Anda di halaman 1dari 16

Fiqih I

“Pengertian, Prinsip, Tujuan dan Hikmah Nikah”

DosenPengampu: Sigit Purwaka, S.Pd.I.,M.Pd

DisusunOleh:

Kelompok 2

 Maharani M.A (017111024)


 Silaturrohmi (017111045)
 Herni M Lagwy (017111019)

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) FATTAHUL MULUK PAPUA

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Fiqh I yang berjudul
“Pengertian, Prinsip, Tujuan dan Hikmah Nikah”dengan tepat waktu dan tanpa
ada halangan yang berarti. Sholawat serta salam kami junjungkan kepada Nabi
besar kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di Yaumul
Qiyamah nanti.
Makalah ini kami harap dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya untuk
pembelajaran.Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat dan mudah dimengerti oleh
semua kalangan dan semoga Allah SWT senantiasameridhoi segala usaha
kita.Amin.

Wassalamu’alaikumWr.Wb

Jayapura, 05 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah.........................................................................……3
B. Prinsip-Prinsip Nikah…………………………………………...…....5
C. Tujuan Nikah……………………………………………………...….7
D. Hikmah Nikah…………………………………………………….…10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................12
B. Saran...................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami-istri yang
didalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak. Janji
setia yang terucap merupakan janji yang untuk mengucapkannya
memerlukan suatu keberanian. Pernikahan dilandasi rasa saling cinta,
kasih dan saling menghormati (Kertamuda, 2009: 13). Melalui pernikahan
akan terjalin tali kasih yang membuat pasangan suami-istri saling merasa
tenteram, dan dari hubungan perkawinan muncul generasi yang
berkesinambungan sehingga populasi manusia semakin berkembang.
Berbicara tentang pernikahan tidak lepas dari sejarah panjang
tradisi pernikahan yang berkembang dari masa ke-masa. Misalnya tradisi
pernikahan pada masa jahiliyah yaitu diperbolehkannya pernikahan antar
saudara kandung, selain itu, pernikahan juga dimaknai sebagai akad
kesepakatan untuk berhubungan intim, begitupun dalam wacana fiqih,
seringkali dijelaskan tujuan menikah adalah seks. Karena tujuan seks lebih
mudah untuk didefinisikan dan secara normatif seks hanya bisa disahkan
melalui pernikahan (Eridani 3 ed& Kusumaningtyas, 2008: 42). Melihat
hanya pada ruang lingkup di atas esensi pernikahan menjadi sangat
dangkal dan tidak memiliki manfaat luas, padahal perkawinan merupakan
satu ikatan yang memberi manfaat bukan hanya kepada kedua pasangan
tetapi juga keluarga besar. Memaknai pernikahan seharusnya tidak hanya
sekedar kebutuhan seks, melainkan banyak tujuan di dalamnya, seperti
melanjutkan keturunan, media saling tolong menolong, perwujudan cinta
kasih dan pembentukan keluarga sakinah mawaddah dan rahmah maka
yang demikian ini menunjukkan bahwa menikah memiliki aspek manfaat
bagi individu dan sosial (Eridani ed & Kusumaningtyas, 2008: 43)

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian nikah?
2. Apa prinsip-prinsip nikah?
3. Apa tujuan nikah?
4. Apa hikmah nikah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian nikah
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip nikah
3. Untuk mengetahui tujuan nikah
4. Untuk mengetahui hikmah nikah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah
Pernikahan disebut juga “Perkawinan” berasal dari kata nikah yang
menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).Kata “nikah” sendiri sering di
pergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah.
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.1
Pernikahan adalah suatu akad antara seorangcalon mempelai pria
dengan calon mempelai wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua
belah pihak, yang dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat
yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan pencampuran antara
keduanya.2
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal nerdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh
Karena itu pengeetian perkawinan dalam ajaran Islam mempunyai nilai
ibadah, sehingga Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam mengatakan bahwa
perkawinan adalah akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah,
dan melaksanakannya merupakan ibadah.3

1
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta Timur: Prenada Media,
2003), hlm. 7
2
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 143
3
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2007), hlm. 7

6
Ahmad Azhar Basyir menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam
Islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia, berhubungan
dengan laki-laki dan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan
keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.Tujuan perkawinan dalam
Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah (keluarga yang
tentram penuh kasih sayang).Tujuan-tujuan tersebut tidak selamanya dapat
terwujud sesuai harapan, adakalanya dalam kehidupan rumah tangga
terjadi salah paham, perselisihan, pertengkaran, yang berkepanjangan
sehingga memicu putusnya hubungan antara suami istri. Penipuan yang
dilakukan salah satu pihak sebelum perkawinan dilangsungkan diketahui
oleh pihak lain dapat dijadikan alasan untuk mengajukan pembatalan
perkawinan.4

4
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UI Pres, 2000),
hlm. 86

7
B. Prinsip-Prinsip Nikah
Ada beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam yang perlu
diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia
melaksanakan tugasnya mengabdi kepada Tuhan.:5
1. Memenuhi dan Melaksanakan Perintah Agama
Perkawinan adalah sunnah Nabi. Itu berarti bahwa melaksanakan
perkawinan pada hakikatnya merupakan pelaksanaan dari ajaran
agama.Agama mengatur perkawinan itu memberi batasan rukun dan
syarat-syarat yang perlu dipenuhi. Apabila rukun dan syarat-syarat
tidak dipenuhi, maka perkawinan itu batal atau fasid, agama memberi
ketentuan lain selain rukun dan syarat seperti harus adanya mahar
dalam perkawinan dan juga harus adanya kemampuan.
2. Kerelaan dan Persetujuan
Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang hendak
melangsungkan perkawinan itu ialah ikhtiyar (tidak dipaksa).Pihak
yang melangsungkan perkawinan itu dirumuskan dengan kata-kata
kerelaan calon istri dan suami atau persetujuan mereka. Untuk
kesempurnaan itulah perlu adanya Khitbah atau peminangan yang
merupakan satu langkah sebelum mereka melakukan perkawinan,
sehingga semua pihak dapat mempertimbangkan apa yang akan
mereka lakukan.
3. Perkawinan Untuk Selamanya
Tujuan perkawinan antara lain untuk dapat keturunan dan untuk
ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Semuanya ini
dapat dicapain hanya dengan prinsip bahwa perkawinan adalah untuk
selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Itulah prinsip
perkawinan dalam Islam yang harus atas dasar kerelaan hati dan
sebelumnya yang bersangkutan telah melihat lebih dahulu sehingga
nantinya tidak menyesal setelah melangsungkan perkawinan dan
dengan melihat dan mengetahui lebih dahulu akan dapat mengekalkan
persetujuan antara suami dan istri.

5
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Op. Cit, hlm. 32-36

8
4. Suami Sebagai Penanggung Jawab Umum dalam Rumah Tangga
Dalam hukum Islam, tidak selamanya wanita dan pria mempunyai hak
dan kewajiban yang sama. Adakala wanita lebih besar hak dan
kewajibannya dari pria dan adakalanya pria lebih besar hak dan
kewajibannya dari wanita.Kalau seorang pria dan seorang wanita
melakukan perkawinan maka masing-masing tetap membawa hak dan
kewajibannya sebagau mukallaf, tetapi dalam perkawinanitu masing-
masing merelakan sebagian haknya dan menanggung kewajiban baru,
di samping mendapatkan hak-hak baru dari masing-masing
pihak.Masing-masing harus merelakan hak, seperti hak kebebasan
seperti sebelum berumah tangga. Masing-masing mendapatkan hak
seperti hak memenuhi kebutuhan seksualnya, hak mendapat warisan
satu dari yang lain bila salah satu meninggal dunia atau sebagainya.
Demikian pula masing-masing menanggung kewajiban baru seperti,
suami wajib melindungi istri dan anak-anaknya, suami wajib memberi
nafkah dan sebagainya, istri wajib melayani keperluan suami sesuai
dengan ketentuan yang ada.Sekalipun suami istri masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban yang telah ditentukan, namun menurut
ketentuan hukum Islam, suami mempunyai kedudukan lebih dari istri.6

6
Ibid. 43-44

9
C. Tujuan Nikah
Islam mensyariatkan nikah ini bukan tanpa tujuan, akan tetapi
dapat ditemui banyak hikmah disyariatkannya nikah. Allah
menciptakanmanusia agar memakmurkan bumi diciptakan untuk mereka.
Agar bumi menjadi makmur, maka dibutuhkan manusia hingga akhir
dunia. Dibutuhkan pemeliharaan keturunan dari jenis manusia agar
penciptaan bumi tidak sia-sia. Makmurnya dunia tergantung pada manusia
dan adanya manusia tergantung pada pernikahan.7
Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia.Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban
anggota keluarga sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin
disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya sehingga
timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota
keluarga.Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi
yang perlu mendapat pemenuhan.Dalam pada itu manusia diciptakan oleh
Allah SWT untuk mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptaannya
dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia
yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar
manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengantar hidup
manusia dengan aturan perkawinan.Jadi aturan perkawinan menurut Islam
merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga
tujuan melangsungkan perkawinan pun hendaknya ditujukan untuk
memenuhi petunjuk agama.Sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang
melangsungkan perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi
petunjuk agama.8

7
Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah At - Tasyri’ wa Falsafatuhu (Mesir: Al-Azhar,
1992), hlm. 256-258
8
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Op. Cit, hlm. 22

10
Ada beberapa tujuan dari di syariatkannya perkawinan atas umat
Islam.diantaranya adalah:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
Agama memberi jalan hidup manusia agar hidup bahagia di dunia dan
akhirat.Kebahagiaan dunia akhirat dicapai dengan hidup berbakti
kepada Tuhan secara sendiri-sendiri, berkeluarga dan bermasyarakat.
Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditenrukan oleh
kehadiran anak-anak. Anak merupakan buah hati dan belahan
jiwa.Banyak hidup rumah tangga kandas karena tidak mendapat
karunia anak.9
2. Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah
mengerjakannya
Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang
antara lain adalah keperluan biologisnya. Oleh karena itu dalam Islam
diatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan
perkawinan. Islam bertujuan mengajari umatnya supaya tidak
menindas dorongan seks namun memenuhinya dengan cara yang
bertanggung jawab. Islam mengakui kebutuhan seks manusia dan
percaya bahwa naluri-naluri alami harus dipelihara, bukan ditindas.10
3. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya
Sudah menjadi kodrat Allah SWT, manusia diciptakan berjodoh-jodoh
dan diciptakan oleh Allah SWT mempunyai keinginan untuk
berhubungan antara pria dan wanita, oleh Al-Quran dilukiskan bahwa
pria dan wanita bagaikan pakaian, artinya yang satu memerlukan yang
lain. Di samping perkawinan untuk pengaturan naluri seksual juga
untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang di kalangan pria dan wanita
secara harmonis dan bertanggung jawab.11

9
Ibid. 24-25
10
Sayyid Muhammad Rihdui, Perkawinan dan Seks dalam Islam,( Jakarta:
Lentera, 1996), hlm. 27-28
11
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Op. Cit, hlm. 27-28

11
4. Menimbulkan kesungguhan bertanggung jawab dan mencari harta
yang halal
Hidup sehari-hari menunjukkan bahwa orang-orang yang belum
berkeluarga tindakannya masih dipengaruhi oleh emosinya sehingga
kurang mantap dan kurang bertanggung jawab.Demikian pula dalam
menggunakan hartanya, orang-orang yang telah berkeluarga lebih
efektif dan hemat, karena mengingat kebutuhan keluarga
dirumah.Suami istri yang perkawinannya didasarkan pada pengalaman
agama, jerih payah dalam usahanya dan upaya mencari keperluan
hidupnya dan keluarga yang dibinanya dapat digolongkan ibadah
dalam arti luas.Dengan demikian, melalui rumah tangga dapat
ditimbulkan gairah bekerja dan bertanggung jawab serta berusaha
mencari harta yang halal.12
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang
Dalam hidupnya manusia memerlukan ketenangan dan ketentraman
hidup.Ketenangan dan ketentraman untuk mencapai kebahagiaan.
Kebahagaiaan masyarakat dapat dicapai dengan adanya ketenangan
dan ketentraman anggota keluarga dalam keluarganya.Keluarga
merupakan bagian masyarakat menjadi faktor terpenting dalam
penentuan ketenangan dan ketentraman masyarakat. Ketengan an
ketentraman keluarga tergantung dari keberhasilan pembinaan yang
harmonis antara suami istri dalam satu rumah tangga. Keharmonisan
diciptakan oleh adanya kesadaran anggota keluarga dalam
menggunakan hak dan pemenuhan kewajiban.Allah SWT menjadikan
unit keluarga yang di bina dengan perkawinan antara suami dan istri
dalam membentuk ketengan dan ketentraman serta mengembangkan
cinta dan kasih sayang sesama warganya.13

12
Ibid. 29-30
13
Ibid. 30-31

12
D. Hikmah Nikah
Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi, hikmah pernikahan sangat banyak
antara lain:14
1. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu
banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah,
karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan sulit
jika dilakukan secara individual. Dengan demikian keberlangsungan
keturunan dari jumlahnya harus terus dilestarikan sampai benar-bernar.
2. Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan
rumah tangganya teratur. Kehidupannya tidak akan tenang kecuali
dengan adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak
mungkin terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur rumah
tangga itu. Dengan alasan itulah maka nikah disyaritkan, sehingga
keadaan kaum laki-laki menjadi tenteram dan dunia semakin makmur.
3. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi
memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat
dengan berbagai macam pekerjaan.
4. Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang
di kasihi. Adanya istri akan bisa menghilangkan kesedihan dan
ketakutan. Istri berfungsi sebagai temandalam suka dan penolong
dalam mengatur kehidupan. Istri berfungsi untuk mengatur rumah
tangga yang merupakan sendi penting bagi kesejahteraannya.
5. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirah (kecemburuan) untuk
menjaga kehormatan dan kemuliannya. Pernikahan akan menjaga
pandangan yang penuh syahwat terhadap terhadap apa yang tidak
dihalalkan untuknya.
6. Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya. Di
dalamnya terdapat faedah yang banyak antara lainmemelihara hak-hak
dalam warisan. Seorang laki-laki yang tidak mempunyai istri tidak
mungkin mendapatkan anak, tidak pula mengetahui pokok-pokok serta

14
Ibid. 65-66

13
cabangnya di antara sesama manusia. Hal semacam itu tidak
dikehendaki oleh agama dan manusia.
7. Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbut baik sedikit.
Pernikahan pada umumnya akan menghasilkan keturunan yang
banyak.
8. Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatannya
yang mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila
masih meninggalkan anak dan istri, mereka akan mendoakannya
dengan kebaikan hingga amalnya tidak terputus dan pahalanya pun
tidak ditolak. Anak yang shaleh merupakan amalnya yang tetap yang
masih tertinggal meskipun dia telah mati.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pernikahan adalah suatu akad antara seorang calon mempelai pria
dengan calon mempelai wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua
belah pihak, yang dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan
syarat yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan pencampuran
antara keduanya.
2. Ada beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam yang perlu
diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup
manusia melaksanakan tugasnya mengabdi kepada Tuhan yaitu:
memenuhi dan melaksanakan perintah agama, kerelaan dan
persetujuan, perkawinan untuk selamanya, suami sebagai penanggung
jawab umum dalam rumah tangga.
3. Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia.
4. Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi, hikmah pernikahan sangat banyak
antara lain: Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan, Keadaan
hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan rumah
tangganya teratur, Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang
berfungsi memakmurkan dunia masing-masing, Sesuai dengan
tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang di kasihi,
B. Saran
Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT penulis menyadari bahwa
kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT semata.Penulis menyadari di
dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan yang ada
pada makalah ini.Dan oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, Abd. Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta Timur: Prenada Media

Saebani, Beni Ahmad. 2015. Ilmu Fiqh. Bandung: Pustaka Setia

Ali, Zainuddin. 2007. Hukum Perdata Islam Di Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika

Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UI PresAli

Al-Jurjawi, Ahmad. 1992. Hikmah At - Tasyri’ wa Falsafatuhu. Mesir: Al-Azhar

Rihdui, Sayyid Muhammad. 1996. Perkawinan dan Seks dalam Islam. Jakarta:

Lentera

16

Anda mungkin juga menyukai