Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Hakekat Pernikahan

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Munakahat

Dosen Pengampu: Muhammad Ali, M.Pd. I

Disusun Oleh

Kelompok 1

Amanda Nurul (2201011013)

Umi Latifah (220101

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

TAHUN AJARAN

2023/2024
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah memberikan nikmat iman, islam dan kemudahan kepada kita sehingga kita
sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam nya
Allah Tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang
selalu kita nantikan syafaat nya kelak diyaumil qiyamah Aamiin.

Tidak lupa kami haturkan banyak terima kasih kepada Dosen Pengampu
mata kuliah Fiqih Munakahat bapak Muhammad Ali, M.Pd. I yang telah
memberikan tugas makalah ini kepada kami sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Hakekat Pernikahan”. Semoga dalam
menyusun makalah ini kami sebagai mahasiswa terutama penyusun dapat
menambah wawasan kami dengan bidang studi yang sedang kami tempuh saat ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, adapun makalah ini telah penulis
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak,
sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu,
penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Maka
dari itu kami sebagai penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca. Terima kasih.

20 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan rumusan masalah

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
B. Kedamaian dalam Rumah Tangga
C. Sunah para Nabi dan Rasul
D. Bagian dari tanda kekuasaan Allah
E. Salah satu jalan untuk menjadi kaya
F. Ibadah dan setengah dari Agama
BAB III PENUTUP
A Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perkawinan tidak hanya didasarkan kepada kebutuhan biologis antara pria
dan wanita yang diakui sah, melainkan sebagai pelaksana proses kodrat hidup
manusia. Demikian juga dalam hukum perkawinan Islam mengandung unsur-
unsur pokok yang bersifat kejiwaan dan kerohanian meliputi kehidupan lahir
batin, kemanusiaan dan kebenaran. Selain itu perkawinan juga berdasarkan
religius, artinya aspek-aspek keagamaan menjadi dasar pokok kehidupan rumah
tangga dengan melaksanakan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Sedangkan
dasar-dasar pengertian perkawinan itu berpokok pangkal kepada tiga keutuhan
yang perlu dimiliki oleh seseorang sebelum melaksanakanya, yaitu: iman, Islam
dan ikhlas.

Perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan, yang dimaksud perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dengan demikian, pernikahan adalah suatu akad yang secara
keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwīj dan merupakan
ucapan seremonial yang sakral.

Aturan tata tertib perkawinan sudah ada sejak masyarakat sederhana yang
dipertahankan anggota-anggota masyarakat dan para pemuka masyarakat adat dan
atau pemuka agama. Aturan tata tertib itu terus terus berkembang maju dalam
masyarakat yang mempunyai kekuasaan pemerintahan dan di dalam suatu Negara.
Di Indonesia aturan tata tertib perkawinan itu sudah ada sejak zaman kuno, sejak
zaman Sriwijaya, Majapahit, sampai masa kolonoal Belanda dan sampai Indonesia
telah Merdeka.

B. Rumusa Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pernikahan?

iv
2. Apa itu ketentraman dan kedamaian dalam pernikahan?
3. Apa saja yang menjadi sunnah nabi dan rasul ketika setelah menikah
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Supaya mengetahui arti dan maksud dari suatu pernikahan
2. Supaya mengetahui suatau ketentraman dan kedamaian dalam
pernikahan
3. Supaya mengetahui apa saja yang menjadi sunah nabi dan rasul setelah
menikah

v
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
1. Arti Pernikahan
Pernikahan adalah hubungan antara dua orang yang memiliki rasa saling
mencintai yang mana diakui sah oleh Masyarakat dan negara. Dalam bahasa
Indonesia, “perkawinan” berasal dari kata “kawin”, yang menurut bahasa,
artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan
kelamin dan bersetubuh”, istilah “kawin” digunakan secara umum, untuk
tumbuhan, hewan dan manusia, dan menunjukkan proses generatif secara
alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan pada manusia karena
mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama
menurut agama. Makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam suatu
proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari pihak
perempuan) dan Kabul (pernyataan menerima dari pihak laki-laki). Selain
itu, nikah bisa juga diartikan sebagai bersetubuh.1 Pernikahan juga dapat
didefinisikan sebagai pintu bagi bertemunya dua hati dala, naungan
pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangkauan waktu yang lama, yang
didalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak,
2
Bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Islam mendorong untuk
membentuk keluarga, Islam mengajak manusia untuk hidup dalam naungan
keluarga karena keluarga seperti gambaran kecil dalam kehidupan stabil
yang menjadi pemenuhan keinginan manusia tanpa menghilangkan

1
Tihami and Sohari Sahran, Fikih Munakahat (Kajian Fiqih Nikah Lengkap) (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2014), 7.
2
Bachtiar and Aziz, Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia (Yogyakarta: Saujana, 2004).

vi
kebutuhannya. Keluarga merupakan tempat fitrah yang sesuai dengan
keinginan Allah SWT bagi kehidupan manusia sejak keberadaan khalifah. 3
Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu
perjanjian suci antara seorang lakilaki dan seorang perempuan untuk
membentuk keluarga bahagia. Definisi itu memperjelas pengertian bahwa
perkawinan adalah perjanjian. Sebagai perjanjian, ia mengandung
pengertian adanya kemauan bebas antara dua pihak yang saling berjanji,
berdasarkan prinsip suka sama suka. Jadi, ia jauh sekali dari segala yang
dapat diartikan sebagai mengandung suatu paksaan. Oleh karena itu, baik
pihak laki-laki maupun pihak wanita yang mengikat janji dalam perkawinan
mempunyai kebebasan penuh untuk menyatakan, apakah mereka bersedia
atau tidak. Perjanjian itu dinyatakan dalam bentuk ijab dan qabul yang harus
diucapkan dalam satu majelis, baik langsung oleh mereka yang
bersangkutan, yakni calon suami dan calon istri, jika kedua-duanya
sepenuhnya berhak atas dirinya menurut hukum atau oleh mereka yang
dikuasakan untuk itu. Kalau tidak demikian, misanya dalam keadaan tidak
waras atau masih berada di bawah umur, untuk mereka dapat bertindak
wali-wali mereka yang sah.4
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pernikahan adalah hubungan antara wanita dan pria yang membuat sebuah
komitmen personal dan legal untuk hidup sebagai suami dan istri dengan
menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai pasangan yang
telah menikah.
2. Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan adalah untuk menjalankan ibadah dan mendekatkan diri
ke sang pencipta.
Adapun tujuan perkawinan menurut hukum Islam terdiri dari:
1. Berbakti kepada Allah

3
Ali Yusuf As Subki, Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga Dalam Islam), Cetakan Pertama
(Jakarta: AMZAH, 2010), 23.
4
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1 (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 18.

vii
2. Memenuhi atau mencukupkan kodrat hidup manusia yang telah menjadi
hukum bahwa antara pria dan wanita saling membutuhkan
3. Mempertahankan keturunan umat manusia
4. Melanjutkan perkembangan dan ketentraman hidup rohaniah antara pria
dan Wanita
5. Mendekatkan dan saling menimbulkan pengertian antar golongan
manusia untuk men jaga keselamatan hidup.
Kelima tujuan perkawinan ini didasarkan kepada (QS. Ar-Rum: 21) yang
menyatakan bahwa “Ia jadikan bagi kamu dari jenis kamu, jodoh-jodoh
yang kamu bersenang-senang kepadanya, dan ia jadikan di antara kamu
percintaan dan kasih sayang sesungguhnya hal itu menjadi bukti bagi
mereka yang berfikir”.5
Di dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa
yang menjadi tujuan perkawinan sebagai suami istri adalah untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya dijelaskan bahwa „untuk itu suami
istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan material‟.
Sebagaimana dijelaskan dari pasal 1 tersebut bahwa „perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga
perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur
batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting‟.6
Allah memerintahkan untuk menikah. Dan seandainya mereka fakir,
niscaya Allah SWT akan membantu dengan memberikan rezeki kepada
mereka. Allah SWT menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang
menikah dalam firman-Nya QS. An Nur 32-34. Perkawinan merupakan

5
Abdul Djamali, Hukum Islam (Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum),
(Bandung: Masdar Maju, 2002).
6
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat
Dan Hukum Agama. (Bandung: Masdar Maju, 2007).

viii
sunatullah pada dasarnya adalh mubah tergantung kepada tingkat
maslahatnya.

B. Kedamaian dalam Rumah Tangga


Kedamaian dalam berumah tanggan biasanya dikenal dengan sebutan sakinnah
mawaddah warahmah. Keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah itu adalah :
“Keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwaan
dan akhlakul karimah secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis dan
perkembangannya serta dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya”.
Dalam suatu bangunan rumah tangga bilamana terdapat salah satu pihak yang
menyakiti, maka sudah barang tentu perkara tersebut menyelisihi terhadap
tujuan pernikahan itu sendiri. Artinya ikatan pernikahan bukanlah suatu sarana
pelepas hasrat nafsu seksual semata,7 namun lebih daripada itu. Di mana
pernikahan merupakan wadah untuk mewujudkan cinta kasih sayang antara
kedua pasangan disepanjang hidup mereka. Pernikahan juga bukan hanya
sebagai sebuah ikatan personal semata, yang mana suami dibolehkan
mengambil manfaat dari istrinya sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab
klasik, namun juga memiliki tujuan spiritual dan memiliki pengaruh dari sisi
psikologis yang amat kuat.
Dan untuk terciptanya tujuan pernikahan yang damai dan sejahtera, maka
Islam memberikan beberapa prinsip dasar sebagai acuan bagi pasangan suami
istri. di antaranya :
1. Prinsip Sakinah
Kata Sakinah berasal dari Bahasa Arab yang berarti “Ketenangan hati”.
Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Sakinah berarti :
“Damai, tempat yang aman dan damai”.8 Keluarga sakinah adalah
keluarga yang hidup dalam keadaan tenang, tentram, seia sekata,
seayun selangkah, ada sama dimakan dan kalau tidak ada sama dicari.
Kata ini merupakan antonim dari idtiraab (kegoncangan) dan tidak
7
Elya Munfarida, “Perkawinan Menurut Masyarakat Arab Pra Islam,” 10, no. 2 (December
2015): 220.
8
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), 851.

ix
digunakan kecuali untuk menggambarkan ketenangan dan ketentraman
setelah sebelumnya terjadi gejolak apapun latar belakangnya., rumah
dikatakan maskan karena ia merupakan tempat untuk istirahat setelah
berkativitas.
2. Prinsip Mawaddah
Keluarga mawaddah itu adalah keluarga yang hidup dalam
suasana kasih mengasihi, saling membutuhkan, hormat menghormati
antara satu dengan yang lain. Kata mawaddah berasal dari wadda-
yawadda yang berarti mencintai sesuatu dan berharap untuk bisa
terwujud (mahabbatusy-syai'n watamanni kaunihi).9 . Artinya dengan
mencintai pasangan kita, maka berarti kita sedang berusaha untuk
mencintai sesama manusia dan juga makhluk yang ada di semesta ini.
Sehingga cinta sejati menafikkan adanya sifat eksklusif dan
mengekang.
3. Prinsip Rahmah
Kata rahmah berasal dari rahimayarhamu yang berarti kasih sayang
(riqqah) yakni sifat yang mendorong untuk berbuat kebajikan kepada
siapa yang dikasihi. Dengan adanya prinsip ini, maka masing-masing
suami dan istri akan memaksimalkan perannya di dalam memberikan
kebaikan bagi pasangannya, serta menolak segala hal yang berpotensi
merusak hubungan keduanya. Dan kedua sikap tersebut yaitu
mawaddah dan rahmah, hanya dikhususkan hanya kepada manusia saja
tidak kepada hewan dan tumbuhan. Lantaran baik hewan dan
tumbuhan di dalam tujuan pernikahannya hanya semata
mempertahankan spesies dan melanjutkan keturunan saja.10
4. Prinsip Amanah
Sebagaimana yang kita mengerti bahwasanya amanah merupakan
tanggungjawab. Ia berasal dari kata aman yang berarti tenteram. Atau

9
Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik Jilid 2, Cetakan Pertama (Jakarta: Kamil
Pustaka, 2014), 39.
10
Desi Fitrianti, “Harta Bersama Dalam Perkawinan Poligami Menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam,” Jurnal Intelektualita 06, no. 01 (2017): 89.

x
juga iman yang berarti percaya. Sehingga orang yang mengamanahkan
berarti orang yang percaya dan merasakan ketentraman kepada orang
yang diamanahkan tersebut. Sama halnya dengan pernikahan yang
merupakan akad amanah, dan bukan akad kepemilikan. Antara suami
istri saling mengamanahi. Tidaklah akan mungkin bilamana suatu
pernikahan tidak didasari oleh rasa percaya dan juga amanah.
Seseorang berani menikah lantaran merasa aman dan percaya kepada
pasangannya. Tak hanya itu, pernikahan juga merupakan amanah dari
Allah kepada mereka berdua dan amanah tersebut dapat dijaga dengan
cara melaksanakan syariat agama.
Oleh karenanya dengan melihat dari berbagai prinsip itu tadi, maka
pernikahan pun menjadi sesuatu yang amat berharga dan bermakna di
dalam lingkup ruang kehidupan kita. Hal ini terjadi lantaran agama
Islam menerapkan sistem pernikahan yang bertujuan untuk
mengangkat sisi kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan juga rasa
tanggung jawab bersama. Sehingga tidak ada yang merasa
ditundukkan, diekspoitasi, dan diremehkan oleh salah satu pihak.11

C. Sunah Para Nabi dan Rasul


Pernikahan merupakan salah satu perintah agama yang harus
ditunaikan oleh umat Muslim. Tujuannya adalah mengerjakan anjuran
Rasulullah untuk membangun rumah tangga Islami dan keluarga yang
sakinah, mawadah, warahmah.Agar dapat mencapai kriteria rumah tangga
yang sesuai ajaran Islam, hendaklah pasangan suami istri mewarnai
pernikahannya dengan ibadah dan amal shalih. Ia dapat melaksanakan
sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Para ulama menjelaskan bahwa setelah akad nikah, pasangan suami istri
disunnahkan untuk melakukan khalwah. Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili
dalam kitab Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, khalwah adalah berkumpulnya
istri dan suami setelah akad nikah yang sah untuk bermesraan secara
leluasa dengan rasa aman.

Sunnah Setelah Akad Nikah yaitu :

11
Ridwan Angga Januario, Fadil Sj, and Moh. Thoriquddin, “HAKIKAT DAN TUJUAN
PERNIKAHAN DI ERA PRA-ISLAM DAN AWAL ISLAM,” JURNAL AL-IJTIMAIYYAH 8,
no. 1 (June 2022): 15–16.

xi
1. Membaca doa
Setelah akad nikah selesai, pasangan pengantin dapat memanjatkan
doa berikut agar mendatangkan keberkahan dan ridha Allah SWT.
‫َبا َك اُهلل َلَك َوَبا َك َعَلْيَك َمَجَع َبْيَنُك ا يِف َخ ٍرْي‬
‫َم‬ ‫َو‬ ‫َر‬ ‫َر‬
“Semoga Allah menganugerahkan berkah kepadamu, semoga Allah
menganugerahkan berkah atasmu, dan semoga Dia menghimpun
kalian berdua dalam kebaikan.” (HR. Abu Dawud)
2. Meletakkan tangan di atas ubun-ubun istri
Tujuan meletakkan tangan di atas ubun-ubun istri adalah untuk
mendoakannya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW
dalam hadits berikut:
“Jika salah seorang dari kamu menikahi perempuan atau membeli
budak, peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah basmallah, serta
doakanlah dengan doa berkah seraya mengucapkan, “Ya Allah, aku
memohon kebaikannya dan kebaikan tabiat yang dia bawa. Dan, aku
berlindung dari keburukannya dan keburukan tabiat yang dia bawa.”
(HR. Al-Bukhari)
3. Memberi salam sebelum masuk kamar
Dalam suatu hadits dengan sanad hasan shahih dikatakan bahwa
“Ummu Salamah r.a. berkata bahwa ketika Rasulullah SAW
menikahinya dan beliau hendak menggaulinya, beliau mengucapkan
salam terlebih dahulu.” (HR. Abu Syaikh)
4. Sholat sunnah
Ada sebuah riwayat yang menjelaskan tentang anjuran melakukan
sholat sunnah dua rakaat bersama istri. Abdullah bin Mas’ud ra pernah
mengatakan kepada seseorang yang baru menikah, “Jika istrimu
datang menghampirimu, perintahkanlah dia untuk sholat dua rakaat
di belakangmu.” (HR. Ibnu Syaibah)
5. Mengadakan walimah
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum mengadakan walimah
setelah akad nikah adalah wajib. Hal ini sebagaimana dicontohkan
oleh Rasulullah SAW yang selalu mengadakan walimah di setiap
pernikahan beliau, baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
6. Bersikap lembut kepada istri
Bersikap lemah lembut dan romantis adalah salah satu cara
membahagiakan istri menurut Islam. Dari Asma binti Yazid ra, dia
berkata:

xii
“Aku merias Aisyah untuk Rasulullah. Setelah itu, aku mendatangi
dan memanggil beliau agar menghadiahkan sesuatu kepada Aisyah.
Beliau pun datang lalu duduk di samping Aisyah. Ketika itu,
Rasulullah memberikan segelas susu, gelas itu dia berikan kepada
Aisyah. Namun, Aisyah menundukkan kepalanya dan malu-malu. Aku
menegur Aisyah dan berkata kepadanya, 'Ambillah gelas itu dari
tangan Rasulullah. Akhirnya, Aisyah memegang gelas itu dan
meminum isinya sedikit." (HR Ahmad)

D. Bagian dari tanda kekuasaan Allah


Pernikahan merupakan salah satu momen paling sakral dalam
kehidupan manusia. Di balik momen bahagia ini, terdapat banyak
tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang patut kita syukuri. Makalah
ini akan membahas beberapa bagian dari tanda kekuasaan Allah dalam
pernikahan berdasarkan sumber dari buku dan jurnal terpercaya.
1. Penciptaan Pasangan
Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki
dan perempuan. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Rum
ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenis dirimu sendiri supaya kamu bersenang-
senang dengannya dan Dia jadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Penciptaan pasangan ini merupakan bukti kasih sayang Allah SWT
kepada hamba-Nya. Dengan adanya pasangan, manusia dapat
merasakan ketenangan, cinta, dan kasih sayang.
2. Saling Melengkapi
Laki-laki dan perempuan diciptakan dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar mereka saling
melengkapi satu sama lain. Laki-laki dikaruniai fisik yang lebih kuat
dan berperan sebagai pemimpin keluarga. Sedangkan perempuan
memiliki kelembutan dan kasih sayang yang dibutuhkan untuk
mengurus rumah tangga dan anak-anak.
3. Keturunan
Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan.
Keturunan merupakan anugerah yang luar biasa dari Allah SWT.

xiii
Melalui pernikahan, manusia dapat melanjutkan generasi dan
mewariskan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anak mereka.12
4. Membangun Keluarga Sakinah
Pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang mampu
membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah (samara).
Keluarga sakinah adalah keluarga yang diliputi ketenangan, cinta, dan
kasih sayang. Keluarga mawaddah adalah keluarga yang diwarnai
dengan rasa saling menghormati dan menghargai. Sedangkan keluarga
warahmah adalah keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan
keberkahan.
E. Salah satu jalan untuk menjadi kaya
Pernikahan sering diidentikkan dengan kebahagiaan dan cinta.
Namun, tak jarang pernikahan juga dikaitkan dengan kekayaan dan
materi. Benarkah pernikahan dapat menjadi salah satu jalan untuk
menjadi kaya?
Jalan untuk menjadi kaya dalam suatu pernikahan antara lain:
1. Sinergi dan Kolaborasi Ekonomi
Pernikahan dapat menjadi jalan untuk menjadi kaya melalui sinergi
dan kolaborasi ekonomi antara suami dan istri. Ketika dua orang
dengan latar belakang ekonomi yang berbeda bersatu, mereka dapat
saling melengkapi dan meningkatkan potensi finansial mereka.
Misalnya, suami memiliki penghasilan tetap dari pekerjaan,
sedangkan istri memiliki bisnis kecil-kecilan. Dengan
menggabungkan penghasilan dan bekerja sama dalam mengelola
keuangan, mereka dapat mencapai tujuan keuangan yang lebih besar.
2. Pengelolaan Keuangan yang Baik
Salah satu kunci utama untuk menjadi kaya dalam pernikahan adalah
dengan menerapkan pengelolaan keuangan yang baik. Hal ini dapat
dilakukan dengan:
* Membuat anggaran dan rencana keuangan bersama
* Menabung dan berinvestasi secara teratur
* Menghindari pengeluaran yang berlebihan
* Saling terbuka dan transparan tentang keuangan
3. Meningkatkan Kualitas Diri

12
Reza Reza Arya Putra, “KAFA’AH SEBAGAI PERTIMBANGAN DALAM PERNIKAHAN
MENURUT WAHBAH AL-ZUHAILI DALAM KITAB AL FIQH ISLAMI WA ADILLATUHU”
(Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2023).

xiv
Pernikahan juga dapat menjadi pendorong untuk meningkatkan
kualitas diri. Dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan, suami dan istri dapat membuka peluang untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Misalnya, suami
mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keahliannya di bidang
pekerjaan, sedangkan istri mengikuti kursus untuk mengembangkan
bisnisnya. Dengan meningkatkan kualitas diri, mereka dapat
meningkatkan nilai ekonomi mereka.13
4. Saling Mendukung dan Memotivasi
Suami dan istri dapat saling mendukung dan memotivasi untuk
mencapai tujuan keuangan mereka. Dukungan dan motivasi ini dapat
membantu mereka untuk tetap fokus dan disiplin dalam mengelola
keuangan.
F. Ibadah dan setengah dari Agama
Pernikahan merupakan salah satu momen paling sakral dalam
kehidupan manusia. Di balik momen bahagia ini, terdapat banyak
makna dan tujuan yang mulia, salah satunya adalah untuk
menyempurnakan separuh agama.14
Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh HR. Muslim
dan HR. Tirmidzi menjelaskan:
“Barangsiapa yang menikah, maka ia telah menyempurnakan
separuh agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah pada separuh
yang tersisa.”
Hadits ini menunjukkan bahwa pernikahan memiliki peran penting
dalam kehidupan beragama seorang Muslim. Dengan menikah,
seseorang dapat menjaga diri dari perbuatan zina dan hawa nafsu yang
terlarang, serta dapat menjalankan ibadah dengan lebih baik.
Bagaimana Pernikahan Menyempurnakan Separuh Agama?
Berikut beberapa alasan mengapa pernikahan dapat menyempurnakan
separuh agama:
1. Menjaga diri dari zina: Pernikahan menyediakan wadah yang halal
untuk menyalurkan hasrat dan kebutuhan biologis manusia.
2. Menjalankan ibadah sunnah: Menikah merupakan salah satu sunnah
Nabi Muhammad SAW.
3. Membentuk keluarga yang sakinah: Pernikahan yang harmonis dan
penuh kasih sayang dapat menjadi tempat untuk beribadah dan

13
“Pemikiran_Ekonomi_Islam_dari_M_Syafii_An.Pdf,” n.d.
14
Nur Atika, “Analisis Konsep Kafa’ah Pernikahan Dalam Pemikiran Wahbah Az-Zuhaili Dan
Kompilasi Hukum Islam” (UIN Kiai Haji Achmad Aiddiq Jember, 2022).

xv
mendidik anak-anak dengan nilai-nilai agama.
4. Meningkatkan ketaatan kepada Allah: Dengan menikah, seseorang
didorong untuk lebih bertanggung jawab dan taat kepada Allah SWT
dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Kesimpulan
Pernikahan adalah ikatan sakral antara dua individu yang saling
mencintai, diakui oleh masyarakat dan negara. Konsep ini melampaui
sekadar hubungan fisik, mencakup dimensi spiritual, hukum, dan
sosial. Dalam agama, pernikahan dilihat sebagai ibadah dan jalan
untuk menyempurnakan separuh agama seseorang. Pasangan
mengekspresikan komitmen mereka di hadapan Allah dan komunitas
melalui ritual keagamaan. Tujuan pernikahan termasuk membangun
keluarga yang bahagia, melanjutkan keturunan, dan mendekatkan diri
kepada Allah. Pernikahan juga menjadi bagian dari ibadah dan
pengamalan ajaran agama, memungkinkan pasangan untuk
menyempurnakan separuh agama mereka. Kesimpulannya, pernikahan
bukan sekadar hubungan manusiawi, melainkan bagian dari rencana
Allah untuk menciptakan hubungan yang bermakna dan penuh berkah,
yang harus dijalani dengan kesadaran akan tanggung jawab dan
ketakwaan kepada-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djamali. Hukum Islam (Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium


Ilmu Hukum),. Bandung: Masdar Maju, 2002.
Ali Yusuf As Subki. Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga Dalam Islam).
Cetakan Pertama. Jakarta: AMZAH, 2010.
Atika, Nur. “Analisis Konsep Kafa’ah Pernikahan Dalam Pemikiran Wahbah Az-
Zuhaili Dan Kompilasi Hukum Islam.” UIN Kiai Haji Achmad Aiddiq
Jember, 2022.

xvi
Bachtiar and Aziz. Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia. Yogyakarta:
Saujana, 2004.
Beni Ahmad Saebani. Fiqh Munakahat 1. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Desi Fitrianti. “Harta Bersama Dalam Perkawinan Poligami Menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam.” Jurnal Intelektualita
06, no. 01 (2017): 89.
Elya Munfarida. “Perkawinan Menurut Masyarakat Arab Pra Islam,” 10, no. 2
(December 2015): 220.
Hilman Hadikusuma. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan,
Hukum Adat Dan Hukum Agama. Bandung: Masdar Maju, 2007.
Kementerian Agama RI. Tafsir Al-Qur’an Tematik Jilid 2. Cetakan Pertama.
Jakarta: Kamil Pustaka, 2014.
“Pemikiran_Ekonomi_Islam_dari_M_Syafii_An.Pdf,” n.d.
Reza Arya Putra, Reza. “KAFA’AH SEBAGAI PERTIMBANGAN DALAM
PERNIKAHAN MENURUT WAHBAH AL-ZUHAILI DALAM KITAB
AL FIQH ISLAMI WA ADILLATUHU.” Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau, 2023.
Ridwan Angga Januario, Fadil Sj, and Moh. Thoriquddin. “HAKIKAT DAN
TUJUAN PERNIKAHAN DI ERA PRA-ISLAM DAN AWAL ISLAM.”
JURNAL AL-IJTIMAIYYAH 8, no. 1 (June 2022): 15–16.
Tihami and Sohari Sahran. Fikih Munakahat (Kajian Fiqih Nikah Lengkap).
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014.
WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1985.

xvii

Anda mungkin juga menyukai