Anda di halaman 1dari 21

IBADAH, AKHLAK DAN MUAMALAH

AKHLAK DALAM KELUARGA

KELOMPOK : 7
DISUSUN OLEH

1. BACHTIAR ANUGRAH NUGROHO (1903010058)


2. BRILIAN DWI PRASETIYO JATI (2103010068)
3. ZAHRIN JULIA PRAYOGA (2103010090)
4. FAESAL KHIKAM (2103010103)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
DAFTAR ISI

BAB I......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................4
C. Tujuan.....................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................5
A. Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia................................................................................5
B. Akhlak Suami atau Isteri..........................................................................................................6
C. Akhlak Orang Tua Kepada Anak..............................................................................................8
D. Akhlak anak terhadap Orang Tua.........................................................................................10
E. Membangun Keluarga Sakinah.............................................................................................12
F. Larangan kekerasan dalam rumah tangga.............................................................................18
BAB III..................................................................................................................................................20
PENUTUP.........................................................................................................................................20
A. Kesimpulan...........................................................................................................................20
B. Saran....................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang
sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau
mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada
semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk
disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi
keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu sendiri
merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada
penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin
putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya
memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga,
pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah
dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena
terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada
orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka
dari itu akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat
berlayar di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu
keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa
bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun
hal yg sama sulit ia lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para
suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk berakhlak mulia kepada
istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah
tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yg paling utama harus
menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga karena dia sebagai sebagai pimpinan.
Kemudian ia di haruskan untuk mendidik anak istri di atas kebaikan sebagai upaya menjaga
mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT

‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوا قُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم َوَأ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالَِئ َكةٌ ِغالَظٌ ِشدَا ٌد الَ يَ ْعصُوْ نَ هللاَ َما َأ َم َرهُ ْم‬
َ‫َويَ ْف َعلُوْ نَ َما يُْؤ َمرُوْ ن‬
“Wahai orang – orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api
neraka yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg kasar, yg
keras, yg tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh para
pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan. Setelah
berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi memikirkan
calon kekasih atau terganggu

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis memperoleh beberapa
perumusan masalah.rumusan masalah itu antara lain adalah :
1. Bagaimana Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia?
2. Bagaimana Akhlak Suami atau Isteri?
3. Bagaimana Akhlak Orang Tua Kepada Anak?
4. Bagaimana Akhlak anak terhadap Orang Tua?
5. Bagaimana Membangun Keluarga Sakinah?
6. Bagaimana Larangan kekerasan dalam rumah tangga?
C. Tujuan
Tujuan penyusun makalah ini antara lain :
1. Untuk Mengetahui Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia
2. Untuk Mengetahui Akhlak Suami atau Isteri
3. Untuk Mengetahui Akhlak Orang Tua Kepada Anak
5. Untuk Mengetahui Akhlak anak terhadap Orang Tua
5. Untuk Mengetahui Membangun Keluarga Sakinah
6. Untuk Mengetahui Larangan kekerasan dalam rumah tangga
BAB II
PEMBAHASAN

A. Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia


Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri atas suami-
isteri-anak. Pengertian demikian mengandung dimensi hubungan darah dan juga hubungan
sosial. Dalam hubungan darah keluarga bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga
inti, sedangkan dalam dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat
oleh saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara satu
dengan lainnya tidak terdapat hubungan darah.
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari perspektif psikologis dan sosiologis. Secara
Psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal
bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi
saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan
pengertian secara sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih
sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, dengan
maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling membutuhkan,
saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan kepercayaan pada diri
anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi
nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.
Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan hubungan
atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan saling
memberi tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai
pengawas tertinggi yang lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu
sama lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan, perhatian, dan
garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak dengan diiringi contoh teladan,
secara praktis anak harus mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari
orang tuanya, sehingga dapat mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati
sesuai dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga sangat
menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak pertama kali
menerima sejumlah nilai pendidikan.
Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan oleh anak dan
akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Nilai moral yang
ditanamkan sebagai landasan utama bagi anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan
juga tidak kalah pentingnya komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk
memahami berbagai persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat
melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan agama
yang sudah digariskan.
Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada anak mutlak
dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam mengartikulasikan nilai-nilai
moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak
kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena nilai-nilai agama
yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa agamis.
Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial. Suasana seperti ini
disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak hanya terbatas dengan
sejumlah orang yang terdapat di dalam keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau
nenek/kakek.
Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak belajar
berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-lain. Keluarga
bertugas meneruskan dan mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial
maupun moral kepada anak-anak yang baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak
diajar mengenal siapa dirinya dan lingkungannya.
Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan oleh Abraham Maslow
juga berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan kebutuhan dasar seperti makan dan
minum, kemudian meningkat kepada kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu
meningkat lagi menjadi kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya
anak memerlukan self actualization (mencari pemaknaan terhadap siapa dirinya).
Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang datang dari
luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari luar yang dia sendiri
canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah
keluarga. Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki
wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang dihadapinya.
Dengan demikian, anak tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat
menyesatkan dirinya.
Di samping menjadi institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi institusi sosialisasi
sekunder. Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan menghantarkan anak-anak untuk
memasuki wilayah sosial yang lebih besar, seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini,
keluarga menjadi pengatur dan designer anak untuk memilih lingkungan mana yang tepat dan
baik dalam menumbuhkan kepribadian. Keluarga bertanggung jawab untuk mengarahkan
anak-anaknya memasuki lingkungan sosial yang baik agar anak terhindari dari pengaruh
lingkungan yang tidak sehat.

B. Akhlak Suami atau Isteri


a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur – bangun tidur yang
lihat hanya pasangan)
b. Menempatkan kepribadian sebagai seorang suami atau isteri (isteri pakaian untuk
suami dan begitu juga sebaliknya)
c. Jangan menabur benih keraguan/kecurigaan
d. Merasakan tanggung jawab bersama baik suami maupun isteri (saling mengingatkan
dan jangan selalu menuntut)
e. Selalu bermusyawarah (berdialog), lakukan komunikasi dengan baik, instospeksi
masing-masing
f. Menyiapkan diri untuk melakukan peranan sebagai suami atau isteri
g. Nampakkan cinta dan kebanggaan dengan pasangannya/jangan kikir memberi pujian
h. Adanya keseimbangan ekonomi dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
i. Jangan melupakan dengan keluarga besar masing-masing (ortu)
j. Menjaga hubungan dengan pihak lain.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Suami


a. a. Memberi nafkah zahir dan batin, Suami hendaknya menyadari bahwa istri
adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-Taubah: 24)
b. b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-
Nya. (At-Taghabun: 14)
c. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (Al Furqan
: 74)
d. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi
e. Nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, ( AI-Ghazali)
f. f. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini
secara berurutan: (1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul dengan (4).
pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan
istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
h. h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
i. i. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya,
dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
j. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
k. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
l. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

Jadilah kau raja di rumahmu. Cintailah isterimu dengan tulus dan jadikanlah ia sebagai
ratumu. Buat ia bangga menjadi permaisuri di kerajaanmu dengan berlandaskan cinta kasih
dan ketaatan kepada Allah SWT. Berikanlah dirinya makanan yang cukup dan persembahkan
untuknya beragam jenis pakaian. Belikan untuknya minyak wangi karena wanita menyukai
minyak wangi. Buatlah dirinya bahagia selama kau hidup dan berilah nafkah yang baik dan
halal untuk isteri dan anak – anakmu. Sesungguhnya seorang istri laksana cermin bagi
suaminya dan menjadi bukti akan apa yang diusahakannya dalam mencapai kebahagiaan
ataupun kesengsaraan. Engkau adalah laksana pakaian baginya yang mampu menampakkan
kecantikan diri dan pribadinya serta menutupi setiap kekurangannya. Jangan terlalu keras
dalam rumah tanggamu karena isteri diciptakan dari tulang rusukmu, bagian dari dirimu.
Tulang rusuk berada di tempat yang terlindung sehingga isterimu pun ada untuk kau lindungi.
Sebagaimana tulang rusuk yang bengkok, berwasiatlah yang baik terhadap isterimu karena
jika engkau keras dalam meluruskan maka ia akan patah dan jika engkau biarkan maka
selamanya ia akan bengkok.

Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam


Hak Bersama Suami Istri.
Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21).
o Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.
(An-Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)
o Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
o Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Istri


a. Berbakti kepada suami baik dikala suka maupun duka, diwaktu kaya maupun miskin
b. Patuh dan taat pada suami, menghormatinya dalam batas-batas tertentu sesuai dengan
ajaran Islam
c. Selalu menyenangkan hati dan perasaan suami, serta dapat menentramkan pikirannya
d. Menghargai usaha atau jerih payah suami dan bahkan membantu suami dalam
menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya
e. e. Isteri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-laki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
f. Isteri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri.
(Al-Baqarah: 228)
g. Isteri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
h. Isteri menyerahkan dirinya, mentaati suami, tidak keluar rumah, kecuali dengan
ijinnya, tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, menggauli suami dengan
baik, dan bersifat jujur (Al-Ghazali).

C. Akhlak Orang Tua Kepada Anak


Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya serta hak dan kewajiban
mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang
dengan anak-anaknya. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat
anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW.
Poin yang terpenting adalah teladan dari orang tuanya.
Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab. Untuk itulah beliau mengajarkan kita adab
sejak bangun tidur hingga tidur. Semua ada tuntunannya. Termasuk adab anak kepada orang
tuanya, murid kepada gurunya, pendidik kepada peserta didik.
Para pakar pendidikan sering mengatakan bahwa ketika orang tua mengajarkan adab kepada
anaknya, walaupun sebelumnya ia juga belum melakukan adab itu, dengan belajar adab
tersebut bersama anaknya, maka hal itu bisa berubah menjadi kebiasaan dalam beradab. Hal
ini akan berujung pada terbentuknya karakter yang bagus.
Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak berprestasi bukan
karena gurunya, tapi karena orang tuanya sudah mencetak generasi yang seperti itu. Sebaik-
baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani,
yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Semoga dengan informasi tentang
cara mengajarkan akhlak yang baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan anak menjadi
generasi rabbani dan beradab. Orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing, dan
mendidik anak dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa :9:

۟ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ْليَقُول‬


‫وا قَوْ اًل َس ِديدًا‬ ۟ ُ‫وا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّق‬
۟ ُ‫ض ٰ َعفًا خَاف‬ ۟ ‫ش ٱلَّ ِذينَ لَوْ تَ َر ُك‬
ِ ً‫وا ِم ْن خ َْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)-
nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa’:9)

Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak dalam keadaan
lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti lemah
mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman
akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan semua
aspek perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental,
maupun masalah akidah atau keimananya.
Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah lembut
kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada anak.
Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya mendidik
anak, antara lain:
a. Orang tua sebagai panutan
b. Orang tua sebagai motivator anak
c. Orang tua sebagai cermin utama anak
d. Orang tua sebagai fasilitator anak
D. Akhlak anak terhadap Orang Tua
Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak
akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan
yang tak terhingga banyaknya., berbagai rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita
raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan
bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka
memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka
memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.
Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali
dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab,
seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Allah SWT mempunyai peranan
yang sangat besar, berbuat baik kepada orang adalah kewajiban dan semestinya mereka
diperlakukan dengan baik, bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima
kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa
mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin
bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa
memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
a. Kewajiban kepada ibu
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun
merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya,
disanping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat
membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai
memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan
mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu
dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah
terhadap putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat
tugas ibu dari pada tugas ayah. Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan
oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya
tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang ibu. Barangkali karena
demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak
dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam
cara memuliakan orang tua
b. Berbuat baik kepada ibu dan bapak
Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam
keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya,
walaupun seandainya orang tua berbuat zalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak
semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi
ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Allah SWT tidak meridhainya sehingga orang tua
itu meridhainya. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al-Luqman : 14
ِ ‫ي ْال َم‬
‫صي ُر‬ َ ِ‫ص ْينَا اِإْل ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬
َّ َ‫صالُهُ فِي عَا َم ْي ِن َأ ِن ا ْش ُكرْ لِي َولِ َوالِ َد ْيكَ ِإل‬ َّ ‫َو َو‬
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Al-Luqman:14)
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada anaknya.
Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si
anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada anaknya.
Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniaya
sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut
lantaran orang tua
c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah
Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak.
Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada
anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-
kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan
oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru
adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku
lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari
oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak
kepada orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan
mempergunakan kata-kata mulia. Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik
kepada kedua orang tua, ingatlah Firman Allah dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 yang
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil".
d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal
ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW, yang
diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama
Nabi, seorang bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa
kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan
kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan
memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan
teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih
sayang kecuali karena kedua orang tua”.
Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau
itu sudah tiada yaitu:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari
segala dosa orang tua kita.
b. Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji
kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut.
Umpamanya beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya, maka
kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah
mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya
dalam bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita
yang telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu
semasa ia masih hidup.
d. Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang
tua. Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih
hidup, maka hal itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah
meninggal dunia.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi pemuda Islam
pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits. Akan tetapi anak yang
diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung
jawab orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan
akan menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah,
hormatilah, patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu
orang tua dan anak harus sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-
masing, antara hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika
anak terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.

E. Membangun Keluarga Sakinah


Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia sejahtera, penuh
dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah berjalan puluhan tahun namun aroma cinta
kasihnya masih tetap terasa dalam hubungan suami isteri. Allah berfirman dalam surah Ar-
Rum ayat : 21 “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri
dari species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara
kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.
Dalam ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau merasakan sakinah.
Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus mencarinya di dalam
diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak
mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan
mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota rumah tangga,
dan gerasi penerus.
Dalam bahasa Arab “Sakinah” sendiri memiliki arti tenang, aman, damai, serta penuh kasih
sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini adalah idaman bagi setiap Muslim.
“Mawaddah” sendiri berarti Cinta, kasih sayang yang tulus kepada pasangan dan
keluarganya. Dengan sifat ini diharapkan keluarga Muslim dapat bertahan sekalipun harus
mendapatkan cobaan dalam dinamika rumah tangganya. “Wa Rahmah” terdiri dari dua kata,
yaitu “Wa” yang berarti dan, dan “Rahmah” yang berarti Rahmat, karunia, berkah, dan
anugerah. Tentunya hal ini diharapkan agar keluarga senantiasa berada di jalan yang benar
dan mendapatkan segala Rahmat disisi Allah SWT
Bagaimana agar pernikahan tetap romantis ? Ada 3 faktor yang harus diperhatikan;
a. Selesaikan kejengkelan- kekesalan, dalam interaksi suami isteri baik masa lalu
maupun saat sekarang
b. Hubungan romantis suami isteri sangat prioritas dalam kehidupan (sediakan waktu
untuk berdua-duaan) saling bercerita, ungkapkan perasaan menyenangkan/kemesraan
ketika baru menikah
c. Buat kegiatan baru yang menyenangkan atau bervariasi

Ciri Hubungan Keluarga yang sehat


 Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki
hak yng sama untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan
 Homesty and freedom of expression (Kejujuran dan kebebasan berpendapat),
tradisi diskusi atau dialog dalam keluarga
 Warmth, joy and humor (Kehangatan, kegembiraan dan humor), adanya
saling percaya dan keceriaan diantara keluarga
 Organization and negotiating Skill, ( Ketrampilan organisasi dan negosiasi),
kemampuan untuk melakukan negosiasi, kepala keluarga sebagai pimpinan
organisasi, bukan sebagai komandan yang hanya bisa memerintah, membina
komunikasi yang baik
 Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya
nilai moral keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas
kehidupan yang harus diperhatikan sebagai rambu-rambu ketika mengambil
keputusan
 Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki
hak yng sama untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan
 Homesty and freedom of expression (Kejujuran dan kebebasan berpendapat),
tradisi diskusi atau dialog dalam keluarga
 Warmth, joy and humor (Kehangatan, kegembiraan dan humor), adanya
saling percaya dan keceriaan diantara keluarga
 Organization and negotiating Skill, ( Ketrampilan organisasi dan negosiasi),
kemampuan untuk melakukan negosiasi, kepala keluarga sebagai pimpinan
organisasi, bukan sebagai komandan yang hanya bisa memerintah, membina
komunikasi yang baik
 Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya
nilai moral keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas
kehidupan yang harus diperhatikan sebagai rambu-rambu ketika mengambil
keputusan
Cinta yang selalu Bersemi dalam berumah tangga
- Saling memberi hadiah walaupun itu hanya simbolis
- Pandangan yang memancarkan cinta dan kekaguman
- Penghormatan yang hangat
- Meluangkan waktu khusus untuk berbincang dan berdialog bersama
- Memberikan pujian kepada pasanganu
- Bekerjasama dalam melakukan tugas-tugas
- Mengatur tempat tidur dengan baik
- Menghargai dan memberi pujian kepada pasangan
- Ikut serta dalam menyalurkan hobby
- Menyiapkan sarana-sarana untuk bercumbu dan bercanda
- Mengajarkan kepada anak cara-cara yang baik
- Memperbanyak doa,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang
baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar
tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan
tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara
amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan.
Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang
suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu)
dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan
dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

ْ‫ضلَ ِع َأعْاَل هُ فَِإ ْن َذهَبْتَ تُقِي ُمهُ َك َسرْ تَهُ َوِإ ْن ت ََر ْكتَهُ لَ ْم يَزَل‬
ِّ ‫ضلَ ٍع َوِإ َّن َأ ْع َو َج َش ْي ٍء فِي ال‬ ْ َ‫ا ْستَوْ صُوا بِالنِّ َسا ِء فَِإ َّن ْال َمرْ َأةَ ُخلِق‬
ِ ‫ت ِم ْن‬
‫َأ ْع َو َج‬
‫فَا ْستَوْ صُوا بِالنِّ َسا ِء‬
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah
bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya
(membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni
tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita)
dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu)
Cara meraih kehidupan yang sakinah
1. Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan
memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi)
tenang.” (Ar Ra’d: 28)Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-
dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:‫ َأ ْستَ ْغفِرُهللا‬, dan lain-lain, maupun dzikir dengan
makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau
kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala,
seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain

2. Menuntut ilmu agama


Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ُ‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال َّس ِك ْينَة‬ َ ‫ت هللاِ يَ ْتلُونَ ِكت‬


ْ َ‫َاب هللاِ َويَتَدَا َرسُونَهُ بَ ْينَهُ ْم ِإالَّ نَ َزل‬ ٍ ‫َما اجْ تَ َم َع قَوْ ٌم فِي بَ ْي‬
ِ ‫ت ِم ْن بُيُو‬

“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah
(masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka,
kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah
(ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi
mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca
maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah
akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
Setiap manusia selalu menginginkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah, untuk
itu apa saja sih yang harus dilakukan untuk mencapai keluarga yang di impikan. ikuti yuk tips
dari keluarga sakinah ini :
1. Jangan Melihat ke Belakang
Setiap orang pasti memiliki masa lalu baik yang bagus maupun yang kelam. Termasuk
pasangan. Di masa lalu pun mungkin ada sepenggal kisah tak mengenakkan yang pernah
mewarnai rumah tangga. Jika tak ingin terseret dalam arus negatif, lupakan hal-hal buruk
yang pernah terjadi. Sambutlah masa depan dengan senyuman. Setiap orang pernah
melakukan kesalahan dan berhak untuk menjadi lebih baik. Termasuk, jangan mengingat-
ingat lagi mantan orang yang dicintai saat belum menikah dulu. Tidak ada gunanya dan
hanya menghalangi kebahagiaan untuk hadir dalam kehidupan Bunda dan Sista.
2. Selalu Berpikir Objektif
Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang kala pikiran jadi ruwet dan segalanya tampak
suram. Ini terjadi jika Bunda dan Sista ikut terpancing secara emosional. Padahal, masalah
apapun itu, termasuk konflik dengan suami maupun anak-anak, membutuhkan pikiran yang
jernih untuk menyelesaikannya.
Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri jeda waktu agar pikiran
menjadi dingin dan lepas dari segala beban emosional. Setelah merasa tenang, barulah
mencari solusi diawali dengan saling mendengarkan antara kedua pihak.
3. Fokus Pada Kelebihan Pasangan
Artinya, kita masih memiliki banyak kekurangan. Begitu pula dengan pasangan kita. Saat
masih gadis mungkin kita selalu berangan-angan tentang pendamping hidup yang tampan,
baik hati, terhormat dan berkecukupan. Namun setelah menjalani rumah tangga beberapa
tahun, kita mulai tahu sifat aslinya, kebiasaan buruknya yang mungkin membuat penilaian
kita menjadi berubah. Ternyata dia posesif, ternyata dia pelupa . Fokuslah pada hal-hal baik
ini. Kalaupun tidak bisa menyingkirkan keburukannya dari depan mata, temukanlah alasan
bahwa itu dibalik itu ada hikmahnya.
4. Saling Percaya
Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya. Tanpa rasa saling percaya , kehidupan
rumah tangga tentu tak akan berjalan mulus. Rasa aman, nyaman, tenteram yang menjadi
salah satu tujuan pernikahan tidak akan muncul. Bagaimana bisa tenang kalau Bunda dan
Sista selalu gelisah, curiga dan khawatir memikirkan sedang apa si dia di luar sana? Jangan-
jangan dia ketemu sama klien yang cantik bukan main, jangan-jangan dia melihat seseorang
yang lebih solehah dan membandingkannya dengan kita. Begitu pula jika suami berlaku
demikian. Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan
suami.
5. Kebutuhan Seks
Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa garam. Hambar. Ya, seks memang
perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun
manusia perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan
hidupnya. Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan kejujuran dalam
mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling
memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks
yang menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi Bunda/Sista dan suami.
6. Hindari Pihak Ketiga
Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi pasangan suami-istri, dalam tatanan masyarakat
Bunda/Sista telah diperhitungkan sebagai seorang ratu rumah tangga dari keluarga yang
dipimpin oleh suami. Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi dianggap sebagai bagian dari
keluarga lama tapi telah menjadi kelompok tersendiri. Maka ketika timbul permasalahan,
selesaikanlah berdua saja. Tentunya suami-istri lebih banyak mengetahui keadaan dan arah
rumah tangga ke depan. Tak perlulah melibatkan orang lain. Banyak cerita tentang
membesarnya konflik justru setelah pihak ketiga terlibat maupun sengaja dilibatkan, entah itu
mertua, saudara ipar, tetangga, dan sebagainya.
Kalau pun ingin mendapat nasehat atau memiliki sudut pandang yang berbeda, maka
mintalah pada seseorang yang sudah teruji pengalaman hidupnya, yang telah diketahui baik
akhlaknya dan yang kemungkinan tidak akan melibatkan emosi pribadi dalam memberikan
nasehat.
7. Menjaga Romantisme
Terkadang, pasangan yang sudah cukup lama membangun mahligai rumah tangga tak lagi
peduli pada soal yang satu ini. Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan
suami-istri sampai kapan pun, tak cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar memberikan
bunga, mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri
tempat-tempat romantis akan kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda.
Tentu, ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan saling
membutuhkan. Meski sepele, pujian atau perhatian sangat besar pengaruhnya bagi suami lho,
dan sebaliknya. Memberikan pujian ringan seperti “Masakan Mama hari ini luar biasa, lho!”
atau “Wah, Papa tambah keren pakai dasi itu.” Ucapan-ucapan sepele seperti itu akan
memberikan dorongan/semangat yang luar biasa. Pasangan Anda pun akan merasa dihargai.
8. Selalu Utamakan Komunikasi
Komunikasi juga merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya
komunikasi berarti hilang pula salah satu pilar rumah tanga. Komunikasi yang dimaksud
disini bukan hanya ngobrol-ngobrol saja. Komunikasi beda lho sama gantian bicara. Coba
ingat-ingat deh Bunda/Sista, saat pernah mengalami masalah rumah tangga, yang dilakukan
bersama suami saat itu komunikasi atau gantian bicara? Komunikasi ini dimaksudkan untuk
saling mengerti, untuk menghilangkan kan hal-hal berbau prasangka dan emosi. Menjaga
komunikasi bisa diawali dengan kebiasaan ngobrol dan duduk bersama. Sampaikan apa yang
Bunda/Sista merasa perlu diketahui suami atau anak. Buat iklim rumah tangga menjadi
terbuka sehingga tidak ada anggota keluarga yang merasa tidak didengarkan.
9. Jaga Spiritualitas Rumah Tangga
Salah satu pijakan yang paling utama seseorang rela berumah tangga adalah karena adanya
ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga
itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan. Ketika masalah nyaris tidak
menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah SWT.
Sertakan rasa baik sangka kepada Allah SWT. Dan ambil hikmahnya dari setiap masalah.
Membangun keluarga yang Sakinah merupakan sebuah awalan yang baik untuk menciptakan
kondisi masyarakat yang ideal.
Adapun Ciri-ciri keluarga Sakinah adalah sebagai berikut :
a. Senantiasa memiliki kecenderungan terhadap keagamaan dalam orientasi
kehidupannya sehari-hari.
b. Berlakunya sistem “Yang muda menghormati yang tua, yang tua menyayangi yang
muda”.
c. Tidak melebih-lebihkan dalam memenuhi kebutuhan keseharian.
d. Menjaga etika dan sopan santun dalam bergaul di dalam masyarakat.
Hakikatnya, pada zaman modern ini memang tidak mudah untuk membangun keluarga
Sakinah, sebab percampuran budaya yang sudah sangat melekat di dalam dinamika
kehidupan masyarakat mengakitbatkan ketimpangan sosial yang sangat signifikan dalam
berperilaku, sehingga mayoritas masyarakat yang terlalu nyaman dengan perkembangan
zamanpun sedikit demi sedikit meninggalkan pola hidup lama dan lebih memilih pola hidup
baru yang dibawa oleh dampak globalisasi. Untuk mewujudkan keluarga sakinah dengan
cara:
Memilih pasangan yang Shaleh/Shalehah yang taat kepada perintah Allah SWT dan
sunnah Rasulullah SAW.
a. Mengutamakan keimanan dibandingkan penampilan dalam memilih pasangan.
b. Melihat latar belakang keluarga dan nasab dari pasangan yang dipilih. Diutamakan
yang memiliki nasab terjaga(baik) dan terhormat.
c. Niatkan dari awal untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi segala
hubungan yang dilarang-Nya.
d. Berkomitmen untuk tetap menjaga keutuhan hubungan dalam rumah tangga.
e. Sebagai suami, istri ataupun anak, menjalankan tugas dan fungsinya selaku anggota
keluarga dengan sebaik-baiknya.
f. Membiasakan nilai-nilai kerohanian dalam setiap aspek kehidupan di dalamnya.
g. Menjaga komunikasi yang baik dalam segala urusan.
h. Memelihara dan menjaga keharmonisan keluarga dengan masyarakat sekitar.
Menanamkan nilai-nilai edukatif dalam setiap kegiatan keluarga

F. Larangan kekerasan dalam rumah tangga


Agama adalah ketentuan-ketentuan Tuhan yang membimbing dan mengarahkan manusia
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak ada perbedaan dari segi asal kejadian baik laki-
laki maupun perempuan, artinya adanya kesetaraan/kebersamaan/kemintraan dan tidak akan
sempurna laki-laki kalau belum mempunyai pasangan hidup (suami-isteri) begitu juga
sebaliknya.
Al Qur’an sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan
kewajiban terhadap perempuan dan sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan kewajiban
terhadap laiki-laki.
Pada dasarnya inti ajaran setiap agama, khususnya dalam hal ini Islam, sangat menganjurkan
dan menegakkan prinsip keadilan dan bahkan menghormati terhadap perempuan, bahkan
prinsip yang utama adalah menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga, sehingga
tercipta rasa saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling menyangi.
Al Qur’an menggaris bawahi bahwa suami maupun isteri adalah pakaian untuk pasangannya,
hal ini di sebutkan Allah dalam Firmannya surah Al Baqarah ayat 187 “ Mereka (isteri-isteri
kamu) adalah pakaian bagi kamu (wahai para suami) dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka”.
Dalam kehidupan berumah tangga, prinsip menghindari adanya kekerasan baik fisik maupun
psikis sangat diutamakan, jangan sampai ada pihak dalam rumah tangga yang merasa berhak
memukul atau melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun dengan dalih atau alasan
apapun baik terhadap suami-isteri ataupun anak. Hal ini senada dengan UU PKDRT No 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 1 “Kekerasan
dalam Rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Islam agama yang dengan visinya Rahmatan Lil ‘Alamin, sangat menghargai kepada semua
manusia, khususnya kepada perempuan. Hadirnya Islam sebagai agama pembebas dari
ketertindasan dan penistaan kemanusiaan yang membawa misi untuk mengikis habis praktik-
praktik tersebut. Dalam Islam manusia baik laki-laki dan perempuan adalah sebagai makhluk
Tuhan yang bermartabat (human dignity di mana parameter kemuliaan seorang manusia tidak
diukur dengan parameter biologis sebagai laki-laki atau perempuan, tetapi kualitas dan nilai
seseorang diukur dengan kualitas taqwanya kepada Allah. (Lihat surah Al Hujurat ayat 13).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak mula-
mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati suasana kehidupan
religius dalam kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari
yang merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia,
budi pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa
dan negara.

B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam
membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi
hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan
kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak apabila bersalah,
memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-
Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).
DAFTAR PUSTAKA

Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
Barsihannor, Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press, 2010.
Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001
A. Syifaul Qulub, Pendidikan Agama Islam untuk Pendidikan Perguruan Tinggi, Jakarta,
Laros, 2010
Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006
Majelis Tabligh, Gender dalam Islam, Yogyakarta, Pimpinan Pusat Aisyiyah ; 2010
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004
Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004
Quraih Shihab, Wanita Dalam Islam, Jakarta, Lentera Hati ; 2010
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya

Anda mungkin juga menyukai