Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AKHLAK DALAM KELUARGA

Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Ibadah,Akhlak, dan Muamalat


Dosen Pengampu : Drs. San Susilo, M.Pd

Disusun Oleh :
Rifki Ahmad Ridwandhani
212223049

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


STKIP MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis senantiasa persembahkan kepada Allah SWT,


yang telah memberikan kesabaran kepada penulis selama penulisan makalah ini
yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Agama Islam Kemuhamadiyahan
dengan mengambil pembahasan mengenai Akhlak Dalam Keluarga.
Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, karena pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan penulisan
makalah ini. Untuk itu saran dan kritik sangat penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini di kemudian hari.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 4
A. Pengertian Keluarga................................................................................ 4
B. Akhlak Anak Terhadap Orang Tua......................................................... 5
C. Akhlak Orang Tua Terhadap Anak......................................................... 6
D. Akhlak Suami Pada Istri.......................................................................... 8
E. Akhlak Istri Pada Suami.......................................................................... 9
F. Membangun Keluarga Sakinah............................................................... 10
G. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga........................................... 13
BAB III PENUTUP........................................................................................ 15
A. Simpulan.................................................................................................. 15
B. Saran........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok
manusia yang sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan
bagi umat manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana.
Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada
kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam
lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi
keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan.
Pernikahan itu sendiri merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh
kedua calon pengantin, harus ada penyerahan dari pihak wali pengantin putri
(Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra (Qabul) dan harus
disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon
suami istri hendaknya memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui
dan memahami hukum berkeluarga, pasangan suami istri akan mampu
menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah dirinya sudah
diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap
kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun
seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah
cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama
sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu akhlak mulia ini
harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar
di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi
satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang
ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada
orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dlm rumah
tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para suami sehingga

1
para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk berakhlak mulia kepada
istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga
bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yg
paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga
karena dia sebagai sebagai pimpinan. Kemudian ia di haruskan  utk mendidik
anak istri di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka
sebagaimana di firmankan Allah SWT

ُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذي َْن آ َمنُوا قُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم َوَأ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُ ْو ُدهَا النَّاس‬
‫ارةُ َعلَ ْيهَا َمالَِئ َكةٌ ِغالَظٌ ِش َدا ٌد الَ يَ ْعص ُْو َن هللاَ َما َأ َم َرهُ ْم‬
َ ‫َو ْال ِح َج‬
‫َويَ ْف َعلُ ْو َن َما يُْؤ َمر ُْو َن‬
“Wahai orang – orang  yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian
dari api neraka yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga
malaikat-malaikat yg kasar, yg keras, yg tdk pernah mendurhakai Allah
terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat
dirasakan oleh para pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan
ajaran yang disyari’atkan. Setelah berkeluarga, seseorang akan lebih serius
dalam beribadah. Fikiran tidak lagi memikirkan calon kekasih atau terganggu.

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis memperoleh
beberapa perumusan masalah.rumusan masalah itu antara lain adalah :
1. Apakah keluarga itu ?
2. Bagaimana akhlak anak terhadap orang tua ?
3. Bagaimana akhlak orang tua terhadap anak ?
4. Bagaimana akhlak suami pada istri ?
5. Bagaimana akhlak istri terhadap suami ?
6. Bagaimana cara membangun keluarga sakinah ?
7. Apa larangan kekerasan dalam keluarga ?

2
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini antara lain :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam Kemuhamadiyahan.


2. Untuk menambah pengetahuan tentang akhlak berkeluarga.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keluarga
Keluarga dalam bahasa arab adalah AL - Usroh yang berasal dari kata
al- asru yang secara etimologis mempunyai arti ikatan. Kata keluarga dapat
diambil kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu
organisasibio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam
suatu ikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan
ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga
keharmonisan hubungan satu dengan yang lain atau hubungansilaturrahim.
Sementara satu . Al- Razi mengatakanal-asru maknanya mengikat dengan tali,
kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang diikat. Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian keluarga adalah
proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial
terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya
yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan
berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi,keluarga
dan masyarakat. Dalam norma ajaran sosial, asal-usul keluarga terbentuk dari
perkawinan (laki-laki dan perempuan dan kelahiran manusia seperti yang
ditegaskan Allah dalm surat an-Nisa ayat satu yang berbunyi:

ِ ‫ال َّر‬
ِ‫حيم‬ ‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ ٰ َم ِن‬
 ‫ث‬ َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬ َ َ‫اح َد ٍة َو َخل‬ِ ‫س َو‬ ٍ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
‫ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِيرًا‬
 ‫َونِ َسا ًء ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي تَ َسا َءلُونَ بِ ِه َواَأْلرْ َحا َم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(an-Nisa’ ayat 1)

Asal-usul ini erat kaitannya dengan aturanIslam bahwa dalam upaya


pengembangbiakan keturunan manusia,hendaklah dilakukan dengan
perkawinan. Oleh sebab itu, pembentukan keluarga di luar peraturan
perkawinan dianggap sebagai perbuatan dosa. 

4
B. Akhlak Anak Terhadap Orang Tua
Istilah birrul walidain berasal langsung dari Nabi Muhammad saw.
Dalam sebuah riwayat disebut bahwa ‘Abdullah ibn mas’ud seorang sahabat
Nabi yang terkenal bertanya kepada Rasulullah saw tentang amalan apa yang
di sukai oleh Allah SWT, Beliau menyebutkan pertama sholat tepat pada
waktunya; kedua birrul walidain dan ketiga, al-jihadu fi sabilillahi (H,
mutafaqun ‘alaihi).
Birrul walidain terdiri dari kata birru dan al- walidaini. Birru atau al-
birru yang artinya kebajikan (ingat penjelasan tentang al-birru dalam surat
Al-baqarah ayat 1772), al- walidain artinya dua orang tua atau bapak dan
ibu’, jadi birrul walidain artinya adalah berbuat kebajikan kepada kedua
orang tua, seperti dalam firman Allah swt :
“dan tuhanmu telah memerintahkanmu supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
“(QS, Al-isra’:23)”.
Banyak cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan birrul walidain
tersebut,
antara lain sebagai berikut:
1. Mengikuti apa yang orang tua inginkan dalam berbagai aspek kehidupan
baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh maupun masalah lainya.
Dengan catatan keinginan atau saran dari orang tua tersebut sesuai dengan
ajaran islam, dan pabaila bertentangan maka anak wajib menolaknya
dengan cara yang baik, seraya dengan meluruskan hal sedemikian sesuai
dengan tuntunan al-Qur’an:
“dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya dengan baik...”(QS, al-
luqman ayat 15).
Rasulullah juga menegaskan bahwa:
“tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah, ketaatan hanyalah
semata dalam hal yang ma’ruf..”(HR. Muslim).
2. Menghormati dan memuliakan orang tua dengan penuh rasa terimakasih
dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa di nilai
dengan apapun. Yang melahirkan, mendidik, membesarkan, merawat dan
melindungi anaknya.

5
Seperti dalam firman Allah swt:
“ dan kami wasiatkan (wajibkan) kepada manusia (berbuat baiklah)
kepada kedua orang tuamu (ibu dan bapaknya), ibu yang telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-ku dan kedua ibu
bapakmu, hanya kepadakulah kembalimu..”(QS.luqman ayat14).
3. Membantu orang tua baik secara fisik atau materil, mengerjakan
pekerjaan orang tua (terutama ibu) mengerjakan pekerjaan rumah jika
sebelu berkeluarga, atau secara finansial, baik untuk membeli makanan,
apalagi untu berobat. Rasulullah saw menjelaskan bahwa, betapapun
banyaknya kau mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu tidak
sebanding, dengan jasanya kepadamu
4. Mendo’akan ibu dan bapak semoga di beri ampunan, rahmat dan kasih
sayang oleh Allah swt, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an do’a Nabi
nuh memintakan keampunan untuk orang tuanya , dan perintah kepada
setiap anak untuk memohonkan rahmat Allah bagi orang tuanya
5. Setelah orang tua meninggal dunia, birrul walidain masih bisa di teruskan
dengan cara antara lain:
a. menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya
b. melunasi hutang-hutangnya
c. melaksanakan wasiatnya
d. meneruskan silaturrahim yang di binanya di waktu hidup
e. memuliakan sahabat-sahabatnya
f. mendo’akanya

C. Akhlak Orang Tua Terhadap Anak


Salah satu nikmat dalam berkeluarga adalah memiliki anak yang saleh.
Namun, untuk membina anak yang saleh, pihak orang tua mempunyai
sejumlah tugas dan tanggung jawab moral yang perlu dipenuhi, di antaranya :
Menjaga dan mendo’akan keselamatan anak, dimulai sejak dalam
kandungan rahim ibunya. Anak memerlukan perhatian sehingga anak dapat
lahir dengan sehat wal‘afiyat. Dianjurkan kepada para orang tua untuk
mendo’akan kesehatan dan keselamatan anaknya dimanapun berada. Seperti
yang diajarkan Allah dalam firman-Nya berikut ini :
“Wahai Tuhan kami! Kurniakanlah kepada kami istri dan keturunan yang
menyenangkan hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertaqwa. (QS. al-Furqan [25]: 74)

6
1. Mengaqiqahkan dan memberikan nama yang baik, dianjurkan kepada
kedua orang tua untuk menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran
bayi dan diberikan nama yang mengandung arti-arti yang baik.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Nama yang paling disukai Allah
adalah yang dimulai dengan abd (kemudian disusul dengan salah satu di
antara nama-nama sifat Allah) atau yang mengandung makna terpuji
(seperti Muhammad, Ahmad, dan sebagainya)“(HR. Muslim)
2. Menyusukan, selama lebih kurang dua tahun anak disusukan oleh ibunya.
3. Memberikan makan, tempat tidur, dan pakaian yang layak, kemudian
setelah itu orang tua berkewajiban memberi anak makan, pakaian, dan
tempat tidur secara wajar hingga mereka bisa dilepas untuk berdiri
sendiri.
4. Mengkhitan, ialah memotong kulup atau kulit yang menutupi ujung
kemaluan agar terhindar dari berkumpulnya kotoran di bawah kulup, dan
memudahkan pembersihannya setelah buang air kencing. Sebagian besar
ulama mewajibkan atas setiap laki-laki Muslim, sebaiknya sebelum usia
baligh.
5. Memberi ilmu, kedua orang tua wajib memberikan pemahaman dan ilmu
baik secara langsung maupun melalui lembaga pendidikan.
6. Mengawinkan jika sudah mencapai baligh, sebagian dari kewajiban bapak
atas anaknya ialah memberikan nama baik, ajarkan dia menulis, dan
kawinkan dia apabila telah dewasa.
7. Berlaku adil. Sebagai orang tua, kasih sayangnya harus diberikan secara
adil sesuai proporsional. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits
berikut ini : dari nu’man bin Basyir r.a, bahwa bapaknya pernah
menghadap Rasulullah SAW bersamanya. Di sana bapaknya berkata
”Sesungguhnya aku telah memberikan pelayan kepada anakku ini,”
Rasulullah kemudian bertanya, apakah anakmu yang lain juga kamu
berikan hal yang sama?’ bapaknya menjawab tidak. Rasulullah bersabda
bertaqwalah kepada Allah dan berbuat adilah kepada anakmu. (HR.
Muslim).

7
D. Akhlak Suami Pada Istri
Adapun beberapa kewajiban seorang suami kepada seorang istri :
1. Mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan kelembutan. Dalam Al-
Qur`an, Allah berfirman;

‫ُوا َشيْئا ً َويَجْ َع َل هّللا ُ فِي ِه َخيْرا‬


ْ ‫ُوف فَِإن َك ِر ْهتُ ُموه َُّن فَ َع َسى َأن تَ ْك َره‬
ِ ‫ً َوعَا ِشرُوه َُّن بِ ْال َم ْعر‬

‘’Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka,(maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.” (Qs. An-Nisa` : 19)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda,

‫ َو ِخيَا ُر ُك ْم ِخيَا ُر ُك ْم لِنِ َساِئ ِهم‬،‫َأ ْك َم ُل ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِإ ْي َمانًا َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬

“Mukmin yg paling sempurna iman adalah yang paling baik akhlak dan
sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”

2. Sebagai seorang kepala keluarga, suami dianjurkan untuk memperlakukan


istri dan anak-anaknya dengan kasih sayang dan menjauhkan diri dari
sikap kasar. Adakalanya seorang suami menjadi tokoh terpandang di
tengah masyarakat, ia mampu dan pandai sekali berlemah lembut dalam
tutur kata, sopan dalam perbuatan tapi gagal memperlakukan keluarganya
sendiri dengan sikapnya saat berbicara kepada masyarkat.
3. Seorang suami sangat membutuhkan pasokan kesabaran agar ia tangguh
dalam menghadapi keadaan yang tidak mengenakkan. Suami tangguh
adalah suami yang tidak mudah terpancing untuk lekas naik pitam saat
melihat hal-hal yang kurang tepat demi cinta dan rasa sayangnya kepada
istri. Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami dalam mengurusi
para istrinya.

Begitu sabarnya, sampai-sampai sebagai sahabat beliau mengatakan,


“Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada
keluarganya melebihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.”(HR.
Muslim).

4. Seorang suami hendaknya mampu mencandainya. Adanya canda dan tawa


dalam kehidupan berumah tangga lazim selalu dilakukan. Bayangkan apa
yang terjadi jika pasangan suami-istri melalui hari-harinya tanpa canda.
Lambat laun rumah tangganya menjadi bak areal pemakaman yang sepi,
senyap, hampa.Suami yang ingin menunaikan hak-hak istrinya akan
berusaha mengundang canda, gurauan, yang mencairkan suasana dengan
senyum dan tawa; berusaha untuk bermain perlombaan dengan istri seperti

8
yang dilakukan Rasulullah kepada istrinya Aisyah Ra.Dalam diri setiap
manusia terdapat sifat kekanak-kanakan, khususunya pada diri seorang
wanita. Istri membutuhkan sikap manja dari suaminya dan karenanya
jangan ada yang menghalangi sikap manja seorang suami untuk istrinya.

E. Akhlak Istri Pada Suami


Adapun kewajiban bagi seorang istri kepada suaminya yaitu :
1. Alangkah mulianya seorang wanita yang berjiwa qana`ah, cermat dalam
membelanjakan harta demi mencukupi suami dan anak-anaknya. Dahulu
kala, para wanita kaum salaf memberi wejangan kepada suami atau
ayahnya, “Berhatilah-hatilah engkau dari memperoleh harta yang tidak
halal. Kami akan sanggup menahan rasa lapar namun kami tak akan
pernah sanggup merasakan siksa api neraka.”
2. Istri shalihah adalah istri yang berbakti kepada suaminya, mendahulukan
hak suami sebelum hak dirinya dan kerabat-kerabatnya.Termasuk dalam
masalah taat kepada suami adalah berlaku baik pada ibu mertua. bukanlah
istri shalihah yg dinyatakan dlm hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:

ُ‫َاع ال ُّد ْنيَا ْال َمرْ َأةُ الصَّالِ َحة‬ ٌ ‫ال ُّد ْنيَا َمتَا‬
ِ ‫ع َوخَ ْي ُر َمت‬
“Sesungguh dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan
dunia adalah wanita/istri shalihah.”

Dan bukan istri yg digambarkan Rasulullah SAW kepada ‘Umar ibnul


Khaththab radhiyallahu ‘anhuma:

َ ‫َأالَ ُأ ْخبِ ُر‬


‫ ِإ َذا نَظَ َر ِإلَ ْيهَا َس َّر ْتهُ َوِإ َذا َأ َم َرهَا َأطَا َع ْتهُ َوِإ َذا‬،ُ‫ ْال َمرْ َأةُ الصَّالِ َحة‬،‫ك بِ َخي ِْر َما يَ ْكنِ ُز ْال َمرْ ُء‬
ُ‫َاب َع ْنهَا َحفِظَ ْته‬ َ ‫غ‬

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan


seorang lelaki yaitu istri shalihah yg bila dipandang akan
menyenangkannya bila diperintah akan menaatinya dan bila ia pergi si
istri ini akan menjaga harta dan keluarganya.”

Oleh karena itu wahai para istri perhatikanlah akhlak kepada suami dan
kerabatnya. Ketahuilah akhlak yg baik itu berat dalam timbangan nanti di
hari penghisaban dan akan memasukkan pemiliknya ke dlm surga.

3. Istri sebagai guru pertama bagi anak-anak, hendaknya mendidik mereka


dengan pendidikan yang baik, memperdengarkan kata-kata yang baik,
mendoakan mereka dengan doa yang baik pula. Semuanya itu merupakan
implementasi bakti istri kepada suaminya.

9
4. Karakter istri dengan adab baik adalah tidak mengadukan urusan rumah
tangga dan mengungkit-ungkit perkara yang pernah membuat diri si istri
sakit hati dalam pelbagai forum. Hal yang sering terjadi pada diri seorang
wanita yaitu menceritakan keadaan buruk yang pernah menimpanya
kepada orang lain. Seakan dengan menceritakan masalah yang melilit
dirinya urusan akan terselesaikan. Namun yang terjadi sebaliknya,
keburukan dan aib keluarga justru menjadi konsumsi orang banyak, nama
baik suami dan keluarga terpuruk, dan jalan keluar tak kunjung ditemukan.
5. Tidak keluar dari rumahnya tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari
suami. Mengenai hal ini, Nabi telah mewanti-wanti dengan bersabda,
“Hendaknya seorang wanita (istri) tidak keluar dari rumah suaminya
kecuali dengan seizin suami. Jika ia tetap melakukannya (keluar tanpa
izin), Allah dan malaikat-Nya melaknati sampai ia bertaubat atau kembali
pulang ke rumah.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi, dan Ibnu `Asakir dari
Abdullah bin Umar).

F. Membangun Keluarga Sakinah


Sakinah Yaitu perasaan nyaman, cenderung, tentram atau tenang
kepada yang dicintai,

…‫لِ َتسْ ُك ُنوا ِإلَ ْي َها‬

Artinya : … supaya kamu merasa nyaman kepadanya.

Seperti orang yang penat dengan kesibukan dan kebisingan siang lalu menemukan
kenyamanan dan ketenangan dalam kegelapan malam.

Surat Yunus ayat 67 :

َ ‫ت لِ َق ْو ٍم َيسْ َمع‬
‫ُون‬ َ ِ‫ار ُمبْصِ رً ا ِإنَّ فِي َذل‬
ٍ ‫ك آل َيا‬ َ ‫ه َُو الَّذِي َج َع َل لَ ُك ُم اللَّ ْي َل لِ َتسْ ُك ُنوا فِي ِه َوال َّن َه‬

Artinya : “Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat
padanya (litaskunu fihi) dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu
mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar”.

‫ت لِ َق ْو ٍم‬ َ ِ‫َومِنْ آ َيا ِت ِه َأنْ َخلَقَ لَ ُك ْم مِنْ َأ ْنفُسِ ُك ْم َأ ْز َواجً ا لِ َتسْ ُك ُنوا ِإلَ ْي َها َو َج َع َل َب ْي َن ُك ْم َم َو َّد ًة َو َرحْ َم ًة ِإنَّ فِي َذل‬
ٍ ‫ك آل َيا‬
َ ‫َي َت َف َّكر‬
‫ُون‬

Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di

10
antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum 21].

Mawadah adalah perasaan ingin bersatu atau bersama.

…ً‫…و َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدة‬


َ

Artinya : “…dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah…”.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam bersabda:

ِ ‫لَ ْم ن ََر لِ ْل ُمت ََحابَّ ْي ِن ِم ْث َل النِّ َك‬


‫اح‬

Artinya : “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah/lebih baik oleh) orang-
orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan”.

Al-Qur’an juga menegaskan hubungan antara mawadah dan keinginan


bersama,

‫ت َم َعهُ ْم فََأفُو َز فَوْ ًزا َع ِظي ًما‬


ُ ‫صابَ ُك ْم فَضْ ٌل ِمنَ هَّللا ِ لَيَقُولَ َّن َكَأ ْن لَ ْم تَ ُك ْن بَ ْينَ ُك ْم َوبَ ْينَهُ َم َو َّدةٌ يَا لَ ْيتَنِي ُك ْن‬
َ ‫َولَِئ ْن َأ‬

Artinya : “Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah,
tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada mawadah antara kamu
dengan dia: “Wahai, kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya
mendapat kemenangan yang besar (pula)” [An-Nissa 73].

surat Al-Ma’idah ayat 82-83, tentang doa orang-orang yang memiliki


mawadah:

َ‫َربَّنَا آ َمنَّا فَا ْكتُ ْبنَا َم َع ال َّشا ِه ِدين‬

Artinya : “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama
orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian
Muhammad shallallahu’alaihi wasalam )”

Warahmah, Rahmah adalah kasih sayang dan kelembutan, timbul


terutama karena ada ikatan. Al-Qur’an menyebut hubungan darah ini al-
arham,

‫ب هَّللا ِ ِإ َّن هَّللا َ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬


ِ ‫ْض فِي ِكتَا‬ ُ ‫َوُأولُو األرْ َح ِام بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم َأوْ لَى بِبَع‬

11
Artinya : Orang-orang yang mempunyai al-arham (hubungan) itu sebagiannya
lebih berhak terhadap sebagiannya dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu [Al-Anfal 75]

Allah Taala berfirman yang bermaksud:

‘Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu dan ahli keluargamu dari api
Neraka.” (At Tahrim : 6)

Allah Taala berfirman yang bermaksud:

“Perintahkanlah keluargamu agar melakukan sholat.” (Thaha:132)

Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui


proses yang panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:

1. Pilih pasangan yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan perintah
Allah dan sunnah Rasulullah SWT.
2. Pilihlah pasangan dengan mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya
dari pada kecantikannya, kekayaannya, kedudukannya.
3. Pilihlah pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan
nasabnya.
4. Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk
menghidari hubungan yang dilaran Allah SWT
5. Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami
dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah,
memberi keamanan, memberikan didikan islami pada anak istrinya,
memberikan sandang pangan, papan yang halal, menjadi pemimpin
keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha Allah
dan surga -Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dario
siksa api neraka.
6. Istri berusaha menjalankan kewajibann ya sebagai istri dengan dorongan
ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti melayani suami,
mendidik putra-putrinya tentan agama islam dan ilmu pengetahuan,
mendidik mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga kehormatan
keluarga, memelihara harta suaminya, dan membahagiakan suaminya.
7. Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya,
saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi,
menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing,
saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.

8. Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama


dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.

12
9. Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah
bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada
fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik anaknya agar gemar
bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak bersukur kepada Allah
SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-qur’an,
berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat
keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
10. Suami istri selalu meomoh kepada Allah agar diberikan keluarga yang
sakinah mawaddah wa rohmah.
11. Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi
diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang. Misalkan,
suami istri, dan anak-anaknya saling meminta maaf pada anggota
keluarga itu pada setiap hari kamis malam jum’at. Tujuannya hubungan
masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka, plong, tanpa beban
kesalahan pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan masing-
masing anggota keluarga.
12. Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan
musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota
keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari
keburukan nafsu amarahnya.

G. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apapun termasuk
dalam kehidupan rumah tangga. Prinsip yang diajarkan Islam dalam
membangun rumah tangga adalah mawaddah, rahmah dan adalah (kasih,
sayang dan adil). Dalam al-Qur'an disebutkan : " Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir"
(Ar-rum: 21).
Dalam ayat lain disebutkan "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku
adil di antara isteri- isteri [mu], walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung [kepada yang kamu
cintai], sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri [dari kecurangan], maka

13
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (An-Nisa:
129).
Allah s.w.t. juga berfirman: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik”. (Q.S. al-A’râf, 7:56).
“Wahai hamba-hamba-Ku, Aku haramkan kezaliaman terhadap diri-Ku, dan
Aku jadikan kezaliman itu juga haram di antara kamu, maka janganlah kamu
saling menzalimi satu sama lain”. (Hadis Qudsi, Riwayat Imam Muslim).
Hal di atas sangat jelas menggariskan bahwa salah satu tujuan berumah
tangga, adalah untuk menciptakan kehidupan yang penuh ketentraman dan
bertabur kasih sayang. Keluarga sakînah anggota yang ada di dalamnya. Atau
keluarga sakînah, mawaddah wa rahmah hanya bisa terbentuk apabila setiap
anggota keluarga berupaya untuk saling menghormati, menyayangi, dan
saling mencintai. Itulah fondasi dasar sebuah keluarga dalam Islam. Maka
kekerasan dalam rumah tangga sangat dicela Islam dan sangat bertentangan
dengan nilai-nailai keislaman.

14
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena
merekalah anak mula-mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak
mampu menghayati suasana kehidupan religius dalam kehidupan keluarga
yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari yang merupakan hasil
dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia, budi
pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga
agama, bangsa dan negara.

B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada
anaknya dalam membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan
perbuatan yang baik tetapi hendaklah orang tua selalu memberikan contoh
yang baik bagi anak-anaknya.
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai
bacaan dan menanamkan kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang
baik, menghukum anak apabila bersalah, memuji apabila berbuat baik,
menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-Qur'an, sholat
berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).

15
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandatama,1994 Keluarga Muslim Dalam


Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 107.
Drs.Nipan, Fuad Kauma.1997 Membimbing Istri Mendampingi
Suami,Yogyakarta.Mitra Pustaka.
Ilyas, yunahar, catatan kuliah, fakultas ushuluddin universitas islam imam
muhammad ibn su’ud riyadh saudi arabia. 1980

16

Anda mungkin juga menyukai