KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam tetapi juga agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Pernikahan
Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini disusun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Kami
menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
sehingga dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran.
Demikian dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi para pembaca. Terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam islam pernikahan bukan semata-mata sebagai kontrak
keperdataan saja, tetapi mempunyai nilai ibadah. Dalam Al-Qur’an
menggambarkan bahwa ikatan antara suami istri merupakan ikatan yang paling
suci dan paling kokoh. Allah SWT menamakan ikatan perjanjian antara suami
istri dengan ( اظيلغ اقاثيمperjanjian yang kokoh).
1
Padahal pada hakikatnya, pernikahan merupakan hal sederhana yang
dapat mengantarkan kita kepada pintu kebaikan jika diawali dengan niat baik.
Konsep pernikahan dalam islam itu begitu indah.
1.3 Tujuan
• Untuk mengetahui bagaimana konsep pernikahan dalam islam.
• Untuk mengetahui hukum, rukun dan syarat pernikahan.
• Untuk mengetahui hikmah dari pernikahan.
• Untuk mengetahui bagaimana membangun keluarga islami.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Di Indonesia terdapat hukum positif yang mengatur tentang
pernikahan, yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa
: Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Privatum, 2013).
Definisi di atas bila dirinci akan ditemukan : 1. Pernikahan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. 2. Ikatan
lahir batin itu ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan sejahtera. 3. Dasar ikatan lahir batin dan tujuan bahagia yang kekal
itu berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Hakikat pernikahan yang
digambarkan dalam UU No.1 Tahun 1974 itu sejalan dengan hakikat
pernikahan dalam Islam, karena keduanya tidak hanya melihat dari Pernikahan
dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam segi ikatan kontrak lahirnya saja,
tetapi sekaligus ikatan pertautan kebatinan antara suami istri yang ditujukan
untuk membina keluarga yang kekal dan bahagia, sesuai dengan kehendak
Tuhan Yang Maha Esa. Kedua bentuk hukum (hukum positif Indonesia dan
hukum Islam) tersebut berbeda dengan hukum Barat-Amerika, yang
memandang pernikahan hanya merupakan bentuk persetujuan dan kontrak
pernikahan. Tetapi mereka mempunyai kesamaan dalam hal pernikahan
tersebut terdiri dari tiga pihak, yaitu calon istri, calon suami dan Negara
(government) (Mudhiiah, 2014).
4
untuk tidak berbuat yang terlarang. Seseorang dikatakan wajib untuk
menikah apabila:
• Pertumbuhan jasmani dan rohaninya sudah sempurna.
• Baik dalam hal seksual dan perekonomian.
• Seseorang yang takut terjerumus dalam hal yang diharamkan Allah
SWT.
• Memiliki kemampuan membayar mahar dan seluruh nafkah perkawinan
2. Sunnah
Bagi orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
menikah, serta khawatir dirinya terjerumus perbuatan zina, maka hukum
melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal itu didasarkan
pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak
berbuat yang terlarang. Seseorang dikatakan wajib untuk menikah apabila:
• Pertumbuhan jasmani dan rohaninya sudah sempurna.
• Baik dalam hal seksual dan perekonomian.
• Seseorang yang takut terjerumus dalam hal yang diharamkan Allah
SWT.
• Memiliki kemampuan membayar mahar dan seluruh nafkah perkawinan
3. Mubah
Seorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada
zina, zalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah. Tidak
pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan
pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang tersebut
yakni boleh atau mubah, yang artinya tidak berdosa dan tidak pula berpahala
apabila dilakukan.
4. Makruh
Seorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada
zina, zalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah. Tidak
pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan
pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang tersebut
yakni boleh atau mubah, yang artinya tidak berdosa dan tidak pula berpahala
apabila dilakukan.
5
5. Haram
Pernikahan menjadi haram hukumnya bagi orang yang tidak
mempunyai keinginan dan kemampuan serta tanggung jawab untuk
melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga. Apabila melangsungkan
perkawinan berpotensi menelantarkan dirinya dan istrinya maka hukum
pernikahan bagi orang itu haram.
Pernikahan bisa menjadi haram apabila:
• Seseorang tahu bahwa dirinya tidak mampu melakukan aktivitas seks.
• Tidak ada sumber penghasilan untuk menafkahi keluarga.
• Merasa akan menyakiti pasangan saat bersetubuh, menganiaya, atau
mempermainkannya.
6
paksaan dari pihak lain. Rukun nikah ini menjadi dasar sahnya pernikahan
dalam agama Islam.
3. Wali Nikah
Rukun nikah ini mengacu pada keberadaan wali sah dari calon
pengantin wanita. Wali nikah bertanggung jawab untuk memberikan izin
dan persetujuan atas pernikahan tersebut. Dalam islam, wali nikah biasanya
adalah ayah mempelai Wanita. Namun, kedudukan ayah sebagi wali nikah
bisa digantikan oleh wali yang lebih dekat hubungannya (kakek, saudara
laki-laki, atau paman).
Wali nikah ini memiliki peran penting dalam memberikan izin dan
melindungi kepentingan Wanita yang akan menikah. Izin dari wali nikah
dibutuhkan sebagai bagian dari proses pernikahan dalam islam. Tanpa
persetujuan dari wali nikah, maka sebuah pernikahan tidak akan dianggap
sah.
4. Saksi
Kehadiran saksi yang memastikan bahwa ijab qabul telah dilakukan
dengan benar dan sah juga termasuk rukun nikah. Pernikahan harus
disaksikan oleh minimal dua orang saksi yang berakal dan memiliki ahlak
baik, sehingga dapat dipercaya. Dengan adanya saksi nikah, keabsahan
pernikahan semakin terjamin dan menghindari sengketa di masa
mendatang.
5. Mahar Pernikahan
Mahar pernikahan menjadi rukun nikah yang kelima. Ini merupakan
hak mutlak calon mempelai wanita yang tidak boleh dikurangi atau diambil
kembali tanpa izinnya. Mahar pernikahan adalah pemberian harta kepada
pihak mempelai wanita sebagai simbol tanggung jawab seorang suami
untuk memberikan nafkah pada istri sekaligus sebagai bentuk penghargaan
atas pernikahan yang dijalani.
7
kelima rukun nikah di atas telah terpenuhi, maka pernikahan dianggap sah
dalam Islam. Penting bagi calon pengantin untuk memahami dan mematuhi
rukun nikah ini agar bisa membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
dan warahmah.
8
4. Dihadiri Saksi
Syarat sah nikah selanjutnya adalah terdapat minimal dua orang
saksi yang menghadiri ijab qabul, satu bisa dari pihak mempelai Wanita dan
satu lagi dari mempelai pria. Mengingat saksi menempati posisi penring
dalam akad nikah, saksi disyaratkan beragam islam, dewasa, dan dapat
mengerti maksud akad.
5. Sedang Tidak Ihram atau Berhaji
Jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram). Hal
ini juga ditegaskan seorang ulama bermazhab Syafii dalam kitab Fathul
Qarib al-Mujib yang menyebut salah satu larangan dalam haji adalah
melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam pernikahan yang
artinya:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram)
yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram,
bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)”
6. Bukan Paksaan
Syarat nikah yang tak kalah penting adalah mendapat keridaan dari
masing-masing pihak, saling menerima tanpa ada paksaan. Ini sesuai
dengan hadis Abu Hurairah ra: “Tidak boleh seorang janda dinikahkan
hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak boleh
seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR Al Bukhari: 5136,
Muslim: 3458).
9
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa
tenteram dan tenteram kehidupanmu, dan Dia jadikan di antaramu rasa
kasih dan sayang.”
2. Mewujudkan Keseimbangan
Perkawinan juga memiliki hikmah dalam mewujudkan
keseimbangan dalam kehidupan. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 1,
Allah SWT berfirman,
10
jumlah umatku pada hari kiamat.” Dalam perkawinan, seseorang akan
belajar untuk menghormati, saling mengasihi, dan mengembangkan diri
menjadi pribadi yang lebih baik.
5. Mencegah Perzinaan
Perkawinan dalam Islam juga memiliki hikmah dalam mencegah
perzinaan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai
pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu untuk menikah, maka
menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan.”
6. Membentuk Generasi Penerus yang Sholeh
Perkawinan dalam Islam memiliki tujuan untuk membentuk
generasi penerus yang sholeh. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW
bersabda, “Nikahilah wanita yang sholeh untuk keturunanmu.
Sesungguhnya keturunan itu menjadi bunga mati di dalam kubur.”
11
Begitu pula sebaliknya, jika istri melihat suaminya tidak melakukan
kewajibannya, contohnya tidak memberikan nafkah, maka sikap istri
menasehati suaminya bukan semata-mata karena haknya tapi saya khawatir
jika tidak memberikan nafkah akan dihukum oleh Allah. Jadi Kembalikan
selalu kepada Allah. Yang memberikan hak adalah Allah, yang memberikan
kewajiban adalah Allah, yang menghukum ketika melanggar adalah Allah.
Selalu hadirkan Allah dalam rumah tangga kita, senantiasa penuhi
kehidupan berkeluarga dengan amal-amal salih yang bisa mendatangkan
ridhaNya. Rumah tangga yang dilandasi asas ini InsyaAllah akan bahagia.
2. Pahami bahwa anggota keluarga teritama anak adalah aset dan kunci surga
Secara khusus Allah mengingatkan kepada kita dalam firman-Nya:
12
masa depan, hingga umat Islam muncul sebagai khairu ummah (ummat
terbaik).
13
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)
14
terwujud jika syariat Islam dilaksanakan secara sempurna sebagai aturan
hidup umat manusia.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam Islam, melaksanakan pernikahan perlu memerhatikan beberapa
hal dimulai dari konsep pernikahan, hukum-hukum pernikahan, rukun nikah,
dan syarat nikah. Yaitu disesuaikan dengan situasi kondisi dan kebutuhan
setiap individu.
3.2 Saran
Dalam melaksanakan pernikahan haruslah membekali diri dengan
ilmu/fikih nikah, karena pernikahan merupakan sebuah ibadah kepada Allah
swt. Terdapat syarat dan ketentuan yang harus dilaksanakan supaya pernikahan
sesuai syariat agama dan membawa keberkahan dalam
kehidupan berumah tangga.
16
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Ismatulloh. (2015). "Konsep Sakinah, Mawaddah Dan Rahmah Dalam Al-
Qur'an (Perspektif Kitab Al-Qur'an Dan Tafsirnya)". Mazahib XIV (1), 53-
64.
Atabik, Ahmad, & Mudhiiah, e. K. (2014). "Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif
Hukum Islam. Yudisia 5 (2), 293-94.
Faisal, A. (2023, Januari 17). Inilah Pengertian Syarat dan Rukun Pernikahan
dalam Islam yang Wajib Kamu Ketahui. Retrieved from hijra.id:
https://hijra.id/blog/articles/lifestyle/syarat-dan-rukun-pernikahan-dalam-
islam/
Privatum, L. (2013). "Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Akibat Perkawinan
Campuran Ditinjau Dari Hukum Positif Indonesia. Lex Privatum 1 (1).
Reika. (2023, September 5). Hikmah Perkawinan dalam Islam. Retrieved from
iqipedia.com: https://iqipedia.com/2023/09/05/hikmah-perkawinan-dalam-
islam/?gad_source=1&gclid=CjwKCAiA0bWvBhBjEiwAtEsoW44IPCsZ
Tk_tLhiqko_0bxPZZPa700scmdiZ0C39zt0KQVh-
u8Cb5RoCxqgQAvD_BwE
Rukun dan Syarat Sah Nikah dalam Islam. (2021, Oktober 5). Retrieved from CNN
Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20211004181808-
289-703269/rukun-dan-syarat-sah-nikah-dalam-islam
Wahyuni, S. S. (2021, Januari 9). Mebangun Keluarga Islam. Retrieved from
Suaraislam.id: https://suaraislam.id/membangun-keluarga-islami/4/
17