Anda di halaman 1dari 12

NIKAH DAN RUANG LINGKUPNYA DALAM MEMBANGUN

KELUARGA YANG BERMARTABAT


Dosen Pengampu : Zaini Miftah, M.A

Disusun oleh kelompok 6:

1. Umi Nurjanah
2. Ayu Fahmawati
3. Agus Ali Bahrudin Mahfudz

KELAS 2D

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI BOJONEGORO

Jl.Ahmad Yani 10 Bojonegoro

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami Fiqih tentang Nikah
dan Ruang Lingkupnya dalam Membangun Keluarga yang Bermartabat

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan wawasan
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar
kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami
berharap kepada para pembaca agar memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini..
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR.......................................................................................................................

DAFTAR
ISI...................................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................


B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
C. Tujuan Pembahasan .......................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................................

A. Pengertian Pernikahan ................................................................................................


B. Hikmah Pernikahan ....................................................................................................
C. Hukum Nikah ...............................................................................................................
D. Bagaimana Bimbingan Memilih Jodoh Menurut Islam...............................................

BAB III
PENUTUP.........................................................................................................................

A. Kesimpulan......................................................................................................................
B. Saran................................................................................................................................

DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan menurut bahasa ialah, berkumpul dan bercampur.menuirut istilah


syarak ialah ijab dan qabul (‘aqad ) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan
perempuan yang di ucapkan oleh kata – kata yang menunjukkan nikah, menurut
peraturan yang ditentukan oleh islam.

Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad . sedangkan pengertian
hubungan badan itu hanya metafora saja.

B. rumusan masalah

1. apa yang dimaksud dengan pernikahan ?

2. apa saja hikmah pernikahan ?

3. apa hukum dari makna pernikahan,

4. bagaimana saja bimbingan memilih jodoh menurut islam ?

C. Tujuan Pembahasan

1. menjelaskan tentang maksud pernikahan

2. menjelaskan hikmah pernikahan

3. menjelaskan hukum poernikahaan

4. menjelaskan tujuan pernikahan, hukum, huikmah , tujuan, dan bagaimana cara agar
bisa memilih pernikahan menurut pandangan islam.
BAB I

PEMBAHASAN

A. pengertian dari pernikahan

Pernikahan menurut bahasa ialah , berkumpul dan bercampur. Menurut istilah


syarak ijab dan qabul (‘aqad ) yang mehalalkan persetubuhan antara lelaki dan
perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah , menurut
peraturan islam yang ditentukan.

Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad.islam juga bisa di
artikan agama yang sumul (universal ).

B. Hikmah pernikahan

Adapun hikmah- hikmah pernikahan ialah :

1. mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.

2. menjauhkan diri dari perkara harom dan fitnah.

3. menyatukan dan menambah persaudaraan.

4. menyambung silahturrahmi.

C. Hukum Nikah

Amalan nikah merupakan disyariatkan , hal ini didasarkan pada firman Allah, “ Dan
jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap ( hak- hak ) perempuan yang yatim (
bila kamu menyakininya ), maka kawinilah wanita – wanita ( lain ) yang kamu
senangi : dua tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil.
Maka kawinilah wanita seorang saja, atau budak – budak yang kamu miliki. Yang
kemudian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. ( Q.S AN NISA’ : 3 ).

Dari keterangaan diatas dapat di simpulkan bahwa hukum nikah itu ada 5 :

1. Wajib
Kepada orang yaang memikili nafsu yang kuat sehingga bisa
menjerumuskannya ke lembah maksiat ( zina dan lain sebagainya ) ,
sedangkan ia seorang yang mampu ( mampu membayar mahar dan
menafkahi calon istrinya ).
2. Sunnah
Kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya atau bila
seseorang menginginkan sekali punya anak dan tak mampu mengendalikan
diri dari berbuat zina.
3. Makhruh
Kepada seseorang yang tidak mampu dari segi nafkah batin lahir tetapi
sekedar tidak memberi ke madharatan kepada istri.
4. Haram
Kepada seseorang yang tidak berkemampuan pada nafkah lahir dan batin , dan
ia sendiri ( lemah ) , tidak mempunyai keinginan menikah serta akan
menganiaya istri jika ia menikah.
5. Mubah
Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari
berbuat zina, maka hukum nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum
berniat memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak
sampai terlantar.

D. Memilih Jodoh dalam Islam


Setiap oraang yang berumah tangga tentu mengharapkan keluarganya akan menjadi
keluarga sakinah mawaddah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya akan menjadi
surga didunia untuk dirinya dan keluarganya. Apalagi di zaman ini banyak kasus
perceraian keluarga dijumpai di tenga – tengah masyarakat ya6ng semakin
berkembang ini. Alasan percerai itu bermacam – macam, perselingkuhan , pendapatan
istri lebih besar dari pada suami, kekerasan dalam rumah tangga dll.
Maka dari itu dalam membangun maghliga surga dalam rumah tangga persiapan awal
harus dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam menganjurkan kepada umat islam
ketika mencari jodoh itu harus berhati – hati baik laki – laki maupun perempuan . Hal
ini dikarenakan masa depan kehidupan rumah tangga itu berhubungan sangat erat
dengan cara memilih suami atau istri. Dalam memilih istri atau suami hendaknya
menjaga sifat – sifat wajib, syekh jalaluddin Al qosimi dalam kitab almauidatul
almukminin , menyebutka ada kreteria laki- laki dalam memilih jodoh :
1. Baik Agamanya
2. Luhur budi pekertinya
3. Cantik Wajahnya
4. Sekufu ( setara )

Adapun dalam hadist tentang jalinan cinta dua orang insan dalam sebuah
pernikahan dianjurkan untuk serius dan dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan
candaan atau main-main.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

‫النكاح والطالق والرجعة‬: ‫ثالث جدهن جد وهزلهن جد‬

“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap
serius: nikah, cerai dan ruju.'” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i.
Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah)

Salah satunya dikarenakan menikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi


teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan seumur hidup, insya Allah.
Jika demikian, merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa orang yang
hendak menikah diperintahkan untuk berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan
dalam memilih pasangan hidup.

Sungguh sayang, anjuran ini sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan kaum
muslimin. Sebagian mereka terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan
semacamnya, sehingga mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa
memperhatikan bagaimana keadaan agamanya. Sebagian lagi memilih pasangannya
hanya dengan pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita cantik untuk
dipinang tanpa peduli bagaimana kondisi agamanya. Sebagian lagi menikah untuk
menumpuk kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya
untuk mendapatkan hartanya. Yang terbaik tentu adalah apa yang dianjurkan oleh
syariat, yaitu berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan
hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam memilih pasangan.

Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan


sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:

1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih
calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala
berfirman,

‫إِن أَ ْك َر َمكُ ْم ِعندَ ّللاِ أَتْقَا ُك ْم‬

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling


bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)

Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim
berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu
seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun
menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,

‫ فاظفر بذات الدين تربت يداك‬،‫لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها‬: ‫تنكح المرأة ألربع‬
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih
wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu
akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إال تفعلوه تكن فتنة في األرض وفساد كبير‬

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi
dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh
Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam
memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang
diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah
diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.

Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang
agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah
memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫من يرد هللا به خيرا يفقهه في الدين‬

“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan
terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim).

2. Al Kafa’ah (Sekufu)

Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding
dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu
Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding
dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil
dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam
agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya
firman Allah Ta’ala,

ِ‫ْال َخ ِبيثَاتُ ل ِْل َخ ِبيثِينَ َو ْال َخ ِبيثُونَ ل ِْل َخ ِبيثَاتِ َوالط ِي َباتُ لِلط ِي ِبينَ َوالط ِيبُونَ لِلط ِي َبات‬

“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk
wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik.
Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)

Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu
dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits,

‫ فاظفر بذات الدين تربت يداك‬،‫لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها‬: ‫تنكح المرأة ألربع‬
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih
karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan
merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan
sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh
kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti
Jahsy radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan
Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak
berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, apalagi kita?

3. Menyenangkan jika dipandang

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan,


membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih
calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang
menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang
keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan
tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َومِ ْن آ َيا ِت ِه أَ ْن َخلَقَ لَ ُكم ِم ْن أَن ُفسِ ُك ْم أَ ْز َواجا ِلتَ ْسكُنُوا ِإلَ ْي َها‬

“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari
jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4


ciri wanita sholihah yang salah satunya,

‫وان نظر إليها سرته‬

“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim


berkata bahwa sanad hadits ini shahih)

Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang
hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang
hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat
mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar
seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫أنظرت إليها قال ال قال فاذهب فانظر إليها فإن في أعين األنصار شيئا‬

“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu


bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang
Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)
4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)

Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan


memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum
muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin
yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh
karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk
memilih calon istri yang subur,

‫تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم األمم‬

“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan
banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani
dalam Misykatul Mashabih)

Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-
khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi
yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati
suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam
keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus
Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202)

Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami

Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu
kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan
untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang
suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta
kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت‬

“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi


tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits
ini shahih).

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan
menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam
memilih suami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:

‫ إن أبا الجهم ومعاوية‬: ‫ فقلت‬،‫ أتيت النبي صلى هللا عليه وسلم‬: ‫عن فاطمة بنت قيس رضي هللا عنها قالت‬
‫ فال يضع‬،‫ وأما أبوالجهم‬، ‫ فصعلوك ال مال له‬،‫”أما معاوية‬: ‫خطباني؟ فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫العصا عن عاتقه‬
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan
Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta.
Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR.
Bukhari-Muslim)

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan


Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa
masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.

Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan
utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang
punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-
Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang
dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ وإن لم يعط لم يرض‬،‫ إن أعطي رضي‬،‫ والخميصة‬،‫ والقطيفة‬،‫ والدرهم‬،‫تعس عبد الدينار‬

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah


dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia
marah.” (HR. Bukhari).

Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun
menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya
dengan menikah untuk diberi rizki.

ُ ‫َوأَنكِ حُوا ْاألَ َيا َمى مِ ن ُك ْم َوالصالِحِ ينَ مِ ْن ِع َبا ِد ُك ْم َو ِإ َمائِكُ ْم ِإن َيكُونُوا فُ َق َراء يُ ْغ ِن ِه ُم‬
ْ َ‫ّللا مِ ن ف‬
‫ض ِل ِه‬

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika


mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-
Nya.” (QS. An Nur: 32)
BAB 3

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

B. Sarran

Anda mungkin juga menyukai