Anda di halaman 1dari 74

1.

Konsep Keluarga Sakinah Menurut Islam


Keluarga Sakinah Mawadda Warahmah
Manusia itu memiliki hubungan vertikal dan horizontal dalam hidupnya. Hubungan vertikal adalah
hubungan manusia dengan Allah SWT, sedangkan hubungan horizontal adalah hubungan sesama manusia
seperti dosen dengan mahasiswanya, penjual dan pembeli, dan laki-laki dengan perempuan. Bagi
seseorang yang sudah menemukan pasangan hidupnya tentu mendambakan terwujudnya keluarga
sakinah, mawaddah wa rahmah, yakni keluarga yang tenang, bahagia, harmonis, penuh cinta dan kasih
sayang. Tetapi kita juga harus menyadari sepenuhnya bahwa keluarga seperti itu tidak mungin akan
tercapai tanpa adanya kebersamaan peranan seluruh keluarga di dalam rumah tangga. Keluarga itu terdiri
dari dari ayah, ibu, dan anak. Masing-masing mempunyai peranan yang sangat besar.
Firman Allah Subhanahu wa Taala

Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS Ar-Rum / 30 : 21).
Di dalam Kitab Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Abdurrahman As-Sadi menjelaskan, Di antara tanda-
tanda kekuasaan yang menunjukkan rahmat dan perhatian Allah kepada hamba-hamba-Nya, hikmah-Nya
yang sangat agung dan ilmu-Nya yang luas, adalah dengan kekuasaan-Nya, Allah menciptakan manusia
dengan berpasang-pasangan yang serasi. Allah ciptakan itu sesuai dengan bentuknya masing-masing, agar
mereka pasangan tersebut merasa cenderung dan merasa tenteram antar keduanya. Lalu Allah jadikan di
antara mereka rasa kasih dan sayang sebagai buah dari pernikahan tersebut.
Dengan adanya istri, seorang suami dapat bersenang-senang dengannya dan dapat mendapatkan
manfaat dengan adanya anak-anak. Sehingga semakin menambah ketenangan bersamanya. Itu semua
sesungguhnya terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi kaum yang berpikir, yang menggunakan
pikirannya dan mengambil hikmah dari ayat-ayat Allah SWT.
Ibn Katsir di dalam Tafsir Al-Quranul Adzim menjelaskan, bahwa ayat ini menandakan tentang di
antara tanda kebesaran Allah yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya adalah
Allah menciptakan wanita yang menjadi pasangan pria, agar tumbuh ketenteraman karenanya.
Pengertian Sakinah dan Mawaddah Warahmah
Sakinah berasal ari kata sakana yang berarti cenderung.dan secara bahasa artinya tenang, merasa
dilindungi, penuh kasih sayang, dan memperoleh pembelaan. Namun, penggunaan nama sakinah itu
diambil dari al-Quran surat 30:21, litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Allah SWT telah menciptakan
perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Jadi keluarga sakinah itu
adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman,
perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.
Di dalam keluarga sakinah itu pasti akan muncul mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah
artinya mencintai. Karena itu, setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai
manusia. Mawaddah itu sinonimnya adalah mahabbah yang artinya cinta dan kasih sayang.
Wa artinya dan Rahmah (dari Allah SWT) yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas
kasih, rejeki. Jadi, Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi
dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rahmah lebih condong pada sifat qolbiyah atau
suasana batin yang terimplementasikan pada wujud kasih sayang, seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa
memiliki, membantu, menghargai, rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya iman. Sifat rahmah ini
akan muncul ketika niatan pertama saat melangsungkan pernikahan adalah karena mengikuti perintah
Allah dan sunnah Rasulullah serta bertujuan hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.

Memilih Calon Pendamping
Terikatnya cinta dua orang manusia dalam sebuah pernikahan adalah perkara yang diperhatikan
dalam syariat Islam, bahkan dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal
ini sebagai bahan candaan. Salah satunya dikarenakan meikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi
teman hidup seumur hidup. Oleh karena itu, berhati-hati, teliti, dan penuh pertimbangan lah saat memilih
pasangan hidup atau calon pendamping. Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya
mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut :
a. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain karena Allah SWT berfirman,


Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa. (QS. Al Hujurat: 13)
Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan
yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah SAW pun
menganjurkan memilih istri yang baik agamanya, seperti hadits berikut Wanita biasanya dinikahi karena
empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka
hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keIslamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu
akan merugi. (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda,

Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah
ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR. Tirmidzi)
Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih
pasangan.
b. Al-Kafaah
Arti dari Al-Kafaah secara bahasa adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab
(keturunan), dan lain-lain atau dalam kata lain adalah kesetaraan. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran
ini diantara Allah berfirman :


Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji
pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita
yang baik pula. (QS. An Nur: 26)
Menurut Islam, Kafaah atau kesamaan dan kesepadanan dalam pernikahan, dipandang sangat penting
karea dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untk mendirikan dan membina
rumah tangga yang Islami akan terwujud. Tetapi lkafaah emnurut Islam hanya diukur dengan kualitas
iman dan taqwa serta akhlak seseorang bukan status sosial.
c. Menyenangkan jika dipandang
Rasulullah SAW dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor
fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga
keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang
keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari
pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati. Allah Taala berfirman :


Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar
kamu merasa tenteram denganya. (QS. Ar Ruum: 21)
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallAllahu alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita
sholihah yang salah satunya,

Jika memandangnya, membuat suami senang. (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits
ini shahih)
Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar.
Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik.
Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah SAW bahwa ia akan melamar
seorang wanita Anshar. Beliau bersabda :

Sudahkah engkau melihatnya? Sahabat tersebut berkata, Belum. Beliau lalu bersabda, Pergilah
kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu. (HR. Muslim)
d. Subur (mampu menghasilkan keturunan)
Diantara hikmah dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan dan memperbanyak jumlah
kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya
menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itu, Rasulullah SAW
menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur.

Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.
(HR. An NasaI, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an nikah
(membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sadi berkata:
Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1
tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa) (Lihat
Manhajus Salikin, Bab Uyub fin Nikah hal. 202)
Kriteria Khusus untuk Memilih Istri
Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat
anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus
untuk memilih calon istri. Kriterianya sebagai berikut :
a. Bersedia taat kepada suami
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Taala,


Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. (QS. An Nisa: 34)
Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah
rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil
memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan.
Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar
dengan pahala yang sangat besar.
Rasulullah SAW bersabda,


Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan,
menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia
inginkan. (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani)
Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari
akan kewajiban ini.
b. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya
Berbusana muslimah yang benar dan syari adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah
yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah SWT berfirman :


Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin:
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (QS. Al Ahzab: 59)
Rasulullah SAW mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah
satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syari. Beliau bersabda :


Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka
bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak.
Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian. (HR. Muslim)
c. Gadis lebih diutamakan dari janda
Rasulullah SAW menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita
yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis.
Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang
haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal
ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallAllahu alaihi wa sallam
bersabda,

Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela
pada pemberian yang sedikit. (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani)
d. Memiliki keturunan yang baik
Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang
nasab (silsilah keturunan)-nya.
Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan
seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang
wanita yang shalihah.
Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan
status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan
keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak
yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada
ibunya. Berdasarkan hadits,


Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum. (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi SAW hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang
yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi
tuntutan hadits ini.
Tujuan Pernikahan
a. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan
akad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang salah, seperti cara-cara orang sekarang
ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah
menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
b. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran utama dari disyariatkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi
martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia
yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk
memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

Rasulullah SAW bersabda:

.
Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah,
karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi
dirinya.
c. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami istri
sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam
ayat berikut:



Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah,
mereka itulah orang-orang zhalim. [Al-Baqarah : 229].
Jadi, tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syariat Islam dalam
rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syariat Islam adalah wajib. Oleh
karena itu, setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus Al-Kafaah dan
shalihah.
Hak dan Kewajiban Suami-Istri
Sesudah terjadi pernikahan, suami dan istri mempunyai tanggung jawab dalam membina rumah
tangga. Apabila salah seorang suami-istri abaikan tanggung jawabnya, maka situasi rumah tangga itu dari
hari ke hari akan bertambah suram, tidak bercahaya lagi rumah tangga akan rusak, tidak harmonis lagi.
Masing-masing suami-istri mempunyai hak atas yang lainnya. Hal ini berarti, bila istri mempunyai
hak dari suaminya, maka suami mempunyai kewajiban atas istrinya. Demikian juga sebaliknya suami
mempunyai hak istrinya, dan istrinya mempunyai kewajiban atas suaminya. Hak tidak dapat dipenuhi
apabila tidak ada yang menunaikan kewajiban Dalam al-Qur' an Allah berfirman:
"Dan para wanita mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya cara yang makruf. Akan tetapi
para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. " (Al-Baqarah.228)
Suami sebagai kepala keluarga mempunyai kelebihan dari istrinya sebagai pemimpin rumah tangga
dan masing-masing membangun tugas yang berbeda-beda membangun rumah tangganya itu, di samping
ada yang sama pula.
Hak Bersama Suami Istri
a. Saling memegang amanah diantara kedua suami-istri dan tidak boleh saling menghianati.
Sebenarnya sebelum akad nikahpun masalah amanah ini sudah mulai ditanamkan. apalagi
sesudah resmi membangun rumah tangga. Sekiranya salah seorang suami istri tidak amanah,
maka akan terjadi kegoncangan dalam suatu rumah tangga dan biasanya akan bermuara kepada
perceraian.
b. Saling mengikat (menjalin) kasih sayang sumpah setia sehidup semati. Tanpa kasih sayang,
rumah tangga tidak ceria. Tidak ada artinya rumah tangga yang tidak dilandasi oleh kasih sayang.
Sebelum menikah seolah-olah dunia ini hanya kepunyaan berdua saja. Ikrar ucapan sehidup
semati meluncur lancar dari mulut masing-masing. Namun, setelah menikah lama-kelamaan
kelihatan sifat yang asli masing-masing. Tidak jarang, dalam beberapa tahun saja sudah mencari
jalan masing-masing yang berakhir dengan perceraian. Contohnya, dapat dilihat dalam
masyarakat, terutama pada anggota masyarakat yang menganggap dirinya anak zaman modern.
Berganti pasangan dianggap soal biasa. Hendaknya masing-masing suami-istri memahami
firman Allah SWT :
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya, ialah Dia; menciptakan untuk istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum: 21)
c. Bergaul dengan baik antara suami-istri. Pergaulan yang baik akan terwujud dalam waktu rumah
tangga, sekiranya masing-masing suami-istri dapat memahami sifat masing-masing pasangannya,
kesenangannya dan kegemarannya. Dengan demikian masing-masing dapat menyesuaikan diri
dengan sendirinya keharmonisan hidup berumah tangga tetap dapat dipelihara. Tutur kata yang
lemah lembut, senyum mengulum dan muka manis pasti akan menyentuh perasaan pasangan
hidupnya.
Kemudian ada lagi adab yang bersifat khusus bagi suami-istri. Yang terpenting diantaranya:
Hak Istri Atas Suami
a. Bergaul dengan istri dengan baik (patut)
Dalam hidup berumah tangga hal yang harus diperhatikan seorang suami. Istri
memerlukan hidup untuk makan, pakaian dan tempat tinggal, di samping keperluan- keperluan
lainnya. Namun, hendaknya, bahwa tuntutan hak atas disesuaikan dengan kemampuan suami.
Mengenai hal ini diperintahkan oleh Allah. sebagaimana frrman-N ya
"Dan bergaullah dengan mereka (istri) dengan secara patut... " (an-Nisa': 19)
b. Mendidik istri taat beragama
Mendidik istri beragama adalah tanggung jawab suami. Bila tidak mampu mendidiknya sendiri
disebabkan tidak punya ilmu atau tidak punya kesempatan, maka sarankan istri menghadiri majlis
taklim, atau mendatangkan guru ke rumah.Allah memerintahkan agar istri (keluarga) benar-benar
dilindungi dan diayomi, jangan sampai jatuh ke jurang kesesatan dan menjadi penghuni neraka,
sebagaimana firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman jagalah (peliharalah) dirimu keluargamu dari api neraka...
(At Tahriim: 6)
c. Mendidik istri sopan santun
Seorang suami hendaknya diperhatikan perilaku istrinya, supaya berlaku sopan santun terutama
pergaulan sehari-hari, baik dalam rumah tangga dan anggota masyarakat Sebagai pendidik suami
harus memperlihatkan sikapnya yang balk dicontoh oleh istrinya. Sebab, bagaimana mungkin
seorang suami dapat mendidik istrinya sedangkan dia sendiri berlaku sopan santun dalam
pergaulan sehari-hari. Sedangkan suami tahu betul kedudukannya dalam rumah tangga sebagai
pemimpin keluarga(istri), sebagaimana firman Allah
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin kaum wanita... " (an- Nisa' : 34)
d. Suami dilarang membuka rahasia istrinya
Seorang suami berkewajiban menjaga nama baik istrinya. Tidak boleh menceritakan kepada
orang lain aib dan kekurangan istrinya. Harus disadari, bahwa membeberkan aib keluarga (istri),
sama saja dengan membeberkan aib diri sendiri dalam suatu keluarga.
Hak Suami Atas Istri
Hak suami atas istrinya yang terpenting diantaranya:
a. Mematuhi Suami
Seorang istri harus mematuhi suami selama suaminya tidak mengajak berbuat maksiat, seperti
berjudi, menjadi germo, mencuri, menjual obat-obat terlarang dan lain-lainnya yang dilarang oleh
agama. Malahan si istri harus berusaha mencegah suaminya supaya tidak melakukan perbuatan
maksiat itu Sekurang-kurangnya tidak mengikuti perintah suaminya itu.
b. Menjaga nama baik suami
Nama baik suami harus dijaga oleh istri,jangan sampai membeberkan aib atau kekurangan
suaminya kepada orang lain, sebagaimana hak istri atas suaminya sebagaimana telah dijelaskan di
atas. Seorang istri hares menjaga harta suaminya, mengurus dan mendidik anaknya dan semua
yang berhubungan dengan rumah tangga. Sebagaimana suami, istri pun harus bertanggung jawab
atas pimpinannya, tidak hanya kepada suaminya saja, tetapi juga kepada Allah.
c. Dalam segala kegiatan mendapat izin suami
Seorang istri, harus mendapat izin dari suaminya baik rnengadakan kegiatan, terutama kegiatan di
luar rumah tangga, seperti bepergian, termasuk menghadiri majlis taklim. Bila kegiatan itu sesuai
dengan tuntunan agama, barang kali tidak ada suami yang berkeberatan.
d. Menjaga diri
Bila suami bepergian, baik jauh maupun dekat, maka istri harus dapat menjaga diri, supaya tidak
timbul fitnah, seperti menerima tamu yang bukan muhrimnya, terutama bila tamu itu bermalam.
Si istri tentu dapat melihat situasi rumah tangganya itu, apakah dia sendirian atau ada keluarga
lainnya, diperkirakan tidak menimbulkan fitnah Kekhawatiran itu biasanya timbul bila suaminya
pergi merantau jauh memakan waktu lama, ditambah lagi bagi istri yang tidak kuat agamanya.
Pada saat ini kita lihat, berapa banyak bangsa kita yang menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia)
yang pergi ke luar negeri untuk mencari nafkah. Ada kalanya suami yang pergi dan adakalanya
istri dalam keadaan seperti ini baik yang pergi maupun yang ditinggal harus dapat menjaga diri,
karena banyak godaan.
2. Pernikahan Beda Agama
Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam. Setiap manusia yang telah dewasa, dan
sehat jasmani rohani pasti membutuhkan teman hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan
biologisnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang diajak
bekerja sama demi mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Menurut bahasa, nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah, nikah adalah melakukan suatu
akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta
menghalalkan hubungan tubuh antara keduanya atas dasar sukarela dan persetujuan bersama demi
mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT.
Hukum Pernikahan Dalam Islam
Menurut sebagian besar Ulama, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan
dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak
mendapatkan dosa. Namun Nabi Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa
pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau.
Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram,
tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu
menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW
Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah
dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin
(kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya. (HR. Bukhari Muslim)
Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan
ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk
segera menikah
Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi
keluarganya kelak
Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani,
rohani maupun menyakiti secara materiil.
Pembagian Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Di dalam kehidupan kita saat ini pernikahan antara dua orang yang seagama merupakan hal yang
biasa dan memang itu yang dianjurkan dalam agama kita. Tetapi dengan mengatasnamakan cinta, saat ini
lazim (namun belum tentu diperbolehkan agama) dilakukan pernikahan beda agama atau nikah campur.
Hal ini sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agama kita, agama Islam.
a. Pernikahan Antara Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim
Di dalam Islam, pernikahan antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu, menurut
pendapat sebagian Ulama diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam Al-Quran
Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya : (Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan dan dari kalangan orang-orang yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab sebelum kamu.
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut, yaitu :
Jelas Nasabnya
Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyangnya adalah Ahli Kitab, jadi
seperti kesimpulan para Ulama di atas, sebagian besar kaum Nasrani di Indonesia bukan merupakan
golongan Ahli Kitab, seperti halnya juga kaum Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia.
Benar-benar Berpegang Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil
Apabila memang apabila mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil (yang benar-
benar asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil
yang asli telah disebutkan bahwa akan datang seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu
Nabiullah Muhammad SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW,
pasti mereka akan masuk Islam
Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah
Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Sahabat Thalhah, Sahabat
Hudzaifah, Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa Sahabat lainnya, semua memperbolehkan pria
muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sahabat Umar bin Khattab pernah berkata Pria Muslim
diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab menikah
dengan wanita muslimah.
Demikian pula Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tanggal 9-
22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M tentang haramnya pernikahan pria muslim dengan wanita
Ahli Kitab berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Meskipun fatwa itu diusung dengan merujuk pada
beberapa dalil naqli, tetap saja menghapus kebolehan pria muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab
sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut diatas. Namun ada pula Ulama yang
secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab. Para Ulama ini
mendasarkan pendapatnya pada firman Allah Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti : Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak mukmin itu lebih baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan ijin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran. Sedangkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan
para Ulama tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah
b. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut kalangan Ulama tetap
diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria musyrik. Hal ini
dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang
akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang
mungkin bertentangang dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang
dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan.
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non-
muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa Allah SWT hanya
memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya.
Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka Allah SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-
Quran. Berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit Allah SWT melarang pernikahan tersebut.
Dalam Kitab tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari, menuturkan Hadits Riwayat Jabir bin
Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda Kami (kaum muslim) menikahi wanita Ahli
Kitab, tetapi mereka (pria Ahli Kitab) tidak boleh menikahi wanita kami
Sebenarnya pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam,
tetapi karena saat ini sangat sulit sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar Ahli Kitab, maka
saya dapat simpulkan bahwa pernikahan beda agama yang ada saat ini tidak dapat dikatakan sah karena
hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau
Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci tersebut yang ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli.
Sedangkan bagi wanita muslimah yang menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun pria
Ahli Kitab tetap dihukumi haram.
Perlu pula ditegaskan bahwa masalah pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab hanyalah
suatu perbuatan yang dihukumi boleh dilakukan, namun bukan anjuran, apalagi perintah. Karenanya
pernikahan yang paling ideal dan yang bisa membawa kita selamat di dunia maupun akhirat serta
membawa keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah adalah pernikahan
dengan orang seagama yaitu Islam.




3. Konsep Gender dalam Islam
Allah SWT menciptakan manusia dengan jenis yang berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam
perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kudratnya masing-
masing.Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar (QS. Al-Qamar: 49).
Para pemikir Islam mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah
SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai
individu dan jenis kelamin memiliki kudratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan
bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah
SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah
menganugerahkannya kepada laki-laki. Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam
pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 1 :
Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs)
yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah mengembangbiakkan laki-
laki dan perempuan yang banyak..............
Menurut mayoritas ulama tafsir nafs adalah Adam dan pasangannya yaitu Siti Hawa. Pandangan
ini kemudian telah melahirkan pandangan negatif kepada perempuan dengan menyatakan bahwa
perempuan adalah bagian laki-laki. Tanpa laki-laki perempuan tidak ada, dan bahkan tidak sedikit di
antara mereka berpendapat bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kalaupun
pandangan di atas diterima yang mana asal kejadian Hawa dari rusuk Adam, maka harus diakui bahwa ini
hanya terbatas pada Hawa saja, karena anak cucu mereka baik laki-laki maupun perempuan berasal dari
perpaduan sperma dan ovum. Allah menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran: 195
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku
tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,
(karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang
diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah
akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang
baik."
Maksud dari sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain adalah sebagaimana laki-laki
berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan
perempuan. Kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang
penilaian iman dan amalnya.
Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak dapat disangkal karena memiliki kudrat
masing-masing. Perbedaan tersebut paling tidak dari segi biologis. Al-Quran mengingatkan:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih
banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada kebahagiaan dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat di atas mengisyaratkan perbedaan, dan bahwa masing-masing memiliki keistimewaan.
Walaupun demikian, ayat ini tidak menjelaskan apa keistimewaan dan perbedaan itu. Namun dapat
dipastikan bahwa perbedaan yang ada tentu mengakibatkan fungsi utama yang harus mereka emban
masing-masing. Di sisi lain dapat pula dipastikan tiada perbedaan dalam tingkat kecerdasan dan
kemampuan berfikir antara kedua jenis kelamin itu. Al-Quran memuji ulul albab yaitu yang berzikir dan
memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. Zikir dan fikir dapat mengantar manusia mengetahui
rahasia-rahasia alam raya. Ulul albab tidak terbatas pada kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum
perempuan, karena setelah Al-Quran menguraikan sifat-sifat ulul albab ditegaskannya bahwa Maka
Tuhan mereka mengabulkan permintaan mereka dengan berfirman; Sesungguhnya Aku tidak akan
menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan. (QS. Ali
Imran: 195). Ini berarti bahwa kaum perempuan sejajar dengan laki-laki dalam potensi intelektualnya,
mereka juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari zikir
kepada Allah serta apa yang mereka pikirkan dari alam raya ini.
Jenis laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Memang ada ayat yang menegaskan bahwa
Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri) (QS. An-Nisa: 34), namun
kepemimpinan ini tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi Al-
Quran memerintahkan untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan dan pada sisi lain Al-Quran
memerintahkan pula agar suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan
mereka bersama.
Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat tingkat yang
lebih tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat yang mengisyaratkan tentang derajat tersebut yaitu firman-
Nya, Para istri mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf, akan tetapi
para suami mempunyai satu derajat/tingkat atas mereka (para istri) (QS. Al-Baqarah: 228). Kata derajat
dalam ayat di atas menurut Imam Thabary adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk
meringankan sebagian kewajiban istri. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa laki-laki
bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena itu, laki-laki yang memiliki
kemampuan material dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan. Namun bila perkawinan telah terjalin
dan penghasilan manusia tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka atas dasar anjuran tolong menolong
yang dikemukakan di atas, istri hendaknya dapat membantu suaminya untuk menambah penghasilan.
Jika demikian halnya, maka pada hakikatnya hubungan suami dan istri, laki-laki dan perempuan
adalah hubungan kemitraan. Dari sini dapat dimengerti mengapa ayat-ayat Al-Quran menggambarkan
hubungan laki-laki dan perempuan, suami dan istri sebagai hubungan yang saling menyempurnakan yang
tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kemitraan. Hal ini diungkapkan Al-Quran dengan istilah
badhukum mim badhi sebagian kamu (laki-laki) adalah sebagian dari yang lain (perempuan). Istilah
ini atau semacamnya dikemukakan kitab suci Al-Quran baik dalam konteks uraiannya tentang asal
kejadian laki-laki dan perempuan (QS. Ali Imran: 195), maupun dalam konteks hubungan suami istri (QS.
An-Nisa: 21) serta kegiatan-kegiatan sosial (QS. At-Taubah: 71).Kemitraan dalam hubungan suami istri
dinyatakan dalam hubungan timbal balik: Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu (para suami) dan
kamu adalah pakaian untuk mereka (QS. Al-Baqarah: 187), sedang dalam keadaan sosial digariskan:
Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang
lain, mereka menyuruh (mengerjakan yang maruf) dan mencegah yang munkar (QS. At-Taubah: 71).
Pengertian menyuruh mengerjakan yang maruf mencakup segi perbaikan dalam kehidupan, termasuk
memberi nasehat/saran kepada penguasa, sehingga dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan
hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar mampu menjalankan fungsi tersebut atas
dasar pengetahuan yang mantap. Mengingkari pesan ayat ini, bukan saja mengabaikan setengah potensi
masyarakat, tetapi juga mengabaikan petunjuk kitab suci.
Dalam Al-Quran ada beberapa isu kontroversi yang berkaitan dengan konsep relasi gender, antara
lain asal-usul penciptaan perempuan, konsep kewarisan, persaksian, poligami, hak-hak reproduksi, talak
perempuan serta peran perempuan dalam publik. Secara sepintas, teks-teks tersebut mengesankan adanya
bentuk ketidakadilan bagi kaum perempuan. Akan tetapi, jika disimak lebih mendalam dengan
menggunakan metode penafsiran yang tepat dan dengan memperhatikan asbab an-nuzul, maka dapat
dipahami bahwa ayat-ayat tersebut merupakan suatu proses dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan
secara konstruktif di dalam masyarakat. Masih dalam penafsiran surat an-Nisa,4:34, bila dikaji lebih jauh
lagi, idealnya dalam suatu komunitas, supaya terjadi keseimbangan dan stabilisasi pastilah ada seorang
pemimpin yang bertanggung jawab untuk kelangsungan komunitas tersebut.
Dalam konteks ayat, komunitas tersebut adalah sebuah keluarga, yang mana laki-laki di tempatkan
sebagai pemimpinnya. Seorang pemimpin tidak menunjuk kepada superioritas, melainkan memberi
perlindungan untuk menciptakan kemaslahatan. Kata fadhala dalam ayat tersebut berarti kelebihan.
Kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki bukan pula menunjuk kepada superioritas laki-laki, mengingat kata
badlukum ala badin, sebagian laki-laki mempunyai kelebihan di banding dengan sebagian
perempuan. Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian perempuan memiliki kelebihan di banding
sebagian laki-laki. Sebenarnya tanggung jawab utama seorang perempuan adalah melahirkan anak. Ini
menjadi sangat penting karena eksistensi manusia bergantung kepadanaya. Maka tanggung jawab laki-
laki dalam keluarga maupun dam masyarakat. Disinilah laki-laki sebagai qawam menyediakan segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang perempuan dalam menunaikan kewajibannya secara nyaman
terutama perlindungan fisik dan nafkah materi.
Konsep Islam menyumbangkan suatu sistem social yang adil terhadap kaum perempuan. Islam
memandang perempuan adalah sama dengan laki-laki dari segi kemanusiannya. Islam memberi hak-hak
kepada perempuan sebagaimana yang diberikan kepada kaum laki-laki dan membebankan kewajiban
yang sama kepada keduanya. Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan.
laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan
lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikian antara satu dengan
yang lain masing-masing mempunyai peran. Islam, sebagaimana termuat dalam Al-quran
memperlakukan baik individu perempuan dan laki-laki adalah sama, karena hal ini berhubungan antara
Allah dan individu perempuan dan laki-laki tersebut. Dalam perspektif Islam, tinggi rendahnya kualitas
seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah
SWT.
Al-Quran dengan sangat jelas menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan kecuali ketaqwannya. Surat al-Hujurat (49):13 yang artinya Hai manusia, kami telah
menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah
yang paling taqwa.
4. Konsep Mawaris dalam Islam
Harta Waris
Harta waris, merupakan harta yang diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang
terdekatnya seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam telah begitu
jelas diatur dalam al qur an, yaitu pada surat An Nisa ayat 11-14. Allah SWT dengan segala rahmat-Nya,
telah memberikan pedoman dalam mengarahkan manusia dalam hal pembagian harta warisan. Pembagian
harta ini pun bertujuan agar di antara manusia yang ditinggalkan tidak terjadi perselisihan dalam
membagikan harta waris.
Harta waris dibagikan jika memang orang yang meninggal meninggalkan harta yang berguna bagi
orang lain. Namun, sebelum harta waris itu diberikan kepada ahli waris, ada tiga hal yang terlebih dahulu
mesti dikeluarkan, yaitu peninggalan dari mayit :
1. Segala biaya yang berkaitan dengan proses pemakaman jenasah
2. Wasiat dari orang yang meninggal
3. Hutang piutang sang mayit.
Ketika tiga hal di atas telah terpenuhi barulah pembagian harta waris diberikan kepada keluarga dan
juga para kerabat yang berhak.

Sebab Mewaris
Sebab-sebab mendapat warisan ada 3 (tiga), yaitu -
1. Nikah ( )
Artinya karena ada ikatan pernikahan, apabila seorang laki-laki telah menikah dengan seorang
perempuan maka laki-laki berhak menerima warisan dari perempuan atau sebaliknya.
2. Al-Wala ( ) memerdekakan sifat keabidan
Apabila seseorang telah memerdekakan seorang abid, maka orang tersebut berhak mendapat
warisan dari orang yang telah diperdekakan (dibebaskan).
3. An-Nasab ( ) keturunan
Adanya ikatan darah seperti anak, cucu, ayah, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, saudara dan
sebagainya. Namun tidak semua cucu berhak mendapatkan warisan.
Sebab-sebab yang menghalangi warisan :
1. Ar-Riqqu ( ) Sifat keabidan
Artinya seorang abid tidak akan mendapat warisan dari siapapun walaupun dari orang tuanya
sendiri.
2. Al-qotlu ( ) Membunuh
Seperti anak membunuh bapaknya, maka si anak tidak akan mendapat warisan dari bapaknya.
3. Ikhtilafuddin ( ) Berbeda agama
Apabila seorang anak beragama kristen sedangkan bapaknya beragama Islam maka si anak tidak
akan mendapat warisan dari bapaknya, begitu juga sebaliknya si bapak tidak akan mendapatkan
warisan dari anaknya. Yang di maksud beda agama di sini adalah antara Islam dan non Islam,
adapun antara non Islam dengan non Islam seperti kristen dengan hindu maka mereka akan tetap
saling mendapat warisan.
Ahli waris dan haknya
Ahli waris yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris
dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
Macam-macam ahli waris dapat diklasifikasikan dengan rumusan beragam sesuai dengan sudut
pandangnya; ada yang mengelompokkan dari sudut sebab-sebabnya, bagian-bagian yang diterimanya,
jauh dekatnya hubungan kekerabatan, dan dari sudut pandang jenis kelamin ahli waris itu sendiri. Adapun
macam-macam ahli waris ditinjau dari sebab-sebabnya, dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Ahli waris nasabiah, yaitu ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan
darah; artinya orang yang berhak memperoleh harta waris karena ada hubungan nasab dengan
orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris sababiyah, yaitu hubungan kewarisan yang timbul karena suatu sebab tertentu, yaitu :
hubungan perkawinan yang sah (al-musharah) dan masih berjalan (tidak bercerai) pada
saat suami atau isteri meninggal dunia (QS. 4:12).
memerdekakan hamba sahaya (al-wal) atau karena adanya perjanjian tolong menolong.
Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima mereka, ahli waris dapat dibedakan menjadi 3
bagian, yaitu :
1. Ahli waris ashb al-furdh, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang besar kecilnya telah
ditentukan dalam al-Quran, seperti 1/2, , 1/8, 1/3, 1/6 dan 2/3.
2. Ahli waris ashabah, yaitu ahli waris yang bagian yang diterimanya adalah sisa setelah harta
waris dibagikan kepada ahli waris ashb al-furdh.
3. Ahli waris zawi al-arhm, yaitu ahli waris yang sesungguhnya memiliki hubungan darah, akan
tetapi menurut ketentuan al-Quran tidak berhak menerima warisan.
Apabila ahli waris dilihat dari jauh dekatnya hubungan kekerabatan, sehingga yang dekat lebih
berhak menerima warisan daripada yang jauh, dapat dibedakan menjadi :
1. Ahli waris hjib, yaitu hali waris yang dekat yang dapat menghalangi ahli waris yang jauh, atau
karena garis keturunannya yang menyebabkannya dapat menghalangi ahli waris yang lain.
2. Ahli waris mahjb, yaitu ahli waris yang jauh yang terhalang oleh ahli waris yang dekat
hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan, jika yang menghalanginya
tidak ada.
Apabila ahli waris dilihat dari jenis kelamin yang berhak menerima warisan, baik ahli waris nasabiyah
maupun sababiyah seluruhnya ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang ahli waris laki-laki dan 10 orang
ahli waris perempuan.
1. Ahli waris menurut jenis kelamin laki-laki ( ), yaitu:
Anak laki-laki ( )
Cucu laki-laki dari anak laki-laki ( ) dan seterusnya ke bawah
Bapak ( )
Kakek dari bapak ( ) dan seterusnya ke atas
Saudara laki-laki sekandung ( )
Saudara laki-laki sebapak ( )
Saudara laki-laki seibu ( )
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung ( )
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak ( )
Paman sekandung ( )
Paman sebapak ( )
Anak laki-laki paman sekandung ( )
Anak lakai-laki paman sebapak ( )
Suami ( )
Orang laki yang memerdekakan mayit ( ).
Bila ahli waris laki-laki tersebut berkumpul (ada semua), maka yang berhak menerima warisan
hanyalah anak laki-laki, bapak, dan suami.
1. Ahli waris menurut jenis kelamin perempuan ( ), yaitu:
Anak perempuan ( )
Cucu perempuan dari anak laki-laki ( ) dan seterunya ke bawah
Ibu ( )
Ibu dari bapak ( )
Ibu dari ibu ( )
Saudara perempuan sekandung ( )
Saudara perempuan sebapak ( )
Saudara perempuan seibu ( ).
Istri ( )
Orang perempuan yang memerdekakan mayit ( [.) 12 ]
Bila berkumpul seluruh ahli waris kelompok perempuan tersebut, maka yang berhak menerima
warisan hanyalah anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, dan saudara perempuan
kandung atau sebapak, dan istri. Namun demikian, bila berkumpul seluruh ahli waris laki-laki dan
perempuan (25 orang ahli waris ada semua), maka yanag berhak menerima warisan hanyalah anak laki-
laki, anak perempuan, bapak, ibu, suami atau istri.[22] Sehingga jelas, tidak setiap ahli waris secara
otomatis dan berhak mendapat warisan, artinya mereka sangat tergantung pada kedudukan dan
kedekatannya dengan si mayyit sebagai al-muwarris ( ).
Adapun besar kecilnya bagian yang diterima bagi masing-masing ahli waris dapat dijabarkan sebagai
berikut: Pembagian harta waris dalam Islam telah ditetukan dalam al qur an surat an nisa secara gamblang
dan dapat kita simpulkan bahwa ada 6 tipe persentase pembagian harta waris, ada pihak yang
mendapatkan setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/6).
Pembagian harta waris bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris separoh (1/2) :
1. Seorang suami yang ditinggalkan oleh istri dengan syarat ia tidak memiliki keturunan anak
laki-laki maupun perempuan, walaupun keturunan tersebut tidak berasal dari suaminya kini
(anak tiri).
2. Seorang anak kandung perempuan dengan 2 syarat: pewaris tidak memiliki anak laki-laki,
dan anak tersebut merupakan anak tunggal.
3. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan 3 syarat: apabila cucu tersebut tidak
memiliki anak laki-laki, dia merupakan cucu tunggal, dan Apabila pewaris tidak lagi
mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
4. Saudara kandung perempuan dengan syarat: ia hanya seorang diri (tidak memiliki saudara
lain) baik perempuan maupun laki-laki, dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek ataupun
keturunan baik laki-laki maupun perempuan.
5. Saudara perempuan se-ayah dengan syarat: Apabila ia tidak mempunyai saudara (hanya
seorang diri), pewaris tidak memiliki saudara kandung baik perempuan maupun laki-laki dan
pewaris tidak memiliki ayah atau kakek dan katurunan.
Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris seperempat
(1/4) :
1. Seorang suami yang ditinggal oleh istrinya dan begitu pula sebaliknya.
2. Seorang suami yang ditinggalkan dengan syarat, istri memilki anak atau cucu dari keturunan
laki-lakinya, tidak peduli apakah cucu tersebut dari darah dagingnya atau bukan.
3. Seorang istri yang ditinggalkan dengan syarat, suami tidak memiliki anak atau cucu, tidak
peduli apakah anak tersebut merupakan anak kandung dari istri tersebut atau bukan.
Pembagian harta waris bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris seperdelapan (1/8), yaitu
istri yang ditinggalkan oleh suaminya yang memiliki anak atau cucu, baik anak tersebut berasal dari
rahimnya atau bukan.
Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris duapertiga
(2/3), yaitu :
1. Dua orang anak kandung perempuan atau lebih, dimana dia tidak memiliki saudara laki-laki
(anak laki-laki dari pewaris).
2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan syarat pewaris tidak
memiliki anak kandung, dan dua cucu tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki
3. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak memiliki anak,
baik laki-laki maupun perempuan, pewaris juga tidak memiliki ayah atau kakek, dan dua
saudara perempuan tersebut tidak memiliki saudara laki-laki.
4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak mempunyai anak,
ayah, atau kakek. ahli waris yang dimaksud tidak memiliki saudara laki-laki se-ayah. Dan
pewaris tidak memiliki saudara kandung.
Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris sepertiga (1/3),
yaitu :
1. Seorang ibu dengan syarat, Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan
anak laki-laki. Pewaris tidak memiliki dua atau lebih saudara (kandung atau bukan)
2. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih dengan syarat pewaris
tidak memiliki anak, ayah atau kakek dan jumlah saudara seibu tersebut dua orang atau lebih.
5. Konsep Sosial Politik dan Budaya dalam Islam
Konsep Demokrasi dan Musyawarah
Konsep demokrasi sebenarnya hampir sama dengan konsep musyawarah (Syura) dalam Islam.
Namun, terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya yang menyebabkan sebagian orang Islam sulit
menerima konsep demokrasi tersebut. Ada dua hal yang mendasari perbedaan tersebut, diantaranya :
1. Demokrasi berasal dari negara barat, sedangkan musyawarah dalam Islam berasal dari negara
timur
2. Keputusan dalam sistem demokrasi lebih menekankan pada suara terbanyak, sedangkan
keputusan dalam sistem musyawarah diambil berdasarkan kesepakan bersama, walaupun
pendapat tersebut berasal dari minoritas.
Namun terlepas dari dua hal tersebut, demokrasi dan musyawarah memiliki tujuan yang sama yaitu
menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh setiap kalangan mayoritas dan kalangan minoritas.
Tiga hal yang membedakan demokrasi modern dengan syariat Islam yang ada, yaitu :
1. Kekuasaan hanya milik Allah dan bukan milik rakyat.
2. Hukum yang sah berlaku hanyalah hukum Allah dan rosulNya, walaupun bertentangan
dengan mayoritas rakyat.
3. Tidak boleh tunduk kepada suara mayoritas, tetapi hanya tunduk kepada hukum Allah
Dalam hubungan dengan HAM, dari ajaran pokok tentang hablum min Alllah danhablum min al-
nas, muncul dua konsep hak, yakni a manusia (haq a -insan) danhak Allah. Setiap hak saling melandasi
satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya. Konsep Islam mengenai
kehidupan manusia ini didasarkan pada pendekatan teosentris atau yang menempatkan Allah melalui
ketentuan syariat-Nya sebagai tolok ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat atau warga negara
Berdasarkan tingkatannya, Islam mengajarkan tiga bentuk hak asasi manusia, yaitu :
1. Hak darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan
hanya mernbuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat
kemanusiaannya, misalnya mati.
2. Hak hajy (hak sekunder), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada
hilangnya hak-hak elementer, misalnya hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan
yang layak, maka akan rnengakibatkan hilangnya hak hidup.
3. Hak tahsiny, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
Dengan demikian, HAM dalam Islam lebih dulu muncul. Tepatnya, Magna Chartatercipta 600 tahun
setelah kedatangan Islam. Di samping nilainilai dasar dan prinsip-prinsip HAM itu ada dalam sumber
ajaran Islam, yakni Al-Quran dan Hadis, juga terdapat dalam praktik-praktik kehidupan Islam. Tonggak
sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM yaitu pendeklarasian Piagam Madinah yang dilanjutkan
dengan deklarasi Kairo.
Dalam Piagam Madinah, paling tidak ada dua ajaran pokok yang berhubungan dengan HAM, yaitu
pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa dan hubungan antara komunitas
muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip :
1. berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
2. saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
3. membela mereka yang teraniaya
4. saling menasehati
5. menghormati kebebasan beragama.

Adapun ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo adalah sebagai berikut :
1. Hak persamaan dan kebebasan (QS. al-Isra [17]:70; al-Nisa [4]:58,1i dan 135; al-
Mumtahanah [60]:8)
2. Hak hidup (QS. al-Maidah [5]:45 dan al-Isra [17]:33)
3. Hak perlindungan diri (QS. al-Balad [90]:12-17 dan al-Taubah [9]:6]
4. Hak kehormatan pribadi (QS. al-Taubah [9]:6)
5. Hak berkeluarga (QS. al-Baqarah [2]:221; a]-Rum [30]:21; al-Nisa [4: al-Tahrim [66]:6);
6. Hak kesetaraan wanita dengan pria (QS. al-Baqarah [2]:228 clan al [49]:13);
7. Hak anak dari orang tua (QS. al-Baqarah [2]:233; al-Isra [17]:23-24);
8. Hak mendapatkan pendidikan (QS. al-Taubah [9]:122 clan al-Alaq 5);
9. Hak kebebasan beragama (QS. al-Kafirun [109]:1-6; al-Baqarah [2]:1 al-Kahfi [18]:29);
10. Hak kebebasan mencari suaka (QS. al-Nisa [4]:97; al-Mumtahanah
11. Hak memperoleh pekerjaan (QS. al-Taubah [9]:105; al-Baqarah [2] : al-Mulk [67]:15);
12. Hak memperoleh perlakuan sama (QS. al-Baqarah [2]:275-278; [4]:161, dan Ali Imran
[3]:130);
13. Hak kepemilikan (QS. al-Baqarah [2]:29; al-Nisa [4]:29);
14. Hak tahanan (QS. al-Mumtahanah [60]:8).
Atas dasar itu, Islam sejak jauh-jauh hari mengajarkan bahwa pandangan Allah semua manusia
adalah sama derajat. Yang membedakan manusia adalah tingkat kesadaran moralitasnya, yang dalam
perspektif Islam disebut nilai ketaqwaannya. Apalagi, manusia diciptakan untuk merepresentasikan dan
melaksanakan ajaran Allah di muka bumi, sudah barang tentu akan semakin memperkuat pelaksanaan
HAM.
6. Wasiat dan Hibah
Wasiat
Kata wasiat berasal dari washshaitu, asysyaia, ushiiyah, artinya aushaltu aku menyampaikan
sesuatu yang juga berati berpesan. Jadi dapat disimpulkan juga berwasiat adalah berpesan. Dalam Al-
Qur'an kata wasiat dan yang seakar dengan itu mempunyai beberapa arti di antaranya
berarti menetapkan, sebagaimana dalam surat al-An'am : 144
)), memerintahkan sebagaimana dalam surat Luqman: 14, ( ) dan Maryam: 31
) ), mensyari'atkan (menetapkan) sebagaimana dalam surat An-Nisa' ayat 12 ( ).
Adapun pengartiannya menurut istilah Syariah ialah pesan terakhir yang diucapkan dengan lisan atau
disampaikan dengan tulisan oleh seseorang yang merasa akan wafat berkenaan dengan harta benda yang
ditinggalkannya



Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan kaum kerabatnya secara ma'ruf. (Ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS Al-Baqarah : 180)

Berdasarkan pengertian umum dari ayat Al-Quran diatas, seorang muslim yang sudah merasa ada
firasat akan meninggal dunia diwajibkan membuat wasiat berupa pemberian (hibah) dari hartanya untuk
ibu-bapak dan kaum kerabatnya, apabila ia meninggalkan harta yang banyak.
1. Rukun / Aturan Wasiat
Adapun rukun wasiat itu ada lima, yaitu:
1. redaksi wasiat (shighat)
2. pemberi wasiat (mushiy),
3. penerima wasiat (mushan lahu),
4. barang yang diwasiatkan (mushan bihi)
5. Kalimat wasiat (lafadz)
2. Redaksi Wasiat (shighat)
Tidak ada redaksi khusus untuk wasiat. Jadi, wasiat sah diucapkan dengan redaksi bagaimanapun,
yang bisa dianggap menyatakan pemberian hak pemilikan secara sukarela sesudah wafat. Jadi, jika si
pemberi wasiat berkata, Aku mewasiatkan barang anu untuk si Fulan, maka ucapan itu sudah
menyatakan adanya wasiat, tanpa harus disertai tambahan(qayd) sesudah aku meninggal. Tetapi jika si
pemberi wasiat mengatakan, Berikanlah atau Kuperuntukkan atau Barang ini untuk si Fulan, maka
tak dapat tidak mesti diberi tambahan setelah aku meninggal, sebab kata-kata tersebut semuanya tidak
menyatakan maksud berwasiat, tanpa adanya tambahan kata-kata tersebut.
3. Pemberi Wasiat (mushiy)
Orang yang berwasiat itu haruslah orang yang waras (berakal), bukan orang yang gila, balig dan
mumayyiz. Wasiat anak yang berumur sepuluh tahun penuh diperbolehkan (jaiz), sebab Khalifah Umar
memperbolehkannya. Tentu saja pemberi wasiat itu adalah pemilik barang yang sah hak pemilikannya
terhadap orang lain.
Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa orang yang lemah akal (idiot), orang dungu dan orang yang
menderita akibat sakit ayan yang kadang-kadang sadar, wasiat mereka diperbolehkan sekirnya mereka
mempunyai akal yang dapat mengetahui apa yang mereka wasiatkan.
4. Penerima Wasiat (mushan lahu)
Penerima wasiat bukanlah ahli waris, kecuali jika disetujui oleh para ahli waris lainnya.
Seorang dzimmi boleh berwasiat untuk sesama dzimmi, juga untuk seorang Muslim, sesuai dengan firman
Allah:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang Berlaku adil. (Q.S. Al-Mumtahanah: 8).
Wasiat bagi anak yang masih dalam kandungan adalah sah dengan syarat bahwa ia lahir dalam
keadaan hidup, sebab wasiat berlaku seperti berlakunya pewarisan. Dan menurut ijma, bayi dalam
kandungan berhak memperoleh warisan. Karena itu ia juga berhak menerima wasiat.
5. Barang yang Diwasiatkan (mushan bihi)
Barang yang diwasiatkan haruslah yang bisa dimiliki, seperti harta atau rumah dan kegunaannya.
Jadi, tidak sah mewasiatkan benda yang menurut kebiasaan lazimnya tidak bisa dimiliki, seperti binatang
serangga, atau tidak bisa dimiliki secara syari, seperti minuman keras, jika pemberi wasiat seorang
Muslim, sebab wasiat identik dengan pemilikan, maka jika pemilikan tidak bisa dilakukan, berarti tidak
ada wasiat. Sah juga mewasiatkan buah-buahan di kebun untuk tahun tertentu atau untuk selamanya.
6. Kalimat wasiat (lafadz)
Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta dan tidak boleh lebih dari itu kecuali
apabila diizinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yag berwasiat itu meninggal. Rasulullah Saw
bersabda:

Dari Ibnu Abbas, berkata: alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiat mereka dari
sepertiga ke seperempat. Karena sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda: wasiat itu sepertiga,
sedangkan sepertiga itu sudah banyak. (HR Bukhari dan Muslim)

Wasiat hanya ditujukan kepada orang yang bukan ahli waris. Adapun kepada ahli waris, wasiat tidak
sah kecuali mendapat persetujuan dari semua ahli waris. Rasulullah Saw bersabda:


dari Abu Amamah, ia berkata, saya telah mendengar Nabi Saw bersabda. sesungguhnya Allah
menentukan hak-hak tiap ahli waris. Maka dengan ketentuan itu tidak ada hak wasiat lagi bagi seorang
ahli waris (HR lima orang ahli hadis, selain Nasai)

Hibah
Pengertian hibah menurut bahasa adalah bentuk mashdar dari kata wahaba artinya memberi, dan
jika subyeknya Allah berati memberi karunia, atau menganugerahi. (QS. Ali Imran(3) :8, Maryam(19) :5,
49, 50, 53). Demikian pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pemberian dengan sukarela
dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.
Pengertian hibah yang lebih rinci dan komprehensif dikemukakan mazhab Hambali : Pemilikan
harta dari seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang diberi boleh melakukan tindakan
hukum terhadap harta itu, baik harta itu tertentu maupun tidak, bendanya ada dan boleh diserahkan yang
penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup, tanpa mengharapkan imbalan.
Hibah sebagai salah satu bentuk tolong menolong dalam rangka kebajikan antara sesama manusia
sangat bernilai positif. Para ulama fikih (Imam Syafi'i, Maliki) sepakat mengatakan bahwa hukum hibah
adalah sunnah berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nisa (4) :
1. Rukun / Aturan Hibah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun hibah adalah ijab dan qabul sebab keduannya termasuk akad
seperti halnya jual-beli. Sedangkan menurut jumhur ulama rukun hibah ada empat :
1. pemberi hibah (al-Wahib)
2. penerima hibah (al-Mauhud lahu)
3. barang atau harta yang dihibahkan (Mauhud)
4. Ijab dan qabul




2. Pemberi Hibah (al-Wahib)
Pemberi hibah hendaklah seorang yang berkeahlian seperti sempurna akal, baligh dan rushd. Pemberi
hibah mestilah tuan punya barang yang dihibahkan. Oleh kerana pemilik harta mempunyai kuasa penuh
ke atas hartanya, hibah boleh dibuat tanpa had kadar serta kepada sesiapa yang disukainya termasuk
kepada orang bukan Islam, asalkan maksudnya tidak melanggar hukum syarak.
3. Penerima Hibah (al-Mauhub lahu)
Penerima hibah boleh terdiri daripada sesiapa saja asalkan dia mempunyai keupayaan memiliki harta
sama ada mukallaf atau bukan mukallaf. Sekiranya penerima hibah bukan mukallaf seperti masih belum
akil baligh atau kurang upaya, hibah boleh diberikan kepada walinya atau pemegang amanah bagi
pihaknya. Penerima hibah mestilah menerima harta yang dihibahkan dan berkuasa memegangnya.
Dengan kata lain, penguasaan dan kawalan terhadap harta mestilah diberikan kepada penerima hibah.
4. Barang atau harta yang dihibahkan (al-Mauhub)
Barang atau harta yang hendak dihibahkan itu perlu memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Ia hendaklah barang atau harta yang halal.
b. Ia hendaklah sejenis barang atau harta mempunyai nilai di sisi syarak.
c. Barang atau harta itu milik pemberi hibah.
d. Ia boleh diserah milikkan.
e. Ia benar-benar wujud semasa dihibahkan. Contohnya, tidak sah hibah barang yang belum
ada seperti menghibahkan anak lembu yang masih dalam kandungan atau hibah hasil padi
tahun hadapan sedangkan masih belum berbuah dan sebagainya.
f. Harta itu tidak bersambung dengan harta pemberi hibah yang tidak boleh dipisahkan
seperti pokok-pokok, tanaman dan bangunan yang tidak termasuk tanah. Mengikut
mazhab Maliki, Syafie dan Hanbali, hibah terhadap harta yang berkongsi yang tidak
boleh dibagikan adalah sah hukumnya. Dalam Islam, barang yang masih bercagar (seperti
rumah) boleh dihibahkan jika mendapat keizinan dari penggadai atau peminjam.

5. Sighah yaitu ijab dan kabul
Sighah hibah merupakan lafaz atau perbuatan yang membawa makna pemberian dan penerimaan
hibah. Ia tertakluk kepada syarat-syarat berikut:
a. Ada persambungan dan persamaan di antara ijab dan qabul.
b. Tidak dikenakan syarat-syarat tertentu.
c. Tidak disyaratkan dengan tempoh masa tertentu. Hibah yang disyaratkan dengan tempoh
tertentu seperti yang berlaku dalam al-umra dan al-ruqba adalah sah hukumnya tetapi
syarat tersebut adalah terbatal.
Di antara contoh lafaz ijab secara terang (sarih) ialah seperti kata pemberi Akuberikan barang ini
kepadamu atau secara kinayah seperti kata pemberi Aku telah menyerahkan hakmilik kepadamu atau
Aku jadikan barang ini untukmu. Sementara contoh lafaz qabul (penerimaan) pula ialah seperti aku
terima, aku redha dan sebagainya.

Hikmah Wasiat dan Hibah
Dengan adanya amalan hibah, maka diharapkan dapat membantu ekonomi umat Islam dan
merapatkan ikatan persaudaraan dan pertalian kasih sayang sesama insan. Hibah sangat disarankan untuk
disuburkan dalam kehidupan semua masyarakat karena hibah dapat dilakukan dalam bentuk harta,
makanan, minuman, dan uang.
Sama halnya dengan hibah, hikmah dari melaksanakan wasiat berarti Mentaati perintah Allah swt.
Sebagaimana tertuang dalam QS. Al-Baqarah :180. Selain itu, Sebagai amal jariyah seseorang setelah
dirinya meninggal dunia, kemudian untuk Menghormati nilai-nilai kemanusiaan, terutama bagai kerabat
atau orang lain yang tidak mendapat warisan.
7. Jual Beli dan Utang Piutang
Jual Beli
Jual beli menurut bahasa disebut , secara bahasa berarti (memberikan
sesuatu untuk ditukar dengan sesuatu). Adapun menurut istilah syara adalah Menukar suatu barang
dengan barang (alat tukar yang syah) dengan ijab qabul dan berdasarkan suka sama suka.
1. Rukun dan Syarat
Penjual dan Pembeli
Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa). Keterangannya yaitu pada surat An-nisa ayat
29(suka sama suka).
Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu si tangan walinya
Firman Allah Swt:
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka
yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu, berilah mereka
belanja. (An-Nisa: 5)
Baliq (berumur 15 tahun ke atas/dewasa). Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang
sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka
diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi
kesulitan dan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
Uang dan Benda yang di beli
Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti
kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula
mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan)
harta yang terlarang. Hal ini di jelaskan dalam Al-quran surat Al-Isra: 27.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudara-saudara setan (Al-Isra: 27).
Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan
kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada
ditangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu mengandung
tipu daya (kecohan).
Barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli. Zat, bentuk, kadar (ukuran), dan sifat-
sifatnya jelas sehingga antara penjual dan pembeli keduanya tidak saling kecoh-mengecoh.

Akad (Ijab dan Kabul)
Akad ialah ikatan antara penjual dan pembeli, jual beli belum dikatan sah sebelum ijab dan Kabul
dilakuhkan, sebab ijab Kabul menunjukan kerelaan (keridhaan), pada dasarnya ijab Kabul dilakuhkan
dengan lisan, tapi kalau tidak mungkin, seperti bisu atau yang lainnya, maka boleh ijab Kabul dengan
surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: janganlah dua orang yang jual beli berpisah,
sebelum saling meridhai (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda:
Rasulullah SAW. bersabda: sesungguhnya jual beli hanya sah dengan saling merelakan (Riwayat
Ibn Hibban dan Ibn Majah).
Jual beli yang menjadi kebiasaan, seperti jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak
disyaratkan ijab dan kabul, ini adalah pendapat jumhur.
Syarat-syarat Sah Ijab Kabul ialah:
Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeli diam saja setelah penjual menyatakan ijab
dan sebaliknya.
Janganlah diselangi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.
Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, seperti
seseorang dilarang menjual hambanya yang beragam Islam kepada pembeli yang tidak
beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang
beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada
orang kafir untuk merendahkan mukmin, firman-Nya:
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan
orang-orang yang beriman (al-Nisa:141)[3].
Utang Piutang
Hutang-piutang menurut syara ialah aqad untuk memberikan sesuatu benda yang ada harganya atau
berupa uang dari seseorang kepada orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang
akan mengembalikan dengan jumlah yang sama.
Rasulullah SAW bersabda :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya. (Al-Maidah: 2)
1. Rukun dan Syarat Utang Piutang
Lafaz.( kalimat mengutangi) seperti: saya uatangkan ini kepada engkau jawab yang
berhutang saya mengaku berhutang kepada engkau
Yang berpiutang dan yang berhutang
Barang yang dihutangkan. Tiap-tiap barang yang dapat dihitung,boleh dihutangkan.
Sedangkan syarat dari hutang piutang itu sendiri adalah :
Orang yang memberikan hutang adalah orang yang memiliki kompetensi (ahliyah dan
wilayah).
Harus dilakukan dengan adanya ijab qabul, karena mengandung pemindahan kepemilikan
kepada orang lain.
Harta yang dipinjamkan bisa diketahui jumlah dan ciri-cirinya, agar dapat dikembalikan
kepada pemiliknya.

Riba dan Bunga Bank
Riba menurut bahasa artinya yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurutistilah
syara ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui
sama atau tidaknya menurut syara atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah
satu dari dua barang.
1. Hukum Riba
Riba hukumnya haram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT berfirman :

Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS.Al-Baqarah: 275).
Kemudian,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
(QS. Ali Imran : 130).
2. Bunga Bank
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh karena itulah
hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan
Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan
atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.
Berbagai forum ulama internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank.
Abu zahrah, Abu ala al-Maududi Abdullah al-Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa
bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat Islam tidak boleh
bermuamalah dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa.
Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau terpaksa, tetapi secara mutlak beliau
mengharamkannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Syirbashi, menurutnya bahwa bunga bank yang
diperoleh seseorang yang menyimpan uang di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun banyak.
Namun yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga.
8. Konsep Makanan dan Minuman menurut Islam
Makanan yang Halal
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syariat Islam.
Segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan atau pun binatang pada dasarnya adalah halal
dimakan, kecuali apabila ada nash al-Quran ayau al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan
sesuatu itu menjadi haram karena memberi atau mengandung mudharat (bahaya) bagi kehidupan
manusia. Allah berfirman :



Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-lanhkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah:168)



Dari dua ayat di atas maka jelaslah bahwa makanan yang dimakan oleh seorang Muslm hendaknya
memenuhi 2 syarat, yaitu:
a. Halal, artinya diperbolehkan untk dimakan dan tidak dilarang oleh hukum syara
b. Baik, artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.

Dengan demikian halal itu ditinjau dari Islam sedangkan baik ditinjau dari ilmu kesehatan.

Dalam Islam, halalnya suatu makanan harus meliputi tiga hal, yaitu:
a. Halal karena dzatnya. Artinya, enda itu memang tidak dilarang oleh hukum syara, seperti nasi,
susu, telor, dan lain-lain.
b. Halal cara mendapatkannya. Artinya sesuatu yang halal itu harus diperoleh dengan cara yang
halal pula. Sesuatu yang halal tetapi cara medapatkannya tidak sesuatu dengan hukum syara
maka menjadi haramlah ia. Sebagaimana, mencuri, menipu, dan lain-lain.
c. Halal karena proses/cara pengolahannya. Artinya selain sesuatu yang halal itu harus diperoleh
dengan cara yang halal pula. Cara atau proses pengolahannya juga harus benar. Hewan, seperti
kambing, ayam, sapi, jika disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum Islam maka
dagingnya menjadi haram.
Ketentuan-ketentuan makanan yang halal dan yang haram telah dijelaskan oleh Rasulullah melalui
sabdanya, yang artinya:

Rasulullah SAW ditanya tentang minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan untuk
perhiasan atau tempat duduk. Rasulullah SAW bersabda: Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-
Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang
didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang dimaafkan.(HR. Ibnu Majah dan
Turmudzi).

Selanjutnya, Allah Swt berfirman:

Artinya:


(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah
orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Araf [7]: 157)

Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang
halal ialah:

1. Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.
2. Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak
merusak akal, moral, dan aqidah.
MINUMAN YANG HALAL

Minuman yang halal ialah minuman yang boleh diminum menuerut syariat Islam. Adapun minuman
yang halal pada haris besarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia baik
membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa maupun aqidah.
2. Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya telah memabukkan seperti arak
yang telah berubah menjadi cuka.
3. Air atau ciran itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis (mutanajis).
4. Air atau cairan yang suci itu didaatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan
dengan ajaran Agama Islam.









MAKANAN YANG HARAM

Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara untuk
dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang
syara pasti ada faidahnya dan mendapat pahala. Berikut adalah jenis-jenis makanan yang termasuk
diharamkan:
1. Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat3 dan Al-Anam
ayat 145 :

Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. (QS. Al-Maidah [5]: 3)




Artinya:
Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir
atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-
Anam [6]: 145)

Dari dua ayat diatas, terdapat beberapa jenis barang yang terang-terang diharamkan, yaitu: Bangkai
(kecuali bangkai ikan dan belalang), darah (kecuali hati dan limpa), daging hewan yang disembelih ata
nama selain Allah Swt), binatang yang mati tercekik, terpukul, terjatuh, karena ditanduk binatang lain,
diterkam oleh binatang buas, dan yang disembelih untuk berhala.

2. Semua makanan yang keji, yaitu yang kotor, menjijikan.
Firman Allah:

Artinya:

(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka[574]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah
orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Araf [7]: 157)

3. Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa, raga, akal, moral dan
aqidah.
Firman Allah:

Artinya:
Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang
tersembunyi (akibatnya), dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar. (QS.
Al-Araf [7]: 33).

4. Bagian berupa daging. Tulang atau apa saja yang dipotong dari binatang yang masih hidup.
Sabda Nabi Saw, artinya:
Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu termasuk
bangkai. (HR. Ahmad)
5. Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti makanan hasil curian, rampasan,
korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang agama.
6.
MINUMAN YANG HARAM

Minuman yang aram adalah mnuman yang tidak boleh diminum karena dilarang oleh syariat Ilsam.
Adapun jenis minuman yang haram tersebut pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan mudharat dan merusak
badan, akal, jiwa, moral dan aqidah seperti arak, khamar, dan sejenisnya.

Allah berfirman

Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. (QS. Al-
Baqarah [2]: 219)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah[5] : 90)

Nabi SAW bersabda, artinya:
Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka dalam keadaan sedikit juga tetap haram. (HR
An-Nasai, Abu Dawud dan Turmudzi).
2. Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.
3. Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halal atau yang bertentangan dengan
ajaran Islam.



No 9
Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya
diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya
dalam QS. At Taubah: 105, "Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu". Kerja membawa pada kemampuan, sebagaimana sabda
Rasulullah Muhammad SAW: "Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena bekerja, maka di waktu itu
ia mendapat ampunan". (HR. Thabrani dan Baihaqi).

Tujuan dan Manfaat Ekonomi Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan,
kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian p[ada seluruh
ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai
ketenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum
Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:

1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang
menjadi puncak sasaran di atas mencakupi lima jaminan dasar yaitu:
a. Kamaslahatan keyakinan agama (al din)
b. Kamaslahatan jiwa (al nafs)
c. Kamaslahatan akal (al aql)
d. Kamaslahatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e. Kamaslahatan harta benda (al mal)

Ciri dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena
alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana
seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit
tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam
harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi
syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)


Etos Kerja Muslim

Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat
mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya,
melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada
prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan
martabat dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok
yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap
pengabdian sebagaimana firman Allah, Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku, (QS. adz-Dzaariyat : 56).
http://darunnajah-cipining.com/etos-kerja-islami/
http://ikumpul.blogspot.com/2013/05/pengertian-maksud-etos-kerja-islam-muslim.html
http://yunada.student.umm.ac.id/2011/09/26/konsep-dasar-ekonomi-islam/

No 10

Sejarah Proses Penciptaan Manusia Dalam Al-Qur'an- Para ahli dari barat baru menemukan masalah
pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam
Al Quran dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan
bagi salah seorang embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan :
Saya takjub pada keakuratan ilmiah pernyataan Al Quran yang diturunkan pada abad ke-7 M itu.
Dokter ahli kandungan nomor satu di dunia menyebutkan, bahwa semua yang disebutkan di dalam Al-
Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah SAW tentang proses penciptaan manusia adalah sesuai dengan yang
ditemukan pada ilmu pengetahuan modern.


Sejarah Proses Penciptaan Manusia Dalam Al-Qur'an
Inilah doktor ahli kandungan nomor satu di dunia, doktor berkebangsaan Kanada, Keith Moore. Dia
memiliki sebuah buku yang diterjemahkan ke dalam delapan bahasa; dipelajari di sebagian besar
universitas-universitas di dunia. Dia menyampaikan pidato dengan tema "Keselarasan Ilmu Kandungan
dengan Apa yang Terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah" di Universitas Al-Malik Faishal. Dia
berkata, "Sungguh ilmu pengetahuan ini, yang terdapat dalam Al-Qur'an, membuktikan kepada saya
bahwa Al-Qur'an yang dibawa oleh Muhammad datang dari sisi Allah, sebagaimana juga membuktikan
bahwa Muhammad adalah seorang rasul yang diutus oleh Allah."

Dia juga berkata dalam pidatonya, "Manusia ketika pertama kali diciptakan dalam perut ibunya berbentuk
segumpal darah. Kemudian setelah itu ciptaannya meningkat menjadi segumpal daging. Kemudian
berubah menjadi tulang-belulang. Dan kemudian dibungkus dengan daging." Dan katanya, "Semua yang
kami dapatkan dalam penelitian-penelitian kami, kami mendapatkannya tertera dalam Al-Qur'an."

Seorang doktor lain berkebangsaan Amerika, profesor dalam bidang ilmu kandungan, berkata pada
muktamar yang diselenggarakan oleh Kerajaan Saudi Arabia di Riyadh, "Nash-nash Al-Qur'an
memaparkan rincian yang lengkap tentang proses pertumbuhan manusia, dimulai dari tahap tetesan mani
sampai pada tahap pertumbuhan menjadi tulang dan tubuh." Dan katanya, "Belum ada dalam sejarah
manusia, ditemukan paparan tentang peroses pertumbuhan manusia yang gamblang seperti ini."

Sebagai bukti yang konkrit di dalam penelitian ilmu genetika (janin) bahwa selama embrio berada di
dalam kandungan ada tiga selubung yang menutupinya yaitu dinding abdomen (perut) ibu, dinding uterus
(rahim), dan lapisan tipis amichirionic (kegelapan di dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan
dalam selaput yang menutup/membungkus anak dalam rahim). Hal ini ternyata sangat cocok dengan apa
yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran :
Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan (kegelapan
dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim)
(QS. Az Zumar (39) : 6).
Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia mengendalikan alam semesta menurut kehendak-Nya sesuai
fungsi dan peran yang spesifik. Berikut adalah proses kejadian manusia menurut Al-Quran:

Tahapan Pertama

NUTFAH : Yaitu tahapan pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu pertama. Dimulai setelah
berlakunya percampuran air mani

Maksud firman Allah dalam surah al-Insan : 2

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia daripada setitis air mani yang bercampur yang Kami
(hendak mengujinya dengan perintah dan larangan), kerana itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat


Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah nutf artinya air yang sedikit yang terdapat di
dalam sesuatu bekas samada telaga, tabung dan sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal daripada
perkataan masyj yang bererti percampuran

Berasaskan kepada makna perkataan tersebut maksud ayat di atas ialah sesungguhnya Kami (Allah)
menciptakan manusia daripada air mani lelaki dan air mani perempuan.

Daripada nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan, tingkah laku yang berbeda
serta menjadikan lelaki dan perempuan. Daripada nutfah lelaki akan terbentunya saraf, tulang dan fakulti ,
manakala dari nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.

Tahapan Kedua

ALAQAH : Peringkat pembentukan alaqah ialah pada hujung minggu pertama / hari ketujuh . Pada hari
yang ketujuh telor yang sudah disenyawakan itu akan tertanam di dinding rahim (qarar makin). Selepas
itu Kami mengubah nutfah menjadi alaqah.

Firman Allah :

Kemudian Kami mengubah nutfah menjadi alaqah (al-Mukminun : 14)

Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini mungkin dibuat berasaskan
pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang amat seni yang diliputi oleh darah. Selain itu
alaqah mempunyai beberapa maksud :
sesuatu yang bergantung atau melekat
pacat atau lintah
suatu buku atau ketulan darah

Peringkat alaqah adalah peringkat pada minggu pertama hingga minggu ketiga di dalam rahim.

Tahapan Ketiga

MUDGHAH : Pembentukan mudghah dikatakan berlaku pada minggu keempat. Perkataan mudghah
disebut sebanyak dua kali di dalam al-Quran iaitu surah al-Hajj ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat 14


Firman Allah :

lalu Kami ciptakan darah beku itu menjadi seketul daging (al-Mukminun : 14)

Diperingkat ini sudah berlaku pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan anggota-anggota yang lain.
Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini
mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi pula mula berdengup. Untuk perkembangan
seterusnya, darah mula mengalir dengan lebih banyak lagi kesitu bagi membekalkan oksigen dan
pemakanan yang secukupnya. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mula berfungsi sendiri.

Tahapan Keempat

IZAM DAN LAHM : Pada tahapan ini iaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh ialah tahapan
pembentukan tulang yang mendahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang belulang telah dibentuk,
otot-otot akan membungkus rangka tersebut.

Firman Allah:

Lalu Kami mengubahkan pula mudghah itu menjadi izam da kemudiannya Kami membalutkan Izam
dengan daging (al-Mukminun : 14)

Kemudian pada minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem yang kompleks. Pada tahap ini perut dan usus
, seluruh saraf, otak dan tulang belakang mula terbentuk. Serentak dengan itu sistem pernafasan dan
saluran pernafasan dari mulut ke hidung dan juga ke pau-paru mula kelihatan. Begitu juga dengan organ
pembiakan, kalenjar, hati, buah penggang, pundi air kencing dan lain-lain terbentuk dengan lebih
sempurna lagi. Kaki dan tangan juga mula tumbuh. Begitu juga mata, telinga dan mulut semakin
sempurna. Pada minggu kelapan semuanya telah sempurna dan lengkap.

Tahapan Kelima

NASYAH KHALQAN AKHAR : Pada tahapan ini yaitu menjelang minggu kedelapan, beberapa
perubahan lagi berlaku. Perubahan pada tahap ini bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke peringkat
janin. Pada bulan ketiga, semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurnanya Kuku-kukunya pun
mula tumbuh. Pada bulan keempat, pembentukan uri menjadi cukup lengkap menyebabkan baki pranatel
bayi dalam kandungan hanya untuk menyempurnakan semua anggota yang sudah wujud. Walaupun
perubahan tetap berlaku tetapi perubahannya hanya pada ukuran bayi sahaja.

Tahapan Ke Enam

NAFKHUR-RUH : Yaitu tahap peniupan roh. Para ulamak Islam menyatakan bilakah roh ditiupkan ke
dalam jasad yang sedang berkembang? Nilai kehidupan mereka telah pun bermula sejak di alam rahim
lagi. Ketika di alam rahim perkembangan mereka bukanlah proses perkembangan fizikal semata-mata
tetapi telahpun mempunyai hubungan dengan Allah s.w.t melalui ikatan kesaksian sebagaimana yang
disebutkan oleh Allah di dalam al-Quran surah al-Araf : 172. Dengan ini 47nsane roh dan jasad saling
bantu membantu untuk meningkatkan martabat dan kejadian 47nsane disisi Allah s.w.t. (Dari berbagai
sumber)



Bayi Tabung Menurut Islam

Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar
(usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian pula dengan keinginan memiliki keturunan
setelah adanya pernikahan yang sah. Betapa bahagianya kita jika setelah menikah mendapatkan karunia
yang sangat indah yaitu seorang bayi. Bagaimana dengan seseorang yang ternyata setelah menikah
bertahun-tahun belum memiliki keturunan? Berfikirlah postif! Ya mungkin Allah belum percaya kepada
kita karena kita belum dianggap bisa menjaga amanatnya (anak) tapi apa salahnya jika kita terus berusaha
dan berdoa, meminta kepada Allah agar diberikan karunia yang sangat indah tersebut. Salah satu cara
yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan menggunakan proses bayi tabung. Karena percayalah Allah
pasti memberikan segala sesuatu yang terbaik untuk hambanya.
Dalam blog ini, saya akan berbagi ilmu tentang program bayi tabung yang mungkin akan bermanfaat bagi
kita semua. Selamat membaca



Pengertian




Bayi tabung atau pembuahan in vitro adalah sebuah teknik pembuahan yang sel telur (ovum) dibuahi di
luar tubuh wanita. Ini merupakan salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode
lainnya tidak berhasil.


Proses Bayi Tabung

Proses bayi tabung adalah proses dimana sel telur wanita dan sel sperma pria diambil untuk menjalani
proses pembuahan. Proses pembuahan sperma dengan ovum dipertemukan di luar kandungan pada satu
tabung yang dirancang secara khusus. Setelah terjadi pembuahan lalu menjadi zygot kemudian
dimasukkan ke dalam rahim sampai dilahirkan.

Hukum bayi tabung menurut pandangan islam

Masalah tentang bayi tabung ini memunculkan banyak pendapat, boleh atau tidak? Misalnya Majlis Tarjih
Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor
sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih
Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi
tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami
dan ovum dari isteri sendiri.

o Pengambilan sel telur
Pengambilan sel telur dilakukan dengan dua cara, cara pertama : indung telur di pegang dengan penjepit
dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur di periksa di mikroskop untuk ditemukan
sel telur. Sedangkan cara kedua ( USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina
kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.

Ada 2 hal yang menyebutkan bahwa bayi tabung itu halal, yaitu:
o Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
o Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam
rahim istrinya untuk disemaikan.

Hal tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan
untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan.
Sebaliknya, Ada 5 hal yang membuat bayi tabung menjadi haram yaitu:
o Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan
istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
o Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki
yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
o Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
o Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke
dalam rahim si istri.
o Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampur
adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya. Sesuai firman Allah dalam surat (At-Tiin: 4) adalah:
Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya



Dan hadist Rasululloh Saw:
Tidak boleh orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami air spermanya kepada tanaman
orang lain ( vagina perempuan bukan istrinya). HR. Abu Daud At- Tarmidzi yang dipandang shahih oleh
Ibnu Hibban.

Kesimpulan

Bayi tabung dibolehkan jika sel telur dan sperma berasal dari pasangan suami dan isteri yang sah serta
setelah pembuahan diluar rahim tersebut berhasil, maka sel hasil pembuahan tersebut dimasukan kembali
kedalam rahim isteri yang sah. apabila salah satu sel (telur atau sperma) bukan berasal dari pasangan
suami isteri yang sah maka itu diharamkan.


Cloning

Permasalahan kloning adalah merupakan kejadian kontemporer (kekinian). Dalam kajian literatur klasik
belum pernah persoalan kloning dibahas oleh para ulama. Oleh karenanya, rujukan yang penulis
kemukakan berkenaan dengan masalah kloning ini adalah menurut beberapa pandangan ulama
kontemporer.
Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari ayat berikut:

(: 5).
Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal
darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki (QS. 22/al-Hajj:
5).
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut
menampakkan paradigma al-Quran tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan yang
mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan.
Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
Selanjutnya, ia mengutip ayat lain yang berkaitan dengan munculnya prestasi ilmiah atas kloning
manusia, apakah akan merusak keimanan kepada Allah SWT sebagai Pencipta? Abul Fadl menyatakan
tidak, berdasarkan pada pernyataan al-Quran bahwa Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam As.
tanpa ayah dan ibu, dan Nabi Isa As. tanpa ayah, sebagai berikut:
: )

59).
Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: Jadilah (seorang manusia),
maka jadilah dia (QS. 3/Ali Imran: 59).
Pada surat yang sama juga dikemukakan:


: )

45- 47).
(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu
(dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya,
namanya al-Masih `Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-
orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika
sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh. Maryam berkata: Ya Tuhanku,
betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.
Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-
Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya:
Jadilah, lalu jadilah dia (QS. 3/Ali Imran: 45-47).
Hal yang sangat jelas dalam kutipan ayat-ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu terjadi menurut
kehendak Allah. Namun, kendati Allah menciptakan sistem sebab-akibat di alam semesta ini, kita tidak
boleh lupa bahwa Dia juga telah menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum tersebut,
seperti pada kasus penciptaan Adam As. dan Isa As. Jika kloning manusia benar-benar menjadi
kenyataan, maka itu adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi bioteknologi ini
berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai
Pencipta, karena bahan-bahan utama yang digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi
adalah benda ciptaan Allah SWT.
Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi pembentukan
masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir dalam ikatan perkawinan
membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang
memberi mereka identitas. Karena itu, kegelisahan umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi
genetis semacam ini akan berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua,
dan akan berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning manusia akan
merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak aturan hukum Islam tentang waris
yang didasarkan pada pertalian darah.
Berikutnya, KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina dan Imam
Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung ancaman bagi kemanusiaan,
meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai
manusia, menantang Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat teknik kloning
diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia (misal: tumbuh
suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak), juga akan menghancurkan manusia
sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai dengan environment-nya yang dapat hidup).
Dari sudut agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak waris dan
pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari
donor nukleussaja, sehingga walaupun nukleus berasal dari suami (ayah si anak), maka DNA yang ada
dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah,
hanya sebagai anak susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara sepupunya, terlebih
saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain itu, menyangkut masalah kejiwaan, bila melihat bahwa
beberapa kelakuan abnormal seperti kriminalitas, alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan.
Demikian pula masalah kejiwaan bagi anak-anak yang diasuh oleh single parent, barangkali akan lebih
kompleks masalahnya bagi donor nukleus bukan dari suami dan yang mengandung bukan ibunya.
Sedangkan ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan sebagai berikut:
1. Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
2. Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke negri Cina
sekalipun).
3. Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui (lihat QS.
96/al-Alaq).
4. Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah (lihat ayat Kursi
pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi bayi tabung,
rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai
manusia dengan seizin-Nya. Penolakan terhadap kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan
prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam.
Ada juga di kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun membolehkan, namun
dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di dalamnya. Argumentasi yang dikemukakan
sebagai berikut:
Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative, bahwa
argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia hanya melihatnya dari satu sisi,
yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied science dari teknik kloning. Wilayah applied science yang
mempunyai implikasi sosial praktis sudah barang tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka kurang
menyentuh sisi pure science (ilmu-ilmu dasar) dari teknik kloning, yang bisa berjalan terus di
laboratorium baik ada larangan maupun tidak. Wilayah pure science juga punya dasar pemikiran dan
logika tersendiri pula.
Dalam mencari batas keseimbangan antara kemajuan IPTEK dan Doktrin Agama, pertanyaan yang
dapat diajukan adalah sejuh mana para ilmuan, budayawan dan agamawan dapat berlaku adil dalam
melihat kedua fenomena yang berbeda misi dan orientasi tersebut? Menekankan satu sisi dengan
melupakan atau menganggap tidak adanya sisi yang lain, cepat atau lambat, akan membuat orang
tertipu dan kecewa. Dari situ barangkali perlu dipikirkan format kajian dan telaah yang lebih
seimbang, arif, hati-hati untuk menyikapi dan memahami kedua sisi tersebut sekaligus. Sudah tidak
zamannya sekarang, jika seseorang ingin menelaah persoalan kloning secara utuh, tetapi tidak
memperhatikan kedua sisi tersebut secara sekaligus.
Selanjutnya, ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama menurut penuturan
Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Oleh karena itulah maka kloning itu kita uji dari sesuai atau tidaknya dengan tujuan agama. Bila sesuai,
maka tidak ada keberatannya kloning itu kita restui, tetapi bila bertentangan dengan tujuan-tujuan syara
tentulah kita cegah agar tidak menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan klonasi ovum manusia
itu tidak sejalan dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal, keturunan maupun harta, dan di beberapa
aspek terlihat pertentangannya.
Untuk menentukan apakah syariat membenarkan pengambilan manfaat terapeutik dari kloning manusia,
kita harus mengevaluasi manfaat vis a vis mudharat dari praktek ini. Dengan berpijak pada kerangka
pemikiran ini, maka manfaat dan mudharat terapeutik dari kloning manusia dapat diuraikan sebagai
berikut:
- Mengobati penyakit. Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam menentukan obat
kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak, jaringan penyambung atau tulang
rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan. Sekedar
melakukan riset kloning manusia dalam rangka menemukan obat atau menyingkap misteri-misteri
penyakit yang hingga kini dianggap tidak dapat disembuhkan adalah boleh, bahkan dapat dijustifikasikan
pelaksanaan riset-riset seperti ini karena ada sebuah hadits yang menyebutkan: Untuk setiap penyakit
ada obatnya. Namun, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada tidaknya penyakit keturunan pada
janin-janin hasil kloning guna menghancurkan janin yang terdeteksi mengandung penyakit tesebut dapat
melanggar hak hidup manusia.
- Infertilitas. Kloning manusia memang dapat memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak
boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, J. Mc. Whir, A.J. Kind, dan K.H.S.
Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya berhasil mengkloning Dolly. Kloning
manusia tentu akan melewati prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan
sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh,
dari sekian banyak embrio yang dihasilkan hanya satu embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita
pengandung sehingga embrio-embrio lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan
menimbulkan problem serius, karena nenurut syariat pengancuran embrio adalah sebuah kejahatan.
Selain itu, teknologi kloning melanggar sunnatullah dalam proses normal penciptaan manusia, yaitu
bereproduksi tanpa pasangan seks, dan hal ini akan meruntuhkan institusi perkawinan. Produksi manusia-
manusia kloning juga sebagaimana dikemukakan di atas, akan berdampak negatif pada hukum waris
Islam (al-mirts).
- Organ-organ untuk transplantasi. Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat mengganti
jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti
organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloning. Manipulasi teknologi untuk
mengambil manfaat dari manusia hasil kloning ini dipandang sebagai kejahatan oleh hukum Islam, karena
hal itu merupakan pelanggaran terhadap hidup manusia Namun, jika penumbuhan kembali organ tubuh
manusia benar-benar dapat dilakukan, maka syariat tidak dapat menolak pelaksanaan prosedur ini dalam
rangka menumbuhkan kembali organ yang hilang dari tubuh seseorang, misalnya pada korban kecelakaan
kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya. Tetapi, akan muncul pertanyaan mengenai
kebolehan menumbuhkan kembali organ tubuh seseorang yang dipotong akibat kejahatan yang pernah
dilakukan.
- Menghambat Proses Penuaan. Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses
penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning. Namun hal ini bertentangan dengan hadits yang
menceritakan peristiwa berikut:
Orang-orang Baduy datang kepada Nabi SAW, dan berkata: Hai Rasulallah, haruskah kita mengobati
diri kita sendiri? Nabi SAW menjawab: Ya, wahai hamba-hamba Allah, kalian harus mengobati (diri
kalian sendiri) karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit tanpa menyediakan obatnya,
kecuali satu macam penyakit. Mereka bertanya: Apa itu? Nabi SAW menjawab: Penuaan.
- Jual beli embrio dan sel. Sebuah riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan embrio dan sel-sel
tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi semacam ini dianggap bthil (tidak sah) berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Seseorang tidak boleh memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya.
2. Sebuah hadits menyatakan: Di antara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban pada
Hari Akhir adalah orang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya.
Dengan demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning manusia jauh lebih besar
daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan karenanya umat Islam tidak dibenarkan mengambil
manfaat terapeutik dari kloning manusia.


Kesimpulan

1. Kloning sebagai pengembangan IPTEK, termasuk hasil perkembangan fikiran manusia yang patut
disyukuri dan dimanfaatkan bagi peningkatan taraf hidup manusia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih
terhormat.
2. Hasil pemikiran manusia dengan agama akan seimbang bila hasil pemikiran tersebut didasarkan
pada sistem dan metode pemikiran yang benar, dan agama digali dengan daya ijtihad yang benar pula.
Keduanya saling kuat-menguatkan.
3. Klonasi ditinjau dari segi aspek teologis memperluas wawasan pengenalan terhadap kodrat iradat
Ilahi, bahkan klonasi itu sebagai bukti kecanggihan sunnah Allah yang tertuang dalam ciptaan-Nya dan
membuktikan ke Maha Kuasaan-Nya.
4. Klonasi terhadap manusia dengan tujuan untuk dijadikan cadangan transplantasi organ tubuh
manusia dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan syara.
5. Klonasi jaringan sel dan organ tubuh manusia, selama dibenarkan oleh ilmu pengetahuan dan sesuai
dengan tujuan syara dipandang sangat membantu bagi penyembuhan dengan jalan transplantasi.
6. Implementasi klonasi terhadap manusia dipandang bertentangan dengan nilai-nilai ketinggian
martabat manusia dan bertentangan pula dengan tujuan syara, karena dipandang kemungkinan terjadinya
kekacauan hukum keluarga dan hubungan nasab, serta ketidakpastian eksistensinya.
7. Keadaan darurat tidak dapat dijadikan alasan untuk melaksanakan implementasi klonasi manusia,
karena tidak ada yang merasa terancam, baik dari segi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta karena
tidak melaksanakan klonasi.




Makanan dan Minuman Halal dan Haram
1. Makanan dan minuman yang halal
a. Pengertian
Agama Islam telah memberikana aturan-aturan yang sangat jelas di dalam Al Quran dan hadis tentang
makanan dan minuman yang halal.
Makanan yang halal adalah makanan yang diizinkan oleh Allah untuk dimakan, Sedangkan minuman
ynag halal adalah semua jenis minuman yang terbuat dari bahan-bahan yang dihalalkan walaupun
bahan dasarnnya adalah air seperti kopi, the, es juice dan lain-lain.
b. Ciri ciri makanan dan minuman yang halal
Untuk mengetahui halal haramnya jenis barang ( dzat ) tersebut dan layak dikonsumsi atau tidaknya kita
bias mengetahui cirri ciri makanan atau minuman tersebut, antara lain :
1)Penjelasan dalam Al quran dan hadis
2)Bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia
3)Tidak merusak badan , akal maupun pikiran
4)Tidak kotor, najis dan tidak menjijikkan
Dalam Al Quran disebutkan bahwa kita disuruh memakan makanan dan minum minuman yang halal
dan baik. Serbagaimana dijelaskan dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 168.

:168
Artinya :
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat dibumi dan jangan kamu
megikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. Al Baqarah/2:168)

Syarat makanan dan minuman yang halal tidak hanya ditinjau dari jenis barangnya ( dzat ) saja ,
tetapi juga dilihat cara memperolehnya. Agama Islam mensyaratkan makanan dan minuman yang halal
dilihat dari cara memperolehnya sebagai berikut :
1). Diperoleh tidak dengan cara yang batil atau tidak sah, sebagaiman firman Allah dalam Surat Al
Baqarah ayat 188
.

....
Artinya :
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
bathil . ( QS al Baqarah / 2 : 188 )
2). Tidak diperoleh dengan cara riba. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 276
:


Artinya :
Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah( QS. Al Baqarah : 276 )

3). Akan menghasilkan hati dan fikiran yang bersih karena mendapat curahan
cahaya dari Allah SWT
4). Akan diberi rizki yang halal dan dilipat gandakan oleh Allah karena selalu
mentaati Allah sebagai wujjud rasa syukur.
5). Menunjukkan pada umat lain bahwa islam adalah agama tidak merugikan orang lain, seperti
mencuri, merampok, mencopet, berjudi dan lain lain.
Jadi, jika cara mendapatkan makanan dari hasil kerja yang halal, maka akan menghasilkan yang halal
pula, dan jika mencarinya dengan jalan tidak halal maka akan menghasilkan yang tidak halal pula.
c. Penggolongan makanan dan minuman yang halal
Adapun makanan dan minuman yang dihalalkan menurut agama Islam dapat digolongkan sebagai
berikut.
1)Semua rizki yang diberikan oleh Allah berupa makanan yang baik dan halal ( padi, jagung, sagu,
kedelai, sayuran, buah-buahan, dll.)
2)Semua makanan yang berasal dari laut (air)
3)Semua binatang ternak, kecuali babi dan anjing (ayam, itik, kambing sapi, kerbau, unta dll)
4)Hasil buruan yang ditangkap oleh binatang yang telah dididik untuk berburu.
5)Semua jenis madu;
6)Semua jenis minuman yang terbuat dari bahan yang halal (Air kopi, air teh, sirup, juice buah dll.)

d. Manfaat makanan dan minuman yang halal
Allah SWT dan rasul-Nya memerintahkan umat manusia untuk membiasakan makanan dan mimuman
yang halal. Dengan makan dan minum yang halala akan memberikan manfaat bagi tubuh manisia.
Manfaatnya antara lain :
1)Terhindar dari murka Allah karena menjauhi laranganya
2)Tubuh kita akan selalu sehat karena yang dimakan adalah sesuatu yang baik dan enak
3)Yang baik dan hanya mengajarkan kebaikan

2. Makanan dan minuman yang haram
a. Pengertian
Allah SWT telah memerintahkan manusia supaya mengkonsumsi makanan dan minuman yang baik,
Sebaliknyya manusia diharuskan menjauhi makanan dan minuman yang haram. Makanan yang haram
adalah makanan yang dilarang dikonsumsi menurut syariat Islam, Sedangkan minuman yang haram
adalah minuman yang tidak boleh diminum oleh orang Islam karena adanya dalil yang jelas. Firman Allah
dalam surat al Araf ayat 157, yang artinya:
Artinya :
...dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk
... ( QS. Al Araf / 7 : 157 )
b.Ciri ciri makanan dan minuman yang haram
Makanan dan minuman yang diharamkan memiliki ciri ciri antara lain :
1)makanan itu membahayakan
2)melemahkan dan merusak akal,
3)mendatangkan madharat terhadap manusia baik jiwa ataupun raga.
4)Memabukkan
5)Menjijikkan
c.Jenis makanan dan minuman yang haram
Berapa jenis makanan yang diharamkan oleh Allah SWT. Antara lain sebagai berikut :
1)Bangkai binatang ,kecuali ikan dan belalang.
Sabda Raasulullah SAW.


Artinya :
Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, yaitu bangkai ikan dan belalang
(HR. Ib nu majah dari Abdullah Bin Umar : 3209)

2)Makanan yang buruk, menjijikakan atau najis seperti kecoak, lalat, cacing kutu dll
Firman Allah dalam surat Al Arof yat 157.

...

...
Artinya :
...dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka . ( Q. S. Al Arof : 157)

3)Makanan yang memabukkan
Rasulullah SAW bersabda :


Artinya :
Tiap-tiap yang memabukkan adalah khomr dan semua khomr hukumnya haram
( H. R. Muslim dari Ibnu Umar : 3733 )
Sampai saat ini, sudah banyak ditemukan bebagai jenis minuman yang secara positif memabukkan serta
diharamkan melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia, yaitu bir dalam segala merek, vodka, ciu, anggur
putih, wiski, daun ganja, sabu sabu, heroin, ektasi.
4)Babi
Daging babi haram , termasuk di dalamnya kulit, tulang dan semua bagian dari hewan tersebut.

5)Binatang yang disembelih tidak atas nama Allah.
6)Benda yang membahayakan
Contoh makanan yang mengandung racun dan makanan yang basi.
Firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 195 :

...
Artinya :
..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan
( QS. Al Baqarah / 2 : 195 )

d.Akibat Akibat makanan dan minuman yang haram
Memakan makanan dan minuman yang haram dilarang oleh Allah dan rasul-Nya, sebab akan berakibat
bagi yang mengkonsumsinya. Beberapa akibat yang ditimbulkan antara lain :
1.akan mendapatkan murka dan azab dari Allah baik didunia maupun diakhirat.
2.tidak ada keberkahan dalam dirinya.
3.akan membentuk sifat-sifat syaithoniyah seperti suka marah, berbohong, dan berkhianat.
4.susah menerima ilmu kebenaran.
5.badan tidak sehat dan mudah terkena berbagai macam penyakit.

d. Usaha - usaha untuk menghindari makanan dan minuman ynag haram.
Sebagai seorang muslim kita harus berusaha menghindari atau menjauhi makanan dan minuman yang
haram. Agar dapat menghindari makanan dan minuuman yang diharamkan, hendaklah diperhatikan hal-
hal berikut :
1.tanamkan di dalam diri sikap benci dan tidak suka terhadap makanan dan minunam yang diharamkan
2.hendaklah difahami betul macam-macam makanan dan minuman yang diharamkan
3.jika terdapat keraguan terhadap makanan dan minuman tersebut tanyakanlah kepada ulama terdekat
4.bersikap hati-hati terhadap makanan dan minuman yang telah diolah atau dalam kemasan
5.tanamkan keyakinan di dalam diri bahwa makan dan minum sesuatu yang haram akan merusak dan
membahayakan jiwa kita
6.menjauhi pergaulan yang mengarah pada makanan dan minuman ynag haram.

e.Hikmah keharaman makanan dan minuman
Dari beberapa makanan dan minuman yang diharamkan oleh Allah ada isyarat hikmah yang terkandung
di dalamnya. Hikmah yang terkandung antara lain :
1. Minuman yang memabukkan diharamkan karena di dalamnya mengandung zat etanol atau metanol
yang bersifat racun, sehingga membahayakan kesehatan manusia terutama merusak jaringan otak dan
sarat.
2. Diharamkannya babi karena di dalamnya mengandung cacing pita yang dapat tumbuh dalam lambung
mabusia dan akan merusak alat pencernakan.
3. Diharamkan bangkai karena bangkai tersebut kemungkinan mengandung mikroba- mikroba atau
baksil yang akan meracuni dan merusak tubuh manudia
4. Makanan yang menjijikkan atau kotor diharamkan , karena makanan tersebut dapat mengotori tubuh
kita dan akan menjadi racun dalam tubuh yang akan mengganggu pertumbuhan jasmani dan rohani.
Dapat disimpulkan bahwa diharamkannya makanan dan minuman merupakan salah satu bentuk kasih
sayang Allah kepada manusia . Dengan menghayati ketentuan Allah tersebut akan tumbuh kesadaran
bahwa betaapa kasih sayang Allah terhadap hambaNya sangatlah besar.
http://basicartikel.blogspot.com/2013/07/makanan-dan-minuman-halal-dan-haram_24.html

[LARGE][LINK=/artikel-referensi/info-penting-halal/147-info-penting/info-penting-halal-
4/846-makanan-dan-minuman-yang-diharamkan]Makanan dan minuman yang
diharamkan[/LINK][/LARGE]
[LINK=http://moydodur.com] [/LINK]
[LINK=http://baby-market.org] , [/LINK]
[B]Bagian 2 dari 3 bagian tulisan: [/B]

[B]Landasan Hukum Syariat dan Hukum Positif Tentang Halal & Haram[/B]

[B]Oleh : Dr Ir Anton Apriyantono Msc[/B]

[B]2. Makanan dan Minuman yang Diharamkan[/B]

[I]Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu,
dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya[/I] (Al-Maaidah: 88).

Ayat tersebut diatas jelas-jelas telah menyuruh kita hanya memakan makanan yang halal dan
baik saja, dua kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yang dapat diartikan halal dari segi
syariah dan baik dari segi kesehatan, gizi, estetika dan lainnya.

Sesuai dengan kaidah ushul fiqih, segala sesuatu yang Allah tidak melarangnya berarti halal.
Dengan demikian semua makanan dan minuman diluar yang diharamkan adalah halal. Oleh
karena itu, sebenarnya sangatlah sedikit makanan dan minuman yang diharamkan tersebut.
Walaupun demikian, pada zaman dimana teknologi telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari manusia, maka permasalahan makanan dan minuman halal menjadi relatif
kompleks, apalagi yang menyangkut produk-produk bioteknologi.

[B]Makanan yang Diharamkan[/B]

[I]Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi
maha penyayang[/I] (Al-Baqarah:173).

Dari ayat diatas jelaslah bahwa makanan yang diharamkan pada pokoknya ada empat:

[#]
[B]Bangkai[/B]: yang termasuk kedalam kategori bangkai ialah hewan yang mati dengan tidak
disembelih, termasuk kedalamnya hewan yang matinya tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan
diterkam oleh hewan buas, kecuali yang sempat kita menyembelihnya (Al-Maaidah:3).
Bangkai yang boleh dimakan berdasarkan hadis yaitu bangkai ikan dan belalang (Hamka,
1982).
[/#]
[#]
[B]Darah[/B], sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir (Al-Anaam:145), yang
dimaksud adalah segala macam darah termasuk yang keluar pada waktu penyembelihan
(mengalir), sedangkan darah yang tersisa setelah penyembelihan yang ada pada daging setelah
dibersihkan dibolehkan (Sabiq, 1987). Dua macam darah yang dibolehkan yaitu jantung dan
limpa, kebolehannya didasarkan pada hadis (Hamka, 1982).
[/#]
[#]
[B]Daging babi[/B]. Kebanyakan ulama sepakat menyatakan bahwa semua bagian babi yang
dapat dimakan haram, sehingga baik dagingnya, lemaknya, tulangnya, termasuk produk-
produk yang mengandung bahan tersebut, termasuk semua bahan yang dibuat dengan
menggunakan bahan-bahan tersebut sebagai salah satu bahan bakunya. Hal ini misalnya
tersirat dalam Keputusan Fatwa MUI bulan September 1994 tentang keharaman
memanfaatkan babi dan seluruh unsur-unsurnya (Majelis Ulama Indonesia, 2000).
[/#]
[#][B]Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah[/B]. Menurut Hamka (1984),
ini berarti juga binatang yang disembelih untuk yang selain Allah (penulis mengartikan
diantaranya semua makanan dan minuman yang ditujukan untuk [I]sesajian[/I]). Tentu saja
semua bagian bahan yang dapat dimakan dan produk turunan dari bahan ini juga haram
untuk dijadikan bahan pangan seperti berlaku pada bangkai dan babi. [/#]

Masalah pembacaan basmalah pada waktu pemotongan hewan adalah masalah khilafiyah
(Hamka, 1982), ada yang mengharuskan membacanya, ada yang hanya menyunahkan saja
(Hassan, 1985). Yang mengharuskan membacanya berpegang pada surat Al-Anaam ayat 121:
[I]dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut nama Allah (ketika
menyembelihnya), sesungguhnya hal itu suatu kefasikan.[/I] Bagi mereka yang
menyunahkan membacanya berpegang pada hadis-hadis, diantaranya hadis yang dirawikan
oleh Bukhari, An-Nasa-i dan Ibnu Majah dari hadis Aisyah bahwa [I]suatu[/I] [I]kaum datang
kepada kami membawakan kami daging, tetapi kami tidak tahu apakah disebut nama Allah
atasnya atau tidak. Maka menjawab Rasulullah saw: Kamu sendiri membaca bismillah
atasnya, lalu makanlah! Berkata yang merawikan: Mereka itu masih dekat kepada zaman
kufur. (Artinya baru masuk Islam)[/I] (Hamka, 1982).

Ada satu masalah lagi yang masih menjadi khilafiyah yaitu sembelihan ahli kitab, ada yang
membolehkan (Hamka, 1982; Qardlawi, 1976) yang didasarkan diantaranya firman Allah
dalam surat Al-Maaidah ayat 5: [I]dan makanan orang-orang yang diberi AlKitab itu halal
bagimu, dan makanan kamu halal bagi mereka[/I]. Kebolehan memakan hewan ternak
(selain babi) hasil sembelihan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) ini sepanjang cara
penyembelihannya sesuai dengan cara penyembelihan secara islami (menggunakan pisau yang
tajam, memotong urat lehernya dan hewan mengeluarkan darahnya pada waktu disembelih
yang berarti hewan belum mati pada waktu disembelih walaupun dipingsankan dulu
sebelumnya) (Hamka, 1982). Yang mengharamkan sembelihan ahli kitab didasarkan pada
ayat 121 surat Al-Anaam seperti dituliskan diatas, dimana mereka menyembelih tidak atas
nama Allah.

Disamping keempat kelompok makanan yang diharamkan tersebut diatas, terdapat pula
kelompok makanan yang diharamkan karena sifatnya yang buruk seperti dijelaskan dalam
surat Al-A`raaf:157 .....[I]dan menghalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala hal yang buruk......[/I] Apa-apa saja yang buruk tersebut
agaknya dicontohkan oleh Rasulullah dalam beberapa hadis, diantaranya hadis Ibnu Abbas
yang dirawikan oleh Imam Ahmad dan Muslim dan Ash Habussunan: [I]Telah melarang
Rasulullah saw memakan tiap-tiap binatang buas yang bersaing (bertaring, penulis), dan tiap-
tiap yang mempunyai kuku pencengkraman dari burung.[/I] Sebuah hadis lagi sebagai contoh,
dari Abu Tsa`labah: [I]Tiap-tiap yang bersaing dari binatang buas, maka memakannya
adalah haram[/I] (perawi hadis sama dengan hadis sebelumnya).

Hewan-hewan lain yang haram dimakan berdasarkan keterangan pada hadis-hadis ialah
himar kampung, bighal, burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, anjing, anjing gila,
semut, lebah, burung hud-hud, burung shard (Sabiq, 1987). Selain itu, ada lagi binatang yang
tidak boleh dimakan yaitu yang disebut jallalah. Jallalah adalah binatang yang memakan
kotoran, baik ia unta, sapi, kambing, ayam, angsa, dll sehingga baunya berubah. Jika binatang
itu dijauhkan dari kotoran (tinja) dalam waktu lama dan diberi makanan yang suci, maka
dagingnya menjadi baik sehingga julukan jallalah hilang, kemudian dagingnya halal (Sabiq,
1987).

Ada pula Imam yang tidak mengkategorikan makanan-makanan haram yang dijelaskan
dalam hadis sebagai makanan haram, tetapi hanya makruh saja. Pendapat ini dipegang oleh
penganut mazhab Maliki (Hamka, 1982; Hassan, 1985; Sabiq 1987). Akan tetapi, dengan
menggunakan [I]common sense[/I] saja agaknya sudah dapat dirasakan penolakan untuk
memakan binatang-binatang seperti binatang buas: singa, anjing, ular, burung elang, dsb.
Oleh karena itu, barangkali pendapat Mazhab Syafi`i lah yang lebih kuat yang
mengharamkan makanan yang telah disebutkan diatas.

Ada pula pendapat yang mengatakan hewan yang hidup di dua air haram, yang menurut
mereka didasarkan pada hadis. Sayangnya, sampai saat ini penulis hanya dapat menemukan
pernyataan keharaman makanan tersebut di buku-buku fiqih tanpa dapat berhasil
menemukan sumber hadisnya yang jelas selain dari satu hadis yang terdapat dalam kitab
Bulughul Maram (Hassan, 1975): [I]Dari `Abdurrahman bin `Utsman Al-Qurasyis-yi
bahwasanya seorang tabib bertanya kepada Rasulullah saw tentang kodok yang ia campurkan
didalam satu obat, maka Rasulullah larang membunuhnya[/I] (Diriwayatkan oleh Ahmad dan
disahkan oleh Hakim dan diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dan Nasa`i). Dari hadis
tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa larangan membunuh kodok sama dengan larangan
memakannya. Akan tetapi larangan terhadap binatang lainnya yang hidup di dua air seperti
kodok tentulah tidak secara tegas dinyatakan dalam hadis tersebut, mungkin itu hanya hasil
qias saja. Jadi seharusnya yang diharamkan hanya kodok saja, sedangkan hewan yang hidup
di dua alam lainnya tidak diharamkan, kecuali ada hadis yang menyatakan dengan jelas
keharaman hewan-hewan tersebut.

[B]Minuman yang Diharamkan[/B]

Dari semua minuman yang tersedia, hanya satu kelompok saja yang diharamkan yaitu
khamar. Yang dimaksud dengan khamar yaitu minuman yang memabukkan sesuai dengan
penjelasan Rasulullah saw berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud
dari Abdullah bin Umar: [I]setiap yang memabukkan adalah khamar (termasuk khamar) dan
setiap khamar adalah diharamkan [/I](semua hadis-hadis yang digunakan dalam pembahasan
minuman yang diharamkan diperoleh dari Sabiq, 1987). Dari penjelasan Rasulullah tsb jelas
bahwa batasan khamar didasarkan atas sifatnya, bukan jenis bahannya, bahannya sendiri
dapat apa saja. Dalam hal ini ada perbedaan pendapat mengenai bahan yang diharamkan, ada
yang mengharamkan khamar yang berasal dari anggur saja. Akan tetapi penulis menyetujui
pendapat yang mengharamkan semua bahan yang bersifat memabukkan, tidak perlu dilihat
lagi asal dan jenis bahannya, hal ini didasarkan atas kajian hadis-hadis yang berkenaan
dengan itu, juga pendapat para ulama terdahulu.

Mengenai sifat memabukkan sendiri dijelaskan lebih rinci lagi oleh Umar bin Khattab seperti
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut: [I]Kemudian daripada itu, wahai
manusia! sesungguhnya telah diturunkan hukum yang mengharamkan khamar. Ia terbuat
dari salah satu lima unsur: anggur, korma, madu, jagung dan gandum. [B]Khamar itu adalah
sesuatu yang mengacaukan akal[/B][/I]. Jadi sifat mengacaukan akal itulah yang dijadikan
patokan. Sifat mengacaukan akal itu diantaranya dicontohkan dalam Al-Quran yaitu
membuat orang menjadi tidak mengerti lagi apa yang diucapkan seperti dapat dilihat pada
surat An-Nisa: 43: [I]Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu shalat sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.[/I] Dengan
demikian berdasarkan ilmu pengetahuan dapat diartikan sifat memabukkan tersebut yaitu
suatu sifat dari suatu bahan yang menyerang syaraf yang mengakibatkan ingatan kita
terganggu.

Keharaman khamar ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Maaidah ayat 90-91: [I]Hai orang-
orang yang beriman! Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala dan
mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan-perbuatan keji yang termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menumbulkan permusuhan dan
kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu mengerjakan perbuatan
itu[/I].

Dengan berpegang pada definisi yang sangat jelas tersebut diatas maka kelompok minuman
yang disebut dengan minuman keras atau minuman beralkohol (alcoholic beverages) termasuk
khamar. Sayangnya, banyak orang mengasosiasikan minuman keras ini dengan alkohol saja
sehingga yang diharamkan berkembang menjadi alkohol (etanol), padahal tidak ada yang
sanggup meminum etanol dalam bentuk murni karena akan menyebabkan kematian.

Etanol memang merupakan komponen kimia yang terbesar (setelah air) yang terdapat pada
minuman keras, akan tetapi etanol bukan satu-satunya senyawa kimia yang dapat
menyebabkan mabuk, banyak senyawa-senyawa lain yang terdapat pada minuman keras juga
bersifat memabukkan jika diminum pada konsentrasi cukup tinggi. Komponen-komponen ini
misalnya metanol, propanol, butanol (Etievant, 1991). Secara umum, golongan alkohol bersifat
narkosis (memabukkan), demikian juga komponen-komponen lain yang terdapat pada
minuman keras seperti aseton, beberapa ester dll (Bretherick, 1986).

Secara umum, senyawa-senyawa organik mikromolekul dalam bentuk murninya kebanyakan
adalah racun. Sebagai contoh, asetaldehida terdapat pada jus orange walaupun dalam jumlah
kecil (3-7 ppm) (Shaw, 1991). Jika kita lihat sifatnya (dalam bentuk murninya), asetaldehida
juga bersifat narkosis, walaupun hanya menghirup uapnya (Bretherick, 1986). Oleh karena
itu, kita tidak dapat menentukan keharaman minuman hanya dari alkoholnya saja, akan
tetapi harus dilihat secara keseluruhan, yaitu apabila keseluruhannya bersifat memabukkan
maka termasuk kedalam kelompok khamar. Apabila sudah termasuk kedalam kelompok
khamar maka sedikit atau banyaknya tetap haram, tidak perlu lagi dilihat berapa kadar
alkoholnya.

Apabila yang diharamkan adalah etanolnya, maka dampaknya akan sangat luas sekali karena
banyak sekali makanan dan minuman yang mengandung alkohol, baik terdapat secara alami
(sudah terdapat sejak bahan pangan tersebut baru dipanen dari pohon) seperti pada buah-
buahan, atau terbentuk selama pengolahan seperti kecap. Akan tetapi kita mengetahui bahwa
buah-buahan segar dan kecap tidak menyebabkan mabuk. Disamping itu, apabila alkohol
diharamkan maka ketentuan ini akan bertentangan dengan penjelasan yang diberikan oleh
Rasulullah saw tentang jus buah-buahan dan pemeramannya seperti tercantum dalam hadis-
hadis berikut:

[#]
[I]Minumlah itu (juice) selagi ia belum keras. Sahabat-sahabat bertanya: Berapa lama ia
menjadi keras? Ia menjadi keras dalam tiga hari, jawab Nabi.[/I] (Hadis Ahmad diriwayatkan
dari Abdullah bin Umar).
[/#]
[#]
[I]Bahwa Ibnu Abbas pernah membuat juice untuk Nabi saw. Nabi meminumnya pada hari
itu, besok dan lusanya hingga sore hari ketiga. Setelah itu Nabi menyuruh khadam
menumpahkan atau memusnahkannya.[/I] (Hadis Muslim berasal dari Abdullah bin Abbas).
[/#]
[#][I]Buatlah minuman anggur!. Tetapi ingat, setiap yang memabukkan adalah haram[/I]
(Hadis tercantum dalam kitab Fiqih Sunah karangan Sayid Sabiq, 1987).[/#]

Pemeraman juice pada suhu ruang dan udara terbuka sampai dua hari jelas secara ilmiah
dapat dibuktikan akan mengakibatkan pembentukan etanol, tetapi memang belum sampai
pada kadar yang memabukkan, hal ini juga dapat terlihat pada pembuatan tape. Sebelum
diperam pun juice sudah mengandung alkohol, juice jeruk segar misalnya dapat mengandung
alkohol sebanyak 0.15%. Dari pembahasan tersebut diatas jelaslah bahwa pendapat yang
mengatakan diharamkannya alkohol lemah, bahkan bertentangan dengan hadis Rasulullah
saw.

Apabila alkohol diharamkan, maka seharusnya alkohol tidak boleh digunakan untuk
sterilisasi alat-alat kedokteran, campuran obat, pelarut (pewarna, flavor, parfum, obat, dll),
bahkan etanol harus enyah dari laboratorium-laboratorium. Jelas hal ini akan sangat
menyulitkan. Disamping itu ingatlah firman Allah dalam surat Al-Maiadah ayat 87: [I]Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Allah telah
halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas[/I].

Ada pula yang berpendapat bahwa etanol itu haram, akan tetapi etanol dapat digunakan
dalam pengolahan pangan asalkan pada produk akhir tidak terdeteksi lagi adanya etanol.
Pendapat ini lemah karena dua hal; pertama, berdasarkan hukum fiqih, apabila suatu
makanan atau minuman tercampur dengan bahan yang haram maka menjadi haramlah ia
(Ada pula yang berpendapat bahwa hal ini dibolehkan sepanjang tidak merubah sifat-sifat
makanan atau minuman tersebut. Pendapat ini hasil qias terhadap kesucian air yang
tercampuri bahan yang najis, sepanjang tidak merubah sifat-sifat air maka masih tetap suci.
Penulis tidak sependapat dengan pandangan ini karena masalah kehalalan makanan dan
minuman tidak bisa disamakan dengan masalah kesucian air, keduanya merupakan dua hal
yang berbeda).

Kedua, secara teori tidak mungkin dapat menghilangkan suatu bahan sampai 100 persen
apabila bahan tersebut tercampur ke dalam bahan lain, dengan kata lain apabila etanol
terdapat pada bahan awalnya, maka setelah pengolahan juga masih akan terdapat pada
produk akhir, walaupun dengan kadar yang bervariasi tergantung pada jumlah awal etanol
dan kondisi pengolahan yang dilakukan. Hal ini dapat dibuktikan di laboratorium.

Walaupun bukan etanol yang diharamkan tetapi minuman beralkohol, akan tetapi
penggunaan etanol untuk pembuatan bahan pangan harus dibatasi, untuk menghindari
penyalahgunaan dan menghindari perubahan sifat bahan pangan dari tidak memabukkan
menjadi memabukkan. Etanol dapat digunakan dalam proses ekstraksi, pencucian atau
pelarutan, akan tetapi sisa etanol pada produk akhir harus dihilangkan sedapat mungkin,
sehingga hanya tersisa sangat sedikit sekali. Etanol tidak boleh digunakan sebagai solven akhir
suatu bahan, misal digunakan sebagai pelarut bahan flavor dan pewarna.

Batasan khamar ini nampaknya tidak terbatas pada minuman saja mengingat ada hadis yang
mengatakan [I]setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram[/I]
(Hadis Muslim); [I]Semua yang mengacaukan akal dan semua yang memabukkan adalah
haram[/I] (Hadis Abu Daud). Dengan demikian segala hal yang mengacaukan akal dan
memabukkan seperti berbagai jenis bahan narkotika termasuk ecstasy adalah haram.

Disamping makanan dan minuman yang diharamkan seperti telah dijelaskan diatas, ada
beberapa kaidah fiqih yang sering digunakan dalam menentukan halal haramnya bahan
pangan. Kaidah tersebut diantaranya adalah:

[#]
Semua yang bersifat najis haram untuk dimakan.
[/#]
[#]
Manakala bercampur antara yang halal dengan yang haram, maka dimenangkan yang haram.
[/#]
[#]
Apabila banyaknya bersifat memabukkan maka sedikitnya juga haram.
[/#]

[B]3. Hukum Najis[/B]

Pada saat ini begitu banyak bahan-bahan yang dapat digunakan untuk kosmetika. Sayangnya,
banyak dari bahan-bahan tersebut berasal dari hewan, bahkan dari manusia. Hal ini jelas
akan berdampak pada hukum kenajisan dari kosmetika tersebut. Tentu saja kosmetika
haruslah hanya terbuat dari bahan-bahan yang tidak najis agar kosmetika tersebut halal
dipakai, apalagi kosmetika yang dipakai pada bagian tubuh yang berhubungan dengan
konsumsi makanan seperti lipstik, bukan hanya tidak boleh mengandung bahan yang najis
tapi juga tidak boleh mengandung bahan yang haram karena dapat terkonsumsi secara tidak
sengaja. Berdasarkan hal hal yang dikemukakan tersebut maka pentinglah kiranya untuk
mengkaji kembali bahan bahan apa saja yang termasuk kedalam kategori najis ini.

Berdasarkan kajian terhadap empat kitab berikut ini: 1. Fiqih Islam tulisan Sulaiman Rasyid,
2. Fikih Sunnah tulisan Sayid Sabiq (terjemahan), 3. Subulus Salam terjemahan oleh
Abubakar Muhammad, 4. Bidayatul Mujtahid tulisan Ibnu Rusyd (terjemahan), ternyata
banyak sekali perbedaan-perbedaan pendapat dalam masalah najis ini dengan berbagai
argumentasinya. Perbedaan terutama dalam hal penafsiran suatu hadis atau ayat Al-Qur'an,
apalagi kalau membaca bukunya Ibnu Rusyd kepala bisa pening dengan berbagai perbedaan
pendapat tersebut. Akan tetapi dengan mengetahui latar belakang perbedaan pendapat ini
justru kita bisa memilih mana sebetulnya yang paling dapat diterima dan paling lengkap.
Dari kajian ini, buku Fikih Sunnah tulisan Sayid Sabiq sebagai yang paling lengkap dan paling
dapat diterima, dalam arti sudah berusaha mengakomodasi berbagai perbedaan pendapat,
kalaupun masih ada yang masih belum sepakat biasanya beliau sebutkan (walaupun masih
perlu dilengkapi dari buku-buku lain karena masih ada satu dua hal yang masih kurang
dalam buku tersebut).

Berdasarkan buku Fikih Sunnahnya Sayid Sabiq tersebut maka yang termasuk kedalam najis
adalah:
1. Bangkai2. Darah3. Daging babi4. Muntah (kalau muntah sedikit dimaafkan)5. Kencing
manusia6. Kotoran manusia7. Wadi8. Madzi9. Mani10. Kencing dan tahi binatang yang tidak
dimakan dagingnya11. Binatang jalallah12. Khamar13. Anjing
Mengingat yang banyak menjadi masalah adalah bahan-bahan yang berasal dari hewan,
khususnya bangkai, maka berikut ini akan dijelaskan lebih rinci masalah bangkai. Dibawah
ini dikutipkan langsung apa yang ada dalam buku Sayid Sabiq (sebagian diringkaskan).


Bangkai ialah yang mati begitu saja, artinya tanpa disembelih menurut ketentuan agama.
Termasuk juga dalam hal ini apa yang dipotong dari binatang hidup. Dikecualikan dari itu:

[#]Bangkai ikan dan belalang[/#]
[#]Bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir seperti semut, lebah dan lain-
lain.[/#]
[#]Tulang dari bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku, dan kulit serta apa yang sejenis dengan
itu hukumnya suci. Dasar yang digunakan adalah hadis:
[*]
Berkata Az-Zuhri mengenai tulang belulang bangkai seperti misalnya gajah dan lain-lain
"Saya dapati orang-orang dari ulama-ulama Salaf mengambilnya sebagai sisir dan menjadi
minyak, demikian itu tidak jadi apa-apa" (Riwayat Bukhari).
[/*]
[*]
"Majikan dari Maimunah menyedekahkan kepadaku seekor domba, tiba-tiba ia mati.
Kebetulan Rasulullah saw. lewat, maka sabdanya: "Kenapa tidak tuan-tuan ambil kulitnya
buat disamak, hingga dapat dimanfaatkan?". "Bukankah itu bangkai?" ujar mereka. "Yang
diharamkan ialah memakannya", ujar Nabi pula." (Hadis riwayat Jama'ah kecuali Ibnu
Majah yang didalam riwayatnya tersebut "Dari maimunah", sementara dalam riwayat
Bukhari dan Nasa'i tidak disebutkan soal menyamak).
[/*]
[*]
Dan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia membacakan ayat berikut ini: "Katakan: Menurut apa
yang diwahyukan kepadaku tidak kujumpai makanan yang diharamkan kecuali bangkai"
(sampai akhir ayat 145 dari surat Al An'am). Kemudian ulasannya: "Yang diharamkan itu
hanyalah apa yang dimakan. Mengenai kulit, gigi, tulang, rambut dan bulu, maka ia halal."
(Hadis riwayat Ibnul Mundzir dan Ibnu Hatim).
[/#]
[/#]

Dari hadis hadis yang dikemukakan diatas maka ulama menetapkan apa yang disebut dengan
istihalah, yakni zat yang mengalami proses perubahan semua sifat-sifatnya dan menimbulkan
akibat hukum: dari benda najis atau [I]mutanajjis[/I] menjadi benda suci dan dari benda yang
diharamkan menjadi benda yang dibolehkan (mubah). Contoh dalam hal ini yaitu kulit
bangkai yang tadinya najis menjadi tidak najis manakala telah disamak. Masalahnya
sekarang, masih perlu ditetapkan apa yang dimaksud dengan perubahan sifat-sifat tersebut
secara lebih operasional sehingga kita dapat dengan lebih mudah mana mana sebetulnya yang
bisa masuk kedalam istihalah. Sebagai contoh, gliserin dari lemak hewan dibuat dengan cara
menghidrolisa lemak hewan sehingga asam lemak yang ada pada trigliserida lemak hewan
terlepas dan tinggalah gliserin yang dapat dipisahkan dari asam lemaknya serta bahan
lainnya. Pertanyaannya, apakah gliserin ini suci?, atau apakah gliserin ini termasuk istihalah?
Tentu akan banyak sekali bahan-bahan kosmetika yang serupa dengan gliserin ini, oleh
karena itu lagi-lagi sangatlah diperlukan adanya kepastian hukum terhadap bahan-bahan ini
agar kita tidak ragu-ragu dalam menggunakannya. Untuk itu, diperlukan kerjasama antara
para ulama dan ilmuwan dalam menetapkan status hukum bahan-bahan kosmetika ini.

Perlu diingat bahwa dalam penetapan suatu hukum, bukan hanya masalah materi saja yang
dipertimbangkan, akan tetapi masalah-masalah lain seperti masalah pemanfaatan barang
haram (intifa'). Dalam kasus babi misalnya, pemanfaatan babi dan unsur-unsur babi tidak
diperkenankan (Ijma sebagian ulama, difatwakan oleh MUI pada tahun 1994). Itu sebabnya
ada yang berpendapat jika babi haram dan najis maka turunannya pun tidak boleh
dimanfaatkan, tentu bisa ada pendapat lainnya yang tidak sama mengingat ada pula Imam
yang membolehkan menggunakan bulu babi sebagai benang. Walaupun demikian, sekali lagi
ditegaskan bahwa masalah najis ini belum banyak dibahas lagi, khususnya dalam kaitan
penggunaannya untuk kosmetika dan [I]toilettries[/I], secara lebih khusus lagi adalah bahan
bahan turunan dari bangkai dan babi yang ditengarai banyak digunakan dalam kosmetika
dan [I]toilettries[/I].

Sebagai kelengkapan dalam masalah hukum Islam mengenai makanan dan minuman serta
bahan-bahan najis maka pada Lampiran 1 disajikan fatwa fatwa MUI yang telah ditetapkan
dalam masalah ini.

http://pusathalal.com/artikel-referensi/info-penting-halal/147-info-penting/info-penting-halal-
4/846-makanan-dan-minuman-yang-diharamkan

Anda mungkin juga menyukai