Disusun Oleh :
Nama : Rachmad Rizky Widodo
NIM : 0320170007
MANAJEMEN INFORMATIKA
PENDAHULUAN
Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.”
(HR. Muslim).
Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati
kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang
dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya. Demikianlah ajaran
Islam dalam memilih calon pasangan hidup, dijers. Betapa sempurnanya Islam
dalam menuntun umat-Nya, di setiap langkah amalannya. Dengan tuntunan yang
penuh kebaikan, bertujuan agar kita selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Wallahu A’lam Bis Shawab.
2. Istikharah
A. Pengertian Istikharah
Sholat Istikharah adalah sholat yang bertujuan untuk mendapatkan dari Allah
SWT atau mohon untuk dipilihkan salah satu diantara dua hal atau lebih, untuk
menghilangkan kebimbangan agar hati mantap tidak timbul rasa kecewa dikemudian
hari. Kesimpulannya adalah Sholat istikharah aitu sholat yang dilakukan saat kita sedang
ragu untk membuat pilihan karena waktu kita sedang ragu ditengah-tengah keraguan kita
ada setan. Agar mendapatkan kabar baik dari Allah kita sebaiknya melalakukan :
Puasa sunah sebelum kita melakukan sholat istikharah
Banyak shodaqoh dan melakukan banyak amal sholeh
Sebelum melakukan istikharah perbanyak lah istigfar
Disunnahkan melihat wajah wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apa-apa yang
dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ْ َ َ ْ
َفل َي ْف َع ْل، َفِإ ِن ْاس َت َط َاع َا ْن َي ْن ُظ َر ِم ْن َها ِإلى َما َي ْد ُع ْو ُه ِإلى ِن َك ِاح َها،ِإ َذا َخ َط َب َا َح ُد ُك ُم ال َم ْ َرا َة
“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat
apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” [2]
Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu pernah meminang seorang wanita, maka
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: َ
َفِإ َّن ُه َا ْح َرى َا ْن ُي ْؤ َد َم َب ْي َن ُك َما،ُا ْن ُظ ْر ِإل ْي َها
“Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih)
antara kalian berdua.” [3]
Tentang melihat wanita yang dipinang, telah terjadi ikhtilaf di kalangan para ulama,
ikhtilafnya berkaitan tentang bagian mana saja yang boleh dilihat. Ada yang berpendapat
boleh melihat selain muka dan kedua telapak tangan, yaitu melihat rambut, betis dan
lainnya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Melihat apa yang
mendorongnya untuk menikahinya.” Akan tetapi yang disepakati oleh para ulama adalah
melihat muka dan kedua tangannya. Wallaahu a’lam. [4]
Ketika Laki-Laki Shalih Datang Untuk Meminang
Apabila seorang laki-laki yang shalih dianjurkan untuk mencari wanita
muslimah ideal -sebagaimana yang telah kami sebutkan- maka demikian pula dengan
wali kaum wanita. Wali wanita pun berkewajiban mencari laki-laki shalih yang akan
dinikahkan dengan anaknya. Dari Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu, ia
berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan
kerusakan yang besar.’” [5]
Boleh juga seorang wali menawarkan puteri atau saudara perempuannya kepada
orang-orang yang shalih. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,
“Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar ditinggal mati oleh suaminya yang bernama
Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Shahabat Nabi yang
meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi ‘Utsman bin
‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku pertimbangkan
dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku dan berkata, ‘Aku
telah memutuskan untuk tidak menikah saat ini.’’ ‘Umar melanjutkan, ‘Kemudian aku
menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku akan nikahkan
Hafshah binti ‘Umar denganmu.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar
apa pun. Saat itu aku lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Maka
berlalulah beberapa hari hingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
meminangnya. Maka, aku nikahkan puteriku dengan Rasulullah. Kemudian Abu Bakar
menemuiku dan berkata, ‘Apakah engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan
Hafshah, akan tetapi aku tidak berkomentar apa pun?’ ‘Umar men-jawab, ‘Ya.’ Abu
Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima
tawaranmu, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebutnya
(Hafshah). Aku tidak ingin menyebarkan rahasia Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Jika beliau meninggalkannya, niscaya aku akan menerima tawaranmu.’
BAB 2
PERNIKAHAN
1. Pengertian Nikah
Nikah secara bahasa artinya "mengumpulkan" /menghimpun. Sedangkan menurut
istilah nikah adalah suatu akad yang terdiri atas beberapa syarat dan rukun tertentu untuk
menghalalkan hubungan persetubuhan antara seorang laki-laki & seorang perempuan
dalam suatu ikatan yg diridhai oleh Allah. Anjuran melaksanakan nikah bagi yg telah
mampu secara lahir & batin terdapat pada sabda nabi yang artinya “.....maka nikahilah
perempuan (lain) yg kamu senangi : dua ,tiga,empat tetapi jika kamu khawatir tidak mampu
berlaku adil ,maka nikahilah seorang saja”. Pelaksanaan nikah dalam syariat Islam melalui
suatu upacara yg disebut akad nikah dengan persaksian didepan wali / pejabat pemerintah
yg diwakilkan menjadi wali. Adapun pengertian dari akad nikah adalah upacara antara wali
dengan mempelai laki -laki yang disebut ijab & qobul.
2. Hikmah Nikah
a) Terciptanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, dalam
ikatan suci yang halal dan di ridhai Allah swt. dengan bersatunya dua insan dalam
pernikahan maka kedua insan tersebut sudah menjadi pasanga yang halal, dan ingatlah
bahwa membina pernikahan/rumah tangga adalah beribadah, dengan berumah tangga
maka kedua insan tersebut bisa menghindari perbuatan dosa.
b) Mendapatkan keturunan yang sah dari hasil pernikahan. Dengan hubungan yang telah
halal maka tentunya pasangan suami istri menginginkan seorang penerus atau anak.
Dengan pernikahan maka anak yang kelak dimilikinya memiliki nasab yang jelas,
berbeda dengan anak yang lahir diluar pernikahan maka banyak kerugiannya dan
nasabnya tidak bisa mengikut ke bapaknya.
c) Terpeliharanya kehormatan suami istri dari perbuatan zina. Dengan menikah maka 2
orang yang berlainan jenis telah menjadi halal dan setiap yang dilakukan diantara
keduanya telah halal dan diridhoi oleh allah swt, sehingga keduanya akan terhindar dari
perbuatan dosa.
d) Terjalinnya kerjasama antara suami dan istri dalam mendidik anak dan menjaga
kehidupannya. Di dalam pernikahan tentulah pastinya dibutuhkan kerjasama diantara
suami istri ini akan menimbulkan chemistry diantara kedua nya dan akan lebih
mendekatkan keduanya.
e) Menjalin silaturahim antar keluarga besar pihak suami dan pihak istri. Menikah tidak
hanya menyatukan 2 insan tp juga menyatukan 2 keluarga besar dari masing-masing
pihak, sehingga tentunya bertambah pula lah sanak dan saudara kita. seperti yang kita
ketahui, dengan menjalin silaturahim maka banyak manfaat yang akan kita terima,
seperti menambah umur dan menambah rezeki.
3. Hukum Nikah
Hukum pernikahan tersebut dikategorikan berdasarkan keadaan dan kemampuan seseorang
untuk menikah. Sebagaimana dijabarkan dalam penjelasan berikut ini
1. Wajib
Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki kemampuan untuk
membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak dapat menahan dirinya dari hal-
hal yang dapat menjuruskannya pada perbuatan zina. Orang tersebut wajib hukumnya
untuk melaksanakan pernikahan karena dikhawatirkan jika tidak menikah ia bisa
melakukan perbuatan zina yang dilarang dalam islam (baca zina dalam islam). Hal ini
sesuai dengan kaidah yang menyebutkan bahwa : “Apabila suatu perbuatan bergantung
pada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun wajib”
2. Sunnah
Berdasarkan pendapat para ulama, pernikahan hukumnya sunnah jika seseorang
memiliki kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk membangun rumah tangga
akan tetapi ia dapat menahan dirinya dari sesuatu yang mampu menjerumuskannya dalam
perbuatan zina.dengan kata lain, seseorang hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak
dikhawatirkan melakukan perbuatan zina jika ia tidak menikah. Meskipun demikian,
agama islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki
kemampuan dan melakukan pernikahan sebagai salah satu bentuk ibadah.
