Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok
manusia yang sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan
bagi umat manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana.
Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada
kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam
lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi
keluarganya.

Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan.


Pernikahan itu sendiri merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh
kedua calon pengantin, harus ada penyerahan dari pihak wali pengantin putri
(Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra (Qabul) dan harus
disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.

Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami


istri hendaknya memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan
memahami hukum berkeluarga, pasangan suami istri akan mampu
menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah dirinya sudah
diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap
kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun
seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah
cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama
sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu akhlak dalam
keluarga ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga
dapat berlayar di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri.
Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan
bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia

1
lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para
suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk berakhlak
mulia kepada istrinya,Karena akhlak dalam keluarga ini harus ada pada suami
dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan.
Memang suamilah yg paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik
dlm rumah tangga karena dia sebagai sebagai pimpinan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akhlak dalam keluarga ?
2. Bagaimana urgensi keluarga dalam hidup manusia ?
3. Bagaimana akhlak suami istri ?
4. Bagaimana akhlak orang tua terhadap anak ?
5. Bagaimana akhlak anak terhadap orang tua ?
6. Bagaimana cara membangun keluarga yang sakinah ?
7. Bagaimana larangan kekerasan dalam rumah tangga?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui akhlak dalam keluarga.
2. Untuk mengetahui akhlak orang tua terhap anak.
3. Untuk mengetahui akhlak anak terhadap orang tua.
4. Untuk mengetahui cara membangun keluarga yang sakinah.
5. Untuk mengetahui larangan kekerasan dalam rumah tangga.
6. Untuk mengetahui akhlak suami istri.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia

Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil


yang terdiri atas suami-isteri-anak. Pengertian demikian mengandung dimensi
hubungan darah dan juga hubungan sosial. Dalam hubungan darah keluarga
bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti, sedangkan dalam
dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh
saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara
satu dengan lainnya tidak terdapat hubungan darah.
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari perspektif psikologis dan
sosiologis. Secara Psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup
bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota
merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi,
saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan pengertian
secara sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh
kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan
pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.

Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak,


saling membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan
potensi diri dan kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan
upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi nilai-nilai moral
dapat terwujud dengan baik.

Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya


keharmonisan hubungan atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak
dengan saling menghormati dan saling memberi tanpa harus diminta. Pada

3
saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai pengawas tertinggi yang
lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama
lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan,
perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak
dengan diiringi contoh teladan, secara praktis anak harus mendapatkan
bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari orang tuanya, sehingga dapat
mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati sesuai dengan
ajaran agama yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga sangat
menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak
pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan.

Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua


dirasakan oleh anak dan akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri
untuk berperilaku. Nilai moral yang ditanamkan sebagai landasan utama bagi
anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya
komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai
persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat
melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai
moral dan agama yang sudah digariskan.

Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan


agama pada anak mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran
utama dalam mengartikulasikan nilai-nilai moral agama yang dijabarkan
dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak
kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena
nilai-nilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa
agamis.

Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan


sosial. Suasana seperti ini disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan
pergaulan anak hanya terbatas dengan sejumlah orang yang terdapat di dalam
keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau nenek/kakek.

4
Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi
edukatif. Anak belajar berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi,
menyikat gigi dan lain-lain. Keluarga bertugas meneruskan dan mewariskan
sejumlah nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial maupun moral kepada
anak-anak yang baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak diajar
mengenal siapa dirinya dan lingkungannya.

Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan


oleh Abraham Maslow juga berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan
kebutuhan dasar seperti makan dan minum, kemudian meningkat kepada
kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu meningkat lagi menjadi
kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya anak
memerlukan self actualization (mencari pemaknaan terhadap siapa dirinya).

Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah


pengaruh yang datang dari luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu
problem yang datang dari luar yang dia sendiri canggung untuk menjawab
atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah keluarga. Di
sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki
wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang
dihadapinya. Dengan demikian, anak tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-
faktor eksternal yang dapat menyesatkan dirinya.

Di samping menjadi institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi


institusi sosialisasi sekunder. Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan
menghantarkan anak-anak untuk memasuki wilayah sosial yang lebih besar,
seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini, keluarga menjadi pengatur dan
designer anak untuk memilih lingkungan mana yang tepat dan baik dalam
menumbuhkan kepribadian. Keluarga bertanggung jawab untuk mengarahkan
anak-anaknya memasuki lingkungan sosial yang baik agar anak terhindari
dari pengaruh lingkungan yang tidak sehat.

5
Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga

Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan


kepada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut
Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang
menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan
pemikiran.

Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan


yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal
maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.

Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah


pertanyaan, mengapa orang ingin hidup berumah tangga? Karena pernikahan
dalam Islam bertujuan untuk membangun pondasi pertama dalam sebuah
komunitas masyarakat, yang dibangun dalam sebuah ikatan sangat kuat serta
dibalut dengan rasa cinta, kasih sayang dan saling menghormati.

Dengan demikian timbul lagi sebuah pertanyaan, siapkah anda


menikah ? Kesiapan berumah tangga secara islami harus dibentuk melalui
peristiwa pernikahan antara laki-laki dan perempuan muslimah, yang
tentunya diawali dengan persiapan-persiapan diantaranya ;

a. Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap


menyelesaikan masalah

b. Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)

c. Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami)

d. Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama

e. Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga


sakinah mawaddah warahmah)

f. persiapan material sesuai kemampuan

6
Tujuan Perkawinan

a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia.

b. Pemeliharaan terhadap keturunan

c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral

d. Menjaga ketenteraman jiwa

e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan

Proses Lahirnya Cinta

a. Merasakan adanya kedekatan diantara mereka berdua, saling


memperkenalkan diri secara terbuka.

b. Masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara


tentang dirinya lebih mendalam (pengungkapan diri)

c. Merasakan adanya saling ketergantungan antara berdua (saling berbagi


rasa dalam kegembiraan dan kesedihan)

d. Adanya penuhan kebutuhan pribadi kekasihnya, dia rela mengorbankan


apa yang dimikinya demi kebutuhan sang kekasih dengan senang hati dan
ketulus ikhlasan, tahap inilah yang disebut dengan cinta sejati yang disebut
dalam Al Qur’an dengan Mawaddah

e. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata
sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS.
Adz Dzariyaat:56

f. Ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala


ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan
sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar individu
(Khususnya suami isteri).

7
B. Akhlak Suami atau Isteri

a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur – bangun


tidur yang lihat hanya pasangan)

b. Menempatkan kepribadian sebagai seorang suami atau isteri (isteri pakaian


untuk suami dan begitu juga sebaliknya)

c. Jangan menabur benih keraguan/kecurigaan

d. Merasakan tanggung jawab bersama baik suami maupun isteri (saling


mengingatkan dan jangan selalu menuntut)

e. Selalu bermusyawarah (berdialog), lakukan komunikasi dengan baik,


instospeksi masing-masing

f. Menyiapkan diri untuk melakukan peranan sebagai suami atau isteri

g. Nampakkan cinta dan kebanggaan dengan pasangannya/jangan kikir


memberi pujian

h. Adanya keseimbangan ekonomi dalam mencari nafkah untuk memenuhi


kebutuhan

i. Jangan melupakan dengan keluarga besar masing-masing (ortu)

j. Menjaga hubungan dengan pihak lain.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Suami

a. Memberi nafkah zahir dan batin, Suami hendaknya menyadari bahwa istri
adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-Taubah: 24)

b. Seorangistribisamenjadimusuhbagisuamidalammentaati Allah danRasul-


Nya. (At-Taghabun: 14)

c. Hendaknyasenantiasaberdo’akepada Allah memintaistri yang sholehah.


(Al Furqan : 74)

d. Diantarakewajibansuamiterhadapistri, ialah: Membayarmahar, Memberi

8
e. Nafkah (makan, pakaian, tempattinggal), Menggaulinyadenganbaik, ( AI-
Ghazali)

f. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut


inisecara berurutan: (1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul
dengan (4). pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) …
‘Nusyuz’ adalah:Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan
kepada Allah.

g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik
akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

i. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada


istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

j. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan


wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

k. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)

l. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)

m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami
wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara
paksa. (AIGhazali).

Hak dan Kewajiban suami isteri

1. Kewajiban suami kepada isteri


Kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang suami terhadap isteri
antara lain :
a. Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk isteri, suami tidak

9
boleh menggunakanya tanpa seizin dan seikhlas isteri.
Rasulullah bersabda, ”Diriwayatkan dari amir ibn Rabi’ah bahwa
seorang wanita dari Bani Fazarah kawin dengan mahar sepasang
sandal. Lalu Rasulullah bertanya:”Apakah engkau rela dari diri dan
hartamu dengan sepasang sandal? ”Perempuan itu menjawab:”Ya”.
Lalu Rasulullah saw membolehkannya.”(HR. Ahmad, Ibn Majah dan
Tirmidzi).

b. Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa makanan,
minuman, pakaian, rumah, dan lain-lain.
Firman Allah :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.”(QS. At-Thalaq 7).
c. Ihsan al-‘Asyarah
Ihsan al-‘Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara yang
sebaik-baiknya. Teknisnya dapat dilakukan menurut pribadi masing
masing. Misalnya : membuat isteri bahagia, selalu berprasangka baik
terhadap isteri, membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan
meskipun dalam urusan rumah tangga, menghormati harta miliknya
pribadi dan lain-lain.
Allah berfirman :
‘…dan bergaullah dengan isterimu secara patut…’(An-Nisaa’ 29).
Rasulullah saw sudah memberikan contoh teladan bagaimana bergaul
dengan isteri dengan sebaik-baiknya. Rasulullah bersabda :

10
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang yang
paling baik akhlaqnya. Dan orang orang baik diantara mereka ialah
yang paling baik terhadap isterinya.”(HR. Ahmad).
d. Membimbing dan Mendidik Keagamaan Isteri
Seorang suami memiliki tanggung jawab dihadapan Allah terhadap
isterinya karena suami merupakan pemimpin didalam rumah tangga.
Maka, suami berkewajiban mengajar dan mendidik isterinya agar
menjadi seorang wanita shalihah. Jika seorang suami tidak mampu
mengajarkannya sendiri, dia harus memberikan izin kepada isterinya
untuk belajar di luar atau mendatangkan guru ke rumah, atau
menyediakan buku-buku bacaan untuk keluarga.

2. Kewajiban Isteri Terhadap Suami


Ada dua kewajiban seorang isteri terhadap suami, antara lain
a. Patuh Terhadap Suami
Seorang isteri wajib mematuhi segala keinginan suaminya selama
tidak untuk hal-hal yang mendekati kemaksiatan dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.

Allah berfirman :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa 34).
Rasulullah bersabda :
“Sebaik-baik wanita adalah yang apabila engkau memandang
kepadanya menggembirakanmu, apabila engkau suruh dia patuh,
apabila engkau beri nafkah dia menerima dengan baik, dan apabila
engkau tidak ada disampingnya dia akan menjaga diri dan
hartanu”(HR. Nasa’i).

11
Suami mendapatkan hak istimewa untuk dipatuhi isteri
mengingat posisinya sebagai pemimpin dan kepala keluarga yang
mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah terhadap keluarga.
b. Ihsan al ‘Asyarah
Ihsan al ‘Asyarah isteri terhadap suaminya antara lain dalam bentuk :
Menerima pemberian suami dengan rasa puas dan terima kasih, serta
tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin, serta selalu
berpenampilan menarik agar tercipta keharmonisan dalam keluarga.
Demikianlah akhlaq suami isteri yang pembahasannya kita
fokuskan pada masalah hak dan kewajiban yang tentu saja semua itu
tidak
terlapas dari hukum.

C. Akhlak Orang Tua Kepada Anak

Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya


serta hak dan kewajiban mnasing-masing. Orang tua harus mengikat
hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya.
Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya
menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah
SAW. Poin yang terpenting adalahteladan dari orang tuanya.

Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab.
Untuk itulah beliau mengajarkan kita adab sejak bangun tidur hingga tidur.
Semua ada tuntunannya. Termasuk adab anak kepada orang tuanya, murid
kepada gurunya, pendidik kepada peserta didik.

Para pakar pendidikan sering mengatakan bahwa ketika orang tua


mengajarkan adab kepada anaknya, walaupun sebelumnya ia juga belum
melakukan adab itu, dengan belajar adab tersebut bersama anaknya, maka hal
itu bisa berubah menjadi kebiasaan dalam beradab. Hal ini akan berujung
pada terbentuknya karakter yang bagus.

12
Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya.
Anak berprestasi bukan karena gurunya, tapi karena orang tuanya sudah
mencetak generasi yang seperti itu. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua
yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki
akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Semoga dengan informasi tentang
cara mengajarkan akhlak yang baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan
anak menjadi generasi rabbani dan beradab. Orang tua harus lebih
memperhatikan, membimbing, dan mendidik anak dengan baik, sehingga
tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa :9:


۟ ُ‫واٱللَّ َه َو ْليَقُول‬
َ ‫واقَ ْو ًًل‬
‫سدِيدًا‬ ۟ ُ‫وا َعلَ ْي ِه ْمفَ ْليَتَّق‬
۟ ُ‫ض َٰعَفًاخَاف‬ ۟ ‫َو ْليَ ْخشَٱلَّذِينَلَ ْوت ََر ُك‬
ِ ً‫وا ِم ْنخ َْل ِف ِه ْْمذ ُ ِ ِّريَّة‬

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka


meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata
yang benar”. (QS. An-Nisa’:9)

Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak


meninggalkan anak dalam keadaan lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah
dalam segala aspek kehidupan, seperti lemah mental, psikis, pendidikan,
ekonomi terutama lemahiman(spiritual). Anak yang lemah iman akan menjadi
generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan
semua aspek perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang,
pendidikan mental, maupun masalah akidah atau keimananya.

Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah,
berlaku lemah lembut kepada anak, karena sangat membantu dalam
menanamkan kecerdasan spiritual pada anak. Keadaan anak ditentukan oleh
cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam
peranannya mendidik anak, antara lain:

13
1. Orang tua sebagai panutan

2. Orang tua sebagai motivator anak

3. Orang tua sebagai cermin utama anak

4. Orang tua sebagai fasilitator anak.

D. Birrul Walidain
Birrul Wlidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru artinya
kebajikan. Al-walidain artinya dua orang tua atau ibu dan bapak.Birrul
Walidain merupakan suatu istilah yang berasal langsung dari Nabi
Muhammad saw, yang berarti berbuat kebajikan kepada kedua orangtua.
Semakna dengan birrul walidain, Al-Qur’an Al-Karim menggunakanistilah
ihsan (wa bi al-walidaini ihsana), seperti yang terdapat dalam firman Allah
SWT berikut ini:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaikbaiknya...”(QS. Al-Isra’ 23).
Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada
kedua orang tua kita, Allah SWT berfirman:
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang
ibubapaknya…”(QS. Al-Ankabut 8).
Allah SWT juga meletakan perintah berterima kasih kepada kedua orang tua
langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT.
Allah berfirman:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.”(QS. Luqman 14).

14
Rasulullah juga mengaitkan bahwa keridhaan dan kemarahan Allah SWT
berhubungan dengan keridhaan dan kemarahan kedua orang tua.
Rasulullah bersabda:

“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan
Rabb (Allah) ada pada kemarahan orang tua.”(HR. Tirmidzi).

Bentuk-bentuk Birrul Waldain


1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua.
Seorang anak wajib mengikuti segala keinginan kedua orang tua, dengan
catatan keinginan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam.
Allah berfirman :

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku


sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
baik…”(QS.Luqman 15). Juga sesuai dengan sabda dari Rasulullah,
“Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah SWT, ketaatan hanyalah
semata dalam hal yang ma’ruf.”(HR. Muslim).
2. Menghormati dan Memuliakan kedua orang tua
Banyak cara yang bisa dilakukan seorang anak untuk menunjukkan rasa
hormat kepada kedua orang tua, antara lain memanggilnya dengan
panggilan yang menunjukan rasa hormat, berbicara kepadanya lemah
lembut, tidak mengucapkan kata-kata yang kasar, pamit jika ingin keluar
rumah(bila tinggal serumah), dan lain sebagainya.
Allah berfirman : “…Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia”(QS. Al-Isra 23).

15
3. Membantu kedua orang tua secara fisik dan materiil.
Seseorang dapat membantu kedua orang tua baik sebelum berkeluarga dan
belum berpenghasilan maupun apabila anak tersebut sudah berkeluarga
dan berpenghasilan. Misalnya, jika seorang anak belum berpenghasilan
dapat membantu dengan cara fisik atau tenaga dan atau yang lain.
Sedangkan bila anak sudah berpenghasilan dapat membantu secara materi
dan atau yang lainnya.
Rasulullah bersabda :
“Siapakah yang paling berhak aku Bantu dengan sebaik-baiknya?jawab
Nabi;”ibumu”. Kemudian siapa; jawab Nabi; “ibumu”. Lalu siapa
lagi?jawab Nabi;”bapakmu.”(HR. Bukhari dan Muslim)
4. Mendo’akan kedua orang tua
Seorang anak yang berbakti adalah anak yang selalu mendo’akan kedua
orang tua baik selama mereka masih hidup walaupun mereka telah
menghadap sang Khaliq.
Allah berfirman : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".(QS. Al-Isra’24).

E. Membangun Keluarga Sakinah

Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang


bahagia sejahtera, penuh dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah
berjalan puluhan tahun namun aroma cinta kasihnya masih tetap terasa dalam
hubungan suami isteri. Allah berfirmandalam surah Ar- Rum ayat : 21 “Di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri dari
species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga
menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam
hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.

16
Dalam ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh
atau merasakan sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi
perempuan. Laki-laki harus mencarinya di dalam diri dan pribadi perempuan.
Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak mengotori
dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan
mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota
rumah tangga, dan gerasi penerus.

Dalam bahasa Arab “Sakinah” sendiri memiliki arti tenang, aman,


damai, serta penuh kasih sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini
adalah idaman bagi setiap Muslim. “Mawaddah” sendiri berarti Cinta, kasih
sayang yang tulus kepada pasangan dan keluarganya. Dengan sifat ini
diharapkan keluarga Muslim dapat bertahan sekalipun harus mendapatkan
cobaan dalam dinamika rumah tangganya. “Wa Rahmah” terdiri dari dua
kata, yaitu “Wa” yang berarti dan, dan “Rahmah” yang berarti Rahmat,
karunia, berkah, dan anugerah. Tentunya hal ini diharapkan agar keluarga
senantiasa berada di jalan yang benar dan mendapatkan segala Rahmat disisi
Allah SWT.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri


tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam
hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang
sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui
sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni
dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan.
Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa
menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong
menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk
saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya


para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling

17
bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika
kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti
kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak
membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para
wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari
shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Cara meraih kehidupan yang sakinah

1. Berdzikir Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada


Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup
(sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):“Ketahuilah,
dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi)
tenang.” (Ar Ra’d: 28)Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan
melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:‫ أ َ ْست َ ْغ ِف ُرهللا‬,
dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat,
sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang
dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu
wata’ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.

2. Menuntut ilmu agama

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ُ‫س ِكْْينَ ْة‬


َّ ‫سونَ ُه َب ْينَ ُه ْم ِإالَّنَ َزلَتْ َعلَي ِْه ُمال‬ ِ ‫الله َيتْلُونَ ِكتَا َب‬
َ ‫الله َو َيتَد‬
ُ ‫َار‬ ِ ‫َمااجْ ت َ َم َعقَ ْو ٌم ِفي َب ْيت ٍِم ْنبُيُو ِت‬

“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari


rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an
dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah
subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).”
(Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu)

18
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an
(ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan
membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya
Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka. Setiap
manusia selalu menginginkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warohmah, untuk itu apa saja sih yang harus dilakukan untuk mencapai
keluarga yang di impikan. ikuti yuk tips dari keluarga sakinah ini :

1) Jangan Melihat ke Belakang ; Setiap orang pasti memiliki masa lalu


baik yang bagus maupun yang kelam. Termasuk pasangan. Di masa
lalu pun mungkin ada sepenggal kisah tak mengenakkan yang pernah
mewarnai rumah tangga. Jika tak ingin terseret dalam arus negatif,
lupakan hal-hal buruk yang pernah terjadi. Sambutlah masa depan
dengan senyuman. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan
berhak untuk menjadi lebih baik. Termasuk, jangan mengingat-ingat
lagi mantan orang yang dicintai saat belum menikah dulu. Tidak ada
gunanya dan hanya menghalangi kebahagiaan untuk hadir dalam
kehidupan Bunda dan Sista.

2) Selalu Berpikir Objektif ; Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang


kala pikiran jadi ruwet dan segalanya tampak suram. Ini terjadi jika
Bunda dan Sista ikut terpancing secara emosional. Padahal, masalah
apapun itu, termasuk konflik dengan suami maupun anak-anak,
membutuhkan pikiran yang jernih untuk menyelesaikannya.
Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri
jeda waktu agar pikiran menjadi dingin dan lepas dari segala beban
emosional. Setelah merasa tenang, barulah mencari solusi diawali
dengan saling mendengarkan antara kedua pihak.

3) Fokus Pada Kelebihan Pasangan ; Artinya, kita masih memiliki banyak


kekurangan. Begitu pula dengan pasangan kita. Saat masih gadis
mungkin kita selalu berangan-angan tentang pendamping hidup yang

19
tampan, baik hati, terhormat dan berkecukupan.Namun setelah
menjalani rumah tangga beberapa tahun, kita mulai tahu sifat aslinya,
kebiasaan buruknya yang mungkin membuat penilaian kita menjadi
berubah. Ternyata dia posesif, ternyata dia pelupa . Fokuslah pada hal-
hal baik ini. Kalaupun tidak bisa menyingkirkan keburukannya dari
depan mata, temukanlah alasan bahwa itu dibalik itu ada hikmahnya.

4) Saling Percaya ; Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya.


Tanpa rasa saling percaya , kehidupan rumah tangga tentu tak akan
berjalan mulus. Rasa aman, nyaman, tenteram yang menjadi salah satu
tujuan pernikahan tidak akan muncul. Bagaimana bisa tenang kalau
Bunda dan Sista selalu gelisah, curiga dan khawatir memikirkan
sedang apa si dia di luar sana? Jangan-jangan dia ketemu sama klien
yang cantik bukan main, jangan-jangan dia melihat seseorang yang
lebih solehah dan membandingkannya dengan kita. Begitu pula jika
suami berlaku demikian. Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-
siakan kepercayaan yang diberikan suami.

5) Kebutuhan Seks ; Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur


tanpa garam. Hambar. Ya, seks memang perlu. Dan meski aktivitas
seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun
manusia perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan
bersama pasangan hidupnya. Prinsip hubungan seks yang baik adalah
adanya keterbukaan dan kejujuran dalam mengungkapkan kebutuhan
Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling
memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi
pasangan. Kegiatan seks yang menyenangkan akan memberikan
dampak positif bagi Bunda/Sista dan suami.

6). Hindari Pihak Ketiga; Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi
pasangan suami-istri, dalam tatanan masyarakat Bunda/Sista telah
diperhitungkan sebagai seorang ratu rumah tangga dari keluarga yang
dipimpin oleh suami. Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi dianggap

20
sebagai bagian dari keluarga lama tapi telah menjadi kelompok
tersendiri. Maka ketika timbul permasalahan, selesaikanlah berdua
saja. Tentunya suami-istri lebih banyak mengetahui keadaan dan arah
rumah tangga ke depan. Tak perlulah melibatkan orang lain. Banyak
cerita tentang membesarnya konflik justru setelah pihak ketiga terlibat
maupun sengaja dilibatkan, entah itu mertua, saudara ipar, tetangga,
dan sebagainya. Kalau pun ingin mendapat nasehat atau memiliki sudut
pandang yang berbeda, maka mintalah pada seseorang yang sudah
teruji pengalaman hidupnya, yang telah diketahui baik akhlaknya dan
yang kemungkinan tidak akan melibatkan emosi pribadi dalam
memberikan nasehat.

7) Menjaga Romantisme : Terkadang, pasangan yang sudah cukup lama


membangun mahligai rumah tangga tak lagi peduli pada soal yang satu
ini. Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan suami-
istri sampai kapan pun, tak cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar
memberikan bunga, mencium pipi, menggandeng tangan, saling
memuji, atau berjalan-jalan menyusuri tempat-tempat romantis akan
kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda. Tentu,
ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan
saling membutuhkan. Meski sepele, pujian atau perhatian sangat besar
pengaruhnya bagi suami lho, dan sebaliknya. Memberikan pujian
ringan seperti “Masakan Mama hari ini luar biasa, lho!” atau “Wah,
Papa tambah keren pakai dasi itu.” Ucapan-ucapan sepele seperti itu
akan memberikan dorongan/semangat yang luar biasa. Pasangan Anda
pun akan merasa dihargai.

8) Selalu Utamakan Komunikasi : Komunikasi juga merupakan salah satu


pilar langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya komunikasi berarti
hilang pula salah satu pilar rumah tanga. Komunikasi yang dimaksud
disini bukan hanya ngobrol-ngobrol saja. Komunikasi beda lho sama
gantian bicara. Coba ingat-ingat deh Bunda/Sista, saat pernah

21
mengalami masalah rumah tangga, yang dilakukan bersama suami saat
itu komunikasi atau gantian bicara? Komunikasi ini dimaksudkan
untuk saling mengerti, untuk menghilangkan kan hal-hal berbau
prasangka dan emosi. Menjaga komunikasi bisa diawali dengan
kebiasaan ngobrol dan duduk bersama. Sampaikan apa yang
Bunda/Sista merasa perlu diketahui suami atau anak. Buat iklim rumah
tangga menjadi terbuka sehingga tidak ada anggota keluarga yang
merasa tidak didengarkan.

9) Jaga Spiritualitas Rumah Tangga ; Salah satu pijakan yang paling utama
seseorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada
syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah
tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah
janjikan. Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya,
kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah SWT. Sertakan
rasa baik sangka kepada Allah SWT. Dan ambil hikmahnya dari setiap
masalah. Membangun keluarga yang Sakinah Mmerupakan sebuah
awalan yang baik untuk menciptakan kondisi masyarakat yang ideal.

Adapun Ciri-ciri keluarga Sakinah adalah sebagai berikut :

a. Senantiasamemilikikecenderunganterhadapkeagamaandalamorientasikehid
upannyasehari-hari.
b. Berlakunya sistem “Yang muda menghormati yang tua, yang tua
menyayangi yang muda”.
c. Tidak melebih-lebihkan dalam memenuhi kebutuhan keseharian.
d. Menjaga etika dan sopan santun dalam bergaul di dalam masyarakat.
e. Senantiasa menjaga dan menginterospeksi anggota keluarganya agar
terhindar dari hal-hal yang munkar.

22
F. Larangan kekerasan dalam rumah tangga

Agama adalah ketentuan-ketentuan Tuhan yang membimbing dan


mengarahkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak ada
perbedaan dari segi asal kejadian baik laki-laki maupun perempuan, artinya
adanya kesetaraan/kebersamaan/kemintraan dan tidak akan sempurna laki-
laki kalau belum mempunyai pasangan hidup (suami-isteri) begitu juga
sebaliknya.

Al Qur’an sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya


mengakui bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, dengan
kata lain laki-laki memiliki hak dan kewajiban terhadap perempuan dan
sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan kewajiban terhadap laiki-laki.

Pada dasarnya inti ajaran setiap agama, khususnya dalam hal ini
Islam, sangat menganjurkan dan menegakkan prinsip keadilan dan bahkan
menghormati terhadap perempuan, bahkan prinsip yang utama adalah
menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga, sehingga tercipta rasa
saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling menyangi.

Al Qur’an menggaris bawahi bahwa suami maupun isteri adalah


pakaian untuk pasangannya, hal ini di sebutkan Allah dalam Firmannya surah
Al Bzaqarah ayat 187 “ Mereka (isteri-isterikamu) adalah pakaian bagi kamu
(wahai para suami) dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”.

Dalam kehidupan berumah tangga, prinsip menghindari adanya


kekerasan baik fisik maupun psikis sangat diutamakan, jangan sampai ada
pihak dalam rumah tangga yang merasa berhak memukul atau melakukan
tindak kekerasan dalam bentuk apapun dengan dalih atau alasan apapun baik
terhadap suami-isteri ataupun anak. Hal ini senada dengan UU PKDRT No 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 1
“Kekerasan dalam Rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang,
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah

23
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.

Islam agama yang dengan visinya Rahmatan Lil ‘Alamin, sangat


menghargai kepada semua manusia, khususnya kepada perempuan. Hadirnya
Islam sebagai agama pembebas dari ketertindasan dan penistaan kemanusiaan
yang membawa misi untuk mengikis habis praktik-praktik tersebut. Dalam
Islam manusia baik laki-laki dan perempuan adalah sebagai makhluk Tuhan
yang bermartabat (human dignity di mana parameter kemuliaan seorang
manusia tidak diukur dengan parameter biologis sebagai laki-laki atau
perempuan, tetapi kualitas dan nilai seseorang diukur dengan kualitas
taqwanya kepada Allah. (Lihat surah Al Hujurat ayat 13).

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh saling
berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara satu
dengan lainnya tidak terdapat hubungan darah. Sedangkan pengertian secara
sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih
sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan
pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.
B. Saran
Kita sebagai perawat mestinya harus memahami setiap akhlak yang dimiliki
pasien, dan juga kita sebagai perawat harus memiliki akhlak yang baik dan
menjadikannya contoh untuk pasien. Yang sebaiknya harus kita terapkan
dalam keseharian kita di rumah sakit..

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
2. Barsihannor, Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press,
2010.
3. Ramayulis, Pendidikan Islam dalamRumahTangga, Jakarta ;KalamMulia,
2001
4. A. SyifaulQulub, Pendidikan Agama Islam untukPendidikanPerguruan Tinggi,
Jakarta, Laros, 2010
5. KhairuddinBashori, PsikologiKeluargaSakinah, Yogyakarta,
SuaraMuhammadiyah, 2006
6. MajelisTabligh, Gender dalam Islam, Yogyakarta, PimpinanPusatAisyiyah ;
2010
7. Suwito, FilsafatPendidikanAkhlakIbnuMiskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004
8. Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS;
2004
9. QuraihShihab, WanitaDalam Islam, Jakarta, LenteraHati ; 2010
10. Departemen Agama, Al Qur’an danTerjemahnya
- See more at: http://lppkk-umpalangkaraya.blogspot.co.id/2014/09/materi-8-
akhlak-dalam-keluarga.html#sthash.0XKYLCVh.dpuf

26

Anda mungkin juga menyukai