Anda di halaman 1dari 9

trasinya meningkat pada dewasa menjadi 28 m q/kg.

Tulang dan sel-sel otot merupakan


cadangan magnesium intraseluler utama. Enam puluh persen magnesium tubuh berada dalam
tulang, sepertiga diantaranya dapat bebas dipertukarkan. Sebagian besar dari 40% sisanya
terletak intraseluler; lebih dari 50% dalam otot dan kebanyakan sisanya dalam hati. Hanya
20-30% magnesium intraseluler yang dapat dipertukarkan, sisanya terikat protein, RNA dan
adenosin trifosfat.
Magnesium ekstraseluler hanya meliputi 1% magnesium tubuh. Meskipun dapat
bebas dipertukarkan dengan cadangan besar yang dapat dipertukarkan di tulang dan sel,
konsentrasi ekstraseluler dipertahankan pada kadar rendah dengan kisaran normal yang relatif
sempit. Kisaran magnesium serum normal adalah 1,5-1,8 mEq/L meskipun telah dilaporkan
kisaran normal yang lebih luas. Sekitar 80% dapat berultrafiltrasi; terdiri dari 55%
magnesium terionisasi dan 25% magnesium kompleks. 20% sisanya terikat protein (lihat
Tabel 50- I).

PENGATURAN MAGNESIUM.
Masukan. Kisaran masukan magnesium anak adalah 10-25 mEq/24 jam, tergantung pada
umur; masukan terbanyak diperlukan pada masa pertumbuhan cepat. Sayuran hijau dan
banyak jenis makanan lain mengandung konsentrasi tinggi magnesium, masukan pada
kebanyakan individu melebihi kebutuhan minimum 3,6 mg/kg/24 jam (yaitu 12 mg
magnesium ekuivalen dengan I mEq atau 0,5 mM). Absorpsi magnesium diet terutama terjadi
di traktus gastrointestinal atas melalui mekanisme yang belum sepenuhnya dapat
digambarkan. Vitamin D, hormon paratiroid (HYD dan peningkatan absorpsi natrium
meningkatkan absorpsi magnesium, kalsium, fosfor, dan peningkatan motilitas usus me-
nurunkannya, Absorpsi jauh dari sempuma; sejumlah magnesium sekitar dua pertiga masukan
diekskresi di tinja. Sebagian kecil magnesium ini disekresi di usus.
Ekskresi Ginjal. Pemeliharaan keseimbangan magnesium terutama tergantung pada
ekskresi di urin. Normalnya, kurang dari 5% beban filtrasi magnesium terdapat di urin, dan
20-30% di reabsorpsi di tubulus proksimalis dan sebagian bcsar sisanya di lengkung Henle,
terutama di cabang asendens tebal yang merupakan tempat utama modifikasi magnesium
ginjal. Pada berbagai kondisi, reabsorpsi magnesium setara dengan kalsium dan natrium.
Transpor magnesium berkompetisi dengan kalsium. Ekskresi magnesium urin dengan efisien
menyesuaikan dengan absorpsi intestinal. Reabsorpsi magnesium ginjal dihambat, berakibat
peningkatan magnesium urin dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler; diuretik
osmotik, thiazid, merkuri dan diuretik lengkung, glukagon; beban kalsium dan penurunan
kadar HPT. Sebaliknya, penurunan volume, defisiensi magnesium, tirokalsitonin dan
peningkatan kadar meningkatkan reabsorpsi magnesium ginjal, menurunkan ekskresi urin.
Asidosis meningkatkan ekskresi magnesium urin, tetapi alkalosis menurunkan magnesium
urin.
Pemeliharaan keseimbangan dan konsentrasi magnesium serum memerlukan
interaksi kompleks faktor-faktor ginjal dan bukan ginjal. Misalnya diet rendah magnesium
berakibat penurunan magnesium urin. Penurunan ini dapat disebabkan oleh penurunan ringan
konsentrasi magnesium serum, yang telah dibuktikan meningkatkan pelepasan HPT.
Pelepasan HPT menurunkan kehilangan magnesium urin dan juga mengakibatkan pelepasan
magnesium dan kalsium ke cairan ekstraseluler, meningkatkan konsentrasi kedua kation.
Reabsorpsi tubulus magnesium yang difiltrasi dapat hampir sempurna. Meskipun demikian,
traktus gastrointestinal terus mensekresi sedikit magnesium, sehingga dapat terjadi
kekurangan. Konsentrasi magnesium serum tergatung pada masukan dan keluaran, serta pada
mobilisasi magnesium tulang dan jaringan lunak. Kadar dalam serum tidak selalu merupakan
indikator keseimbangan magnesium yang dapat diandalkan, dan dapat tetap normal meskipun
ada kekurangan magnesium berat. Pada defisiensi nutrisi berat seperti kwashiorkor, kadar
magnesium serum dapat normal meskipun kandungan magnesium otot rendah. Sebaliknya,
dapat dijumpai kadar yang rendah tanpa kehilangan yang berarti.

