HIPERBILIRUBINEMIA NEONATUS
Pembimbing:
dr. Djaja Noezoeliastri, Sp.A
Disusun oleh:
Nurul Dahniar Latupono
1102013220
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas berkat rahmat-Nya, penulis berhasil menyelesaikan penulisan presentasi kasus yang
berjudul “Hiperbilirubinemia neonatus ”.
Presentasi kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu kesehatan anak Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon. Penulisan
presentasi kasus ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulisan menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Djaja
Noezoeliastri, Sp.A selaku konsulen sekaligus pembimbing pada kepaniteraan stase Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon, yang selalu membimbing dan memberi
saran selama kepaniteraan klinik di bagian ilmu kesehatan Anak.
Dalam penulisan Presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi isi
materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun untuk perbaikan pada penulisan dan penyusunan presenasi kasus ini. Penulis
berharap presentasi kasus ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT
senantiasa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Aamiin ya
rabbal’alamin.
Wassalamualaikum wr.wb
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl lahir/ Umur : 20/11/2018
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Link selilit, suralaya pulo merak.
Stastus Pernikahan : belum menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 22 November 2018
No. Rekam Medis : xx-xx-xx
Ruangan : NICU/PERINA
Nama RS ` : RSUD CILEGON
II. ANAMNESIS
Diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 23 November 2018 pukul 10.30 WIB
A. Keluhan utama
Kuning sejak hari kedua kehidupan
3
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi laki-laki lahir secara SC (seksio caesarea) di VK Kebidanan RSUD
Cilegon, dari ibu G2P1A0 dengan PED (preeklamsia berat) dan KPD (ketuban pecah
dini) 8jam, leukosit ibu 11.60 mm2 kondisi air ketuban jernih, volume air ketuban
kurang lebih 50 cc. Bayi lahir ditolong bidan dan dokter, saat lahir pasien langsung
menangis, gerakan aktif (+) APGAR Score 5/6.
Sejak ± umur 2hari penderita mulai tampak kuning, ASI (+) malas minum (-),
demam (-), lemah (-), muntah (-), BAB dan BAK (+)
Riwayat Persalinan:
Riwayat kelahiran lahir bayi laki-laki tanggal 20/11/2018 pukul 08.45 WIB SC
a/i PEB + KPD 8jam, G2P1A0 hamil 38 minggu. Masa kehamilan cukup bulan.
Langsung menangis. Kelainan bawaan (-). Berat badan lahir 3400 gram. Panjang badan
48 cm. APGAR Score 5/6. Ketuban jernih. Lahir di RSUD Cilegon. Dirawat selama 5
hari 4 malam
I. Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak kedua. Ayah penderita berusia 35tahun, pendidikan terakhir
SD yang bekerja sebagai wiraswasta. Ibu penderita berusia 31 tahun dengan pendidikan
terakhir SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.
I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda vital
Heart Rate : 96 x/menit
Respiration Rate : 138x/menit
Suhu : 36,5 0C
4. Antropometri
Berat Badan (BB) : 3400gr
Tinggi Badan (TB) : 49 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
Lingkar Lengan Atas : 12 cm
5
B. Status Generalis
1. Kepala
Normocephal, rambut hitam merata, tipis, ubun-ubun besar belum menutup.
2. Mata
Palpebra superior kanan dan kiri tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, kornea jernih, pupil isokor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung
positif, Pupil bulat isokor 2/2, air mata +/+
3. Telinga
Daun telinga simetris kanan dan kiri, lekukan sempurna, liang telinga lapang, tidak
ada serumen, tidak ada sekret.
4. Hidung
Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada,
napas cuping hidung tidak ada.
5. Leher
Tidak teraba pembesaran KGB
6. Thoraks
Normochest, tidak ada retraksi, simetris saat statis dan dinamis, tidak ada sikatriks.
7. Paru
6
Palpasi: Supel, nyeri tekan tidak ada, hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal
tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
10. Ekstremitas
Akral hangat, edema tidak ada, tidak ada pitting edema, tidak ada sianosis
11. Kulit
Kuning pada wajah (+), dada, perut (-), tungkai, kaki, lengan, dan tangan (-).
(kramer I).
Maturitas Neuromuscular
Sikap tubuh : 3
Jendela pergelangan : 3
Rekoil lengan : 3
Sudut popliteal : 3
Tanda selempang : 3
Tumit ke kuping : 3
7
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
Pemeriksaan Kimia Klinik ( 25- 11-2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Bilirubin total 10.50 Mg/dL < 12 .00
Bilirubin direk 1.00 H Mg/dL < 0.30
Bilirubin indirek 9.50 H Mg/dL 0.30 – 0.90
a. Diagnosis kerja
• Hiperbilirubinemia ec infeksi
b. Diagnosis Banding
Breast milk Jaundice
Inkompatibilitas ABO
V. TATALAKSANA
Inj cefotaxime 4 x 90 mg
Fototerapi
ASI ad Libitum
VI. PROGNOSIS
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFENISI
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan
pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebih. ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar bilirubin darah
5-7 mg/dl (Kosim M dkk, 2008)
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin standar
deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari
persentil 90 (Kosim M dkk, 2008)
II. EPIDEMIOLOGI
10
dan derajat IV sebanyak 4,4 %. Kesimpulan Kejadian hiperbilirubinemia akibat
inkompatibilitas ABO ditemukan sebanyak 21,74 % atau 5 bayi dari 23 bayi yang
mengalami hiperbilirubinemia dengan persalinan sejumlah 235 persalinan (Apriyastuti,
2011 )
III. KLASIFIKASI
a. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada
neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dl pada usia 3 hari, setelah itu berangsur
turun. Kadar bilirubin akan mencapai <2 mg/dl setelah usia 1 bulan, baik pada bayi
cukup bulan maupun prematur ( Pudjiadi AH dkk, 2011)
11
c. Hiperbilirubinemia Indirek
Merupakan peningkatan bilirubin serum tak terkonjugasi.3 Etiologi dijabarkan ditabel
di bawah ini:
d. Hiperbilirubinemia Direk
Merupakan tanda disfungsi hepatobiliaris. Hiperbilirubinemia direk atau
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi didefinisikan sebagai peningkatan kadar bilirubin
direk >20% dari total bilirubin serum. Etiologinya yaitu:
Obstruksi ekstrahepatik biliaris
o Atresia biliaris
o Kista koledokal
Kompresi eksternal, misalnya node lymph
Kolestasos intrahepatik dengan kurangnya duktus biliaris, misalnya sindroma
Allagille
Kolestasis intrahepatik dengan duktus biliaris normal
Infeksi (misalnya hepatitis karena virus)
Kesalahan metabolisme sejak lahir misalnya galaktosemia
12
Sondroma Dubin-Johnson, sindrom Rotor’s
Kolestasi yang diinduksi TPN
IV. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, ± 60%
neonatus (ikterus fisiologis), disebabkan: 2,4
1. Bilirubin selama masa janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus diekskresi
bayi sendiri
2. Jumlah eritrosit dan hemolisisnya lebih banyak pada neonatus
3. Lama hidup eritrosit pada neonatus lebih singkat (70-90 hari)
4. Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang
mengalami gangguan pertumbuhan intra-uterin kurang
5. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
uridine diphosphate glukoronil transferase dan ligand dalam protein belum adekuat)
atau penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
6. Sirkulus enterohepatik meningkat karena masih berfungsinya enzim β- glukuronidase
di usus dan belum ada nutrien
13
bila terlihat sejak hari pertama kehidupan, bila kadar bilirubin meningkat lebih dari 0,5
mg/dL/jam, kadar puncak bilirubin lebih tinggi dari 13 mg/dL pada neonates cukup
bulan (NCB), bilirubin direk lebih dari 1,5 mg/dL, atau bila terdapat
hepatosplenomegali dan anemia.
15
terlihat pada table 3.2. kelainan tersebut tidak berespons terhadap fototerapi maupun
tranfusi tukar.
Table 3.2 Etiologi hyperbilirubinemia terkonjugasi
Umum Jarang
Kolestasis hiperalimentasi Infark hati
Infeksi CMV Kelainan metabolic bawaan (galaktosemia,
Infeksi kogenital perinatal lain tirosinemia
(TORCH) Fibrosis kistik
Inspissated bile akibat hemolysis Atresia bilier
berkepanjangan Kista koledokal
Hepatitis pada neonates Defisiensi a1-anitripsin
sepsis Penyakit cadangan besi pada neonates
Sindrom alagille (dysplasia arteriohepatik)
Penyakit byler
16
berat lahir kurang dari 1000 g ketika kadar bilirubin kurang dari 10 mg/dL. Kadaan ini
karena sawar darah otak yang lebh permeable akibat prematuritasnya.
Manifestasi klinis yang terjadi paling awal dari kern icterus adalah letargi,
hipotonia, iritabilitas, berkurangnya reflex moro, dan toleransi minum yang buruk.
Gejala lainnya adalah tangisan yang melengking (hgh pitched cry) dan emesis. Tanda
dini ini terlihat setelah hari keempat kehidupan. Tanda selanjutnya mencakup ubun-
ubun membonjol, postur opistotonus, perdrahan paru demam, hipertonisitas, paralisis
lirikan ke atas dan kejang. Bayi dengan kasus kernicterus berat dapat meninggal pada
periode neonates. Spastisitas akan membaik pada bayi yang selamat, namun dapat
berlanjut menjadi gejala sisa yang menetap seperti tuli saraf, palsi serebral,
kortikosteroid, retradasi mental, dysplasia enamel, dan diskolorasi gigi. Kernicterus
dapat dicegah dengan menghindari kadar bilirubin indirek yang sangat tinggi dan
kondisi-kondisi maupun atau obat yang mengganggu bilirubin berikatan dengan
albumin. Tanda awal kerikterus mungkin dapat dihilangkan dengan segera
malelakukan tranfusi tukar.
V. PATOFISIOLOGI
1. Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi –
reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar
terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang
dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh
enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan
dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan
biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH
normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme
transport dan eliminasi bilirubin. Bayi akan memproduksi bilirubin 8-10
mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-2 mg/kgBB/hari. Peningkatan
produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih
17
pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan
degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi dari usus yang
meningkat (sirkulasi enterohepatik) (Kosim, M dkk, 2008)
Dalam keadaan normal, sejumlah kecil bilirubin direabsorpsi oleh usus untuk
kembali ke darah, dan sewaktu akhirnya dikeluarkan melalui urin (Sherwood, 2001)
2. Transportasi Bilirubin
18
albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat
asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat
utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula
melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan ikatan
bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah digoksin,
gentamisin, furosemide (Kosim, M, 2008)
VI. DIAGNOSIS
2. Pemeriksaan Fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Salah satu cara
memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah
dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan
pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan
lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar
bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah
diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer, 2000).
19
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki dibawah tungkai 12
5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16
Sumber: Mansjoer A, 2000. Hal 504
3. Pemeriksaan penunjang
Riwayat rinci dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa bayi yang
berkembang dan menyusui cukup merupakan elemen kunci untuk diagnosis. Pengujian
berikut ini harus dipertimbangkan jika kadar bilirubin serum lebih dari 12 mg/dl.
Kadar bilirubin terkonjugasi lebih besar dari 2 mg/dL menunjukkan kolestasis,
atresia bilier, atau sepsis.
Hitung darah lengkap dengan temuan jumlah retikulosit adalah sebagai berikut:
o Polisitemia (hematokrit > 65%)
o Anemia (hematokrit <40%)
o Sepsis (leukosit <5000/mL atau >20.000/mL) dengan rasio neutrofil immatur
dan matang lebih besar dari 0,2
Berat jenis urine dapat berguna dalam penilaian status hidrasi.
Jika hemolisis dicurigai, pertimbangkan tes berikut:
20
o Golongan darah untuk mengevaluasi ABO, Rh atau ketidakcocokan golongan
darah lainnya
o Coombs tes, serta tes elusi untuk antibodi terhadap A atau B, untuk
mengevaluasi hemolisis dimediasi kekebalan
o Apusan darah tepi untuk mencari bentuk sel darah merah abnormal (ovalocytes,
acanthocytes, spherocytes, schistocytes).
o Kadar enzim G6PD
o Hitung retikulosit
21
Tanda-tanda penyakit kuning kolestatik menyingkirkan atresia bilier atau penyebab
lain dari kolestasis adalah sebagai berikut:
o Urin gelap atau positif bagi bilirubin
o Tinja berwarna terang
o Ikterus persisten selama lebih dari 3 minggu
VII. TATALAKSANA
22
1) Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma,
albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolestiramin), terapi sinar
atau transfusi tukar dapat juga dilakukan untuk mengendalikan kenaikan kadar
bilirubin.4 Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG: Intra Venous Immuno
Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis,
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin (Sylviati M, 2014)
Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.
Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya
diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat
keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya
lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Glukosa perlu diberikan untuk
konjugasi hepar sebagai sumber energi.
2) Terapi Sinar
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan
mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui
empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya
yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi) melalui
empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada
manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto
oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin
lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui
empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm
dengan panjang gelombang sinar biru 425 sampai 475 nm dan gelombang sinar putih
380 sampai 700 nm, serta intensitas cahaya 6-12 μwatt/cm2 per nm. Cahaya diberikan
pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-
8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight
fluorescent tubes.
Indikasi terapi sinar:
Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10 mg/dL.
23
Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL.
Kontraindikasi terapi sinar:
Hiperbilirubin direk/konjugasi
Phorfiria kongenital
Alat untuk terapi sinar:
1. Unit terapi sinar
2. Lampu dapat berupa:
a. Tabung fluoresens penghasil sinar blue-green spectrum (panjang gelombang
430-490 nm) dengan kekuatan 30 uW/cm2
b. Lampu halogen
c. Sistem fibreoptic
d. Lampu gallium nitrid
3. Pelindung mata
4. Pelindung lampu
5. Kotak penghangat atau incubator
6. Kain atau tirai putih
7. Pengukur suhu tubuh dan ruangan
Persiapan Alat :
Hangatkan ruangan sehingga suhu di bawah lampu 28-300C.
Nyalakan tombol alat dan periksa apakah seluruh lampu fluoresens menyala dengan
baik.
Ganti lampu fluoresens bila terbakar atau mulai berkedap-kedip:
Catat tanggal kapan lampu mulai dipasang dan hitung total durasi penggunaan
lampu.
Ganti lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan, walaupun lampu
masih menyala.
Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, letakkan tirai putih mengelilingi area
sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin
ke arah bayi.
Bayi
Bila berat bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang di box
bayi. Bayi yang lebih kecil diletakkan dalam inkubator.
24
Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak menutup lubang
hidung. Jangan gunakan plester untuk memfiksasi penutup.
Pemberian terapi sinar
Letakkan bayi di bawah lampu terapi sinar dengan jarak 45-50 cm.
Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk atau manual
dari pabrik pembuat alat.
Ubah posisi bayi setiap 3 jam.
Pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairannya.
Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam.
Periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam pada bayi dengan kadar bilirubin yang
cepat meningkat, bayi kurang bulan, atau bayi sakit. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam terapi sinar dihentikan.
Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun di bawah batas untuk dilakukan
terapi sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar.
Perhatian
1. Bila kadar bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang
mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
2. Kebutuhan cairan meningkat selama pemberian terapi sinar
- Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling tidak setiap 3 jam, tidak
perlu menambah atau mengganti ASI dengan air, dekstrosa atau formula.
- Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah
satu cara alternative pemberian minum. Selama dilakukan terapi sinar, naikkan
kebutuhan hariannya dengan menambah 25 ml/kgBB.
- Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10-20%.
- Bila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum melalui pipa lambung, bayi
tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.
3. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi bisa menjadi cair dan berwarna kuning.
Keadaan ini tidak memerlukan terapi khusus.
4. Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar hanya bila akan dilakukan tindakan yang
tidak dapat dikerjakan di bawah lampu terapi sinar.
5. Bila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi untuk
mengetahui sianosis sentral.
25
6. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar
bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi sinar dan selama 24 jam setelah
dihentikan.
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila
perlu dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam. Komplikasi terapi sinar umumnya
ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel.
3) Transfusi Tukar
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan
dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan
berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar ini
bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan
bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi
bayi, mengganti RBC yang sensitized dengan RBC yang tak dapat dihemolise,
memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan membuang
zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit.
Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut3
a. Kadar bilirubin tidak langsung >20 mg/dL
b. Kadar bilirubin tali pusat >4 mg/dL dan Hb <10 mg/dL
c. Peningkatan bilirubin >1 mg/dL
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL
2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12 jam walaupun sedang mendapatkan terapi
sinar
26
3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 10–13gr/dL dan kecepatan
peningkatan bilirubin 0,5 mg/dL/jam
4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia
5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki
melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi)
6. Kadar bilirubin total >25 mg/dL
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
- Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
- Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
- Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
- Perforasi pembuluh darah
Komplikasi tranfusi tukar:
- Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
- Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
- Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
- Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
- Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
- Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia.
VIII. PENCEGAHAN
27
IX. PROGNOSIS
28
DAFTAR PUSTAKA
29