Anda di halaman 1dari 12

Dosen Pengampu:

Ramli S,Ag,M.H

Disusun Oleh:
Kelompok VII
CHOLIL FIKRI SELIAN 220201157
Fazlurrahman 220201139
Muhammad Aldiansyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN AR-RANIRY-BANDA ACEH
1445 H / 2023 M

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Ta’ala karena atas
limpahan Rahmat dan hidayah-Nya semata, kita dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Abortus, menstrual regulation dan eugenetika”. Sholawat dan
salam senantiasa kita hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
keluarga, dan sahabatnya sekalian.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi kita semua
dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Masail Fiqhiyyah dan semoga segala
yang tertuang dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para
pembaca dalam rangka membangun khazanah keilmuan.
Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi arahan dan
tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
Makalah ini merupakan hasil kerja kelompok yang telah bekerja sama selama
kurang lebih seminggu dan telah mengikuti kaidah dalam pembuatan makalah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran
yang bersifat membangun kepada para pembaca guna memperbaiki
langkahlangkah selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah Ta’ala lah kita kembalikan semuanya,
karena kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Definisi Monogami.......................................................................................2
B. Definisi Poligami..........................................................................................2
C. Hukum Monogami dan Poligami..................................................................3
D. Hukum Poligami...........................................................................................4
BAB III....................................................................................................................9
PENUTUP................................................................................................................9
A. Kesimpulan...................................................................................................9
B. Saran..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah fitrahnya bagi seorang laki-laki menikah dengan perempuan, mau
itu satu (monogami) ataupun lebih (poligami). Didalam ajaran agama Islam
hal ini juga diperbolehkan dan sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw, bahkan
beliau sendirilah contohnya.
Tetapi di masyarakat praktek poligami seringlah menimbulkan masalah di
keluarga itu sendiri. Poligami juga banyak ditentang oleh kalangan
perempuan, karena berpandangan bahwa perempuan berada dalam posisi
yang sering tersakiti. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya pemaham
mengenai poligami, baik itu suami ataupun para istrinya.
Maka dari itu, di dalam makalah ini kami akan menguraikan bagaimana
monogami dan poligami.
B. Rumusan Masalah
Agar kajian yang kami paparkan lebih terarah dan cakupannya tidak
terlalu luas, maka kami membatasi permasalahan yang akan kami paparkan
meliputi :
1. Definisi Monogami
2. Definisi Poligami
3. Hukum Monogami
4. Hukum Poligami
C. Tujuan
Adapun tujuan kami menyusun makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui definisi monogami
2. Untuk mengetahui definisi poligami
3. Untuk mengetahui hukum monogami
4. Untuk mengetahui hukum poligami
BAB II

PEMBAHASAN

1
A. Definisi Monogami
Monogami adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki
kepada seorang perempuan. Monogami adalah asas perkawinan dalam Islam,
sehingga suami boleh menikahi perempuan lebih dari satu asalkan berbuat
adil, sedangkan keadilan sangat sulit ditegakkan, maka Allah menetapkan
bahwa jika takut tidak dapat berbuat adil, cukup menikah dengan seorang
perempuan saja. 1
Monogami berasal dari bahasa Yunani yakni monos yang berarti satu atau
sendiri, dan gamos yang berarti pernikahan. Sehingga monogami adalah
kondisi hanya memiliki satu pasangan pada pernikahan.

B. Definisi Poligami
Istilah poligami berasal dari bahasa Inggris yakni “poligamy” dan disebut
‫ ثعد دا ل?زو ج?ا ث‬dalam hukum Islam yang berarti beristri lebih dari seorang
wanita2. Poligami yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang
perempuan dalam waktu yang sama3.
Kata poligami terdiri dari kata poli dan gami. Secara etimologi, poli artinya
banyak, gami artinya istri. Jadi poligami artinya beristri banyak. Secara
terminologi poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri.
Dalam hukum positifnya memiliki kesamaan pandangan dan perbedaan dalam
mengatur prosedural penerapan poligami, juga mengenai keadilan syarat, dan
substansi kebolehan berpoligami.
C. Hukum Monogami
Asas perkawinan dalam hukum Islam adalah monogami. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Surat An Nisa ayat 3 :

1 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, CV Pustaka Setia, Bandung, 2003, hlm.81.
2 Mahjuddin, Masail Al-Fiqh, Kalam Mulia, Jakarta, 2016, hlm.64.
3 .Nur Hayati, Poligami dalam Perspektif Hukum Islam dalam Kaitannya dengan Undang-Undang
Perkawinan. Vol.3 No.1, 2005, hal.39.

2
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat.
Kemudian, jika kamu tidak akan dapat berlaku adil maka (nikahilah) seorang
saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih
dekat bagi kamu untuk tidak berbuat aniaya.”
Dari ayat tersebut diatas nampak jelas bahwa pada prinsipnya asas
perkawinan dalam hukum Islam adalah monogami. Hal ini dapat dilihat pada
kata “maka (nikahilah) seorang saja”. Namun dari kata tersebut, nampak
bahwa asas monogami itu hanya merupakan anjuran. Dalam hal ini, hukum
Islam tidak melarang poligami, namun ditetapkan syarat bahwa dalam
poligami tersebut harus adil.
Berdasarkan UU No. 1/1974 tentang perkawinan, maka Hukum
Perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, baik untuk pria maupun
untuk wanita (vide pasal 3 (1) UU No. 1/1974). Hanya apabila dikendaki oleh
yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan
mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang. Namun
demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri,
meskipun diizinkan oleh pihak-pihak bersangkutan, hanya dapat dilakukan,
apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh
pengadilan.
Menurut kaum modernis, pria tidak bisa begitu saja mengambil lebih dari
satu istri hanya karena dia menyukai wanita lain atau jatuh cinta dengan
kecantikannya. Mereka juga berpendapat bahwa norma Al-Quran
sesungguhnya adalah monogami tetapi poligami diperbolehkan hanya dalam
keadaan tertentu, itu pun, sekali lagi, disertai persyaratan keadilan yang
sangat ketat.

3
Pejuang hak-hak wanita juga berpendapat bahwa pria tidak diciptakan
oleh Allah sebagai hewan seksual semata sehingga dia tidak dapat
mengendalikan hawa nafsunya selama istrinya mengalami menstruasi atau
nifas. Ribuan pria bisa menahan diri, tidak semua pria berkecendrungan ke
arah perkawinan poligami. Kebanyakan pria justru cenderung monogami.
Mereka dapat menahan diri dari kegiatan seksual ketika istri sakit lama dan
tidak bisa tinggal bersama mereka. Bahkan ketika sang istri sakit tanpa ada
harapan sembuh. Mereka dapat melanjutkan kehidupan tanpa kegiatan seksual
dan pengorbanan ini layak dilakukan demi hubungan kasih seumur hidup di
antara suami istri.

D. Hukum Poligami
Sepakat Ulama Madzhab menetapkan bahwa laki-laki yang sanggup
berlaku adil dalam kehidupan rumah tangga, dibolehkan melakukan poligamu
sampai 4 istri, berdasarkan pada sebuah ayat yang berbunyi :

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat.
Kemudian, jika kamu tidak akan dapat berlaku adil maka (nikahilah) seorang
saja atau borang istri budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu
adalah lebih dekat bagi kamu untuk tidak berbuat aniaya.”
Dan ada beberapa buah hadits yang menjadi dasar pendapat tersebut
diatas, antara lain :
Yang artinya : “Bahwasannya Rasulullah SAW berkata kepada Ghailan
bin Salamah ketika ia masuk Isla; yang padanya ada 10 istri: Milkilah 4 orang
istrimu dan ceraikanlah yang lainnya” (HR.An Nasai)

4
Yang artinya : “Berkata Naofal bin Muawiyah: (ketika) saya masuk Islam
dengan memiliki 5 istri; Nabi berkata (kepadaku): Ceraikanlah seorang dari
istri-istrimu itu”
Kalau poligami yang sampai memiliki 4 orang istri disepakati oleh Ulama
Madhab, maka poligami yang lebih daripada itu, menjadi perbedaan pendapat
di kalangan Ulama Hukum Islam, antara lain :
1. Ada suatu golongan Ulama Hukum Islam yang mengatakan bahwa
boleh seorang laki-laki Muslim memiliki istri sampai 9 orang dengan
mengemukakan dua alasan :
a. Mengikuti sunnah Nabi, dimana Beliau memiliki 9 orang
istri.
b. Huruf ‫ و ا و‬pada ayat 3 dari surat An Nisa, difahami dengan
‫( و ا و لجمع‬penjumlahan), maka rumusnya adalah 2+3+4 = 9.
2. Sebagian penganut Madzhab Al-Zahiry mengatakan, bahwa boleh
seorang laki-laki Muslim beristri sampai 18 orang. Alasan tersebut
dikemukakan oleh Imam Al-Qurtubi dalam Tafsirnya berbunyi :
“Dan pendapat sebagian penganut Madzhab Al-Dhahiri yang
mengatakan, (bhawa) boleh beristri samapi 18 orang; karena
berpegang (pada alasan) bahwa kata bilangan pada kalimat tersebut,
mengandung pengertian untuk penjumlahan. Maka (penganut
Madhab itu) menjadikan (kata bilangan) dua menjadi pengertian
duadua; demikian juga (kata bilangan) tiga dan empat.”
Jadi pendapat tersebut di atas, dapat dirumuskan sebagai; (2+2) +
(3+3) + (4+4) = 18.
Telah sepakat ulama ahli sunnah,bahwa beristri lebih dari empat orang
hukumnya haram dan adalah perkawinan yang kelima batal tidak sah, kecuali
jika suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu dan telah
habis pula idahnya.4
Peraturan perkawinan poligami sudah dikenal sebelum Islam di setiap
masyarakat yang beradaban tinggi maupun masyarakat yang masih terbelakang, baik
penyembah berhala maupun bukan. Dalam hal ini, seorang laki-laki diperbolehkan
menikah dengan dari seorang istri. Aturan seperti itu sudah berlaku sejak dahulu

4 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Hidakarya Agung, Jakarta, 1977, hlm.32.

5
pada masyarakat Cina, India, Mesir, Arab, Persia, Yahudi, Sisilia, Rusia, Eropa
Timur, Jerman, Swiss, Austria, Belanda, Denmark, Swedia, Inggris, Borwegia, dan
lain-lain.
Sementara itu bangsa Arab dan Yahudi melaksanakan poligami dalam ruang
lingkup yang luas dan tidak membatasi jumlahnya. Contoh Sebuah gambaran praktik
poligami di beberapa Negara sebagai berikut:
Di Cina suami berhak mengawini seorang atau beberapa wanita jika ternyata
istri yang pertama tidak dapat memberikan anak (mandul) karena bagi mereka anak
adalah tumpuan harapan yang dapat mewarisi berbagai hal setelah ayahnya
meninggal dunia. Namun seorang istri menempati kedudukan tertinggi dan dominan
istri-istri lainnya tunduk kepada istri pertama.
Di India parktik poligami sangat dominan terutama di kalangan kerajaan,
pembesar, atau orang-orang kaya. Bagi mereka poligami merupakan peraturan
alternatif jika istrinya mandul atau dianggap pemarah atau terlalu emosional. Di
kalangan bangsa Mesir kuno poligami dianggap hal yang wajar asalkan calon suami
berjanji akan membayar sejumlah uang yang cukup banyak kepada istri pertama jika
nanti suami berpoligami. Apabila nanti dia menikah lagi, dia terkena peraturan yang
berlaku.
Anggapan bangsa timur kuno, seperti Babilonia, Madyan atau Siria poligami
merupakan perbuatan suci karena para raja dan penguasa yang menempati posisi suci
dalam hati mereka juga melakukan poligami.
Selain itu praktik poligami pun dikenal di kalangan Arab sebelum Islam,
seorang laki-laki berhak menikahi sejumlah wanita yang dikehendaki tanpa ikatan
maupun syarat. Di dalam sunan Turmudzi disebutkan bahwa Ghailan bin Salamah al-
Tsaqafi ketika masuk Islam memiliki sepuluh orang istri. Masyarakat Yahudi pun
membolehkan poligami tanpa batas jumlah wanita yang dinikahinya. Di dalam
Taurat diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. memiliki 700 orang istri wanita
merdeka dan 300 orang istri dari kalangan budak, dan Nabi Daud a.s. memiliki 99
orang istri.
Sebagian ulama berpendapat bahwa praktik poligami banyak terjadi di kalangan
masyarakat yang berbudaya dan berperadaban tinggi. Poligami jarang terjadi di
kalangan masyarakat yang terbelakang karena mereka telah terbiasa memiliki satu
istri (monogami), terutama yang pekerjaannya berburu dan mengumpulkan
buahbuahan. Banyak kalangan ulama berpendapat bahwa poligami berkembang
seiring dengan laju perkembangan budaya dan peradaban suatu masyarakat.

6
Masalah poligami dalam kompilasi hukum Islam disebutkan pada pasal
55:
1. Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya
sampai empat orang istri.
2. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku
adilterhadap istri dan anak-anaknya.
3. Apabila syarat utama yang disebutkan pada ayat (2) tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristri dari seorang.

Selanjutnya pada pasal 56 disebutkan:


1. Suami yang beristri lebih dari satu orang, harus mendapat izin dari
pengadilan agama.
2. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa
izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kemudian pada pasal 57 disebutkan Pengadilan Agama hanya


memberikan izin kepada seorang suami yang akan berisitri lebih dari seorang
apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajban sebagai istri.
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
3. stri tidak dapat menghasilkan keturunan.
Untuk memperoleh izin dari Pengadilan Agama, disamping persyaratan
yang disebutkan pada pasal 55 ayat (2), ditegaskan lagi oleh pasal 58 ayat (1),
yaitu:
1. Adanya persetujuan istri.
2. Adanya kepastian, bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka.
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anak mereka.

5
Sebab-sebab diperbolehkannya poligami, yakni :
5 Abdul Muhaimin, Risalah Nikah Penuntun Perkawinan, Bintang Terang, Jakarta, 1993, hlm.76.
6
Abdul Muhaimin, loc.cit.

7
1. Karena istri mandul atau sakit-sakit sehingga menyebabkan tidak
mempunyai anak (keturunan).
2. Si suami mempunyai nafsu yang berlebihan (luar biasa) sedang
istrinya bersyahwat dingin dan kurang bergairah.
3. Karena banyaknya kaum wanita daripada kaum laki-laki, lebih-lebih
akibat peperangan yang hanya diikuti oleh kaum laki-laki dan
pemuda.

6
Hikmah diperbolehkannya poligami, yakni :
1. Suatu keberuntungan dan kehormatan bagi istri yang di madu, karena
ia tidak dicerai oleh suaminya, sedangkan ia tetap mempunyai hak
meminta pelayanan yang sama dengan madunya (istri berikutnya).
2. Suami selamat dari berbuat mesum (zina) dengan perempuan lain
yang sangat dikutuk oleh Allah SWT.
3. Banyak wanita yang tertolong dan terangkat derajatnya, karena
adanya orang yang mau meringankan penderitaannya dan
menggairahkan hidupnya.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Monogami adalah suatu ikatan pernikahan yang hanya terjadi antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan.
2. Poligami adalah suatu ikatan pernikahan yang terjadi antara seorang
laki-laki dengan lebih dari satu perempuan.
3. Hukum monogami ialah sebagai asas dalam pernikahan.
4. Hukum poligami ialah boleh dengan syarat dapat berlaku adil.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa menerima bimbingan dan
arahan serta saran dan juga kritik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin, Abdul. 1993. Risalah Nikah Penuntun Perkawinan.Surabaya:Bintang


Terang
Yunus, Mahmud. 1977. Hukum Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: Hidakarya
Agung.
Saebani, Beni Ahmad. 2009. Fiqh Munakahat. Bandung: Pustaka Setia
Mahjuddin. 2016. Masail Al-Fiqh. Jakarta: Kalam Mulia
Hayati, Nur. 2005. “Poligami dalam Perspektif Hukum Islam dalam Kaitannya
dengan Undang-Undang Perkawinan” Volume 3 (hlm.39).

Anda mungkin juga menyukai