KONDISI PATOFISIOLOGIS. Hipomagnesemia.

Hipomagnesemia terjadi pada berbagai keadaan klinis, termasuk sindrom malabsorpsi,


hipoparatiroidisme, terapi diuretik, hiperkalsemia, asidosis tubulus ginjal, aldosteronisme
primer, alkoholisme, dan terapi cairan intravena jangka panjang dengan cairan bebas
magnesium. Yang terutama berisiko adalah bayi yang mengalami pembedahan dan
mendapatkan cairan tersebut untuk jangka lama. Zat-zat nefrotoksik juga dapat menimbulkan
hipomagnesemia dengan meningkatkan kehilangan magnesium Iewat urin. Bayi penderita
tetanus neonatorum dini atau lambat juga sering menderita hipomagnesemia (lihat Bab 56).
Pada tetanus neonatorum dini, hipomagnesemia cenderung ringan dan sementara dan
mungkin tidak memerlukan terapi magnesium.

Pada tetanus neonatorum lambat, hipokalsemia mungkin gagal berespon terhadap


pengobatan sampai kadar magnesium kembali normal. Gejala hipomagnesemia terutama
adalah peningkatan iri- tabilitas neuromuskular, termasuk tetani, kejang berat dan tremor.
Dapat juga dijumpai perubahan kepribadian, nausea, anoreksia, irama jantung abnormal dan
perubahan elektrokardiografi. Gejala tidak selalu berhubungan dengan kadar magnesium
serum, mungkin karena kadar serum tidak selalu menggambarkan kandungan magnesium
tubuh, sebagai kation yang terutama bcrada intraseluler. Disamping itu, gejala
hipomagnesemia mungkin relatif tidak berarti dibanding gejala penyakit primer yang
mengakibatkan hipomagnesemia. Kemungkinan ketiga adalah gejala mungkin
menggambarkan hipomagnesemia dengan komplikasi hipokalsemia. Hipomagnesemia berat
mempengaruhi pelepasan HPT dan menginduksi resistensi rangka terhadap kerja HPT.
Hipomagnesemia dan hipokalsemia sering terjadi bersamaan.

Hipermagnesemia. Hipermagnesemia, yaitu peningkatan magnesium tubuh total


jarang terjadi tanpa penurunan fungsi ginjal. Dalam keadaan normal, ginjal mencegah
peningkatan magnesium serum ke tingkat berbahaya bahkan ketika diberikan beban
magnesium tinggi. Namun, hipermagnesemia dengan kadar serum melebihi 5 mEq/L dapat
terjadi. Sumber magnesium yang sering dijumpai adalah Iaksan mengandung magnesium,
enema, cairan intravena dan antasida yang mengandung magnesium untuk pengikat fosfat
pada penderita gagal ginjal kronis. Hipermagnesemia berat dapat tcrjadi pada neonatus yang
dilahirkan ibu penderita hipertensi preeklamsia yang diobati dengan injeksi intramuskular
magnesium sulfat. Yang berisiko khusus adalah neonatus prematur dengan asfik- sia atau
hipotonia, meskipun masih perlu ditentukan apakah peningkatan magnesium merupakan
penyebab atau akibat kelainan ini. Kadar magnesium serum cenderung kembali normal
spontan dalam 72 jam. Juga ada peningkatan insidens hipermagnesemia pada penderita
penyakit Addison.
Gejala hipermagnesemia timbul bila kadar magnesium melebihi 5 mg/dL
Hiporefleksia mendahului depresi pernafasan, mengantuk dan koma. Manifestasi ini dapat
dengan cepat dihi- langkan dengan pemberian kalsium intravena. Koma dan kematian
biasanya terjadi bila kadar magnesium serum meningkat diatas 15 mg/dL.
Fosfor

Dapat terjadi kebingungan dalam memahami fisiologi fosfor karena istilah "fosfor" dan
"fosfat" sering terbalik-balik penggunaannya. Pengukuran fosfat dari suatu contoh bahan
biologis selalu dilakukan dan dinyatakan dalam istilah konsentrasi fosfor elemcntal total.
Karena berat atom fosfor 30,98, konsentrasi 3,1 mg/dL (31 mg/L) fosfor ekuivalen dengan
1mM fosfor/L Kebanyakan fosfor plasma yang diukur berada dalam bentuk ortofosfat
monovalen atau divalen dan bersifat seakan-akan mempunyai valensi pada PH 7,40 (lihat
Tabel 50-1). Akibatnya pada PH 7,0, I rnM fosfat ekuivalen dengan „8 mEq fosfat (mM x
valensi mEq).

PENGATURAN FOSFOR. Masukan dan Absorpsi. Sumber utama fosfor makanan adalah
susu, produk sUsU dan daging. Masukan harian yang disarankan adalah 880 mg/24 jam pada
anak berusia 1-10 tahun, dan 1.200 mg untuk anak yang lebih besar. Bayi yang menyusui
menelan 25-30 mg fosfor/kg/24 jam. Sekitar dua pertiga fosfat makanan diabsorbsi di usus.
terutama jejunum. Absorbsinya dirangsang oleh vitamin D dan metabolitnya, dan oleh
hormon paratiroid (HYD. Absorpsi diturunkan oleh tirokalsitonin, oleh pengikat seperti
aluminium hidroksida dan karbonat dalam usus, dan, setidak-tidaknya pada binatang, oleh
masukan kalsium makanan tinggi.
Ekskresi Ginjal. Meskipun fosfat ditransportasi aktif me- lewati dinding usus,
ginjal yang berperan paling penting dalam pengaturan fosfat tubuh. Pengelolaan fosfat ginjal
terdiri dari filtrasi glomerulus dengan reabsorpsi fakultatif di tubulus. Fosfor ultrafiltrasi
dapat secara bebas difiltrasi di glomerulus, 90% beban filtrasi ini dalam keadaan normal
direabsorpsi. 80% beban filtrasi mengalami reabsorpsi di tubulus proksi- malis, sedangkan
sisanya terjadi pada segmen yang lebih distal. Pada keadaan tertentu, fosfat juga dapat
disekresi di tubulus distal. Laju reabsorpsi fosfor tubulus maksimal (Tm) ada di tubulus
proksimal. Karena transpor maksimum ini hanya sedikit diatas beban filtrasi normal, sedikit
peningkatan fosfor plasma meningkatkan beban filtrasi di atas transpor maksimum dan
meningkatkan ekskresi fosfor urin. Ekskresi urin fosfat menunjukkan irama sirkadian, dengan
tingkat terendah pada pagi hari dan tertinggi pada sore hari.

Reabsorpsi fosfat tubulus diatur oleh HPT, yang efeknya diperantarai oleh sistem
adenilat siklase. Hormon ini menu- runkan reabsorpsi fosfor tubulus terutama di tubulus
proksimal dan berhubungan dengan fosfaturia. Sebaliknya, vitamin D dosis tinggi
merangsang reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal, seperti juga hormon pertumbuhan. Pada
banyak keadaan, transpor fosfat di tubulus ginjal setara dengan natrium. Peningkatan cairan
ekstraseluler mengakibatkan fosfaturia, begitupula pcmberian diuretik, terutama yang
menghambat karbonik anhidrase. Transpor fosfat juga terkait dengan glukosa dan perubahan
pH; hiperglikemia menurunkan Tm fosfor dan mengakibatkan fosfaturia. Kondisi yang
menimbulkan urin basa juga menurunkan reabsorpsi fosfat.

Fosfat Plasma. Disamping faktor-faktor yang telah dibahas, konsentrasi fosfat


plasma juga dipengaruhi oleh pertukaran fosfat berkesinambungan antara tempat
penyimpanan terbanyak di tulang dan cairan ekstraseluler. Pelepasan fosfor dari tempat
penyimpanannya di tulang dirangsang Oleh hormon pengatur yang sama dengan yang
merangsang pelepasan kalsium. Reabsorpsi fosfat dari tulang dirangsang oleh 1,25-
dihidroksivitamin D3 dan HPT tetapi dihambat oleh tirokalsitonin. Fosfat juga dengan mudah
ditransportasi melewati membrane sel. Pemberian glukosa atau insulin menurunkan
konsentrasi fosfat plasma, mungkin akibat fosforilase glukosa. Hiperventilasi, alkalosis dan
pemberian epinefrin juga menurunkan konsentrasi fosfat plasma. Peningkatan konsentrasi
fosfat plasma yang akut dan cukup bermakna menimbulkan hipokalsemia. Namun, perubahan
konsentrasi kalsium, tidak selalu secara timbal balik mengubah konsentrasi fosfat plasma.
Konsentrasi fosfor plasma tinggi selama masa bayi dan kanak-kanak. Kisaran nilai pada saat
lahir adalah 1,4-2,8 mM/L, yang meningkat progresif pada minggu pertama kehidupan
sampai 2,0-3,3 mM/L sebelum turun perlahan-lahan selama masa anak. Kadamya turun
mencapai kadar dewasa (1,0-1,3 mMfL) pada saat selesainya pertumbuhan. Bayi prematur
juga mempunyai kadar fosfor plasma 2,5-3,0 mM/L bila masukan fosfornya cukup.

KONDISI PATOFISIOLOGIS. Hiperfosfatemia.

Hipofosfatemia merupakan ciri hipoparatiroidisme tetapi jarang terjadi tanpa gangguan


fungsi ginjal. Meskipun sedikit perubahan laju filtras; glomerulus (LFG) hanya sedikit
berpengaruh pada ekskresi fosfat orang sehat, penurunan LFG sampai di bawah 25% normal
akan mengakibatkan peningkatan kadar fosfat anorganik serum, disertai perubahan timbal
balik kadar kalsium serum, mengakibatkan hiperparatiroidisme sekunder. Proses ini dimulai
dengan sedikit penurunan LFG tetapi biasanya tidak menimbulkan gejala klinis sampai LFG
turun cukup rendah. Pada bayi kecil, LFG relatif rendah bila dihubungkan dengan massa sel
aktif, sedangkan masukan fosfor makanan tinggi; akibatnya kadar fosfor anorganik tinggi.
Penurunan LFG atau hipoparatiroidisme relatif pada bayi dengan cepat meningkatkan kadar
fosfat serum bayi ke tingkat yang sangat tinggi, mengakibatkan penurunan konsentrasi
kalsium dan timbulnya tetani laten atau manifes (Iihat Bab 45 dan 56).

Hiperfosfatemia dapat juga ditimbulkan oleh pemberian fosfat berlebihan secara peroral atau
intravena atau enema yang mengandung fosfat. Penggunaan obat-obat sitotoksik untuk
mengobati keganasan, terutama limfoma atau leukemia, mengakibatkan sitolisis yang disertai
hiperfosfatemia akibat pelepasan fosfat ke sirkulasi. Akibat klinis utama hiperfosfatemia
adalah gejala hipokalsemia yang ditimbulkannya.

Hipofosfatemia. Hipofosfatemia dapat terjadi pada defisiensi fosfat akibat kelaparan,


kekurangan kalori-protein, dan sindrom malabsorpsi. Keadaan ini juga dapat disebabkan oleh
perpindahan fosfat ke intraseluler, seperti pada alkalosis metabolik atau respiratorik, selama
pengelolaan ketoasidosis diabetik (biasanya pada 24 jam pertama), dan setelah pemberian
kortikosteroid. Peningkatan kehilangan fosfat urin dapat cukup berat untuk menurunkan
konsentrasi dalam plasma; penurunan ini dapat dijumpai pada hiperparatiroidisme primer
atau tersier, pada defek tubulus ginjal, setelah peningkatan volume cairan ekstrascluler, atau
setelah pemberian diuretik. Kombinasi mekanisme patofisiologis sering bertanggung jawab
untuk terjadinya hipofosfatemia. Misalnya defisiensi vitamin D (Iihat Bab 45) dan rakhitis
resisten vitamin D (Iihat Bab 649).

Bayi berat badan Iahir sangat rendah memerlukan masukan tinggi fosfor pada masa
pertumbuhan cepat pasca natal. Masukan tidak adekuat mengakibatkan kekurangan fosfor
dan hipofosfatemia. Kekurangan masukan fosfor terutama terjadi pada penderita yang
menerima nutrisi parenteral total, dimana dokter lupa memperhatikan lebih tingginya
kebutuhan kadar fosfor serum bayi-bayi prematur. Dapat terjadi demineralisasi tulang,
hiperkalsemia, dan kalsiuria, mungkin akibat mobilisasi fosfor dan kalsium dari tulang.

KLORIDA

KANDUNGAN DAN DISTRIBUSI KLORIDA TUBUH.


Klorida merupakan anion utama cairan ekstraseluler (Gb. 46-3). Sebagian besar
klorida tubuh total terletak ekstraseluler, klorida plasma limfa interstisial 37,3%, jaringan ikat
padat dan kartilago 17%, tulang dan cairan transeluler Se bagian kecil (12.4%) berada
intraseluler. Klorida dapat dipertukarkan relatif konstan tiap kilogram berat badan pad
berbagai usia. Rendahnya konsentrasi klorida dalam sel diatur oleh dua mekanisme membran
sel aktif. Penukaran bikarbonat-klorida timbal balik (resiprokal) sensitif terhadap peru bahan
pH intraseluler. Bila pH intraseluler meningkat. bikarbonat sel bertukar dengan klorida
ekstraseluler, mengem balikan pH ke normal. Pengeluaran klorida dari sel terutam dicapai
dengan tingginya gradien kalium antar kedua belah sisi membran sel. Potensial membran,
yang ditimbulkan oleh tingginya konsentrasi kalium intraseluler, juga mengeluarka klorida
dari sel secara pasif melalui kanal transpor selektif anion atau ko-transpor kalium-klorida
aktif.

PENGATURAN KLORIDA. Masukan dan keluaran kiorid biasanya paralel dengan


natrium, tetapi masukan klorida, kehilangan abnormal di Iuar ginjal serta ekskresi ginjal
dapat terjadi tanpa tergantung pada natrium. Pergantian harian klorida tinggi, konservasi
klorida ginjal sangatlah baik akibat regulasi ginjal yang efisien. Di tubulus proksimal,
sebagian tertentl (60-70%) beban filtrasi klorida diabsorbsi kembali, berkaitan erat dengan
reabsorpsi natrium (Iihat Gb. 47-2). Reabsorpsi klorida di tubulus proksimal berpasangan
dengan natrium, dan pada bagian berikutnya, klorida merupakan anion yang lebil diutamakan
untuk kotranspor natrium. Karena adanya mekanisme kotranspor ini, setiap perubahan
reabsorpsi natrium di tubulus proksimalis mempengaruhi pengelolaan klorida di tubulus
proksimalis.
Pada cabang asendens tebal lengkung Henie, 20-30% beban klorida direabsorbsi,
terkait erat dengan natrium melalui suatu mekanisme khusus. Pergerakan keluar natrium dan
klorida dari lumen ke sel-sel tubulus didorong Oleh transpor aktif. Reabsorpsi pada segmen
ini ditengahi Oleh sistem transpor membran protein "symport” yang memasangkan gerakan
satu ion natrium, dua ion klorida dan satu ion kalium. Diuretik lengkung, seperti furosemide,
menghambat protein ”symporť' ini meniadakan reabsorpsi natrium dan klorida di cabang
asendens tebal.
Hampir semua sisa beban filtrasi klorida direabsorbsi di tubulus distalis dan duktus
koligentes. Klorida mempunyai peran yang sangat penting dalam pengelolaan ion natrium,
kalium dan hidrogen tubulus di segmen ini karena merupakan satu-satunya anion yang dapat
direabsorbsi pada keadaan normal. Reabsorpsi klorida pada bagian nefron ini melibatkan
kombinasi kompleks pasangan natrium-klorida Oleh suatu protein ”symporter", suatu protein
”antiporteť' yang mempermudah pertukaran klorida-bikarbonat dan sejumlah besar transpor
transeluler klorida melalui mekanisme yang belum sepenuhnya dimengerti. Gambaran klinis
yang relevan dengan pengelolaan klorida di tubulus distalis dan duktus koligentes meliputi
perlunya reabsorpsi natrium bersifat elektroneutral, sehingga natrium harus ditukarkan
dengan kalium atau ion hidrogen atau dikotransportasi dengan klorida.
Pentingnya partisipasi pengelolaan klorida setelah tubulus proksimal ditunjukkan
pada keadaan defisiensi klorida, yang paling sering disebabkan Oleh diet yang terlalu
membatasi masukan natrium klorida dan penggunaan diuretik berkepanjangan. Klorida dalam
jumlah dibawah normal dari tubulus proksimal mencapai cabang asenden tebal. Karena sifat
khusus protein kotranspor, Icbih sedikit klorida dalam segmen tubulus mengakibatkan lebih
sedikit reabsorpsi natrium. Lebih banyak natrium yang sampai ke tubulus distalis dan duktus
koligentes akan meningkatkan reabsorpsi natrium, yang kemudian akan meningkatkan
pertukaran kalium dan ion hidrogen, mengakibatkan peningkatan kehilangan melalui kencing
dan menimbulkan hipokalemia dan alkalosis dengan hipokloremia.

KONDISI PATOFISIOLOGI. Pada sebagian besar situasi klinis, pertukaran konsentrasi


klorida dalam darah paralel dengan natrium. Hipokloremia dan hiperkloremia biasanya
disertai dengan hiponatrcmia dan hipernatremia yang sebanding. Hal ini paling sering terjadi
pada penderita dehidrasi akibat diare. Kadang-kadang, perubahan konsentrasi klorida tidak
disertai Oleh perubahan konsentrasi natrium yang sebanding.
Hipokloremia. Hipokloremia sering dijumpai pada alkalosis metabolik. Meskipun
klorida tidak secara langsung terlibat dalam pengaturan konsentrasi ion hidrogen bebas, tetapi
dia berperan penting dalam menimbulkan dan mempertahankan alkalosis metabolik.
Kekurangan klorida sebagai penyebab alkulosis metabolik terjadi bila kehilangan klorida
tubuh me- lebihi kehilangan natrium. Contohnya adalah kehilangan dari usus akibat muntah
atau drainase Iambung, dan pada diare klorida, suatu kelainan kongenital yang jarang terjadi,
dimana terjadi defek transpor klorida usus, serta kistik fibrosis. Kehilangan klorida urin dapat
melebihi natrium pada saat koreksi asidosis metabolik dan pada defisiensi kalium.

Penurunan beban filtrasi klorida meningkatkan reabsorpsi di tubulus proksimal,


karena dia menjadi anion yang dominan untuk reabsorpsi natrium. Makin sedikit klorida yang
tersedia di cabang asenden tebal menurunkan jumlah natrium yang direabsorbsi. Makin
tingginya natrium yang sampai ke nefron distal meningkatkan pertukaran ion hidrogen dan
kalium. Mekanisme yang serupa membuat klorida mempertahankan kondisi alkalosis
metabolik.
Pemberian klorida diperlukan untuk mengkoreksi sebagian besar kasus alkalosis
metabolik tanpa memperhatikan ada tidaknya defisiensi kalium yang menyertai. Pada kasus-
kasus defisiensi kalium, harus diberikan kalium dan klorida sebelum defisiensi kalium dapat
dikoreksi. Pengelolaan penderita alkalosis metabolik dengan kalium atau natrium klorida,
tergantung mana yang sesuai, mengakibatkan ekskresi cepat bikarbonat ke urin dan
mengkoreksi alkalosis.
Hipokloremia juga dapat disebabkan oleh masukan klorida tidak adekuat yang
berkepanjangan. Bayi yang diberi formula PASI kurang klorida selama beberapa bulan
mengalami kekurangan klorida tubuh secara kronis, hipokloremia berat (kadar natrium serum
biasanya tetap normal), alkalosis metabolik hi- pokalemik berat, kurang nafsu makan,
kegagalan pertumbuhan, kelemahan otot dan lethargi. Meskipun penambahan klorida pada
diet dengan cepat mengembalikan kelainan elektrolit menjadi normal kembali, sekuele jangka
panjang mungkin 'telah terjadi, termasuk gangguan pola perilaku.
Hiperkloremia. Hiperkloremia dapat terjadi bila klorida dikonservasi di ginjal
melebihi natrium dan kalium atau terbentuknya urin basa selama ginjal mengkoreksi
alkalosis. Peningkatan reabsorpsi fraksional klorida di tubulus ginjal proksimal pada asidosis
tubulus ginjal distal juga mengakibatkan hiperkloremia. Larutan asam amino dini yang
digunakan untuk alimentasi parenteral juga mengandung klorida berlebihan. sehingga
pemberiannya mengakibatkan asidosis hiperkloremik. Penggantian dengan asetat secara
umum dapat mengatasi masalah ini. Hiperkloremia juga dapat terjadi bila sejumlah besar
cairan parenteral yang mengandung klorida, seperti ga- ram fisiologis (saline) normal dan
larutan Ringer laktat. diberikan pada saat resusitasi cairan akut.
Kesenjangan (Gap) Anion. Pengukuran kadar klorida serum perlu untuk
menentukan kesenjangan anion penderita. Kon- sentrasi kation serum terbanyak (yaitu
natrium) lebih besar daripada jumlah kedua anion serum terbanyak (yaitu klorida dan
bikarbonat). Perbedaannya disebut kesenjangan anion; kesenjangan anion = [Nal - ([HC031 +
[ CII). Harga normalnya sekitar 12 mEqfL (berkisar antara 8-16 rnEqfL). Kesenjangan anion
berasal dari efek konsentrasi kombinasi anion Iidak diukur, seperti fosfat, sulfat, protein dan
asam organik, yang meIebihi kation tidak diukur, terutama kalium, kalsium dan magnesium.
Menghitung kesenjangan anion memungkinkan deteksi konsentrasi abnormal anion atau
kation tidak diukur.

Kondisi abnormal dengan kesenjangan anion normal terjadi pada asidosis metabolik
akibat asidosis tubulus ginjal atau kehilangan bikarbonat dari tinja. Reabsorpsi fraksional
klorida meningkat karena dia menjadi anion dominan yang tersedia untuk menyertai
reabsorpsi natrium tubulus bila konsentrasi bikarbonat plasma turun. Dalam plasma, dengan
penurunan bikarbonat pada asidosis jenis ini, klorida akan meningkat, Séhingga jumlah anion
plasma tetap normal.
Peningkatan kesenjangan anion pada gagal ginjal adalah akibat peningkatan
konsentrasi fosfat dan sulfat, peningkatan ß-hidroksibutirat dan asetoasetat pada ketoasidosis
diabetes, peningkatan laktat pada asidosis laktat; peningkatan asam organik belum
teridentifikasi pada koma hiperglikemia nonketotik dan peningkatan berbagai asam organik
pada kelainan metabolisme asam amino. Peningkatan kesenjangan anion juga dapat terjadi
setelah pemberian sejumlah besar penisilin. Peningkatan kesenjangan anion disebabkan oleh
produksi glikolat setelah menelan etilen glikol, oleh produksi formiat setelah menelan
metanol dan oleh anion salisilat setelah keracunan salisilat. serta oleh berbagai anion organik
akibat tidak mengalami fosforilasi oksidatif.
Penurunan kesenjangan anion lebih jarang terjadi. Keadaan ini dapat dijumpai pada
sindroma nefrotik yang disebabkan Oleh penurunan konsentrasi albumin yang bersifat
anionic pada pH 7,4, setelah menelan lithium, dengan lithium sebagai kation tidak diukur;
dan pada mieloma multipel, akibat adanya protein kationik.

Kalsium

KALSIUM TUBUH. Pada semua tahap kehidupan, 99% kalsium tubuh terdapat di
tulang. Karena tulang bayi lebih renggang mineralisasinya daripada tulang dewasa,
kandungannkalsium tubuh bayi dan dewasa sangatlah berbeda, sekitar 400 mEq/kg berat
badan pada bayi, dan 950 mEq/kg berat badan pada dewasa (lihat Bab 43, 44 dan 45).
Pada keadaan normal, kandungan kalsium ekstraseluler berada dalam kondisi yang
relatif tetap meskipun dapat dengan bebas bertukar dengan cadangan di tulang yang sangatn
besar. Konsentrasi kalsium serum juga dipertahankan dalam batas-batas yang sempit, sekitar
rnWL (10mg/dL). Sekitar 40% ierikat protein, dan sisa 60% Iainnya dalam bentuk
ultrafiltrasi (Tabel 50-1). Karena Ig albumin mengikat mg kalsium. sedangkan 1 g globulin
hanya mengikat 0,16 mg, maka 80-90% kalsium terikat berikatan dengan albumin. Penurunan
konsentrasi albumin serum menurunkan penurunan kadar kalsium serum total. Dari kalsium
yang berbentuk ultrafiltrasi, 14%dalam bentuk kompleks dengan anion. seperti fosfat dan
sitrat, sedangkan 46% sisanya (1,2 mM/L atau 4,8 mg/dL) dalam bentuk ion kalsium bebas
(Iihat Tabel 50-1).
Kalsium terionisasi berada dalam keseimbangan dengan bentuk terikat protein.
Perubahan aktivitas ion hidrogen dalam plasma mengubah persentase kalsium yang
terionisasi; misalnya, perubahan pH unit mengubah konsentrasi kalsium terionisasi 10%.
Asidosis meningkatkan dan alkalosis menurunkan proporsi yang terionisasi. Bentuk kalsium
terionisasi mempunyai arti fisiologis terpenting. Ion kalsium berperan penting dalam banyak
proses biologi fundamental, termasuk pembentukan tulang, pembelahan dan pertumbuhan sel,
koagulasi, kopel hormon respon, kopel respon stimulus listrik pada kontraksi otot dan
pelepasan neurotransmitter. Meskipun konsentrasi kalsium terionisasi dapat diukur, perkiraan
tertentu dapat dipakai di klinis bila status asam basa penderita diketahui dan dengan
mengasumsikan bahwa setiap penurunan Ig dL konsentrasi albumin serum menurunkan
ikatan, dan kare nanya menurunkan kalsium serum total I mg/dL.

