 1 Tahun 1974, tentang perkawinan, dan Kompilasi
Hukum Islam yang berlaku di Indonesi pada padal 56 menentukan bahwa
syarat bagi suami yang hendak melakukan poligami haruslah mendapat izin
dari Pengadilan Agama. Poligami tanpa izin pengadilan tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum. Pengadilan dapat memberi izin, apabila
terdapat syarat alternatif:
1. Sang istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakkt yang tidak dapat
disembuhkan
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. 12
Selain itu, untuk melakukan poligami diperlukan syarat-syarat kumulatif
yaitu:
1. Adanya persetujuan dari istri, kecuali apabila istri atau istrinya tidak
mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak
dalam perjanjian atau tidak ada kabar sekurang-kurangnya 2 tahun
atau sekurang-kurangnya atau sebab lain yang perlu mendapat
penilaian dari hakim.
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin menjamin
keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
H. Hikmah Poligami
1. merupakan karunia Allah dan Rahmatnya kepada manusia
2. Karena Oislam sebagai agama kemanusiaan yang luhur mewajibkan
kepada kaum mislimin untuk melaksanakan pembangunan dan
menyamp[aikannya kepada seluruh manusia. Mereka tidak akan
sanggup mengikuti tigas risalah pembangunan ini kecuali jika
mereka mempunyai negara yang kuat yang semprnha segala
peralaatnnya, berwibawa titahnya dan besar kekuasaannya. Hal-hal

11 Abdul Nasir, Op Cit, hlm, 25-35


12 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: 2000), hlm33

11
seperti ini tidaklah terlaksana dengan baik bila penduduk negeri
tidak banyak. Dimana untuk tiap-tiap bidang kegiatan hidup
manusia terdapat jumlah yang cukup bersar ahli-ahli yang
menanganinya. Oleh karena itu dibituhkan sebuah keluarga yang
besar, sedangkan jalan untuk mendapatkan jumlah yang besar
tersebut hanyalah dengan adanya perkawinan yang elatif muda dan
segilain dilakukkan poligami.
3. Bahwa kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar
daripada perempuan, sebab laki-laki telah memilki persiapan kerja
seksual sejak balig sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa
haid tidak memilikinya, dimana masa haid ini datang setiap bulan
yang temponya terkadang sampai 10 hari, dan begitu pula selama
masa nifas yang temponya terkadang sampai 40 hari ditambah lagi
dengan masa hamil dan menyusui. Kesanggupan perempuan untuk
beranak berakhir sekitar umur 45-50 tahun sedangkan dipihak laki-
laki masih subur sampai dengan lebih dari 60 tahun.
4. Ada kalanya karena istri mandul atau menderita sakit yang tak ada
harapan sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk
melanjutkan hidup suami istri, pada suami ingin mempunyai anak-
anak sehat lagi pintar dan seorang istri yang dapat mengurus
keperluan-keperluan rumah tangganya.
5. Ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual besar
yang merasa tidak puas dengan seorang istri saja, terutama sekali
orang-orang daerah tropis. Karena itu, dari pada orang-orang ini
hidup dengan perempuan yang rusak akhlaknya lebih baik diberikan
jalan yang halal untuk memuskan tuntunan nafsunya.
6. Dengan adanya sistem pologami dan melaksanakan ketentuan
poligamoi ini dalam Islam merupakan suatu karunia besar bagi
kelestariannya, yang jauh dari perbuatan-perbuatan sosial yang
kotor yang rendah dalam masyarakat yang mengakui poligami.

12
Dalam masyarakat-masyarakat ytang melarang poligami dapat dilihat
hal-hal sebagi berikut:
1. Tersebarnya kejahatan dan pelacuran sehinnga jumlah pelacur lebih
banyak dari perempuan yang bersuami.
2. Banyaknya anak-anak haram jadah
3. Hubungan yang busuk ini mengakibatkan macam-macam penyakit
badan, kegoncangan mental dan gangguan saraf
4. Mengakibatkan kelemahan dan kelumpuhan mental
5. Merusak hubungan yang sehat antara suami dan istrinya,
menggangu kehidupan rimah tangga dan memutuskan tali ikatan
kekeluargaan sehingga tidak lagi segala sesuatunya tidak lagi
berharga dalam kehidupan suami istri.
6. Meragukan sahnya keturunan, sehingga suami tidak yakin bahwa
anak-anak yang diasuh dan dididik adalah darah dagingnya.13

13 Sayyid Sabiq, Op Cit, hlm, 179-187

13
BAB III

PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa azas perkawinan pada
hakitkaynya menganut prinsip monogami yaitu sistem perkawinan antara
satu orang istri dengan seorang suami saja.
Namun pada kindisi lain seorang suamu beleh melakukan polgami karena
ada hal-hal tertetu. Adapun syarat-syarat suami boleh berpoligami diatur
dalam KHI Pasal 56 dan UU No 1 Tahun 1974 yaitu:

1. Mendapat izin dari pengadilan.


2. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
3. Isteri terdapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
4. Istri tidak dapat melairkan keturunan. Demikian pula seorang suami
hendaklah berlaku adil terhadap istrinya baik nafkah lahir maupun
nafkah batin. Jika ia tidak dapat berlaku adil maka hendak lah
menikahi seorang perempuan saja (Q.S.An-Nisa`: 3)

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, Penulis menerima saran sebanyak – banyaknya yang dapat
membangun untuk perbaikan makalah ini ke depannya, dan penulis
berharap pembaca tertarik untuk menyusun kembali makalah ini dan
menambah referensi lebih dalam lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Nasir Taufiq al-Atthar, 1976. Pogami Ditinjau Dari segi Sosial dan
Perundang-undanag, (Jakarta: Bulan Bintang,)
Ahmad Dahlan, 1998. Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru
Van Hoave,)
Al-Syaukani. 1973. Fath al-Qadir: al-Jami‟ Bain Fann al-Riwayah wa al-
Dirayah min „Ilm al-Tafsir. Jilid I.( Beirut: Dar al-Fikr.)
Departemen Agama, 2000. Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta:)
Huzaemah Tahido Yanggo, 2010. Fikih Perempuan Kontemporer (Jakarta:
Ghalia Indonesia,)
Ibnu Ruysd, 1990. Bidayatul Mujtahid, (Semarang: CV. Asy-sifa’,)
Muhammad Amin, 2004. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam (Jakarta:
Raja Grafindo Persada,)
Muhammad Sahrul, 2004. Metodologi Islam Kontenporer, (Jakarta: El saq
Press,)
Nasution, Khairuddin. 1996. Riba & Poligami: Sebuah Studi atas
Pemikiran Muhammad Abduh, Cet. I. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,).
Sayyid Sbiq, 1980. Fikih Sunnah,(Bandung: PT Al-ma’arif,)
Yusdani, 2015. Menuju Fiqh Keluarga Progresif (Yogyakarta: Kaukaba
Dipantara,)

15

Anda mungkin juga menyukai