PENGATURAN MAGNESIUM.
Masukan. Kisaran masukan magnesium anak adalah 10-25 mEq/24 jam, tergantung pada
umur; masukan terbanyak diperlukan pada masa pertumbuhan cepat. Sayuran hijau dan
banyak jenis makanan lain mengandung konsentrasi tinggi magnesium, masukan pada
kebanyakan individu melebihi kebutuhan minimum 3,6 mg/kg/24 jam (yaitu 12 mg
magnesium ekuivalen dengan I mEq atau 0,5 mM). Absorpsi magnesium diet terutama terjadi
di traktus gastrointestinal atas melalui mekanisme yang belum sepenuhnya dapat
digambarkan. Vitamin D, hormon paratiroid (HYD dan peningkatan absorpsi natrium
meningkatkan absorpsi magnesium, kalsium, fosfor, dan peningkatan motilitas usus me-
nurunkannya, Absorpsi jauh dari sempuma; sejumlah magnesium sekitar dua pertiga masukan
diekskresi di tinja. Sebagian kecil magnesium ini disekresi di usus.
Ekskresi Ginjal. Pemeliharaan keseimbangan magnesium terutama tergantung pada
ekskresi di urin. Normalnya, kurang dari 5% beban filtrasi magnesium terdapat di urin, dan
20-30% di reabsorpsi di tubulus proksimalis dan sebagian bcsar sisanya di lengkung Henle,
terutama di cabang asendens tebal yang merupakan tempat utama modifikasi magnesium
ginjal. Pada berbagai kondisi, reabsorpsi magnesium setara dengan kalsium dan natrium.
Transpor magnesium berkompetisi dengan kalsium. Ekskresi magnesium urin dengan efisien
menyesuaikan dengan absorpsi intestinal. Reabsorpsi magnesium ginjal dihambat, berakibat
peningkatan magnesium urin dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler; diuretik
osmotik, thiazid, merkuri dan diuretik lengkung, glukagon; beban kalsium dan penurunan
kadar HPT. Sebaliknya, penurunan volume, defisiensi magnesium, tirokalsitonin dan
peningkatan kadar meningkatkan reabsorpsi magnesium ginjal, menurunkan ekskresi urin.
Asidosis meningkatkan ekskresi magnesium urin, tetapi alkalosis menurunkan magnesium
urin.
Pemeliharaan keseimbangan dan konsentrasi magnesium serum memerlukan
interaksi kompleks faktor-faktor ginjal dan bukan ginjal. Misalnya diet rendah magnesium
berakibat penurunan magnesium urin. Penurunan ini dapat disebabkan oleh penurunan ringan
konsentrasi magnesium serum, yang telah dibuktikan meningkatkan pelepasan HPT.
Pelepasan HPT menurunkan kehilangan magnesium urin dan juga mengakibatkan pelepasan
magnesium dan kalsium ke cairan ekstraseluler, meningkatkan konsentrasi kedua kation.
Reabsorpsi tubulus magnesium yang difiltrasi dapat hampir sempurna. Meskipun demikian,
traktus gastrointestinal terus mensekresi sedikit magnesium, sehingga dapat terjadi
kekurangan. Konsentrasi magnesium serum tergatung pada masukan dan keluaran, serta pada
mobilisasi magnesium tulang dan jaringan lunak. Kadar dalam serum tidak selalu merupakan
indikator keseimbangan magnesium yang dapat diandalkan, dan dapat tetap normal meskipun
ada kekurangan magnesium berat. Pada defisiensi nutrisi berat seperti kwashiorkor, kadar
magnesium serum dapat normal meskipun kandungan magnesium otot rendah. Sebaliknya,
dapat dijumpai kadar yang rendah tanpa kehilangan yang berarti.
Dapat terjadi kebingungan dalam memahami fisiologi fosfor karena istilah "fosfor" dan
"fosfat" sering terbalik-balik penggunaannya. Pengukuran fosfat dari suatu contoh bahan
biologis selalu dilakukan dan dinyatakan dalam istilah konsentrasi fosfor elemcntal total.
Karena berat atom fosfor 30,98, konsentrasi 3,1 mg/dL (31 mg/L) fosfor ekuivalen dengan
1mM fosfor/L Kebanyakan fosfor plasma yang diukur berada dalam bentuk ortofosfat
monovalen atau divalen dan bersifat seakan-akan mempunyai valensi pada PH 7,40 (lihat
Tabel 50-1). Akibatnya pada PH 7,0, I rnM fosfat ekuivalen dengan „8 mEq fosfat (mM x
valensi mEq).
PENGATURAN FOSFOR. Masukan dan Absorpsi. Sumber utama fosfor makanan adalah
susu, produk sUsU dan daging. Masukan harian yang disarankan adalah 880 mg/24 jam pada
anak berusia 1-10 tahun, dan 1.200 mg untuk anak yang lebih besar. Bayi yang menyusui
menelan 25-30 mg fosfor/kg/24 jam. Sekitar dua pertiga fosfat makanan diabsorbsi di usus.
terutama jejunum. Absorbsinya dirangsang oleh vitamin D dan metabolitnya, dan oleh
hormon paratiroid (HYD. Absorpsi diturunkan oleh tirokalsitonin, oleh pengikat seperti
aluminium hidroksida dan karbonat dalam usus, dan, setidak-tidaknya pada binatang, oleh
masukan kalsium makanan tinggi.
Ekskresi Ginjal. Meskipun fosfat ditransportasi aktif me- lewati dinding usus,
ginjal yang berperan paling penting dalam pengaturan fosfat tubuh. Pengelolaan fosfat ginjal
terdiri dari filtrasi glomerulus dengan reabsorpsi fakultatif di tubulus. Fosfor ultrafiltrasi
dapat secara bebas difiltrasi di glomerulus, 90% beban filtrasi ini dalam keadaan normal
direabsorpsi. 80% beban filtrasi mengalami reabsorpsi di tubulus proksi- malis, sedangkan
sisanya terjadi pada segmen yang lebih distal. Pada keadaan tertentu, fosfat juga dapat
disekresi di tubulus distal. Laju reabsorpsi fosfor tubulus maksimal (Tm) ada di tubulus
proksimal. Karena transpor maksimum ini hanya sedikit diatas beban filtrasi normal, sedikit
peningkatan fosfor plasma meningkatkan beban filtrasi di atas transpor maksimum dan
meningkatkan ekskresi fosfor urin. Ekskresi urin fosfat menunjukkan irama sirkadian, dengan
tingkat terendah pada pagi hari dan tertinggi pada sore hari.
Reabsorpsi fosfat tubulus diatur oleh HPT, yang efeknya diperantarai oleh sistem
adenilat siklase. Hormon ini menu- runkan reabsorpsi fosfor tubulus terutama di tubulus
proksimal dan berhubungan dengan fosfaturia. Sebaliknya, vitamin D dosis tinggi
merangsang reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal, seperti juga hormon pertumbuhan. Pada
banyak keadaan, transpor fosfat di tubulus ginjal setara dengan natrium. Peningkatan cairan
ekstraseluler mengakibatkan fosfaturia, begitupula pcmberian diuretik, terutama yang
menghambat karbonik anhidrase. Transpor fosfat juga terkait dengan glukosa dan perubahan
pH; hiperglikemia menurunkan Tm fosfor dan mengakibatkan fosfaturia. Kondisi yang
menimbulkan urin basa juga menurunkan reabsorpsi fosfat.
Hiperfosfatemia dapat juga ditimbulkan oleh pemberian fosfat berlebihan secara peroral atau
intravena atau enema yang mengandung fosfat. Penggunaan obat-obat sitotoksik untuk
mengobati keganasan, terutama limfoma atau leukemia, mengakibatkan sitolisis yang disertai
hiperfosfatemia akibat pelepasan fosfat ke sirkulasi. Akibat klinis utama hiperfosfatemia
adalah gejala hipokalsemia yang ditimbulkannya.
Bayi berat badan Iahir sangat rendah memerlukan masukan tinggi fosfor pada masa
pertumbuhan cepat pasca natal. Masukan tidak adekuat mengakibatkan kekurangan fosfor
dan hipofosfatemia. Kekurangan masukan fosfor terutama terjadi pada penderita yang
menerima nutrisi parenteral total, dimana dokter lupa memperhatikan lebih tingginya
kebutuhan kadar fosfor serum bayi-bayi prematur. Dapat terjadi demineralisasi tulang,
hiperkalsemia, dan kalsiuria, mungkin akibat mobilisasi fosfor dan kalsium dari tulang.
KLORIDA
Kondisi abnormal dengan kesenjangan anion normal terjadi pada asidosis metabolik
akibat asidosis tubulus ginjal atau kehilangan bikarbonat dari tinja. Reabsorpsi fraksional
klorida meningkat karena dia menjadi anion dominan yang tersedia untuk menyertai
reabsorpsi natrium tubulus bila konsentrasi bikarbonat plasma turun. Dalam plasma, dengan
penurunan bikarbonat pada asidosis jenis ini, klorida akan meningkat, Séhingga jumlah anion
plasma tetap normal.
Peningkatan kesenjangan anion pada gagal ginjal adalah akibat peningkatan
konsentrasi fosfat dan sulfat, peningkatan ß-hidroksibutirat dan asetoasetat pada ketoasidosis
diabetes, peningkatan laktat pada asidosis laktat; peningkatan asam organik belum
teridentifikasi pada koma hiperglikemia nonketotik dan peningkatan berbagai asam organik
pada kelainan metabolisme asam amino. Peningkatan kesenjangan anion juga dapat terjadi
setelah pemberian sejumlah besar penisilin. Peningkatan kesenjangan anion disebabkan oleh
produksi glikolat setelah menelan etilen glikol, oleh produksi formiat setelah menelan
metanol dan oleh anion salisilat setelah keracunan salisilat. serta oleh berbagai anion organik
akibat tidak mengalami fosforilasi oksidatif.
Penurunan kesenjangan anion lebih jarang terjadi. Keadaan ini dapat dijumpai pada
sindroma nefrotik yang disebabkan Oleh penurunan konsentrasi albumin yang bersifat
anionic pada pH 7,4, setelah menelan lithium, dengan lithium sebagai kation tidak diukur;
dan pada mieloma multipel, akibat adanya protein kationik.
Kalsium
KALSIUM TUBUH. Pada semua tahap kehidupan, 99% kalsium tubuh terdapat di
tulang. Karena tulang bayi lebih renggang mineralisasinya daripada tulang dewasa,
kandungannkalsium tubuh bayi dan dewasa sangatlah berbeda, sekitar 400 mEq/kg berat
badan pada bayi, dan 950 mEq/kg berat badan pada dewasa (lihat Bab 43, 44 dan 45).
Pada keadaan normal, kandungan kalsium ekstraseluler berada dalam kondisi yang
relatif tetap meskipun dapat dengan bebas bertukar dengan cadangan di tulang yang sangatn
besar. Konsentrasi kalsium serum juga dipertahankan dalam batas-batas yang sempit, sekitar
rnWL (10mg/dL). Sekitar 40% ierikat protein, dan sisa 60% Iainnya dalam bentuk
ultrafiltrasi (Tabel 50-1). Karena Ig albumin mengikat mg kalsium. sedangkan 1 g globulin
hanya mengikat 0,16 mg, maka 80-90% kalsium terikat berikatan dengan albumin. Penurunan
konsentrasi albumin serum menurunkan penurunan kadar kalsium serum total. Dari kalsium
yang berbentuk ultrafiltrasi, 14%dalam bentuk kompleks dengan anion. seperti fosfat dan
sitrat, sedangkan 46% sisanya (1,2 mM/L atau 4,8 mg/dL) dalam bentuk ion kalsium bebas
(Iihat Tabel 50-1).
Kalsium terionisasi berada dalam keseimbangan dengan bentuk terikat protein.
Perubahan aktivitas ion hidrogen dalam plasma mengubah persentase kalsium yang
terionisasi; misalnya, perubahan pH unit mengubah konsentrasi kalsium terionisasi 10%.
Asidosis meningkatkan dan alkalosis menurunkan proporsi yang terionisasi. Bentuk kalsium
terionisasi mempunyai arti fisiologis terpenting. Ion kalsium berperan penting dalam banyak
proses biologi fundamental, termasuk pembentukan tulang, pembelahan dan pertumbuhan sel,
koagulasi, kopel hormon respon, kopel respon stimulus listrik pada kontraksi otot dan
pelepasan neurotransmitter. Meskipun konsentrasi kalsium terionisasi dapat diukur, perkiraan
tertentu dapat dipakai di klinis bila status asam basa penderita diketahui dan dengan
mengasumsikan bahwa setiap penurunan Ig dL konsentrasi albumin serum menurunkan
ikatan, dan kare nanya menurunkan kalsium serum total I mg/dL.