3. Haram
Pernikahan dapat menjadi haram hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang tidak
memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai suatu kehidupan rumah
tangga dan jika menikah ia dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya. Selain itu,
pernikahan dengan maksud untuk menganiaya atau menyakiti seseorang juga haram
hukumnya dalam islam atau bertujuan untuk menghalangi seseorang agar tidak menikah
dengan orang lain namun ia kemudian menelantarkan atau tidak mengurus pasangannya
tersebut.
Beberapa jenis pernikahan juga diharamkan dalam islam misalnya pernikahan dengan
mahram (baca muhrim dalam islam dan pengertian mahram) atau wanita yang haram
dinikahi atau pernikahan sedarah atau pernikahan beda agama antara wanita muslim
dengan pria nonmuslim ataupun seorang pria muslim dengan wanita non-muslim selain
ahli kitab.
4. Makruh
Pernikahan maksruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki cukup
kemampuan atau tanggung jawab untuk berumahtangga serta ia dapat menahan dirinya
dari perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir dalam perbuatan
zina. Pernikahan hukumnya makruh karena meskipun ia memiliki keinginan untuk
menikah tetapi tidak memiliki keinginan atau tekad yang kuat untuk memenuhi
kewajiban suami terhadap istri maupun kewajiban istri terhadap suami.
5. Mubah
Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam perbuatan zina jika tidak
melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia menikah hanya untuk memenuhi
syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah tangga sesuai syariat islam
namun ia juga tidak dikhwatirkan akan menelantarkan istrinya.
C. Syarat wali
Islam, bukan kafir dan murtad
Lelaki dan bukannya perempuan
Baligh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Tidak fasik
Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
* Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya
syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai
seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti
ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya.
D. Syarat-syarat saksi
Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Baligh
Lelaki
Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
Dapat mendengar, melihat dan bercakap
Adil (Tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
Merdeka
E. Syarat ijab
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mut’ah (nikah kontrak)
Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
* Contoh bacaan Ijab : Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas
kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".
F. Syarat qabul
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tiada perkataan sindiran
Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
Menyebut nama bakal isteri
Tidak diselangi dengan perkataan lain
* Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh bakal suami) : "Aku terima
nikah/perkahwinanku dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel
sebagai isteriku".
5. Rukun Nikah
1. Pengantin lelaki (Suami)
2. Pengantin perempuan (Isteri)
3. Wali
4. Dua orang saksi lelaki
5. Ijab dan kabul (akad nikah)
6. Walimatul 'Ursy
Walimatul ‘ursy atau yang lazim dikenal sebagai pesta pernikahan, adalah jamuan
makan yang diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan. Biasanya walimatul 'ursy
dilaksanakan setelah akad nikah. Kata walimah berasal dari kata al-Walamu yang dalam
bahasa Indonesia bermakna "pertemuan". Di dalam kamus ilmu fiqih disebutkan bahwa
walimah itu adalah makanan pernikahan atau semua makanan yang ditujukan untuk disantap
para undangan.
B. Waktu Penyelenggaraan
Tidak ada batasan tertentu untuk melaksanakannya, namun lebih diutamakan
untuk menyelenggarakan walimatul 'ursy setelah ''dukhul'', yaitu setelah pengantin
melakukan hubungan seksual setelah akad nikah. Hal itu berdasarkan apa yang selalu
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang juga tidak pernah mengadakan walimatul
'ursy kecuali sesudah dukhul.
C. Hukum Menghadiri
Menghadiri undangan walimatul ‘ursy hukumnya adalah wajib atau fardhu ain,
yaitu sebuah perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mengakibatkan dosa. Ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa mendatangi sebuah walimatul ‘ursy, merupakan
sebuah fardhu kifayah, yaitu sebuah perbuatan yang apabila orang lain telah melakukan
maka orang yang lain tidak wajib melakukannya. Mereka beranggapan bahwa esensi dan
tujuan adanya sebuah pernikahan adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat
bahwa pasangan ini telah menikah dan membedakannya dari perbuatan zina. Syarat-
syarat yang menjadikan seorang muslim wajib menghadiri walimatul ‘ursy adalah :
Orang yang mengundang adalah kerabat atau saudara.
Ditentukan orangnya.
Jika undangan walimatul ‘ursy bersifat umum (tidak menentukan orangnya), maka
tidak wajib untuk menghadiri undangan tersebut, dan hukum menghadirinya adalah
fardhu kifayah--apabila orang lain telah melakukan maka orang yang lain tidak wajib
melakukannya.
Tidak ada halangan sah sesuai dengan ketentuan hukum islam. Misalnya saja, sakit
keras, hujan yang deras, banjir, dan lainnya.
Di tempat walimatul 'ursy tidak terdapat perbuatan jahat (kemungkaran).
2. Pertunangan
Acara pertunangan yang biasa dikenal dengan tukar cincin, biasanya laki-laki
(calon mempelai laki-laki) memasukkan cincin ke jari jemari perempuan yang akan
dinikahinya. Padahal dalam Islam haram hukumnya dua orang yang bukan mahram
saling bersentuhan. Karena Rasulullah j tidak pernah menyentuh wanita yang bukan
mahramnya, seperti dalam sebuah riwayat dari Aisyah radliyallahu anha , dia berkata:
“Tiada pernah tangan Rasulullah j menyentuh tangan seorang perempuan kecuali
perempuan yang telah menjadi miliknya.” (HR.Bukhari, At-Tirmidzi dan Ahmad dari
Aisyah)
Bukan hanya itu saja yang diharamkan, tetapi acara tukar cincin itu sendiri adalah
merupakan tasyabbuh (penyerupaan/meniru orang kafir) dengan orang “barat”, dan
memakai cincin emas bagi pria juga haram hukumnya. Belum lagi kebanyakan para
orang tua beranggapan bahwa setelah bertunangan, kedua calon pengantin ini sudah
dianggap resmi menjadi pasangannya sehingga diperbolehkan pergi hanya berduaan saja,
yang mana hal ini adalah haram pula hukumnya.
3. Ikhtilath
Percampuran laki-laki dan wanita yang bukan mahram dalam satu tempat
memungkinkan untuk saling bertemu pandang atau bercakap-cakap secara langsung
(tanpa hijab). Ini adalah diharamkan dalam syariah.
5. Memakai sanggul
Baik pengantin wanita maupun para tamu yang hadir, biasanya mereka memakai
sanggul atau rambut palsu dalam rangka mempercantik diri. Perbuatan ini adalah dilarang
keras dalam agama Islam.
“Sesungguhnya yang menyebabkan Bani Israil binasa adalah karena mereka mengambil
ini (rambut palsu) untuk wanita mereka” (HR.Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan selain
mereka).
Bersabda Rasulullah : Ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku melihat
mereka, sekelompok manusia (kaum) yang memiliki cambuk seperti ekor lembu, yang
dengannya mereka memukul orang lain. Dan para wanita yang berpaling dari taat kepada
Allah dari apa yang harus mereka pelihara, serta mengerjakan tindakan-tindakan yang
tercela tersebut kepada wanita-wanita yang lainnya. Kepala mereka menyerupai punuk
(bungkul) seekor unta yang mendoyong, mereka tidak masuk surga dan tidak pula
mendapatkan baunya, dan sesungguhnya bau surga sudah tercium dari jarak yang
demikian…demikian.” (HR.Muslim)
9. Kesyirikan.
Dalam menetapkan hari pernikahan yang baik, sering pula terjadi kesyirikan
dengan menghitung hari agar tidak jatuh pada hari sial. Ada pula yang memberi sesajen
untuk dewa atau ruh-ruh tertentu agar mendapat restu serta selamat jalannya acara
pernikahan tersebut dan lain-lain. Padahal kita tahu bahwa dosa terbesar yang tidak
diampuni (jika tidak segera bertaubat) adalah dosa syirik.
Dalam suasana yang sakral seperti ini (walimatul urus), biasanya para malaikat
Allah ikut hadir untuk meng-amin-kan doa-doa, dan waktu ini pula termasuk waktu
maqbulnya doa. Namun jika di dalam acara seperti ini banyak penyimpangan atau
pelanggaran syariah, bagaimana mungkin malaikat rahmat akan hadir di sana? dan
bagaimana doa bisa terkabul? Apa jadinya rumah tangga yang akan dijalani kelak oleh
pengantin tadi jika tidak adanya iringan doa-doa kebaikan dari orang-orang yang hadir
saat itu.
Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan oleh Islam. Semoga Allah
Taala memberikan kelapangan bagi orang-orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk
yang benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah Rasulullah.
Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam
firman-Nya: “Yaitu orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Furqan: 74)
BAB 3
PASCA NIKAH
1. Adab Malam Pertama
Islam merupakan agama yang telah sempurna yang mana ajarannya meliputi semua
aspek kehidupan termasuk dalam hal pernikahan. Kalau berbicara tentang pernikahan tidak
lepas dari malam pertama pernikahan. Malam pengatin tersebut hendaknya diisi dengan
kelembutan, kasih sayang, dan kesenangan. Jadikanlah malam tersebut menjadi malam
untuk menyatukan perasaan kedua pasangan agar menjadi keluarga yang samara.
1. Meluruskan Niat
Niat merupakan hal pokok yang sangat penting dalam Islam. Karena setiap amalan
yang dilakukan oleh manusia dinilai dari niatnya. Suami istri yang menikah hendaknya
diniatkan untuk menjaga kehormatannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw,
”Tiga orang yang memiliki hak atas Allah menolong mereka : seorang yang berjihad di
jalan Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian antara dirinya dengan tuannya)
yang menginginkan penunaian dan seorang menikah yang ingin menjaga
kehormatannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Abu
Hurairoh)
4. Mendoakan Pasangannya
Ketika malam pertama hendaknya para suami meletakan tanganya di kening
istrinya kemudian membaca doa “Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma
Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih”.
Hal tersebut diatas seperti apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw, ”Apabila
seorang dari kalian menikah dengan seorang wanita atau membeli seorang pembantu
maka hendaklah memegang keningnya lalu menyebut nama Allah azza wa jalla dan
berdoa memohon keberkahan dengan mengatakan : Allahumma Innii Asaluka Min
Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma
Jabaltaha Alaih — Wahai Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya
dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu
daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya..”
Aspek-aspek itu merupakan hal-hal yang harus digaris bawahi dan dijadikan sebagai
pedoman agar hubungan bisa menjadi bahagia, langgeng, dan nyaman, Semoga kita menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah dan termasuk orang-orang yang memperoleh
istri dan suami yang sholeh sholehah sehingga kehidupan di dunia dan akhirat menjadi
nyaman, aman dan tentram. Amin.
B. Saran
Umat manusia harus senantiasa menerapkan kehidupan keluarga Samara ini,
sakinah, mawaddah, warahmah. Agar menciptakan keluarga idaman yang tentram dan
mengikuti sunnah rasul dan menaati aturan serta menunaikan ibadah kepada Allah SWT.