PENGATURAN KALSIUM. Pengaturan homeostasis kalsiun keseluruhan


ditentukan oleh suatu sistem kompleks meliput absorpsi intestinal, ekskresi ginjal dan
pengaturan hormona proses-proses tersebut. Ada dua variabel penting untuk mem
pertahankan homeostasis kalsium: kalsium tubuh total, yan terutama ditentukan oleh jumlah
kalsium yang diabsorbsi ditraktus intestinal dan jumlah kalsium yang diekskresi di ginjal
serta distribusi kalsium antara tulang dan kompartemen ekstraseluler yang terutama
ditentukan oleh keseimbangan pengaturan hormonal.
Kandungan kalsium tubuh terutama diatur oleh absorps kalsium di traktus intestinal.
Masukan harian dari makan yang disarankan adalah 360 mg pada 6 bulan pertama kehidupan,
540 mg pada 6 bulan berikutnya, 800 mg usia 1-10 tahun, dan 1.200 mg pada usia 11-18
tahun. Produk susu pakan sumber utama terpenting. Kalsium diet diabsorbsi sepanjang usus
halus, terutama di duodenum dan pangkal jejunum oleh suatu mekanisme transpor aktif yang
diperantara penyandang dan dirangsang Oleh 1.25•dihidroksivitamin D3 Dipostulasikan
bahwa hipokalsemia merangsang pelepasa hormon paratiroid (HPT), yang meningkatkan
perubahan 25 hidroksivitamin D3 ke bentuk yang secara biologis lebih aktif yaitu derivat
1,25.
Efisiensi absorpsi kalsium makanan dalam usus meningka pada keadaan masukan
rendah kalsium pada anak yang sedang tumbuh, kehamilan dan selama kekurangan simpanan
kalsiun tubuh. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap adaptas ini tidak diketahui.
Pemberian vitamin D dan HPT juga meningkatkan absorpsi kalsium; HPT mungkin bekerja
dengan pengaruhnya terhadap metabolisme vitamin D.
Peningkatan absorpsi yang mengakibatkan hiperkalsemi terjadi pada sarkoidosis,
karsinomatosis, dan mieloma multipel. Penurunan absorpsi kalsium terjadi pada adanya fitat,
oksalat dan sitrat saluran cerna yang membentuk komplek kalsium makanan; pada
peningkatan motilitas Iambung dal pada pengurangan panjang •usus; serta pada kekurangan
protein, yang dapat mengakibatkan defisiensi protein pengikat kal Sium di mukosa usus.
Sebagian kalsium disekresi ke lumet usus, tetapi proses ini mungkin tidak berhubungan
dengan mekanisme pengaturan.
Ekskresi kalsium ginjal menyesuaikan dengan absorpsi intestinum untuk
mempertahankan keseimbangan kalsium ke seluruhan. Kalsium plasma tidak terikat protein
(yaitu kalsiun yang dapat berdifusi dan berultrafiltrasi), difiltrasi di glome rulus. Dalam
keadaan normal, 99% kalsium yang difiltrasi diabsorpsi kembali di tubulus, bentuk yang
terionisasi lebih mu dah ditransportasi daripada bentuk kompleks. Reabsorpsi terjadi
sepanjang netron. Reabsorpsi yang terjadi di tubulus proksimal (50-55%) dan lengkung Henle
(20-30%), tampak nya setara dengan reabsorpsi natrium; faktor-faktor yam mempengaruhi
transpor salah satu kation ini juga mempengaruhi Iainnya. Transpor kalsium di tubulus
kontortus distali: (10-15%) dan duktus koligentcs (2-8%) dapat dipisahkan dari transpor
natrium, disinilah mungkin terjadi mekanisme yang spesifik kalsiurik. Misalnya, diuretik
thiazide menurunkan reabsorpsi natrium tubulus, menimbulkan natriuresis, namun bila
diberikan dalam jangka panjang, diuretik ini akan meningkatkan reabsorpsi kalsium dan
menurunkan ekskresi kalsium urin. Reabsorpsi kalsium secara spesifik dirangsang oleh 1,25-
dihi-droksivitamin D3 di tubulus distalis.
Hormon terpenting yang mengatur ekskresi kalsium ginjal adalah HPT. HPT dengan
dramatis merangsang reabsorpsi kalsium di cabang asenden tebal lengkung Henle dan di
tubulus distalis. Bila meningkat, kalsium urin turun, efek sebaliknya terjadi bila kadar HPT
turun. Penurunan volume ekstraseIuler dan alkalosis metabolik juga merangsang reabsorpsi
kalsium tubulus dan menurunkan ekskresi kalsium urin.
Ekskresi kalsium urin juga ditingkatkan oleh banyak mekanisme tidak spesifik.
Termasuk diantaranya adalah peningkatan volume cairan ekstraseluler, pemberian diuretik
osmotik, furosemid, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, atau glukagon, asidosis metabolik;
puasa berkepanjangan dan peningkatan kadar fosfat serum.
Ada variasi diurnal ekskresi kalsium yang memuncak pada tengah hari. Perubahan
kalsium makanan hanya menimbulkan sedikit perubahan ekskresi kalsium urin. Hal ini
mungkin menunjukkan perubahan adaptif absorpsi kalsium intestinal. Inaktivitas fisik juga
mengakibatkan peningkatan ekskresi kalsium urin, dan bila berkepanjangan, dapat
mengakibatkan pembentukan batu ginjal.
Keseimbangan antara deposisi dan mobilisasi kalsium dalam tulang terutama
menentukan konsentrasi kalsium terionisasi dalam darah. Distribusi kalsium antara tulang
dan cairan ekstraseluler terutama ditentukan oleh pengaturan hormonal. HPT dan 1,25-
dihidroksivitamin D3 bekerja meningkatkan kalsium plasma. Pelepasan Hyr dirangsang oleh
hipokalsemia atau peningkatan fosfor plasma. meningkatkan kalsium plasma dengan
merangsang pelepasan kalsium tulang dan dengan merangsang produksi 1,25-
dihidroksivitamin D3 yang meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan merangsang pe-
Iepasan kalsium tulang. HPT juga meningkatkan reabsorpsi kalsium ginjal.
Tirokalsitonin, yang dihasilkan oleh sel-sel parafolikulcr di kelenjar tiroid,
dilepaskan pada keadaan hiperkalsemia. Efek utama tirokalsitonin adalah menurunkan
kalsium plasma dengan menghambat resorbsi tulang. Hormon ini juga meningkatkan ekskresi
kalsium urin. PH plasma mempengaruhi konsentrasi kalsium terionisasi plasma, seperti juga
jumlah kalsium yang diabsorbsi dari cairan tubulus ginjal dan usus, meskipun tidak terlalu
besar.

Anda mungkin juga menyukai