Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERNIKAHAN

Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Hadits Tarbawi”
Dosen Pengampu:
Drs. Uhaimin Aziz, M. HI

Disusun Oleh:
ACHMAD FAUZAN ADZIM MUNTAHA

PORGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS PANGERAN DIPONEGORO NGANJUK
2024
KATA PENGANTAR

Bismillahhirahmanirahim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai.
Sholawat dan salam semoga senantiasa Allah SWT limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membimbing umat manusia menuju kebenaran
dan kejujuran supaya eksistensi kemanusiannya senantiasa terpelihara. Pada
dasarnya makalah yang kami sajikan ini akan mengupas tentang “Pernikahan”.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinnya. Terutama kepada sebagai Dosen Pembimbing Mata Kuliah Hadits
Tarbawi dan rekan-rekan terkait dalam penyusunan makalah ini. Kami berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan bisa menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Nganjuk, 17 Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1

BAB II ..................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2

A. Pengertian Perkawinan ................................................................................ 2

B. Hukum Pernikahan ...................................................................................... 3

C. Rukun dan Syarat Nikah ............................................................................. 4

D. Rukun Nikah ............................................................................................... 4

E. Syarat Nikah ................................................................................................ 5

F. Tujuan Pernikahan ....................................................................................... 6

G. Mahar Pernikahan ....................................................................................... 7

BAB III ................................................................................................................. 10

PENUTUP ............................................................................................................. 10

A. Kesimpulan................................................................................................ 10

B. Saran .......................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan adalah ikatan syara' antara seorang laki-laki dan perempuan


yang didasarkan atas rahmat dan berkat dari Allah swt. sebagai perwujudan
cinta kasih dan kemesraan dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Pernikahan merupakan salah satu karunia Allah, sebab dengan pernikahan
manusia diharapkan dapat menjaga kelangsungan keturunannya sebagai
pemelihara alam raya (Khalifah fi> al-Ard’), oleh karena itu dalam Q.S al-Nur
ayat 23, Allah memerintahkan untuk menikahi orang-orang yang masih
sendirian dan yang sudah pantas menikah.
Anjuran Islam untuk menikah ini ditujukan bagi siapapun yang sudah
memiliki kemampuan (ba’ah). Kemampuan disini dapat diartikan dalam dua
hal yaitu mampu secara material dan spiritual (jasmani dan rohani), sehingga
mereka yang sudah merasa mampu dianjurkan untuk segera melaksanakan
pernikahan, dengan menikah bisa menjaga diri dari perbuatan yang
bertentangan dengan syari'at agama.1

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pernikahan?


2. Bagaimana hukum menikah didalam islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi pernikahan.


2. Untuk mengetahui hukum pernikahan didalam islam.

1
M. Nipan Abdul Halim, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2008), hlm. 7.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang


menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh.2 Perkawinan disebut juga “pernikahan”,
berasal dari nikah (‫ )نكاح‬yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling
memasukan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri
sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad
nikah.3
Perkawinan atau pernikahan bukan khusus bagi makhluk manusia
semata, setiap makhluk ciptaan Allah semuanya mempunyai naluri yang
melahirkan dorongan seksual. Setiap makhluk hidup di muka bumi ini
diciptakan secara berpasangan dan masing-masing berusaha untuk mencari
dan menemukan pasangannya untuk saling melangkapi demi memelihara
eksistensinya.4 Tidak ada satu naluri yang lebih kuat melebihi naluri
dorongan pertemuan dua makhluk yang berlainan jenis, karena itu adalah
ciptaan dan pengaturan Ilahi.
َ َّ َ َ ُ َّ َ َ َََْ َ ُ
‫َو ِمن ك ِ ِّل ش ْي ٍء خلقنا ز ْو َج ْي ِن ل َعلك ْم تذك ُرون‬

Artinya: “dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya


kamu mengingat kebesaran Allah.”
Perkawinan adalah sunatullah dalam arti "ketetapan Tuhan yang
diberlakukan terhadap semua makhluk. Sedangkan menurut Quraish
Shihab, perkawinan adalah "aksi dari satu pihak yang diterima oleh reaksi
dari pihak lain, yang satu mempenngaruhi dan yang lain dipengaruhi.” 5
Perkawinan atau (meminjam istilah Quraish) ‘keberpasangan’ sudah

2
Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), cet. Ke-4, hal. 456.
3
Prof.Dr.Abdul Rahman Ghazali M.A, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. Ke-3, hal.
7.
4
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur'an; Kalung Permata Buat Aanak-anakku (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), hlm. 2.
5
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur'an…, hlm. 2-3.

2
3

dikenal umat manusia sejak awal sejarah kehadirannya di pentas alam raya ini
dan hingga kini tersebar di semua masyarakat manusia.

B. Hukum Pernikahan

Pada dasarnya Islam menganjurkan perkawinan, akan tetapi para ulama


berbeda pendapat dalam hukum asal perkawinan. Menurut jumhur ulama
hukum asal perkawinan adalah wajib hukumnya. Sedangkan Syafi'iyyah
mengatakan bahwa hukum asal perkawinan adalah mubah. Dan seseorang
dibolehkan melakukan perkawinan dengan tujuan mencari kenikmatan. Hukum
Perkawinan ada lima macam yaitu Wajib, Sunnah, Haram, Makruh dan Mubah.6
Dari kelima macam di atas belum dijelaskan secara jelas mengenai wajib,
sunat, haram, makruh dan mubah. Maka dari itu sebagaimana diuraikan oleh
Abdurrahman al-Jaziri adalah sebagai berikut:
1. Wajib
Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam
hidup perkawinan serta ada kekhawatiran apabila tidak kawin maka akan
mudah untuk melakukan zina. Menjaga diri dari perbuatan zina melakukan
perkawinan hukumnya wajib.
2. Sunnah
Perkawinan hukumnya sunnah bagi orang yang berkeinginan kuat
untuk Perkawinan dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
dan memikul kewajiban-kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak
melakukan perkawinan juga tidak ada kehawatiran akan berbuat zina.
3. Haram
Perkawinanan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan
serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul
kewajiban- kewajiban hidup perkawinan atau punya tujuan
menyengsarakan istrinya, apabila perkawinan akan menyusahkan istrinya
dengan demikian Perkawinanan merupakan jembatan baginya untuk

6
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), (Bandung: Sinar Baru, 1992),355.

3
4

berbuat zolim. Islam melarang berbuat zolim kepada siapapun, maka alat
untuk berbuat zolim di larangnya juga.
4. Makruh
Perkawinanan menjadi makruh bagi seseorang yang mampu dari segi
materiil, cukup mempunyai daya tahan mental sehingga tidak akan kawatir
terseret dalam perbuatan zina. Tetapi mempunyai kekhawatiran tidak
mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap istri. Meskipun tidak
berakibat menyusahkan pihak istri misalnya, pihak istri tergolong orang
yang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk perkawinan.
5. Mubah
Perkawinanan hukumnya mubah bagi orang-orang yang mempunyai
harta benda tetapi apabila tidak kawin tidak akan merasa khawatir berbuat
zina dan tidak akan merasa kawatir akan menyia-nyiakan kewajibannya
terhadap istri. Perkawinan dilakukan hanya sekedar memenuhi kesenangan
bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga keselamatan hidup
beragama.7

C. Rukun dan Syarat Nikah

Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya
suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu yang termasuk dalam rangkaian pekerjaan
itu. Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya
suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkai
pekerjaan itu. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan
syarat. Pernikahan yang didalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad lain
yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan
akad.8

D. Rukun Nikah

Adapun rukun nikah adalah:


1. Mempelai laki-laki;

7
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu alā al- Madhahibi Al-Arba'ah, 15
8
Prof.Dr.H.M.A Tihami, M.A, M.M. dan Drs. Sohari Sahrani, M.M., M.H, Fikih Munakahat Kajian
Fikih Nikah Lengkap, PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet. Ke-3, h. 12.

4
5

2. Mempelai perempuan;
3. Wali;
4. Dua orang saksi;
5. Shigat ijab kabul.
Pernikahan dianggap sah apabila telah memenuhi rukun nikah yang
disebutkan di atas, begitu pula sebaliknya apabila salah satu rukun tidak
dipenuhi dalam melangsungkan pernikahan, maka pernikahan itu tidak sah.
Dari kelima rukun nikah di atas, yang paling penting adalah Ijab dan Qabul.

E. Syarat Nikah

Adapun syarat nikah ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun


pernikahan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul.
Syarat-syarat pernikahan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan dalam
Islam. Apabila syarat-syaratnya itu terpenuhi, maka pernikahan itu sah dan
menimbulkan hak dan kewajiban suami isteri.
1. Syarat-syarat mempelai laki-laki (calon suami)
a. Bukan mahram dari calon isteri;
b. Tidak terpaksa atas kemauan sendiri;
c. Orangnya tertentu, jelas orangnya;
d. Tidak sedang ihram.
2. Syarat-syarat mempelai perempuan (calon istri):
a. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak
sedang masa iddah;
b. Merdeka, atas kemauan sendiri;
c. Jelas orangnya; dan
d. Tidak sedang berihram.
3. Syarat-syarat wali:
a. Laki-laki;
b. Baligh;
c. Tidak dipaksa;
d. Adil; dan
e. Tidak sedang ihram.

5
6

4. Syarat-syarat saksi:
a. Laki-laki (minimal dua orang)
b. Baligh;
c. Adil;
d. Tidak sedang ihram
e. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab qabul.
5. Syarat-syarat ijab qabul:
a. Ada ijab (pernyataan) mengawinkan dari pihak wali
b. Ada qabul (pernyataan) penerimaan dari calon suami
c. Memakai kata-kata “nikah”, “tazwij” atau terjemahannya seperti
“kawin”;
d. Antara ijab dan qabul, bersambungan, tidak boleh terputus;
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya;
f. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang dalam keadaan haji dan
umrah;
g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang yaitu
calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita
atau wakilnya, dan dua orang saksi.9
Uraian syarat-syarat nikah di atas merupakan hal yang mesti dipenuhi dari
bagian rukun nikah yaitu, calon kedua mempelai yaitu suami isteri, wali, saksi
dan shighat ijab qabul. Oleh karena itu jika ada salah satu syarat yang tidak
dipenuhi, maka pernikahannya bisa dikategorikan batal atau tidak sah.

F. Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk


agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan
bahagia. Harmonis dalam rangka menggunakan hak dan kewajiban anggota
keluarga sejahtera artimya terciptanya ketenangan lahir batin, sehingga
timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar keluarga. Menurut Imam Al-

9
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Siraja, 2006), Cet. ke-2, h.
57-58.

6
7

Ghazali dalam kitab Ihyanya menyatakan bahwa tujuan perkawinan yaitu


sebagai berikut:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram
atas dasar cinta dan kasih sayang.10
Tentang tujuan pernikahan ini, Islam juga memandang bahwa
pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-
tujuan yang lebih besar yang meliputi berbegai aspek masyarakat yang
mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap umat Islam.

G. Mahar Pernikahan

Pemberian mahar adalah salah satu yang disyariatkan oleh ajaran agama
Islam. Sebagaimana lamaran, maka mahar pun diberikan oleh pihak laki-laki
kepada pihak perempuan, pihak laki-lakilah yang datang ke wanita untuk
meminangnya dan mengungkapkan rasa cintanya, serta untuk menegaskan
ketulusan, dan menarik perhatiannya, maka laki-laki perlu memberikan sesuatu
sebagai bukti ketulusan hati, inilah yang dikenal dengan sebutan mahar.
Mahar bukan hanya sejumlah uang, harta dan barang-barang lainnya,
sebagaimana lahirnya, tetapi mahar adalah suatu pertanda kebenaran dan
kesungguhan cinta seorang laki-laki, kerena itulah mahar juga dinamakan
dengan shidaq (kebenaran). Wanita tidak menjual dirinya dengan mahar, tetapi
dengan sarana ini ia dapat mengetahui ketulusan hati seorang laki-laki, yang
mampu menciptakan sebuah sarana yang sesuai bagi wanita agara wanita

10
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazaly, Ihya „Ulumuddin, Beirut: Daar Fikr, tt, hlm.
27.

