Oleh
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang sempurna.
Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau mempunyai
sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia,
baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam lingkungan
keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu sendiri
merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada
penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin
putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya
memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga,
pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah
dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang
ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar
rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu akhlak
mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas
kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi
seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun
berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia
lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para suami sehingga para istri merasa
suami sajalah yg tertuntut utk berakhlak mulia kepada istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada
pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang
suamilah yg paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga karena dia
sebagai sebagai pimpinan. Kemudian ia di haruskan utk mendidik anak istri di atas kebaikan
sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT
َوْ ن88ُ َرهُ ْم َويَ ْف َعل8ا َأ َم88وْ نَ هللاَ َم8ْص
ُ يَا َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوا قُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم َوَأ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالَِئ َكةٌ ِغالَظٌ ِشدَا ٌد الَ يَع
ََما يُْؤ َمرُوْ ن
“Wahai orang – orang yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yg
bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg kasar, yg keras, yg tdk
pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh para
pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan. Setelah
berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi memikirkan calon
kekasih atau terganggu
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis memperoleh beberapa perumusan
masalah.rumusan masalah itu antara lain adalah :
1. Bagaimana Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia?
2. Bagaimana Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga?
3. Bagaimana Akhlak Suami atau Isteri?
4. Bagaimana Akhlak Orang Tua Kepada Anak?
5. Bagaimana Akhlak anak terhadap Orang Tua?
6. Bagaimana Membangun Keluarga Sakinah?
7. Bagaimana Larangan kekerasan dalam rumah tangga?
C. Tujuan
Tujuan penyusun makalah ini antara lain :
1. Untuk Mengetahui Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia
2. Untuk Mengetahui Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga
3. Untuk Mengetahui Akhlak Suami atau Isteri
4. Untuk Mengetahui Akhlak Orang Tua Kepada Anak
5. Untuk Mengetahui Akhlak anak terhadap Orang Tua
6. Untuk Mengetahui Membangun Keluarga Sakinah
7. Untuk Mengetahui Larangan
BAB II
PEMBAHASAN
Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri atas suami-
isteri-anak. Pengertian demikian mengandung dimensi hubungan darah dan juga hubungan
sosial. Dalam hubungan darah keluarga bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti,
sedangkan dalam dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh
saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara satu dengan
lainnya tidak terdapat hubungan darah.
Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling membutuhkan,
saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan kepercayaan pada diri
anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi
nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.
Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan hubungan
atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan saling memberi
tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai pengawas tertinggi
yang lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lainnya. Sikap
orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan, perhatian, dan garis-garis pedoman
sebagai rujukan setiap kegiatan anak dengan diiringi contoh teladan, secara praktis anak harus
mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari orang tuanya, sehingga dapat
mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati sesuai dengan ajaran agama
yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga sangat menentukan berhasil tidaknya proses
pendidikan, sebab di sinilah anak pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan.
Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial. Suasana seperti ini
disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak hanya terbatas dengan
sejumlah orang yang terdapat di dalam keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau
nenek/kakek.
Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak belajar
berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-lain. Keluarga bertugas
meneruskan dan mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial maupun moral
kepada anak-anak yang baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak diajar mengenal
siapa dirinya dan lingkungannya.
Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan oleh Abraham Maslow
juga berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan kebutuhan dasar seperti makan dan
minum, kemudian meningkat kepada kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu
meningkat lagi menjadi kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya anak
memerlukan self actualization (mencari pemaknaan terhadap siapa dirinya).
Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang datang dari
luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari luar yang dia sendiri
canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah keluarga.
Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki wawasan yang
cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang dihadapinya. Dengan demikian, anak
tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menyesatkan dirinya.
Di samping menjadi institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi institusi sosialisasi
sekunder. Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan menghantarkan anak-anak untuk
memasuki wilayah sosial yang lebih besar, seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini,
keluarga menjadi pengatur dan designer anak untuk memilih lingkungan mana yang tepat dan
baik dalam menumbuhkan kepribadian. Keluarga bertanggung jawab untuk mengarahkan anak-
anaknya memasuki lingkungan sosial yang baik agar anak terhindari dari pengaruh lingkungan
yang tidak sehat.
Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan
nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang
tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan
penelitian dan pemikiran.
Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang
dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak
yang mulia atau akhlakul karimah.
Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah pertanyaan, mengapa
orang ingin hidup berumah tangga ? Karena pernikahan dalam Islam bertujuan untuk
membangun pondasi pertama dalam sebuah komunitas masyarakat, yang dibangun dalam sebuah
ikatan sangat kuat serta dibalut dengan rasa cinta, kasih sayang dan saling menghormati.
Dengan demikian timbul lagi sebuah pertanyaan, siapkah anda menikah ? Kesiapan berumah
tangga secara islami harus dibentuk melalui peristiwa pernikahan antara laki-laki dan
perempuan muslimah, yang tentunya diawali dengan persiapan-persiapan diantaranya ;
a. Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap menyelesaikan masalah
b. Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)
c. Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami)
d. Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama
e. Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga sakinah mawaddah
warahmah)
f. persiapan material sesuai kemampuan
Tujuan Perkawinan
a. Merasakan adanya kedekatan diantara mereka berdua, saling memperkenalkan diri secara
terbuka
b. Masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara tentang dirinya
lebih
c. Merasakan adanya saling ketergantungan antara berdua (saling berbagi rasa dalam
kegembiraan
dan kesedihan)
d. Adanya penuhan kebutuhan pribadi kekasihnya, dia rela mengorbankan apa yang
dimikinya demi
kebutuhan sang kekasih dengan senang hati dan ketulus ikhlasan, tahap inilah yang disebut
dengan
cinta sejati yang disebut dalam Al Qur’an dengan Mawaddah
e. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana
firman
Allah swt yang artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur – bangun tidur yang lihat hanya
pasangan)
b. Menempatkan kepribadian sebagai seorang suami atau isteri (isteri pakaian untuk suami dan
begitu juga sebaliknya)
d. Merasakan tanggung jawab bersama baik suami maupun isteri (saling mengingatkan dan jangan
selalu menuntut)
b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul- Nya. (At-
Taghabun: 14)
c. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (Al Furqan : 74)
f. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan:
(1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul dengan (4). pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal
ketaatan kepada Allah.
g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling
ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
i. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya
untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun
Alaih)
j. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum
haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan
membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jadilah kau raja di rumahmu. Cintailah isterimu dengan tulus dan jadikanlah ia sebagai
ratumu. Buat ia bangga menjadi permaisuri di kerajaanmu dengan berlandaskan cinta kasih dan
ketaatan kepada Allah SWT. Berikanlah dirinya makanan yang cukup dan persembahkan
untuknya beragam jenis pakaian. Belikan untuknya minyak wangi karena wanita menyukai
minyak wangi. Buatlah dirinya bahagia selama kau hidup dan berilah nafkah yang baik dan halal
untuk isteri dan anak – anakmu. Sesungguhnya seorang istri laksana cermin bagi suaminya dan
menjadi bukti akan apa yang diusahakannya dalam mencapai kebahagiaan ataupun kesengsaraan.
Engkau adalah laksana pakaian baginya yang mampu menampakkan kecantikan diri dan
pribadinya serta menutupi setiap kekurangannya. Jangan terlalu keras dalam rumah tanggamu
karena isteri diciptakan dari tulang rusukmu, bagian dari dirimu. Tulang rusuk berada di tempat
yang terlindung sehingga isterimu pun ada untuk kau lindungi. Sebagaimana tulang rusuk yang
bengkok, berwasiatlah yang baik terhadap isterimu karena jika engkau keras dalam meluruskan
maka ia akan patah dan jika engkau biarkan maka selamanya ia akan bengkok.
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)-nya.
Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara
dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa’:9)
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak dalam keadaan
lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti lemah mental,
psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman akan
menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan semua aspek
perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental, maupun masalah
akidah atau keimananya.
Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah lembut
kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada anak.
Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya mendidik
anak, antara lain:
a. Orang tua sebagai panutan
b. Orang tua sebagai motivator anak
c. Orang tua sebagai cermin utama anak
d. Orang tua sebagai fasilitator anak
ِ ي ْال َم
صي ُر َ ِص ْينَا اِإْل ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف
َّ َصالُهُ فِي عَا َم ْي ِن َأ ِن ا ْش ُكرْ لِي َولِ َوالِ َد ْيكَ ِإل َّ َو َو
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-
Ku lah kembalimu” (QS.Al-Luqman:14)
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada
anaknya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan
si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada anaknya.
Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniaya
sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut lantaran
orang tua.
d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal ini
menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan
oleh Abu Usaid yang artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang
bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah
keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku.
“Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan memintakan ampun untuk
keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang
tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua
orang tua”.
Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau itu
sudah tiada yaitu:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari segala
dosa orang tua kita.
b. Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada
seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya
beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya, maka kewajiban anaknya
menunaikan haji orang tua tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai
teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat.
Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di
atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
d. Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua. Maka
terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal itu
termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi pemuda Islam
pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits. Akan tetapi anak yang
diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung jawab
orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan akan
menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah, hormatilah,
patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu orang tua dan anak
harus sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-masing, antara hak-hak
orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika anak terhadap kedua orang tua
berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.
Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia sejahtera, penuh
dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah berjalan puluhan tahun namun aroma cinta
kasihnya masih tetap terasa dalam hubungan suami isteri. Allah berfirman dalam surah Ar- Rum
ayat : 21 “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri dari species
kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara kalian rasa cinta
dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.
Dalam bahasa Arab “Sakinah” sendiri memiliki arti tenang, aman, damai, serta penuh kasih
sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini adalah idaman bagi setiap Muslim. “Mawaddah”
sendiri berarti Cinta, kasih sayang yang tulus kepada pasangan dan keluarganya. Dengan sifat ini
diharapkan keluarga Muslim dapat bertahan sekalipun harus mendapatkan cobaan dalam
dinamika rumah tangganya. “Wa Rahmah” terdiri dari dua kata, yaitu “Wa” yang berarti dan,
dan “Rahmah” yang berarti Rahmat, karunia, berkah, dan anugerah. Tentunya hal ini diharapkan
agar keluarga senantiasa berada di jalan yang benar dan mendapatkan segala Rahmat disisi Allah
SWT
a. Selesaikan kejengkelan- kekesalan, dalam interaksi suami isteri baik masa lalu maupun saat
sekarang
b. Hubungan romantis suami isteri sangat prioritas dalam kehidupan (sediakan waktu untuk berdua-
duaan) saling bercerita, ungkapkan perasaan menyenangkan/kemesraan ketika baru menikah
- Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki hak yng sama
untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan
- Warmth, joy and humor (Kehangatan, kegembiraan dan humor), adanya saling percaya dan
keceriaan diantara keluarga
- Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya nilai moral
keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas kehidupan yang harus diperhatikan
sebagai rambu-rambu ketika mengambil keputusan
- Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki hak yng sama untuk
berpartisipasi dalam mengambil keputusan
- Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya nilai moral
keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas kehidupan yang harus diperhatikan
sebagai rambu-rambu ketika mengambil keputusan
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah
bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya
(membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni
tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan
cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
1. Berdzikir
ُس ِك ْينَة
َّ سونَهُ َب ْينَ ُه ْم ِإالَّ نَ َزلَتْ َعلَ ْي ِه ُم ال َ ت هللاِ يَ ْتلُونَ ِكت
َ َاب هللاِ َويَتَد
ُ َار ٍ اجتَ َم َع قَ ْو ٌم فِي بَ ْي
ِ ت ِمنْ بُيُو ْ َما
“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah
(masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali
akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah
(ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
Setiap manusia selalu menginginkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah, untuk itu
apa saja sih yang harus dilakukan untuk mencapai keluarga yang di impikan. ikuti yuk tips dari
keluarga sakinah ini :
Setiap orang pasti memiliki masa lalu baik yang bagus maupun yang kelam. Termasuk pasangan.
Di masa lalu pun mungkin ada sepenggal kisah tak mengenakkan yang pernah mewarnai rumah
tangga. Jika tak ingin terseret dalam arus negatif, lupakan hal-hal buruk yang pernah terjadi.
Sambutlah masa depan dengan senyuman. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan berhak
untuk menjadi lebih baik. Termasuk, jangan mengingat-ingat lagi mantan orang yang dicintai
saat belum menikah dulu. Tidak ada gunanya dan hanya menghalangi kebahagiaan untuk hadir
dalam kehidupan Bunda dan Sista.
Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang kala pikiran jadi ruwet dan segalanya tampak suram. Ini
terjadi jika Bunda dan Sista ikut terpancing secara emosional. Padahal, masalah apapun itu,
termasuk konflik dengan suami maupun anak-anak, membutuhkan pikiran yang jernih untuk
menyelesaikannya.
Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri jeda waktu agar
pikiran menjadi dingin dan lepas dari segala beban emosional. Setelah merasa tenang, barulah
mencari solusi diawali dengan saling mendengarkan antara kedua pihak.
4. Saling Percaya
Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya. Tanpa rasa saling percaya , kehidupan rumah
tangga tentu tak akan berjalan mulus. Rasa aman, nyaman, tenteram yang menjadi salah satu
tujuan pernikahan tidak akan muncul. Bagaimana bisa tenang kalau Bunda dan Sista selalu
gelisah, curiga dan khawatir memikirkan sedang apa si dia di luar sana? Jangan-jangan dia
ketemu sama klien yang cantik bukan main, jangan-jangan dia melihat seseorang yang lebih
solehah dan membandingkannya dengan kita. Begitu pula jika suami berlaku demikian.
Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan suami.
5. Kebutuhan Seks
Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa garam. Hambar. Ya, seks memang perlu.
Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun manusia
perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan hidupnya.
Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan kejujuran dalam
mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling
memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks yang
menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi Bunda/Sista dan suami.
Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi pasangan suami-istri, dalam tatanan masyarakat
Bunda/Sista telah diperhitungkan sebagai seorang ratu rumah tangga dari keluarga yang
dipimpin oleh suami. Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi dianggap sebagai bagian dari
keluarga lama tapi telah menjadi kelompok tersendiri. Maka ketika timbul permasalahan,
selesaikanlah berdua saja. Tentunya suami-istri lebih banyak mengetahui keadaan dan arah
rumah tangga ke depan. Tak perlulah melibatkan orang lain. Banyak cerita tentang membesarnya
konflik justru setelah pihak ketiga terlibat maupun sengaja dilibatkan, entah itu mertua, saudara
ipar, tetangga, dan sebagainya.
Kalau pun ingin mendapat nasehat atau memiliki sudut pandang yang berbeda, maka mintalah
pada seseorang yang sudah teruji pengalaman hidupnya, yang telah diketahui baik akhlaknya dan
yang kemungkinan tidak akan melibatkan emosi pribadi dalam memberikan nasehat.
7. Menjaga Romantisme
Terkadang, pasangan yang sudah cukup lama membangun mahligai rumah tangga tak lagi
peduli pada soal yang satu ini. Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan suami-
istri sampai kapan pun, tak cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar memberikan bunga,
mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri tempat-
tempat romantis akan kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda. Tentu,
ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan saling membutuhkan. Meski
sepele, pujian atau perhatian sangat besar pengaruhnya bagi suami lho, dan sebaliknya.
Memberikan pujian ringan seperti “Masakan Mama hari ini luar biasa, lho!” atau “Wah, Papa
tambah keren pakai dasi itu.” Ucapan-ucapan sepele seperti itu akan memberikan
dorongan/semangat yang luar biasa. Pasangan Anda pun akan merasa dihargai.
Komunikasi juga merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya
komunikasi berarti hilang pula salah satu pilar rumah tanga. Komunikasi yang dimaksud disini
bukan hanya ngobrol-ngobrol saja. Komunikasi beda lho sama gantian bicara. Coba ingat-ingat
deh Bunda/Sista, saat pernah mengalami masalah rumah tangga, yang dilakukan bersama suami
saat itu komunikasi atau gantian bicara? Komunikasi ini dimaksudkan untuk saling mengerti,
untuk menghilangkan kan hal-hal berbau prasangka dan emosi. Menjaga komunikasi bisa diawali
dengan kebiasaan ngobrol dan duduk bersama. Sampaikan apa yang Bunda/Sista merasa perlu
diketahui suami atau anak. Buat iklim rumah tangga menjadi terbuka sehingga tidak ada anggota
keluarga yang merasa tidak didengarkan.
b. Berlakunya sistem “Yang muda menghormati yang tua, yang tua menyayangi yang muda”.
d. Menjaga etika dan sopan santun dalam bergaul di dalam masyarakat.
e. Senantiasa menjaga dan menginterospeksi anggota keluarganya agar terhindar dari hal-hal yang
munkar.
Hakikatnya, pada zaman modern ini memang tidak mudah untuk membangun keluarga
Sakinah, sebab percampuran budaya yang sudah sangat melekat di dalam dinamika kehidupan
masyarakat mengakitbatkan ketimpangan sosial yang sangat signifikan dalam berperilaku,
sehingga mayoritas masyarakat yang terlalu nyaman dengan perkembangan zamanpun sedikit
demi sedikit meninggalkan pola hidup lama dan lebih memilih pola hidup baru yang dibawa oleh
dampak globalisasi. Untuk mewujudkan keluarga sakinah dengan cara:
a. Memilih pasangan yang Shaleh/Shalehah yang taat kepada perintah Allah SWT dan
sunnah Rasulullah SAW.
c. Melihat latar belakang keluarga dan nasab dari pasangan yang dipilih. Diutamakan yang
memiliki nasab terjaga(baik) dan terhormat.
d. Niatkan dari awal untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi segala hubungan
yang dilarang-Nya.
f. Sebagai suami, istri ataupun anak, menjalankan tugas dan fungsinya selaku anggota
keluarga dengan sebaik-baiknya.
Agama adalah ketentuan-ketentuan Tuhan yang membimbing dan mengarahkan manusia menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak ada perbedaan dari segi asal kejadian baik laki-laki
maupun perempuan, artinya adanya kesetaraan/kebersamaan/kemintraan dan tidak akan
sempurna laki-laki kalau belum mempunyai pasangan hidup (suami-isteri) begitu juga
sebaliknya.
Al Qur’an sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan
kewajiban terhadap perempuan dan sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan kewajiban
terhadap laiki-laki.
Pada dasarnya inti ajaran setiap agama, khususnya dalam hal ini Islam, sangat menganjurkan
dan menegakkan prinsip keadilan dan bahkan menghormati terhadap perempuan, bahkan prinsip
yang utama adalah menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga, sehingga tercipta rasa
saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling menyangi.
Al Qur’an menggaris bawahi bahwa suami maupun isteri adalah pakaian untuk pasangannya,
hal ini di sebutkan Allah dalam Firmannya surah Al Baqarah ayat 187 “ Mereka (isteri-isteri
kamu) adalah pakaian bagi kamu (wahai para suami) dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka”.
Dalam kehidupan berumah tangga, prinsip menghindari adanya kekerasan baik fisik maupun
psikis sangat diutamakan, jangan sampai ada pihak dalam rumah tangga yang merasa berhak
memukul atau melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun dengan dalih atau alasan
apapun baik terhadap suami-isteri ataupun anak. Hal ini senada dengan UU PKDRT No 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 1 “Kekerasan dalam Rumah
tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Islam agama yang dengan visinya Rahmatan Lil ‘Alamin, sangat menghargai kepada semua
manusia, khususnya kepada perempuan. Hadirnya Islam sebagai agama pembebas dari
ketertindasan dan penistaan kemanusiaan yang membawa misi untuk mengikis habis praktik-
praktik tersebut. Dalam Islam manusia baik laki-laki dan perempuan adalah sebagai makhluk
Tuhan yang bermartabat (human dignity di mana parameter kemuliaan seorang manusia tidak
diukur dengan parameter biologis sebagai laki-laki atau perempuan, tetapi kualitas dan nilai
seseorang diukur dengan kualitas taqwanya kepada Allah. (Lihat surah Al Hujurat ayat 13).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati suasana kehidupan religius
dalam kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari yang
merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia, budi
pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa dan
negara.
B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam
membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi
hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya.
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan
kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak apabila bersalah,
memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-
Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
Barsihannor, Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press, 2010.
Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001
A. Syifaul Qulub, Pendidikan Agama Islam untuk Pendidikan Perguruan Tinggi, Jakarta, Laros,
2010
Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006
Majelis Tabligh, Gender dalam Islam, Yogyakarta, Pimpinan Pusat Aisyiyah ; 2010
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004
Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004
Quraih Shihab, Wanita Dalam Islam, Jakarta, Lentera Hati ; 2010
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya