Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKHLAK DALAM KELUARGA


(AIK)

Dosen : Soni Zakaria, S.Sy., M.H.

Disusun Oleh :
Muhammad Ivan F P 201810160311283
Putri Ayu Rahmadani 201810160311284
Ayin Septiana Putri 201810160311286
Kartika Catur Damayanti 201810160311288
Ramdhan Milenianto P 201810160311292

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
MANAJEMEN
2018 / 2019
Kata pengantar
Assalamu’alaikum wr.wb
 Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “akhlak dalam keluarga”.

sesuai waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam tetap tercurah pada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, beserta sahabat dan para pengikutnya.Dalam kesempatan
ini, kami mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak, baik moril maupun materil dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran ataupun
kritik yang membangun, sangat besar harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb

 Malang, 15 Maret  2021
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang
sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia.
Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu
ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun
semua penduduk disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang
diperuntukkan bagi keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu
sendiri merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin,
harus ada penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari
pihak pengantin putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri
hendaknya memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum
berkeluarga, pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang
benar. Apakah dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian
terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun
seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan
bertutur manis kepada orang lain di luar
rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka dari
itu akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat
berlayar di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi
satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang
yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar
rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung
akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya
berlaku kepada para suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk
berakhlak mulia kepada istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri
sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yg
paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga karena dia
sebagai sebagai pimpinan. Kemudian ia di haruskan  utk mendidik anak istri di atas
kebaikan sebagai upaya menjaga
mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT

‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالَئِ َكةٌ ِغالَظٌ ِشدَا ٌد الَ يَ ْعصُوْ نَ هللاَ َما أَ َم َرهُ ْم‬
َ‫َويَ ْف َعلُوْ نَ َما ي ُْؤ َمرُوْ ن‬
“Wahai orang – orang  yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api
neraka yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg
kasar, yg keras, yg tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh
para pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan.
Setelah berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi
memikirkan calon kekasih atau terganggu

B.     Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis memperoleh beberapa
perumusan masalah.rumusan masalah itu antara lain adalah :
1. Pengertian pernikahan
2. Dasar pernikahan
3. Hukum pernikahan
4. Macam macam pernikahan
5. Akhlak dalam pernikahan
6. Macam macam pernikahan alam zaman jahiliyah
C.    Tujuan
Tujuan penyusun makalah ini antara lain :
1.      Untuk Mengetahui Urgensi  Keluarga dalam Hidup Manusia
2.      Untuk Mengetahui Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga
3.      Untuk Mengetahui Akhlak Suami atau Isteri
4.      Untuk Mengetahui Akhlak Orang Tua Kepada Anak
5.      Untuk Mengetahui Akhlak anak terhadap Orang Tua
6.      Untuk Mengetahui Membangun Keluarga Sakinah
7.      Untuk Mengetahui Larangan kekerasan dalam rumah tangga
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pernikahan
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yakni nikaahun yang merupakan
masdar dari kata kerja nakaha. Sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah sering kita gunakan
sebab telah masuk ke dalam bahasa Indonesia.
Secara bahasa, kata nikah berarti adh-dhammu wattadaakhul (bertindih
dan memasukkan). Dalam kitab lain, kata nikah diartikan dengan adh- dhammu
waljam’u (bertindih dan berkumpul).Pemakaian termasyhur untuk kata nikah
adalah tertuju pada akad. Dan sesungguhnya inilah yang dimaksud pembuat
Syari’at. Didalam Al-Qur’an pun kata nikah tidak dimaksudkan lain kecuali arti
akad perkawinan.
Adapun secara istilah ilmu Fiqih, nikah berarti suatu akad (perjanjian)
yang mengandung kebolehan melakikan hubungan seksual dengan memakai
kata-kata (lafazh) nikah atau tazwij.

2. Dasar pernikahan
a. Dalil Al-Quran Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa Ayat 3 dan Al
A’raaf ayat 189 yang artinya secara urut sebagai berikut:
“Dan jika kamu tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, maka
kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga, atau
empat dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu orang”.
“Dialah yang menciptakan kamu dari suatu zat dan dari padanya dia
menciptakan isterinya agar dia merasa senang”.

Sehingga perkawinan adalah menciptakan kehidupan keluarga antar


suami isteri dan anak-anak serta orang tua agar tercapai suatu kehidupan
yang aman dan tentram (sakinah), pergaulan yang saling mencintai
(mawaddah), dan saling menyantuni (rahmah).
b. Dalil As-Sunnah
Dari H.R. Bukhari Muslim diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a
dari Rasulullah yang bersabda:
“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian memiliki
kemampuan, maka nikahilah, karena itu dapat lebih baik menahan
pandangan dan menjaga kehormatan. Dan siapa yang tidak memiliki
kemampuan itu, hendaklah ia selalu berpuasa, sebab puasa itu merupakan
kendali baginya.”
c. Anjuran para ulama
Para ulama dan oarang-orang yang memiliki ilmu agama yang telah tidak
diragukan lagi dasar dari ilmu mereka juga menjadi panutan dimana menikah
memang sangat dianjurkan di dalam Islam.
Oleh karena itu, para ulama selalu memebrikan nasehatdan dakwah
penting mengenai pernikahan dan dalilnya :
“Barangsiapa beristeri , maka berarti ia sungguh telah memelihara
sebahagian agamanya. Kerena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
untuk memelihara behagian yang satu lagi”. (H.R. Al Baihaqi).
d. Peraturan dan kebiasaan
Kiata adalah bangsa yang taat akan perintah agama. Dan masyarakat juga
telah menerapkan budidaya menikah untuk melanjutkan ikatan bathin dan
raga dua insan yang kelakakan tinggal bersama.

3. Hukum pernikahan
Pada dasarnya hukum menikah itu adalah jaiz (boleh) namun karena
berbagai situasi dan kondisi hukum menikah terbagi menjadi 4 macam, yaitu:
a. Wajib bagi yang sudah mampu, nafsunya sudah mendesak dan takut
terjerumus pada perzinahan, serta sudah punya calon untuk dinikahi.
b. Sunnah bagi orang yang nafsunya sudah mendesak dan mampu menikah
tetapi masih mampu menahan dirinya dari berbuat zina, hukum menikah
baginya adalah sunnah.\
c. Haram bagi seseorang yang yakin tidak akan mampu memenuhi nafkah lahir
dan batin pasangannya, atau kalau menikah akan membahayakan
pasangannya, dan nafsunya pun masih bisa dikendalikan, maka hukumnya
haram untuk menikah.
d. Makruh bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan lahir batin,
namun isterinya mau menerima kenyataan tersebut, maka hukum
perkawinannya adalah makruh.

4. Macam – macam pernikahan


Dalam Islam terdapat macam-macam pernikahan yang digolongkan berdasarkan
hukum Islam yang berlaku. Macam-macam pernikahan tersebut yaitu sebagai
berikut:
1) Pernikahan Az Zawaj Al Wajib
Pernikahan Az Zawaj Al Wajib adalah pernikahan wajib yang harus
dilakukan oleh individu yang memiliki kemampuan untuk melakukan
pernikahan serta memiliki nafsu biologis (nafsu syahwat), dan khawatir
pribadinya melakukan dosa paling berat dalam Islam yakni perbuatan
zina yang dosa dan dilarang Allah manakala tidak melakukan
pernikahan. Untuk menghindari perbuatan zina, maka melakukan
pernikahan menjadi wajib bagi individu yang seperti ini.
2) Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab
Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab adalah pernikahan yang dianjurkan
kepada individu yang mampu untuk melakukan pernikahan dan memiliki
nafsu biologis untuk menghindarkan pribadinya dari kemungkinan
melakukan zina yang dosa. Seorang muslim yang memiliki kemampuan
dalam bidang ekonomi, serta sehat jasmani dalam artian memiliki nafsu
syahwat, maka dia tetap dianjurkan supaya melakukan pernikahan
meskipun individu yang bersangkutan merasa mampu untuk memelihara
kehormatan pribadinya.
Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:
"Dari Abdillah berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami,
"hai para pemuda barang siapa pribadi kalian mampu untuk melakukan
pernikahan maka melakukan pernikahanlah, sesungguhnya pernikahan
itu menundukkan pandangan dan menjaga farji (kehormatan). Dan
barang siapa tidak mampu maka berpuasalah, sesungguhnya puasa itu
baginya sebagai penahan. (pribadiwayatkan oleh Imam Muslim dalam
kitab Pernikahan)".
3) Pernikahan Az Zawaj Al Makruh
Pernikahan Az Zawaj Al Makruh merupakan pernikahan yang kurang
atau tidak disukai oleh Allah. Pernikahan ini bisa terjadi karena seorang
muslim tidak memiliki kemampuan biaya hidup meskipun memiliki
kemampuan biologis, atau tidak memiliki nafsu biologis meskipun
memiliki kemampuan ekonomi, tetapi ketidakmampuan biologis atau
ekonomi itu tidak sampai membahayakan salah satu pihak khususnya
istri. Hal itu terjadi apabila seorang muslim akan menikah tetapi tidak
berniat memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina.
Padahal, apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.
4) Pernikahan Az Zawaj Al Mubah
Pernikahan Az Zawaj Al Mubah adalah pernikahan yang diperbolehkan
untuk dilakukan tanpa ada faktor-faktor pendorong atau penghalang.
Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari
berbuat zina, maka hukum nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum
berniat memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya
tidak sampai terlantar.
5) Pernikahan Haram
Pernikahan Haram adalah pernikahan yang berdasarkan hukum Islam
haram apabila seorang muslim menikah justru akan merugikan istrinya,
karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin. Atau jika
menikah, ia akan mencari mata pencaharian yang diharamkan oleh Allah
padahal sebenarnya ia sudah berniat menikah dan mampu menahan nafsu
dari zina.

Keharaman pernikahan ini sebab pernikahan dijadikan alat untuk


mencapai yang haram secara pasti, sesuatu yang menyampaikan kepada
yang haram secara pasti, maka ia haram juga. Jika seorang muslim
melakukan pernikahan tersebut, wanita pasti akan mengalami
penganiayaan dan menyakiti sebab kenakalan laki laki itu, seperti
melarang hak hak istri, berkelahi dan menahannya untuk disakiti, yang
kemudian pernikahan tersebut menjadi haram untuknya.

Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 195, Allah berfirman:

Wa anfiqu fii sabiilillaahi wa laa tulqu bi'aidiikum ilat-tahlukati wa


ahsinu, innallaaha yuhibbul-muhsiniin

Artinya:

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."
6) Pernikahan Badal
Pernikahan badal adalah pernikahan tukar menukar istri. Hal ini terjadi
karena seorang laki-laki mengadakan perjanjian untuk menyarahkan
istrinya kepada orang lain dan mengambil istri orang lain tersebut
sebagai istrinya dengan memberi sejumlah uang tambahan.
7) Pernikahan Mut'ah
Pernikahan ini terjadi karena seorang laki-laki menikahi seorang wanita
dengan memberikan sejumlah harta dalam waktu tertentu, dan
pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di
tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat
tinggal. Pernikahan Mut'ah berasal dari kata tamattu' yang berarti
bersenang senang atau menikmati.
Jika pernikahan tersebut ditetapkan syarat hanya sampai waktu
tertentu, maka disebut pernikahan mut'ah. Pernikahan sejenis ini
disepakati haramnya oleh empat imam madzhab.
Adapun jika si pria berniat pernikahan sampai waktu tertentu dan
tidak diberitahukan di awal pada si wanita (pernikahan dengan niatan
cerai), status pernikahan sejenis ini masih diperselisihkan oleh para
ulama.
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i memberikan keringanan
pada pernikahan sejenis ini. Sedangkan Imam Malik, Imam Ahmad dan
selainnya melarang atau memakruhkannya. Berdasarkan suatu hadits,
Rasulullah bersabda:
"Dari Ali bin Abi Tholib, Ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah
melarang pernikahan mut'ah dengan perempuan perempuan pada waktu
perang khaibar"."
8) Pernikahan Syighar
Suatu pernikahan dianggap sebagai pernikahan syighar apabila seorang
laki-laki berkata kepada laki-laki lain, "Pernikahankanlah aku dengan
puterimu, maka aku akan pernikahankan puteriku dengan pribadimu".
Atau berkata, "Pernikahankanlah aku dengan saudara perempuanmu,
maka aku akan pernikahankan saudara perempuanku dengan pribadimu".
Menurut bahasa, pernikahan syighar diambil dari kata Assyighor
yang berarti mengangkat. Pernikahan ini diharamkan sebab tidak sesuai
dengan hikmah atau tujuan menikah seperti firman Allah dalam Alquran
surat Ar Rum ayat 21 yang berbunyi sebagai berikut:
Wa min aayaatihii an khalaqa lakum min anfusikum azwaajal litaskunuu
ilaihaa wa ja'ala bainakum mawaddataw wa rahmah, inna fii zaalika
la'aayaatil liqaumiy yatafakkarun

Artinya:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

5. Akhlak dalam pernikahan


Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan
kepada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam
Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang
menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan
pemikiran. Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan
yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal
maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.
Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah
pertanyaan, mengapa orang ingin hidup berumah tangga ? Karena pernikahan
dalam Islam bertujuan untuk membangun pondasi pertama dalam sebuah
komunitas masyarakat, yang dibangun dalam sebuah ikatan sangat kuat serta
dibalut dengan rasa cinta, kasih sayang dan saling menghormati. Kesiapan
berumah tangga secara islami harus dibentuk melalui peristiwa pernikahan
antara laki-laki dan perempuan muslimah, yang tentunya diawali dengan
persiapan-persiapan diantaranya ;
a. Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap
menyelesaikan masalah
b. Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)
c. Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami)
d. Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama
e. Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga sakinah
mawaddah warahmah)
f. persiapan material sesuai kemampuan
Tujuan perkawinan
a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia.
b. Pemeliharaan terhadap keturunan
c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral
d. Menjaga ketenteraman jiwa
e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan
Akhlak suami dan istri
a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur – bangun
tidur yang lihat hanya pasangan)
b. Menempatkan kepribadian sebagai seorang suami atau isteri (isteri pakaian
untuk suami dan begitu juga sebaliknya)
c. Jangan menabur benih keraguan/kecurigaan
d. Merasakan tanggung jawab bersama baik suami maupun isteri (saling
mengingatkan dan jangan selalu menuntut)
e. Selalu bermusyawarah (berdialog), lakukan komunikasi dengan baik,
instospeksi masing-masing
f. Menyiapkan diri untuk melakukan peranan sebagai suami atau isteri
g. Nampakkan cinta dan kebanggaan dengan pasangannya/jangan kikir
memberi pujian
h. Adanya keseimbangan ekonomi dalam mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan
i. Jangan melupakan dengan keluarga besar masing-masing (ortu) j. Menjaga
hubungan dengan pihak lain.
6. 10 macam pernikahan jaman jahiliyah
Jenis – jenis pernikahan zaman jahiliyah :
1. Al-Istibdha’
Praktik perkawinan semacam ini bertujuan mencari bibit unggul sebagai
keturunan. Caranya, suami memerintahkan istrinya untuk tidur seranjang
dengan laki-laki yang gagah perkasa, kaya dan pandai. Harapannya agar
anak yang dilahirkannya nanti dari hasil hubungan seks menjadi sama dan
setidaknya meniru jejak dan karakter sang ayah. Meskipun, ayahnya itu
bukanlah suaminya yang sah. Suami memerintah istrinya ketika sang isteri
suci dari haidhnya: “Pergilah engkau kepada si fulan (biasanya adalah
seorang yang tampan / bagus rupanya, dsb), dan kumpullah engkau
dengannya (yakni jima’)”. Setelah itu suami yang pertama tadi tidak akan
menyentuhnya sama sekali sampai jelas bahwa si isteri itu hamil dari laki-
laki tersebut. Jika telah nyata hamil maka si laki-laki yang terakhir ini dapat
memiliki isteri itu, jika ia mau.
Adat perkawinan semacam ini banyak ditemui di kalangan penduduk kota
Kabul, Turki, dan Sparta. “Di Sparta, masyarakat akan mencemooh kaum
laki-laki sebagai suami yang cemburu pada sang istrinya yang melakukan
kebiasaan seperti itu,” tulis Maftuhin Asyharie dalam bukunya, Sebelas Istri
Rasulullah saw (2002).
2. Al-Mukhadanah
Perkawinan ini tak ubahnya dengan poliandri. Poliandri adalah Satu
orang perempuan memiliki banyak suami. Si perempuan melayani semua
laki-laki tadi dan kalau nanti hamil maka salah satu dari laki-laki yang
menggauli harus mengakui bahwa anak yang dikandung si perempuan
adalah anaknya. Sedangkan siapa yang mau dijadikan bapak dari anaknya
tergantung pilihan perempuan. Dan biasanya penunjukan ayah dari jabang
bayi setelah jabang bayi lahir.

Pada umumnya banyak terjadi di negeri Yaman. Di negeri itu


terkenal sebutan Ar-Ranth. Selain Yaman, juga terjadi diTurkistan, Siberia,
India Selatan, Srilangka, Vietnam dan di bagian benua Afrika.
3. Asy-Syighar
Bentuk dan praktik perkawinan ini ialah, kedua orangtua dari kedua
mempelai, menukarkan kedua anak laki-laki dan perempuannya, masing-
masing memberikan mas kawin kepada anaknya sendiri. Namun, perkawinan
semacam ini dilarang Nabi. “Islam tidak mengenal kawin Syighar,”
sabdanya.
4. Perkawinan Warisan
Perkawinan ini terjadi karena ada anggapan bahwa seorang istri itu tidak
lebih dari barang warisan yang dapat diberikan kepada siapa saja yang
mengendaki. Jadi, saudara suami dapat mewarisi jika suaminya telah
meninggal. Istri yang ditinggalkan mati suaminya itu tidak berhak menolak
atau kembali pada keluarganya sebelum sang saudara suami itu datang dan
memperbolehkan kembali pada keluarganya. Begitu pula bila sang ayah
meninggal dunia, anak sulungnya berhak mengawini istri ayahnya yang
bukan ibu kandungnya. Perkawinan model ini banyak dilakukan di Persia.
5. Perkawinan Mut’ah
Bentuknya semacam kawin kontrak. Dalam perkawinan ini ditentukan
waktunya dan syaratnya. Perkawinan ini akan berakhir apabila waktunya
habis berdasarkan syarat yang ditentukan sebelumnya. Menurut berbagai
kalangan, perkawinan semacam ini haram hukumnya.
6. Perkawinan semacam pelacur
Perkawinan yang terjadi ketika seorang laki-laki berhubungan dengan
perempuan yang bukan istrinya, lantas memberi imbalan. Jika tidak
memakai imbalan, maka dinamakan perzinaan. Perzinaan ialah percampuran
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan istrinya.
Biasanya dilakukan tanpa memakai imbalan. Terjadi suka sama suka. Pada
rumah perempuan itu biasanya dikibarkan bendera, yang menandakan di
dalam rumah itu disediakan wanita bersangkutan. Jika wanita itu melahirkan
anak, ia berhak meminta pertanggungjawaban pada laki-laki yang mirip
dengan wajah anaknya.
7. Perkawinan tukar-menukar istri
Di masa jahiliyah juga dikenal tukar menukar istri. Terjadi untuk beberapa
waktu tertentu. Adat tukar-menukar istri ini terjadi dan berlaku di kalangan
beberapa suku di Afrika, penduduk Hawai dan Tibet. Tradisi perkawinan
tukar-menukar istri tersebar juga ke negeri Paris.
8. Perkawinan keroyokan
Sekelompok lelaki, kurang dari 10 orang, semuanya menggauli seorang
wanita. Bila telah hamil kemudian melahirkan, ia memanggil seluruh
anggota kelompok tersebut tidak seorangpun boleh absent. Kemudian ia
menunjuk salah seorang yang dikehendakinya untuk di nisbahkan sebagai
bapak dari anak itu, dan yang bersangkutan tidak boleh mengelak. Dan
biasanya penunjukan ayah dari jabang bayi setelah jabang bayi lahir.
9. Perkawinan syar’iy/ ihshan’
Model perkawinan ini tidak ada ubahnya dengan perkawinan yang sekarang
terjadi, yaitu dengan cara melamar kepada si wali wanita yang akan dinikahi
kemudian dilanjutkan dengan pernikahan dengan acara ijab qobul dan
pemberian mahar kepada mempelai wanita.
10. Perkawinan Saby
Perkawinan ini adalah dampak dari tradisi perang di kalangan bangsa Arab
jahiliyah. Setiap wanita yang menjadi tawanan perang, jika tidak ada yang
menebusnya, maka dia menjadi milik orang yang memenangkan perang.
Nasibnya tergantung pada pemiliknya, apakah dia akan dinikahi tanpa mahar
dan persetujuan dari walinya atau justru akan dijual sebagai budak. .
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Kesimpulan Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang
mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini
yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh dengan nilai
Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang
memberi rahmat bagi sekalian alam. Islam telah memberikan solusi atas kehidupan di
dunia ini. Salah satunya yaitu Akhlaq dalam keluarga yang begitu luas penjabarannya.
Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup, melakukan
pernikahan, kewajiban dan hak – suami istri, tanggung jawab orangtua terhadap anak,
birrul walidain, dan silaturahmi karib kerabat. Betapa sempurnanya Islam dalam
menuntun umat disetiap langkah amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat
dalam kehidupan dunia dan akhiratnya.

Saran

Saran Dengan adanya uraian tentang akhlaq dalam keluarga ini, diharapkan seorang
muslim / muslimah dapat bertambah iman dan taqwanya kepada Allah. Dengan
mengikuti Al – Qur’an dan Al – Hadist sebagai pedoman hidup, insya Allah akan
mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Semoga hal ini dapat meningkatkan kualitas
hidup manusia.

Anda mungkin juga menyukai