PENDAHULUAN
1
Sekitar 25% kebutaan di India dan negara-negara berkembang lainnya adalah
disebabkan oleh uveitis dan komplikasinya seperti katarak sekunder, glaucoma, edema
macula cystoids atau fotoreseptor retina atau kerusakan saraf optic. Di negara maju,
sebaliknya kebutaan dari uveitis bervariasi dari 3% menjadi 10%. Di Eropa kejadian
tersebut diperkirakan antara 3% dan 7% dan di Amerika Serikat, angka terbaru dari
California mengungkapkan bahwa 10% kebutaan karena uveitis. Perbedaan yang luar biasa
dalam kejadian kebutaan antara negara berkembang dan negara maju bisa disebabkan oleh
perbedaan kondisi sosial ekonomi atau akses keperawatan medis atau kesenjangan lain,
perbedaan etiologi yang mendasari, serta adanya infeksi terutama penyebab uveitis di India
dan negara-negara berkembang lainnya, sedangkan uveitis idiopatik diyakini sebagai
proses kekebalan inflamasi organ spesifik adalah penyebab utama di negara-negara maju.3
Uveitis merupakan suatu penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat
merusak, menyerang pada usia produktif. Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan
di negara berkembang. Perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan dan
kebanyakan berakhir dengan kebutaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
I. ANATOMI UVEA
Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular
tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah ke
retina.1,2
1. IRIS
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan
pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan
dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera
posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Didalam stroma iris terdapat
sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior
iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.1
Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak
membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah
melalui serat-serat di dalam nervus siliares.1
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil
pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas
parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan
oleh aktivitas simpatik.1
2. KORPUS SILIARIS
3
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm).
Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata dan
zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata.
Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke
vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga
membocorkan floresein yang disuntikkan secara intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris,
satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke
anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan
epitel pigmen retina. Badan siliar mengandung pembuluh darah kapiler dan vena.
Fungsi badan siliar adalah : 2,3,7
1. Mengandung M. Siliaris yang penting untuk akomodasi.
2. Sebagai tempat melekatnya zonulla zinii.
3. Menghasilkan Humor aquos (disekresi oleh sel-sel prosessus siliaris).
4. Kontraksi M. Siliaris (saat penetesan pilokarpin) yang akan membuka lubang-
lubang trabekulum sehingga akan memperlancar keluarnya humor aquos.
3. KHOROID
Koroid adalah segmen posterior uvea merupakan bagian uvea yang paling luas
dan terletak antara retina dan sklera, terdiri dari anyaman pembuluh darah, lapisan
koroid dari luar kedalam adalah supra koroid, pembuluh darah, koriokapilaris dan
membran brunch. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah
luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara khoroid dan sklera. Khoroid
melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid bersambung
dengan korpus siliare. Karena koroid mengandung banyak pembuluh darah dan retina
jernih maka koroid akan tampak dengan oftalmoskop berwarna merah dan juga tampak
refleks fundus yang merah cemerlang. Fungsi koroid adalah memberi nutrisi pada nutrisi
pada retina dan memiliki efek mendinginkan retina. Lapisan retina yang diberi nutrisi
adalah lapisan epitel pigmen retina dan sel-sel fotoreseptor. Bagian dalam retina diberi
nutrisi oleh arteri retina sentral. Efek mendinginkan retina sangat penting karena retina
selalu terkena cahaya dan mempunyai metabolisme yang besar sehingga ada efek
panas.1
4
II. UVEITIS ANTERIOR
2.1.DEFINISI
Uveitis anterior didefinisikan sebagai inflamasi yang terbatas pada iris (iritis),
atau pada iris dan badan siliar (iridosiklitis).8
2.2. Etiologi
a. Autoimun:
- Artritis rheumatoid juvenilis
- Spondilitis ankilosa
- Sarkoidosis
- Sindrom reiter
- Penyakit chron
b. Infeksi:
- Sifilis
- Herpes simpleks
- Tuberkulosis
- Onkoserkiasis
- Lepra (morbus Hensen)
- Adenovirus
- Herpes Zoster
c. Keganasan:
- Sindrom masquerade
- Limfoma
- Retinoblastoma
- Melanoma maligna
- Leukemia
d. Lain-lain:
- Idiopatik
- Iridosiklitis heterokromik Fuchs
- Gout
- Ablatio retina
2.3.PATOFISIOLOGI
5
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti
suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang – kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi
terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh
diluar mata. 1-7
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.
Sehubungan dengan hal ini, peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya
yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. 1-7
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos.
Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-
partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall). Sel-sel radang yang terdiri dari
limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang
yang menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini besar
disebut mutton fat. 1-7
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga
terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut
Busacca nodules. 1-7
6
Gambar 3.Gambaran penumpukkan hipopion (anak panah) di
dasar camera okuli anterior
Gambar 4. Koeppa nodul (bagian tepi iris) dan Busacca nodul (di permukaan iris)
Sel-sel radang, fibrin dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris
dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada
bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel
radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan
tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari
bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata
belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe.
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi
glaukoma sekunder. Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan
produksi akuos humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat
hipofungsi badan siliar.1-7
7
Gambar 5. Ilustrasi sinekia anterior (kiri) dan sinekia posterior (kanan)
2.4. KLASIFIKASI
Secara klinis uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang sering
membingungkan. Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan lokasi atau posisi
anatomis lesi yaitu uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis
atau uveitis difus. Ada juga yang membagi berdasarkan derajat keparahan menjadi
uveitis akut, uveitis subakut, uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain
uveitis berdasarkan patologinya yaitu uveitis granulomatosa dan uveitis non-
8
granulomatosa. Dan ada juga pembagian uveitis berdasarkan demografi yang
berdampingan dengan faktor terkait seperti jenis kelamin, ras, usia, geografis,
unilateral/bilateral dan lain-lain; serta pembagian uveitis berdasarkan etiologinya.4,5
9
Berdasarkan patologi dibedakan menjadi 2 :
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu
granulomatosa dan n o n g r a n u l o m a t o s a .
a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,
injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.2
Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme
patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga
peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama
dibagiananterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang
dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup
banyak dan sedikit selmononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan
fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior
kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah
deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat
memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah
pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu
small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas
pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada
kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis
mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP
atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu,
akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin
terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia
posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.6
10
Gambar 8. Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior7
11
Tabel perbedaan uveitis anterior granulomatosa dan non-granulomatosa.
Non - granulomatosa granulomatosa
2.6.DIAGNOSIS
12
Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
segera setelah muncul.
Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang
dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
Pandangan kabur (blurring)
Umumnya unilateral
b. Pemeriksaan Oftalmologi
Visus : Visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
Konjungtiva : Terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
Kornea : KP (+), Udema stroma kornea
Camera Oculi Anterior (COA) : Sel-sel flare dan/atau hipopion
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah
iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan
13
indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan
pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut :
c. Pemeriksaan Laboratorium
14
kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan
rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli
penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat
memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan
dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine
converting enzyme sangat membantu.
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan
pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan
perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27
ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis
ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna,
demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan
gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam
usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau
konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto
rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli
penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi
dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.
2.7.DIAGNOSIS BANDING
Penting untuk menentukan apakah lesi yang terjadi akibat inflamasi, tumor,
prosesvaskuler, atau proses degenerasi. Meksipun flare dan sel di COA merupakan
tandautama uveitis, tapi bukan merupakan suatu tanda diagnostik pasti uveitis karena
proses nekrotik atau metastasis neoplasma juga dapat menyebabkan proses inflamasi.
Debris seluler vitreus jugadapat terjadi akibat proses degeneratif seperti retinitis
pigmentosa atau retinal detachment. Beberapa kelainan yang sering di kelirukan
dengan uveitis antara lain : 1,11
a. Konjungtivitis dibedakan dengan adanya sekret dan kemerahan pada konjungtiva,
penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak sakit,
fotofobia, injeksi siliar.
b. Keratitis atau keratokonjungtivitis di bedakan dengan adanya pewarnaan atau defek pada
epitel atau adanya penebalan atau infiltrat pada stroma, penglihatan dapat kabur dan rasa
sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster
dapat menyertai uveitis anterior juga.
15
c. Glaukoma akut sudut tertutup ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular,
kekeruhan dan edema kornea dan sudut bilik mata depan yang sempit, pupil melebar,
tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap.
2.8.PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah:1,6,10
Mencegah sinekia posterior
Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis
Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat:
Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi
perburukan diagnosis)
Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik
Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder
Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien
16
diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka
lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil.
Sikoplegik spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui
2.9.KOMPLIKASI
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:1,10
Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior
perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera
anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma.
Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos
humour di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.
Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior
yang berkepanjangan.
2.10. PROGNOSIS
17
berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan
eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan
penglihatan yang nyata. Prognosis bagi lesi korioretinal perifer lokal jauh lebih baik,
sering sembuh tanpa gangguan penglihatan yang berarti.11,12
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam : Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 155-160.
2. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2014. http://www.emedicine.com
[diakses tanggal 31 Januari 2019 ]
3. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2009.
180-181.
4. Gordon K. Iritis and Uveitis, 2015. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 31 Januari
2019]
5. Uveitis anterior akut. Dalam: http://www.uveitissociety.org/pages/diseases/aau.pdf
6. Uveitis anterior kronis Dalam: http://www.uveitissociety.org/pages/diseases/cau.pdf
7. Newell FW. Inflammatory Disorders. In: Ophthalmology. Fifth Edition. London: The CV
Mosby Company, 1982. 258-267.
8. Ratna sitompul, Buku ajar Oftalmologi, Edisi I,. 2017. Badan Penerbit FK UI, Jakarta.
9. Sri rahayu, Ilmu Penyakit Mata edisi V, 2015, Badan Penerbit FK UI, Jakarta.
10. Ratna sitompul, Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah
Kebutaan, 2016, Departemen Ilmu Kesehatan Mata, FK Universitas Indonesia-RSCM
RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
11. Rosenbaum JT. Uveitis anterior. Diunduh dari : http://www.uptodate.com. 2013
12. Ghozie M. Kornea, Uvea, dan Lensa dalam Hand Book of Ophtalmology. Yogyakarta. 2009.
19