7
8

tersebut dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Inilah salah satu


falsafah mahar.11
Jadi makna mahar dalam sebuah pernikahan, lebih dekat kepada syariat
agama dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa nan suci, pemberian mahar
merupakan ungkapan tanggung jawab kepada Allah SWT sebagai Asy- Syari‟
(pembuat aturan), dan kepada wanita yang akan dinikahi, sebagai temanhidup
dalam meniti kehidupan rumah tangga.12
Terdapat banyak hadis Rasulullah SAW sebagai dalil yang menyatakan
bahwa mahar adalah suatu kewajiban yang harus di pikul setiap calon suami
yang akan menikahi calon istrinya. Diantaranya adalah:
َ ُ َ َ َ ِّ َ َ َ َّ َ َ
ْ‫تْنفس ْى‬ ْ ‫َللاْصلىْهللاْعليهْوسلمْ َج َاءت ُْهْام َرأةْْف َقال‬
ْ ‫تْ َياْ َر ُسو َلْْهللاْْإنىْقدْْوهب‬ ْ ْْ‫ئْأ َّ ْنْ َر ُسو َل‬ َّ ْْ‫َعنْْ َسهلْْبنْ َسعد‬
ْ ‫الساعد‬
َّ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ِّ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ً َ ً َ َ َ َ َ َ
ْ‫َللاْصلىْهللاْعليه‬ َْ ‫ْف َق‬.ْ‫اجة‬
ْ ْ‫الْ َر ُسو ُْل‬ ‫كْبهاْح‬ ْ ‫الْياْرسو ْلْهللاْْزوجنيهاْإ ْنْلمْْيكنْْل‬ ْ ‫امْرجلْْفق‬ ْ ‫يلْفق‬
ْ ‫ْفقامتْْقياماْطو‬.‫ك‬ ْ ‫ل‬
َ َ َّ َ ُ َّ َ ُ ُ َ
ْ‫ك‬ْ َ ‫الْ َر ُسو ُْلْهللاْْصلىْهللاْعليهْوسلمْ«ْإ َّن‬ َْ ‫ْف َق‬،‫يْإ َْلْإزاريْْ َهذا‬ َْ ‫ْف َق‬.»ْ‫اه‬
ْ ‫الْ َماْعند‬ ْ ‫كْمنْْش يءْْتصدقهاْإي‬ ْ َ ‫وسلمْ«ْ َهلْْعن َد‬
َ
َ ‫ْفال َت َم‬.»ْ َ ‫ْخ َات َماْمن‬ َ َ َ ُ َ َ َ َ ً َ ُ َ َ َ َ ً َ ُ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ
ْ‫س‬ ‫ْحديد‬ ‫ْقالْ«ْفالتمسْولو‬.‫ْقالَْلْأجدْشيئا‬.»ْ‫تْو َْلْإْزارْلكْفالتمسْشيئا‬ ْ ‫كْجلس‬ ْ ‫إ ْنْأعطيتهاْإزار‬
َ َ َُ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ََ ً َ ََ
ْ.‫ورةْكذا‬ ‫ْقالْنعمْسورةْكذاْوس‬.»ْ‫ْصلىْهللاْعليهْوسلمْ«ْف َهل َْم َع َكْم َنْال ُقرآنْش يء‬-ْ‫الْل ُه َْر ُسو ُلَْللا‬ ‫فلم َْيجدْشيئاْفق‬
َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ
٢٨ْ‫آن‬ ْ ‫نْال ُقر‬ ْ َ ‫كْم‬ ْ َ ‫الْل ُه َْْر ُسو ُلَْللاْصلىْهللاْعليهْوسلمْ«ْقد َْز َّوج ُتك َهاْب َما َم َع‬ ‫ْفق‬.‫لسورْسماها‬

Artinya:
“Dari Sahl bin Sa’idi, sesungguhnya Rasulallah SAW kedatangan tamu
seorang wanita yang mengatakan: “Ya Rasulallah, sesungguhnya aku serahkan
diriku kepadamu” Lalu wanita itu berdiri cukup lama sekali. Kemudian tampil
seorang laki-laki dan berkata: “Ya Rasulallah SAW nikahlah aku dengannya jika
memang engkau tidak ada minat kepadanya” Rasulallah SAW lalu bertanya:
“Apakah kamu mempunyai sesuatu yang bisa diberikan sebagai maskawin
kepadanya?” Lali-laki itu menjawab: “Saya tidak membpuyai apa-apa kecuali
kain sarung yang saya pakai ini” Nabi berkata lagi: “Jika sarung tersebut engkau
berikan kepdanya, maka engkau akan duduk dengan tidak mengenakan kain
sarung lagi. Kerena itu carilah yang lain” Lalu ia mencari tidak mendapatkan

11
Ibrahim Amini, kiat Memilih Jodoh: Menurut al-Qur‟an dan Sunnah, Penerjemah: Muhammad
Taqi, (Jakarta: Lentera, 1994), Cet. Ke-I, h. 157
12
M. Fandzil Adhim, Kupinang Kau dengan Hamdallah, (Yogyakarta ,MitraPustaka, 1998),
Cet. Ke-4, h. 195

8
9

sesuatu. Nabi bersabda lagi kepadanya: “Carilah meskipun hanya sebentuk


cincin dari besi”. Lelaki itu pun mencoba menyarinya namun tidak
mendapatkan apa- apa. Lalu rasulallah SAW bertanya lagi kepada laki-laki tadi:
“Apakah kamu hafal sedikit saja dari ayat-ayat Al-Qur’an”, Lelaki tadi
menjawab: “Tentu saja, aku hafal surah ini dan surah ini”. Ada beberapa surat
yang ia sebutkan. lalu Rasulallah SAW bersabda kepadanya: “Kalau begitu aku
nikahkan kamu dengannya dengan maskawin surat Al-Qur’an yang kamu
hafal”. (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkawinan berasal dari kata "kawin" yang berarti membentuk keluarga


dengan lawan jenis, sedangkan "nikah" digunakan untuk arti persetubuhan atau
akad nikah. Islam menganjurkan perkawinan, namun para ulama memiliki
pendapat yang berbeda mengenai hukum asal perkawinan. Ada lima macam
hukum perkawinan, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.

B. Saran

Pada saat pembuatan makalah, penulis menyadari bahwa banyak sekali


kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis harapkan kritik
dan sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas

10
DAFTAR PUSTAKA

Adhim, M. F. (1998). Kupinang Kau dengan Hamdallah. Yogyakarta : Mitra


Pustaka.
Al-Jaziri, A. (n.d.). Al-Fiqhu alā al- Madhahibi Al-Arba'ah.
Amini, I. (1994). kiat Memilih Jodoh Cet. Ke-I. Jakarta: Lentera.
Dikbud, D. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia cet. Ke-4. Jakarta: Balai
Pustaka.
Ghazali, A. R. (2008). Fiqh Munakahat cet. Ke-3. Jakarta: Kencana.
Ghazaly, A. H. (n.d.). Ihya ‘Ulumuddin. Beirut: Daar Fikr.
Halim, M. N. (2008). Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama . Yogyakarta:
Mitra Pustaka.
Hasan, M. A. (2006). Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam Cet. ke-2.
Jakarta: Siraja.
Prof.Dr.H.M.A Tihami, M. M. (2013). Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah
Lengkap Cet. Ke-3. Jakarta: Rajawali Pers.
Rasyid, S. (1992). Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru.
Shihab, M. Q. (2007). Pengantin al-Qur'an Kalung Permata Buat Aanak-anakku .
Jakarta: Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai