Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH,


WARAHMAH”

Disusun Oleh :
Nama : Rachmad Rizky Widodo
NIM : 0320170007
MANAJEMEN INFORMATIKA
PENDAHULUAN

1. Pengertian Sakinah, Mawaddah dan Warahmah


A. Makna atau Arti Kata Sakinah
Kata Sakinah dalam bahasa Arab memiliki arti kedamaian, tenang, tentram, dan
aman. Asal mula kata ini berasal dari Al-Qur’an surah 30:21 (Ar-Rum), yang mana pada
ayat ini tertulis "Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar
kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa
kasih dan sayang". Makna kata sakinah dalam pernikahan tersebut dapat diartikan
sebagai seorang laki-laki dan istri harus bisa membuat pasangannya merasa tentram,
tenang, nyaman dan damai dalam menjalani kehidupan bersama supaya sebuah rumah
tangga bisa langgeng. Dalam membuat rumah tangga yang langgeng dibutuhkan sebuah
iman dan ikatan hati yang kuat yakni berupa kesetiaan. Yang dimaksud setia tersebut
adalah selalu menerima setiap saat dan apa adanya, baik seperti pada saat memiliki wajah
jelek, pangkat yang tinggi, banyak uang atau tidak memiliki uang sama sekali. Jika
beberapa tahun hubungan sudah bisa berjalan dengan baik dan dalam pernikahan tersebut
terasa nyaman dan tentram maka insyaallah hubungan itu terlaksana dengan sakinah, tapi
jika sebaliknya maka hubungan itu bisa dikatakan belum sakinah.

B. Makna atau Arti Kata Mawaddah


Mawaddah dalam bahasa Indonesia bisa diartikan cinta atau sebuah
harapan. Kata ini juga ada pada Al-Qur’an surah 30:21 (Ar-Rum), yang mana pada ayat
ini tertulis "Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar
kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa
kasih dan sayang". Ketika menjalin sebuah pernikahan, cinta adalah hal utama yang harus
ada padanya. Ketika hubungan sudah berjalan dan mendapatkan rasa nyaman, saat itu
juga cinta yang sudah ada akan tumbuh menjadi cinta yang semakin besar dan kuat.
Adanya cinta itu akan sangat bermanfaat dalam kehidupan kedua pasangan. Rasa cinta
tersebut sangatlah indah, banyak dari sebagian orang yang sedang merasakan cinta
mereka lupa akan segalanya, mereka akan berbunga-bunga. Seperti yang sering
dikatakan oleh banyak orang bahwa cinta itu bisa buta. Buta cinta itu lupa segala sesuatu
karena indahnya cinta.

C. Makna atau Arti Kata Wa Rahmah


Wa rahmah tidaklah jauh dari kata sakinah dan mawaddah. Sebab ketiga kata ini
memiliki sebuah hubungan yang saling berkaitan. Wa rahmah dalam bahasa Indonesia
dapat diartikan "dan kasih sayang". Kata wa rahmah sendiri juga ada pada Al-Qur'an
surah 30:21 (Ar-Rum), yang mana pada ayat ini tertulis "Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang"..
Dalam menjalin hubungan keluarga, rasa kasih sayang merupakan inti dari banyak faktor
yang harus ada, dengan adanya rasa kasih sayang, keluarga tersebut bisa menjadi lebih
harmonis dan memperoleh sebuah kebahagiaan yang mana kebahagiaan itu akan menjadi
benteng yang dapat memperkuat hubungan agar ketika setiap kali ada rintangan atau
hambatan menerjang, rintangan atau hambatan itu dapat dengan baik dan mudah
terselesaikan, tepatnya tanpa menimbulkan sebuah perselisihan yang dapat berakibat
fatal
BAB 1
PRA NIKAH
1. Memilih Calon Pasangan
Memilih calon istri atau suami tidaklah mudah bagi seorang muslim maupun
muslimah. Memilih calon pasangan hidup membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih
harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih
pendamping hidupnya dengan cermat. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam
rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya. Sedangkan pria akan
menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi
(memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap
pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak. Lalu bagaimanakah supaya kita
berhasil dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping kita selama-lamanya?
Adakah kriteria-kriteria khusus yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau
suami? Adapun dijelaskan mengenai kriteria memilih calon istri, supaya ukhti bisa
memposisikan diri dan menjadi istri yang diidamkan. Sedangkan poin kriteria calon suami
adalah sebagai acuan bagi ukhti dalam memilih pasangan idaman (calon imam). Berikut
diulas kriteria jodoh yang baik menurut islam, dengan penjelasan ringan di bawah ini:

A. Kriteria Memilih Calon Istri


Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk, di antaranya :
1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik,
karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya
sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
:Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
beliau bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah


berfirman : “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita
yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)

Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya : “Maka wanita-wanita yang


shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah
memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.”
(HR. Muslim).

2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.


Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :Dari Anas bin Malik,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan
penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan
dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan
untuk menikahinya. Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak
melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal
yang perlu diketahui :
a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan.
Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis.
Oleh karena itu, seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik
yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul
beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta
menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara perempuan yang telah menikah.


Sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan
anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.

c. Subur (mampu menghasilkan keturunan).


Penegasan poin (a): Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk
meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan
memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan
diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang
yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga
dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al
Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat
bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami
memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah
pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1
tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh
penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202).

3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis (perawan)


Terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah. Hal ini dimaksudkan untuk
mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat
tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan
kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan
polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang bersamaan juga akan mengeratkan
tali cinta kasih suami istri.Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan
kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan
mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak
mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang
besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah
menikahi seorang gadis :
Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda
Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah
bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain
dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”
4. Mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan kekerabatan.
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-
penyakit yang menular atau cacat secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar
dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit
nenek moyangnya.Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan
mempererat ikatan-ikatan sosial.

B. Kriteria Memilih Calon Suami :


1. Islam.
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam
memilih calon suami, sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan
kita selamat dunia dan akhirat kelak. Wanita juga cenderung mengikuti agama
suami, namun tidak berlaku sebaliknya. Oleh karena itu, kriteria suami yang Islam
adalah mutlak.Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik
dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,
sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)

2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.


Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami,
maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat
beragama.Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu
ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan
terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)Islam
memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar
takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak
menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-
orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS. An Nur : 32).
Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai
ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang
bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan
dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan
kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan
kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan
kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan
nafkah. Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka
dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki)
pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga
kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim).
Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan
ketakwaannya, Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :
“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu
mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia
tidak akan mendzaliminya.”

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati
kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang
dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya. Demikianlah ajaran
Islam dalam memilih calon pasangan hidup, dijers. Betapa sempurnanya Islam
dalam menuntun umat-Nya, di setiap langkah amalannya. Dengan tuntunan yang
penuh kebaikan, bertujuan agar kita selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Wallahu A’lam Bis Shawab.

2. Istikharah
A. Pengertian Istikharah
Sholat Istikharah adalah sholat yang bertujuan untuk mendapatkan dari Allah
SWT atau mohon untuk dipilihkan salah satu diantara dua hal atau lebih, untuk
menghilangkan kebimbangan agar hati mantap tidak timbul rasa kecewa dikemudian
hari. Kesimpulannya adalah Sholat istikharah aitu sholat yang dilakukan saat kita sedang
ragu untk membuat pilihan karena waktu kita sedang ragu ditengah-tengah keraguan kita
ada setan. Agar mendapatkan kabar baik dari Allah kita sebaiknya melalakukan :
 Puasa sunah sebelum kita melakukan sholat istikharah
 Banyak shodaqoh dan melakukan banyak amal sholeh
 Sebelum melakukan istikharah perbanyak lah istigfar

B. Bacaan setelah sholat istikharah


Allaahumma innii asta-khiiruka bi'ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as'aluka
min fadhikal 'azhiim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta'lamu wa laa a'lamu wa
anta'allamul ghuyyub. Allaahumma in kunta ta'lamu anna haadzal amra khairun lii fi
diinii wa ma'aasyii wa'aaqibatu amrii faqdurhu lii wa yassirhu lii, tsumma baariklii fiihi
wa inkunta ta'lamu anna haadzal amra syarrun lii fii diinii wa ma'aasyii wa'aaqibatii
amrifash rifhu 'anni washrifnii 'anhu waqdurliyal khaira tsumma ardhinii bihii.
Artinya : "Ya allah sesungguh-nya aku mohon petunjukmu yang baik dengan
pengetahuan mu, dan aku mohon kekuatan dengan kekuatan mudan aku mohon
kemurahan mu yang luas, karena sesungguh-nya engkau maha kuasa dan aku tidak
memiliki kekuasaan itu,lagi pula engkau mengetahui yang ghaib-ghaib, dan bila engkau
tahu sesungguh-nya hal ini baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan masa
depanku, maka pastikan dia padaku dan mudahkan dia padaku, kemudian berikan berkah
padanya. Dan engkau mengetahui bahwasanya kejahatan bagikubuat agamaku, buat
hidupku, dan buat hari kemudianku, maka jauhkan lah dariku, dan jauhkan lah aku
darinya, dan berilah kebaikan padaku, dimana saja aku berada kemudian jadikanlah aku
orang yang ridho dengan pemberian itu."
 Shalat Istikharah perlu diulang-ulang agar mendapat petunjuk kabar yang baik dan
memantapkan hati dan pikiran
 Sebaiknya sholat istikharah dilakukan pada malam hari seperti sholat taubat agar lebih
khusu
3. Khitbah
Seorang laki-laki muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia
meminang terlebih dahulu karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam
hal ini Islam melarang seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang
oleh orang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ َو َال َي ْخ ُط َب َّالر ُج ُل‬،‫ض‬ ْ َ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ ْ َ َ ُ َّ َ َّ َ َ
ٍ ‫نه َى الن ِب ُّْي صَلى هللا ع َّلي ِه ْو َسل َم ْ ا َن ي ِبيع َبعَض َكم ْ َعلى َبي ِ ْع ب َع‬
‫ َحتى َيت ُر َك الخ ِاط ُب ق ْبل ُه ا ْو َياذ َن ل ُه الخ ِاط ُب‬،‫على ِخط َب ِة ا ِخ ْي ِه‬.َ
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang sedang
ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita yang
telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya atau
mengizinkannya.” [1]

Disunnahkan melihat wajah wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apa-apa yang
dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ْ َ َ ْ
‫ َفل َي ْف َع ْل‬،‫ َفِإ ِن ْاس َت َط َاع َا ْن َي ْن ُظ َر ِم ْن َها ِإلى َما َي ْد ُع ْو ُه ِإلى ِن َك ِاح َها‬،‫ِإ َذا َخ َط َب َا َح ُد ُك ُم ال َم ْ َرا َة‬
“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat
apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” [2]

Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu pernah meminang seorang wanita, maka
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: َ
‫ َفِإ َّن ُه َا ْح َرى َا ْن ُي ْؤ َد َم َب ْي َن ُك َما‬،‫ُا ْن ُظ ْر ِإل ْي َها‬
“Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih)
antara kalian berdua.” [3]

Imam at-Tirmidzi rahimahullaah berkata, “Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan


hadits ini bahwa menurut mereka tidak mengapa melihat wanita yang dipinang selagi tidak
melihat apa yang diharamkan darinya.”

Tentang melihat wanita yang dipinang, telah terjadi ikhtilaf di kalangan para ulama,
ikhtilafnya berkaitan tentang bagian mana saja yang boleh dilihat. Ada yang berpendapat
boleh melihat selain muka dan kedua telapak tangan, yaitu melihat rambut, betis dan
lainnya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Melihat apa yang
mendorongnya untuk menikahinya.” Akan tetapi yang disepakati oleh para ulama adalah
melihat muka dan kedua tangannya. Wallaahu a’lam. [4]
 Ketika Laki-Laki Shalih Datang Untuk Meminang
Apabila seorang laki-laki yang shalih dianjurkan untuk mencari wanita
muslimah ideal -sebagaimana yang telah kami sebutkan- maka demikian pula dengan
wali kaum wanita. Wali wanita pun berkewajiban mencari laki-laki shalih yang akan
dinikahkan dengan anaknya. Dari Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu, ia
berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan
kerusakan yang besar.’” [5]

Boleh juga seorang wali menawarkan puteri atau saudara perempuannya kepada
orang-orang yang shalih. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,
“Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar ditinggal mati oleh suaminya yang bernama
Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Shahabat Nabi yang
meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi ‘Utsman bin
‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku pertimbangkan
dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku dan berkata, ‘Aku
telah memutuskan untuk tidak menikah saat ini.’’ ‘Umar melanjutkan, ‘Kemudian aku
menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku akan nikahkan
Hafshah binti ‘Umar denganmu.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar
apa pun. Saat itu aku lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Maka
berlalulah beberapa hari hingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
meminangnya. Maka, aku nikahkan puteriku dengan Rasulullah. Kemudian Abu Bakar
menemuiku dan berkata, ‘Apakah engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan
Hafshah, akan tetapi aku tidak berkomentar apa pun?’ ‘Umar men-jawab, ‘Ya.’ Abu
Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima
tawaranmu, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebutnya
(Hafshah). Aku tidak ingin menyebarkan rahasia Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Jika beliau meninggalkannya, niscaya aku akan menerima tawaranmu.’
BAB 2
PERNIKAHAN
1. Pengertian Nikah
Nikah secara bahasa artinya "mengumpulkan" /menghimpun. Sedangkan menurut
istilah nikah adalah suatu akad yang terdiri atas beberapa syarat dan rukun tertentu untuk
menghalalkan hubungan persetubuhan antara seorang laki-laki & seorang perempuan
dalam suatu ikatan yg diridhai oleh Allah. Anjuran melaksanakan nikah bagi yg telah
mampu secara lahir & batin terdapat pada sabda nabi yang artinya “.....maka nikahilah
perempuan (lain) yg kamu senangi : dua ,tiga,empat tetapi jika kamu khawatir tidak mampu
berlaku adil ,maka nikahilah seorang saja”. Pelaksanaan nikah dalam syariat Islam melalui
suatu upacara yg disebut akad nikah dengan persaksian didepan wali / pejabat pemerintah
yg diwakilkan menjadi wali. Adapun pengertian dari akad nikah adalah upacara antara wali
dengan mempelai laki -laki yang disebut ijab & qobul.

2. Hikmah Nikah
a) Terciptanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, dalam
ikatan suci yang halal dan di ridhai Allah swt. dengan bersatunya dua insan dalam
pernikahan maka kedua insan tersebut sudah menjadi pasanga yang halal, dan ingatlah
bahwa membina pernikahan/rumah tangga adalah beribadah, dengan berumah tangga
maka kedua insan tersebut bisa menghindari perbuatan dosa.

b) Mendapatkan keturunan yang sah dari hasil pernikahan. Dengan hubungan yang telah
halal maka tentunya pasangan suami istri menginginkan seorang penerus atau anak.
Dengan pernikahan maka anak yang kelak dimilikinya memiliki nasab yang jelas,
berbeda dengan anak yang lahir diluar pernikahan maka banyak kerugiannya dan
nasabnya tidak bisa mengikut ke bapaknya.

c) Terpeliharanya kehormatan suami istri dari perbuatan zina. Dengan menikah maka 2
orang yang berlainan jenis telah menjadi halal dan setiap yang dilakukan diantara
keduanya telah halal dan diridhoi oleh allah swt, sehingga keduanya akan terhindar dari
perbuatan dosa.

d) Terjalinnya kerjasama antara suami dan istri dalam mendidik anak dan menjaga
kehidupannya. Di dalam pernikahan tentulah pastinya dibutuhkan kerjasama diantara
suami istri ini akan menimbulkan chemistry diantara kedua nya dan akan lebih
mendekatkan keduanya.

e) Menjalin silaturahim antar keluarga besar pihak suami dan pihak istri. Menikah tidak
hanya menyatukan 2 insan tp juga menyatukan 2 keluarga besar dari masing-masing
pihak, sehingga tentunya bertambah pula lah sanak dan saudara kita. seperti yang kita
ketahui, dengan menjalin silaturahim maka banyak manfaat yang akan kita terima,
seperti menambah umur dan menambah rezeki.

3. Hukum Nikah
Hukum pernikahan tersebut dikategorikan berdasarkan keadaan dan kemampuan seseorang
untuk menikah. Sebagaimana dijabarkan dalam penjelasan berikut ini
1. Wajib
Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki kemampuan untuk
membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak dapat menahan dirinya dari hal-
hal yang dapat menjuruskannya pada perbuatan zina. Orang tersebut wajib hukumnya
untuk melaksanakan pernikahan karena dikhawatirkan jika tidak menikah ia bisa
melakukan perbuatan zina yang dilarang dalam islam (baca zina dalam islam). Hal ini
sesuai dengan kaidah yang menyebutkan bahwa : “Apabila suatu perbuatan bergantung
pada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun wajib”

2. Sunnah
Berdasarkan pendapat para ulama, pernikahan hukumnya sunnah jika seseorang
memiliki kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk membangun rumah tangga
akan tetapi ia dapat menahan dirinya dari sesuatu yang mampu menjerumuskannya dalam
perbuatan zina.dengan kata lain, seseorang hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak
dikhawatirkan melakukan perbuatan zina jika ia tidak menikah. Meskipun demikian,
agama islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki
kemampuan dan melakukan pernikahan sebagai salah satu bentuk ibadah.

3. Haram
Pernikahan dapat menjadi haram hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang tidak
memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai suatu kehidupan rumah
tangga dan jika menikah ia dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya. Selain itu,
pernikahan dengan maksud untuk menganiaya atau menyakiti seseorang juga haram
hukumnya dalam islam atau bertujuan untuk menghalangi seseorang agar tidak menikah
dengan orang lain namun ia kemudian menelantarkan atau tidak mengurus pasangannya
tersebut.
Beberapa jenis pernikahan juga diharamkan dalam islam misalnya pernikahan dengan
mahram (baca muhrim dalam islam dan pengertian mahram) atau wanita yang haram
dinikahi atau pernikahan sedarah atau pernikahan beda agama antara wanita muslim
dengan pria nonmuslim ataupun seorang pria muslim dengan wanita non-muslim selain
ahli kitab.

4. Makruh
Pernikahan maksruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki cukup
kemampuan atau tanggung jawab untuk berumahtangga serta ia dapat menahan dirinya
dari perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir dalam perbuatan
zina. Pernikahan hukumnya makruh karena meskipun ia memiliki keinginan untuk
menikah tetapi tidak memiliki keinginan atau tekad yang kuat untuk memenuhi
kewajiban suami terhadap istri maupun kewajiban istri terhadap suami.

5. Mubah
Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam perbuatan zina jika tidak
melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia menikah hanya untuk memenuhi
syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah tangga sesuai syariat islam
namun ia juga tidak dikhwatirkan akan menelantarkan istrinya.

4. Syarat Sah Nikah


A. Syarat bakal suami
 Islam
 Lelaki yang tertentu
 Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri
 Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
 Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri

B. Syarat bakal isteri


 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
 Bukan seorang khunsa
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Tidak dalam idah
 Bukan isteri orang

C. Syarat wali
 Islam, bukan kafir dan murtad
 Lelaki dan bukannya perempuan
 Baligh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya

* Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya
syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai
seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti
ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya.

D. Syarat-syarat saksi
 Sekurang-kurangya dua orang
 Islam
 Berakal
 Baligh
 Lelaki
 Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
 Dapat mendengar, melihat dan bercakap
 Adil (Tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
 Merdeka

E. Syarat ijab
 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mut’ah (nikah kontrak)
 Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
* Contoh bacaan Ijab : Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas
kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".

F. Syarat qabul
 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
 Tiada perkataan sindiran
 Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
 Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
 Menyebut nama bakal isteri
 Tidak diselangi dengan perkataan lain

* Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh bakal suami) : "Aku terima
nikah/perkahwinanku dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel
sebagai isteriku".

5. Rukun Nikah
1. Pengantin lelaki (Suami)
2. Pengantin perempuan (Isteri)
3. Wali
4. Dua orang saksi lelaki
5. Ijab dan kabul (akad nikah)

6. Walimatul 'Ursy
Walimatul ‘ursy atau yang lazim dikenal sebagai pesta pernikahan, adalah jamuan
makan yang diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan. Biasanya walimatul 'ursy
dilaksanakan setelah akad nikah. Kata walimah berasal dari kata al-Walamu yang dalam
bahasa Indonesia bermakna "pertemuan". Di dalam kamus ilmu fiqih disebutkan bahwa
walimah itu adalah makanan pernikahan atau semua makanan yang ditujukan untuk disantap
para undangan.

A. Pandangan Hukum Islam


Para ulama ahli hukum Islam fiqih bersepakat bahwa mengadakan pesta pernikahan
hukumnya adalah sunah muakkadah, yakni sebuah perbuatan yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW dan karena itu dianjurkan bagi sang suami yang merupakan seorang
laki-laki(rasyid) dan wali suami yang bukan rasyid. Pembiayaan pesta pernikahan harus
dibayarkan oleh sang suami. Meskipun demikian, pengadaan pesta pernikahan harus
menyesuaikan kemampuan sang suami, karena tujuan adanya pesta pernikahan adalah
untuk mengembirakan hati kedua pengantin.

B. Waktu Penyelenggaraan
Tidak ada batasan tertentu untuk melaksanakannya, namun lebih diutamakan
untuk menyelenggarakan walimatul 'ursy setelah ''dukhul'', yaitu setelah pengantin
melakukan hubungan seksual setelah akad nikah. Hal itu berdasarkan apa yang selalu
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang juga tidak pernah mengadakan walimatul
'ursy kecuali sesudah dukhul.
C. Hukum Menghadiri
Menghadiri undangan walimatul ‘ursy hukumnya adalah wajib atau fardhu ain,
yaitu sebuah perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mengakibatkan dosa. Ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa mendatangi sebuah walimatul ‘ursy, merupakan
sebuah fardhu kifayah, yaitu sebuah perbuatan yang apabila orang lain telah melakukan
maka orang yang lain tidak wajib melakukannya. Mereka beranggapan bahwa esensi dan
tujuan adanya sebuah pernikahan adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat
bahwa pasangan ini telah menikah dan membedakannya dari perbuatan zina. Syarat-
syarat yang menjadikan seorang muslim wajib menghadiri walimatul ‘ursy adalah :
 Orang yang mengundang adalah kerabat atau saudara.
 Ditentukan orangnya.
 Jika undangan walimatul ‘ursy bersifat umum (tidak menentukan orangnya), maka
tidak wajib untuk menghadiri undangan tersebut, dan hukum menghadirinya adalah
fardhu kifayah--apabila orang lain telah melakukan maka orang yang lain tidak wajib
melakukannya.
 Tidak ada halangan sah sesuai dengan ketentuan hukum islam. Misalnya saja, sakit
keras, hujan yang deras, banjir, dan lainnya.
 Di tempat walimatul 'ursy tidak terdapat perbuatan jahat (kemungkaran).

D. Kesalahan Walimatul 'Ursy


Menurut hukum Islam ada beberapa kesalahan yang seharusnya tidak boleh terjadi:
 Ikhtilah atau bercampur baurnya laki-laki dan perempuan yang tidak halal atau
bukan mahramnya. Karena ditakutkan dapat menimbulkan sebuah fitnah.
 Menggunakan pakaian yang menampilkan lekukan tubuh yang dapat menimbulkan
syahwat bagi yang melihatnya,hal tersebut tidaklah diperbolehkan baik pengantin
ataupun undangan.
 Pengantin dan tamu berdandan menor dan menggunakan parfum yang berlebihan
yang dapat membangkitkan nafsu.
 Berlebih-lebihan dari yang sebagaimana mestinya. Misal: Pesta pernikahan
diadaakan di sebuah gedung yang mewah,dengan makanan yang mewah dan
mengundang band terkenal. Padahal, ia bisa mengadakan pesta pernikahan di rumah,
dan makanan yang di buat oleh tetangga sekitarnya. Hal inilah yang dinamakan
berlebih-lebihan atau tabzir

7. Hal-hal yang dilarang dalam Pesta Pernikahan


1. Pacaran
Yaitu perkenalan dengan menjalin ikatan cinta yang berkepanjangan (bertahun-
tahun) tanpa adanya ikatan yang sah menurut agama Islam (aqad). Hal ini haram
hukumnya karena dapat menjerumuskan pelakunya pada perzinahan minimal zina hati
atau mata atau bahkan zina yang sebenarnya. Keterangan tentang kejinya zina ada dalam
Al-Quran surat Al-Isra ayat 32, “Janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

2. Pertunangan
Acara pertunangan yang biasa dikenal dengan tukar cincin, biasanya laki-laki
(calon mempelai laki-laki) memasukkan cincin ke jari jemari perempuan yang akan
dinikahinya. Padahal dalam Islam haram hukumnya dua orang yang bukan mahram
saling bersentuhan. Karena Rasulullah j tidak pernah menyentuh wanita yang bukan
mahramnya, seperti dalam sebuah riwayat dari Aisyah radliyallahu anha , dia berkata:
“Tiada pernah tangan Rasulullah j menyentuh tangan seorang perempuan kecuali
perempuan yang telah menjadi miliknya.” (HR.Bukhari, At-Tirmidzi dan Ahmad dari
Aisyah)
Bukan hanya itu saja yang diharamkan, tetapi acara tukar cincin itu sendiri adalah
merupakan tasyabbuh (penyerupaan/meniru orang kafir) dengan orang “barat”, dan
memakai cincin emas bagi pria juga haram hukumnya. Belum lagi kebanyakan para
orang tua beranggapan bahwa setelah bertunangan, kedua calon pengantin ini sudah
dianggap resmi menjadi pasangannya sehingga diperbolehkan pergi hanya berduaan saja,
yang mana hal ini adalah haram pula hukumnya.

3. Ikhtilath
Percampuran laki-laki dan wanita yang bukan mahram dalam satu tempat
memungkinkan untuk saling bertemu pandang atau bercakap-cakap secara langsung
(tanpa hijab). Ini adalah diharamkan dalam syariah.

4. Menyerupai orang-orang kafir


Penyerupaan dengan orang-orang kafir dalam hal ini adat seperti ini adalah
warisan dari agama nenek moyang bangsa ini yaitu agama Hindu atau Budha. Rasulullah
mengatakan pada kaumnya yang mengikuti acara-acara orang kafir, maka akan termasuk
golongan mereka, seperti dalam sabda beliau : “Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum maka ia termasuk golongan mereka” (HR.Imam Ahmad dalam musnadnya juz II
hal.50, dan Abu Dawud dengan sanad jayyid, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-
Jamiush Shaghir hadits no. 6025).
Masih dalam hal amalan tasyabbuh dengan orang-orang non muslim adalah
adalah bertabarruj (berhias diri) untuk dilihat oleh yang bukan mahramnya, mengerik
bulu di atas mata (alis), memakai pakaian yang tidak menutup aurat, berjabat tangan
dengan yang bukan mahramnya (tamu-tamu yang hadir).

5. Memakai sanggul
Baik pengantin wanita maupun para tamu yang hadir, biasanya mereka memakai
sanggul atau rambut palsu dalam rangka mempercantik diri. Perbuatan ini adalah dilarang
keras dalam agama Islam.
“Sesungguhnya yang menyebabkan Bani Israil binasa adalah karena mereka mengambil
ini (rambut palsu) untuk wanita mereka” (HR.Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan selain
mereka).
Bersabda Rasulullah : Ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku melihat
mereka, sekelompok manusia (kaum) yang memiliki cambuk seperti ekor lembu, yang
dengannya mereka memukul orang lain. Dan para wanita yang berpaling dari taat kepada
Allah dari apa yang harus mereka pelihara, serta mengerjakan tindakan-tindakan yang
tercela tersebut kepada wanita-wanita yang lainnya. Kepala mereka menyerupai punuk
(bungkul) seekor unta yang mendoyong, mereka tidak masuk surga dan tidak pula
mendapatkan baunya, dan sesungguhnya bau surga sudah tercium dari jarak yang
demikian…demikian.” (HR.Muslim)

6. Mahalnya Mas Kawin atau Mahar


Dengan pesta pernikahan yang banyak menghamburkan uang tersebut, maka
standart mas kawin akan menjadi mahal, padahal sebaik-baik mas kawin adalah yang
paling murah sebagaimana sabda Rasulullah : “Dari Uqbah bin Amir beliau berkata:
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Sebaik-baik mas kawin itu adalah
yang paling murah (bagi laki-laki).” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Al-Hakim dan
Ibnu Majah, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279).
7. Menghambur-hamburkan Harta atau Uang.
Biasanya hal ini terjadi pada acara puncak yaitu resepsi atau acara walimah.
Dalam kesempatan mereka berfoya-foya (berlebih-lebih) terutama dalam hal makanan
hiasan-hiasan tempat pelaminan, bahkan ada yang melangsungkan acara ini selama 7 hari
7 malam. Mereka beranggapan bahwa pernikahan hanya terjadi sekali seumur hidup jadi
harus diramaikan. Acara yang memakan biaya besar ini tidak jarang uangnya didapat dari
hutang. Ini merupakan perkara yang tidak mulia dan bisa jadi haram Allah dan Rasul-
Nya sangat tidak suka pada hal yang berlebih-lebihan.

8. Adanya Tari-tarian yang Diiringi oleh Musik.


Tarian yang diiringi oleh musik adalah hal yang dilarang dalam Islam. Apalagi
penarinya seorang wanita yang berpakaian membuka aurat dan ditonton oleh banyak
laki-laki. Memang benar sabda Rasulullah j yang mengatakan bahwa: ‘Sungguh akan ada
dari ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutra, khamr (minuman keras)
dan alat-alat musik.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Abu
Daud).

9. Kesyirikan.
Dalam menetapkan hari pernikahan yang baik, sering pula terjadi kesyirikan
dengan menghitung hari agar tidak jatuh pada hari sial. Ada pula yang memberi sesajen
untuk dewa atau ruh-ruh tertentu agar mendapat restu serta selamat jalannya acara
pernikahan tersebut dan lain-lain. Padahal kita tahu bahwa dosa terbesar yang tidak
diampuni (jika tidak segera bertaubat) adalah dosa syirik.
Dalam suasana yang sakral seperti ini (walimatul urus), biasanya para malaikat
Allah ikut hadir untuk meng-amin-kan doa-doa, dan waktu ini pula termasuk waktu
maqbulnya doa. Namun jika di dalam acara seperti ini banyak penyimpangan atau
pelanggaran syariah, bagaimana mungkin malaikat rahmat akan hadir di sana? dan
bagaimana doa bisa terkabul? Apa jadinya rumah tangga yang akan dijalani kelak oleh
pengantin tadi jika tidak adanya iringan doa-doa kebaikan dari orang-orang yang hadir
saat itu.
Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan oleh Islam. Semoga Allah
Taala memberikan kelapangan bagi orang-orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk
yang benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah Rasulullah.
Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam
firman-Nya: “Yaitu orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Furqan: 74)
BAB 3
PASCA NIKAH
1. Adab Malam Pertama
Islam merupakan agama yang telah sempurna yang mana ajarannya meliputi semua
aspek kehidupan termasuk dalam hal pernikahan. Kalau berbicara tentang pernikahan tidak
lepas dari malam pertama pernikahan. Malam pengatin tersebut hendaknya diisi dengan
kelembutan, kasih sayang, dan kesenangan. Jadikanlah malam tersebut menjadi malam
untuk menyatukan perasaan kedua pasangan agar menjadi keluarga yang samara.
1. Meluruskan Niat
Niat merupakan hal pokok yang sangat penting dalam Islam. Karena setiap amalan
yang dilakukan oleh manusia dinilai dari niatnya. Suami istri yang menikah hendaknya
diniatkan untuk menjaga kehormatannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw,
”Tiga orang yang memiliki hak atas Allah menolong mereka : seorang yang berjihad di
jalan Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian antara dirinya dengan tuannya)
yang menginginkan penunaian dan seorang menikah yang ingin menjaga
kehormatannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Abu
Hurairoh)

2. Berhias dan Mempercantik Diri untuk Pasangan


Pada malam pertama pernikahan hendaknya para istri mempercantik diri dengan
apa-apa yang diperbolehkan oleh Allah swt. Tidak diperkenankan berhias dengan cara
yang dilarang seperti, menyambung rambut, mencabuti atau mengerok alis, mentato
tubuh, dan mengikir gigi. Diperbolehkan memakai emas atau perhiasan lain sebagaimana
yang dikenakan oleh kaum wanita.
Begitu juga dengan suami hendaknya juga menghias dirinya agar terlihat lebih
rapi dan harum. Pergauli istri dengan baik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam.
Untuk suami dilarang menghias diri dengan menggunakan emas, atau mengenakan
pakaian sutera, karena laki-laki diharamkan untuk menggunakan benda tersebut.
3. Bersikap Lemah Lembut pada Pasangan Saat Menggaulinya
Sikap lemah-lembut akan membuat pasangan lebih nyaman sehingga tercipta
sebuah suasana romantis. Hal ini bisa dilihat dalam sebuah hadist yang ada di bawah ini.
Dalam sebuat riwayat yang derasal dari Ahmad didalam al Musnad dari Asma binti Yazid
bin as Sakan berkata, ”Aku pernah merias Aisyah untuk Rasulullah saw lalu aku
mendatangi beliau saw dan mengajaknya untuk melihat kecantikan Aisyah. Beliau saw
pun mendatanginya dengan membawa segelas susu lalu beliau meminumnya dan
memberikannya kepada Aisyah maka Aisyah pun menundukkan kepalanya karena malu.
Asma berkata, ”Maka aku menegurnya.” Dan aku katakan kepadanya, ”Ambillah
(minuman itu) dari tangan Nabi saw.” Asma berkata, ”Maka Aisyah pun mengambilnya
lalu meminumnya sedikit.”

4. Mendoakan Pasangannya
Ketika malam pertama hendaknya para suami meletakan tanganya di kening
istrinya kemudian membaca doa “Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma
Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih”.
Hal tersebut diatas seperti apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw, ”Apabila
seorang dari kalian menikah dengan seorang wanita atau membeli seorang pembantu
maka hendaklah memegang keningnya lalu menyebut nama Allah azza wa jalla dan
berdoa memohon keberkahan dengan mengatakan : Allahumma Innii Asaluka Min
Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma
Jabaltaha Alaih — Wahai Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya
dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu
daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya..”

5. Melakukan Shalat 2 Rakaat


Dalam sebuah riwayat Ibnu Syaibah dari Ibnu Masud, dia mengatakan kepada
Abi Huraiz, ”Perintahkan dia untuk shalat dua rakaat dibelakang (suaminya) dan berdoa,
”Allahumma Barik Lii fii Ahlii dan Barik Lahum fii. Allahummajma’ Bainanaa Ma
Jama’ta bi Khoirin wa Farriq Bainana idza Farroqta bi Khoirin — Wahai Allah
berkahilah aku didalam keluargaku dan berkahilah mereka didalam diriku. Wahai Allah
satukanlah kami dengan kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau menghendaki
(kami) berpisah dengan kebaikan pula.”

6. Berdoa Ketika Melakukan Jima’ atau Saat Menggauli Istrinya


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda,”Apabila seorang dari
kalian mendatangi istrinya maka hendaklah dia berdoa, ”Allahumma Jannibna asy
Syaithon wa Jannib asy Syaithon Ma Rozaqtana — Wahai Allah jauhilah kami dari setan
dan jauhilah setan dari apa-apa yang Engkau rezekikan kepada kami — sesungguhnya
Allah Maha Mampu memberikan buat mereka berdua seorang anak yang tidak bisa
dicelakai setan selamanya.”

7. Tidak Diperbolehkan Menyiarkan Rahasia Suami Istri


Menjaga rahasia pasangan merupakan sebuah hal yang wajib dilakukan. Karena
aib tersebut telah ditutupi oleh Allah swt, maka tidak pantas rasanya bila aib tersebut
diceritakan kepada orang lain. Selain itu, yang memiliki aib pasti akan merasa marah bila
kekuarangannya sebarkan.
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Asma binti Yazid yang saat itu duduk dekat
Rasulullah saw bersama dengan kaum laki-laki dan wanita lalu beliau saw bersabda,
”Bisa jadi seorang laki-laki menceritakan apa yang dilakukannya dengan istrinya dan
bisa jadi seorang istri menceritakan apa yang dilakukannya dengan suaminya.” Maka
mereka pun terdiam. Lalu aku bertanya, ”Demi Allah wahai Rasulullah sesungguhnya
kaum wanita melakukan hal itu begitu juga dengan kaum laki-laki mereka pun
melakukannya.” Beliau saw bersabda, ”Janganlah kalian melakukannya. Sesungguhnya
hal itu bagaikan setan laki-laki berhubungan dengan setan perempuan di jalan lalu (setan
laki-laki) menutupi (setan perempuan) sementara orang-orang menyaksikannya.”

8. Berwudhu Diantara 2 Jima’ , Mandi Lebih Utama


Bila seoarang laki-laki menggauli istrinya dan kemudian ia ingin mengulanginya
kembali maka hendaknya ia mengambil air wudhu, karena hal tersebut akan membuat
tenaganya kembali. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Said al
Khudriy berkata, ”Rasulullah saw bersabda,”Apabila seorang dari kalian menggauli
istrinya kemudia dia ingin mengulanginya lagi maka berwudhulah diantara kedua (jima)
itu.”
Ada juga riwayat lain yang menganjurkan untuk mandi, karena hal tersebut lebih suci,
lebih wangi dan lebih bersih.

9. Mandi Bersama dengan Pasangan


Suami istri diperbolehkan untuk mandi bersama-sama dalam satu wadah. Hal ini
juga pernah dilakukan oleh Rasulullah saw berasama dengan istri sesuai dengan hadist
yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Aisyah berkata, ”Aku mandi bersama
Rasulullah saw dari satu wadah antara diriku dengan dirinya. Tangan kami saling
bergantian berebutan sehingga aku mengatakan, ”tinggalkan (sedikit air) buatku,
tinggalkan buatku.” Dia berkata, ”Mereka berdua dalam keadaan junub.”

10. Bersenda Gurau dengan Istri


Ketika sudah menikah maka apa yang sebelumnya dilarang menjadi halal untuk
dilakukan, termasuk bersendau gurau dengan pasangan. Kamu bisa bercengkrama
dengan pasangan kamu di tempat tidur serta bermain-main denganya. Dalam senda
gurau ini kamu bisa bersikap mesra pada pasangan seperti mencium kening, memeluk
dan membelai rambut istri.

11. Dibolehkan ‘Azl


Apa itu ‘Azl? ‘azl adalah mengeluarkan air mani diluar kemaluan istrinya. Hal
ini juga pernah dilakukan oleh para sahabat pada zaman dahulu seperti yang
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Jabir bin Abdullah berkata, ”Kami
melakukan ‘azl sementara al Qur’an masih turun.” Didalam sebuah riwayat, ”Kami
melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan hal ini sampai kepada Nabi saw dan
beliau saw tidaklah melarangnya.”
Meskipun begitu dianjurkan untuk tidak melakukan azl, karena hal itu akan
mengurangi kenikmatan dalam berjima’ bagi dirinya dan istrinya. Selain itu azl juga
bisa menhilangkan tujuan dari pernikahan yakni memperbanyak keturunan.

12. Berkunjung ke Rumah Kerabat pada Pagi Harinya


Setelah melewati masa malam pertama pernikahan, disarankan untuk
mengunjungi saudara atau kerabat pada pagi harinya. Hal ini seperti yang dilakukan
oleh Rasulullah berdasarkan hadits dari Anas berkata, ”Rasulullah saw mengadakan
pesta saat menikah dengan Zainab. Kaum muslimin dikenyangkan dengan roti dan
daging. Kemudian beliau saw keluar menemui ibu-ibu kaum mukminin (istri-istrinya
saw) dan mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka dan mereka pun
menyambut salamnya dan mendoakannya, beliau lakukan itu pada pagi hari setelah
malam pengantinnya.

2. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam


Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan
kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab
Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
A. Hak Bersama Suami Istri
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-
Rum: 21)
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.
(An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

B. Adab Suami Kepada Istri


1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-aubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya.
(At-Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-
Furqan: 74)
4. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada
suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
5. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
6. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
7. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
8. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
9. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
10. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
11. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam
rumah sendiri. (Abu Dawud).
12. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
13. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
14. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
15. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
16. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
17. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

C. Kewajiban Suami Terhadap Istri


1. Membayar mahar,
2. Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal),
3. Menggaulinya dengan baik,
4. Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)

D. Adab Isteri Kepada Suami


1. Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki
adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
2. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
3. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
4. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
5. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu
sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami
meridhainya. (Muslim)
6. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni
dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang
tuanya. (Tirmidzi)
7. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
8. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)
9. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
10. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
11. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya
(saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
12. Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta
(3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
13. Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat
bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
14. Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

E. kewajiban istri terhadap suaminya


1. Menyerahkan dirinya,
2. Mentaati suami,
3. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
4. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
5. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

3. Hak dan Kewajiban Anak


Setiap anak berhak menerima haknya sebagai seorang anak dan anak juga harus
melaksanakan kewajibannya pada orang tua. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus
seimbang. Jika kita sudah melakukan kewajiban maka kita boleh menuntut hak jika belum
terpenuhi. Hak anak adalah kewajiban orang tua terhadap anak.
A. Hak-Hak Anak Dari Orang Tua
1. Diberi nama yang baik
2. Dididik dengan agama untuk mencintai TuhanNya
3. Dinikahkan (anak perempuan)
4. Dicintai sepenuhnya tanpa syarat apapun
5. Diterima sebagai individu yang unik, khas dan luar biasa anugrah allah
6. Diperlakukan dengan rasa hormat
7. Diberi kepercayaan
8. Didengarkan saat anak bercerita
9. Diberi semangat dan motivasi
10. Diberi pujian agar bisa percaya diri
11. Diberi kebebasan dalam menentukan pilihan dan tindakan tetap dengan pengawasan
orang tua
12. Diberi pengertian saat mengungkapkan alasan-alasan dan diajak bekerjasama dalam
menyelesaikan masalah
B. Kewajiban anak kepada orang tua
Orang tua adalah manusia yang paling berhak mendapatkan dan merasakan “budi
baik” seorang anak, dan lebih pantas diperlakukan secara baik oleh si anak, ketimbang
orang lain. Ada beragam cara yang bisa dilakukan seorang muslim, untuk perbuatan
baiknya kepada kedua orang tuanya secara optimal. Beberapa hal berikut, adalah
langkah-langkah dan tindakan praktis yang memang sudah”seharusnya” kita lakukan,
bila kita ingin disebut “telah berbuat baik” kepada orang tua:
1. Bersikaplah secara baik, pergauli mereka dengan cara yang baik pula, yakni dalam
berkata-kata, berbuat, memberi sesuatu, meminta sesuatu atau melarang orang tua
melakukan suatu hal tertentu.
2. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski hanya sekadar dengan
ucapan “uh”. Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan jangan angkuh.
3. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan memutus pembicaraan
mereka, jangan berhohong saat beraduargumentasi dengan mereka, jangan pula
mengejutkan mereka saat sedang tidur, selain itu,jangan sekali-kali meremehkan
mereka.
4. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya, utamakan keridhaan keduanya,
dibandingkan keridhaan kita diri sendiri.
5. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan kepentingan mereka dan
berusahalah “memaksa diri” untuk mencari keridhaan mereka.
6. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemah-lembut dan berupayalah
membuat mereka berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang buruk, serta
menyuguhkan hal-hal yang mereka sukai.
7. Berikanlah nafkah kepada mereka, bila memang dibutuhkan.
8. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian, termasuk untuk
melaksanakan haji, kalau bukan haji wajib, demikian juga untuk berjihad.
9. Mendoakan mereka.

C. Akhlak kepada orang tua


1. Berbakti kepadanya (birrul walidain)
2. Bersikaplah secara baik, pergauli mereka dengan cara yang baik pula, yakni dalam
berkata-kata, berbuat, memberi sesuatu, meminta sesuatu atau melarang orang tua
melakukan suatu hal tertentu.
3. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski hanya sekadar dengan
ucapan “uh”. Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan jangan angkuh.
4. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan memutus pembicaraan
mereka, jangan berhohong saat beraduargumentasi dengan mereka, jangan pula
mengejutkan mereka saat sedang tidur, selain itu,jangan sekali-kali meremehkan
mereka.
5. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya, utamakan keridhaan keduanya,
dibandingkan keridhaan kita diri sendiri.
6. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan kepentingan mereka dan
berusahalah “memaksa diri” untuk mencari keridhaan mereka.
7. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemah-lembut dan berupayalah
membuat mereka berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang buruk, serta
menyuguhkan hal-hal yang mereka sukai.
8. Berikanlah nafkah kepada mereka, bila memang dibutuhkan.
9. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian, termasuk untuk
melaksanakan haji, kalau bukan haji wajib, demikian juga untuk berjihad.
10. Mendoakan mereka.
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, sakinah, mawaddah, wa rahmah
merupakan sebuah pokok yang harus ada dalam menjalin kehidupan berkeluarga. Agar
kehidupan suami istri menjadi aman, tentram dan damai, kedua belah pihak (suami-istri)
diharuskan untuk saling pengertian, saling mencintai, saling menjaga, saling memberi
kepercayaan dan kasih sayang sepenuhnya.

Aspek-aspek itu merupakan hal-hal yang harus digaris bawahi dan dijadikan sebagai
pedoman agar hubungan bisa menjadi bahagia, langgeng, dan nyaman, Semoga kita menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah dan termasuk orang-orang yang memperoleh
istri dan suami yang sholeh sholehah sehingga kehidupan di dunia dan akhirat menjadi
nyaman, aman dan tentram. Amin.

B. Saran
Umat manusia harus senantiasa menerapkan kehidupan keluarga Samara ini,
sakinah, mawaddah, warahmah. Agar menciptakan keluarga idaman yang tentram dan
mengikuti sunnah rasul dan menaati aturan serta menunaikan ibadah kepada Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai