kesehatan dan kesempatan untuk bisa hadir disini dan menjalankan kewajiban kita sebagai
mana yang semestinya. Serta shalawat beserta salam kita persembahkan untuk Nabi kita
Muhammad SAW, yang telah merubah pola pikir manusia dari pola pikir jahiliyah ke pola
pikir yang islamiah seperti yang kita rasakan pada hari ini.
Yang saya hormati pak amir ... Dan teman-teman seperjuangan yang saya banggakan
Pada hari ini saya akan memberikan dakwah singkat saya yang berjudul :
“ Pernikahan dalam Islam”
Sudah menjadi fitrah manusia bahwa dalam menjalani kehidupannya manusia tidak bisa
hidup sendirian. Setiap manusia pasti membutuhkan manusia lain sebagai teman untuk
berkomunikasi, sebagai tempat untuk berbagi perasaan suka dan duka, teman untuk bertukar
pikiran, atau sebagai pasangan hidup. Untuk memenuhi itu semua, setiap manusia perlu
membentuk sebuah keluarga melalui pernikahan.
Dalam al-Qur’an dinyatakan, bahwa hidup berpasang-pasang, hidup berjodoh adalah naluri
segala makhluk Allah, termasuk manusia. Hal sebagaimana Firman Allah dalam surat adz-
Dzariyah ayat 49 sebagai berikut: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah” (QS. adz-Dzariyah: 49)
Diantara yang mendasar untuk menuju ketentraman dan kebahagiaan yaitu Allah swt. Sudah
menciptakan manusia ini berpasang2an antara lelaki dan perempuan sebagaimana yang di
firmankan oleh allah swt. Dalam surat ar-rum ayat 21:
”dan diantara tanda2 kebesaran allah swt, bahwa dia mencioptakan jodoh untukmu dan
dirimu (bangsamu) supaya kamu mersa tentram kepadanya dan dia mengadakan sesame kamu
kasih sayang dan rahmat sesungguhnya demikian itumenjadi ayat bagi kaum yang
memikirkan.”
Pernikahan/perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tanga yang
bahagia dan kekal berdasarkan dan diridhai Alla SWT.
Pernikahan atau perkawinan dalam pandangan Islam bukan hanya merupakan bentuk
formalisasi hubungan suami istri atau pemenuhan kebutuhan fitrah insani semata, tetapi lebih
dari itu, merupakan amal ibadah yang disyariatkan. Meskipun upacara yang sakral itu tidak
bisa dipisahkan dari statusnya sebagai ibadah.
Dikatakan sebagai fitrah karena secara jelas Allah dan Rasul-Nya mensyariatkan nikah
sebagai perintah yang harus dilaksanakan seperti termaktub dalam Al-Quran dan Sunah:
“Maka nikahilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang
saja…” (QS. An Nisa: 3)
Memang pernikahan merupakan kebutuhan fitrah setiap insan yang tidak mungkin
dihindari. Seiring dengan kebutuhan biologis manusia, maka tumbuh pula dorongan
seksualnya. Jika hal tersebut tak tersalurkan pada hal yang benar, akan menimbulkan bencana
sosial maupun kemanusiaan. Karena itu Islam sebagai agama fitrah (QS 30:30) memberikan
jalan keluarnya secara sempurna.
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia
untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan
siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
Tujuan pernikahan
Ayat yang biasanya dikutip dan di jadikan dasar untuk menyelaraskan tujuan pernikahan dalam
al-qur’an (QS. 30 : 21)
berdasarkan ayat tsb, islam menginginkan pasangan suami istri membina rumah tangga melalui
akad nikah tersebut bersifat langgeng, harmonis saling mengasihi dan menyayangi sehingga
masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangga.
Dalam surah di atas juga dijelaskan 3 kunci kehidupan rumah tangga ideal:
1. As sakinah damai dengan menjalankan perintah allah, dengan tekun, hormati dan saling
toleransi
2. Al mawadah timbulah rasa saling mengasihi dan menyayangi
3. Ar rahman keturunan yang sehat dan penuh berkah.
Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri (seks),
memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput
yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.
Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :
1. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
o Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
o Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
2. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk
menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang
bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33
3. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi,
walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau
sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam
memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
4. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada
pasangannya juga keturunannya.
Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan tanggung
jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang akan dicatat sebagai ibadah.
“Perjanjian Berat” Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan tanggung jawab dari orang tua kepada
suami. Pengantin laki-laki telah menyatakan persertujuannya atau menjawab ijab qobul dari
wali pengantin perempuan dengan menyebut ijab qobulnya. Itulah perjanjian yang amat berat
yang Allah SWT ikut dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan pasangan suami istri dan
masyarakat.
Tanggung jawab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali terhadap seorang wanita yang
dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi wanita tersebut, antara lain:
Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir maupun batin,
Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang selayaknya,
mendidik akhlak dan agama dengan baik,
mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan istrinya.
Setelah ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga yang akan menentukan corak
masa depan kehidupan dalam rumah tangganya (suami sebagai imam).
Pergaulan suami isteri diletakkan di bawah naungan naluri keibuan dan kebapakan, sehingga
nantinya akan menumbuhkan buah yang baik. Peratuan perkawinan seperti inilah yang diridhai
Allah SWT dan diabadikan Islam untuk selamanya, sedangkan yang lainnya dibatalkannya.
Disamping aspek-aspek hidup yang lain. Islam tidak setuju terhadap sikap membujang.
Sebab ini melanggar fitrah kemanusiaan, Rasulullah pernah marah ketika mendengar salah
seorang sahabatnya berniat hendak membujang terus, demi alasan membersihkan diri dari
nafsu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku ini menikahi wanita, barangsiapa yang tidak
mengikuti sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku”.
Inilah bukti keselarasan antara ajaran Islam dengan tuntutan biologis atas fitrah kemanusiaan.
Islam memberi jawaban terhadap seluruh persoalan insani, tidak ada satu pun yang luput dari
perhatian Islam.
Pernikahan dalam Islam bukan sekedar sarana formalisasi kebutuhan biologis, lebih
dari itu adalah untuk menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya serta upaya melestarikan
kekhalifahan manusia di muka bumi sebagai amanat suci dengan menurunkan generasi yang
sah, baik dan berkualitas dari rumah tangga yang tertata menurut syariat. Rasulullah mencintai
ummatnya yang berketurunan banyak, dijelaskan dalam hadist disebutkan: