Anda di halaman 1dari 20

0

KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya makalah ini dapat dibuat
dan tersusun hingga selesai.

Makalah ini disusun selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam tetapi juga agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Pernikahan
Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini disusun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Kami
menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
sehingga dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran.

Demikian dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi para pembaca. Terimakasih.

Bandung, 14 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Konsep Pernikahan dalam Islam ............................................................... 3
2.2 Hukum-Hukum Pernikahan dalam Islam.................................................... 4
2.3 Rukun Nikah .......................................................................................... 6
2.4 Syarat Pernikahan ....................................................................................... 8
2.5 Hikmah Pernikahan..................................................................................... 9
2.6 Membangun Keluarga Islami ..................................................................... 11
BAB III............................................................................................................... 16
PENUTUP .......................................................................................................... 16
3.1. Kesimpulan .......................................................................................... 16
3.2. Saran ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam islam pernikahan bukan semata-mata sebagai kontrak
keperdataan saja, tetapi mempunyai nilai ibadah. Dalam Al-Qur’an
menggambarkan bahwa ikatan antara suami istri merupakan ikatan yang paling
suci dan paling kokoh. Allah SWT menamakan ikatan perjanjian antara suami
istri dengan ‫( اظيلغ اقاثيم‬perjanjian yang kokoh).

Pernikahan merupakan syariat mutaqoddimatun (syariat pertama).


Selain mendapat sebutan syariatun mutaqoddimatun (syariat pertama),
pernikahan juga mempunyai sebutan lain yaitu syariatun mutaakhirotun (syariat
terakhir) kenapa bisa seperti itu karena kelak di surga sudah tidak ada lagi
syariat sholat, puasa, zakat dan haji tetapi syariat nikah masih ada, hal tersebut
yang menjadi dasar disebutkannya syariatun mutaakhirotun (syariat terakhir).

Agar terbentuknya pernikahan yang diinginkan sesuai dengan konsep


sakinnah, mawaddah wa rohmah maka dibutuhkan pasangan suami istri yang
saling membutuhkan satu dengan lainnya dan mau saling menerima kekurangan
masing-masing pasangan, dan calon mempelai laki-laki setelah keduanya sah
menikah dia akan mengemban amanah besar yaitu menjadi pemimpin dalam
rumah tangganya, menjadi suritauladan bagi keturunan-keturunannya.

Masing-masing pasangan baik pasangan pria maupun pasangan wanita


yang telah sah menjadi pasangan suami istri akan menerima amanah yang besar
maka tidak heran banyak pemuda dan pemudi merasa belum siap menikah
dengan berbagai alas an seperti belum siap finansial, masih ingin hidup bebas,
atau bahkan ada yang ingin menikah tetapi tidak mau punya anak, manganut
children free.

Berbagai macam permasalahan tersebut dilatar belakangi oleh kriteria


yang tinggi sehingga membuat mereka kesulitan mencari pasangan hidup, dapat
juga diakibatkan perbedaan pola piker atau open minded, dan masalah lainnya.

1
Padahal pada hakikatnya, pernikahan merupakan hal sederhana yang
dapat mengantarkan kita kepada pintu kebaikan jika diawali dengan niat baik.
Konsep pernikahan dalam islam itu begitu indah.

1.2 Rumusan Masalah


• Bagaimana konsep pernikahan menurut islam?
• Apa hukum pernikahan dalam islam?
• Apa saja yang termasuk rukun pernikahan?
• Apa saja syarat pernikahan?
• Apa hikmah dari pernikahan?
• Bagaimana membangun keluarga yang islami?

1.3 Tujuan
• Untuk mengetahui bagaimana konsep pernikahan dalam islam.
• Untuk mengetahui hukum, rukun dan syarat pernikahan.
• Untuk mengetahui hikmah dari pernikahan.
• Untuk mengetahui bagaimana membangun keluarga islami.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pernikahan dalam Islam


Dalam istilah nikah berasal dari bahasa arab ‫ حكن حكني احاكن‬yang artinya
sama dengan lafad ‫جوزت‬, (Basri, 2015) adapun didalam ilmu fiqh nikah dikenal
dengan zawaj yaitu akad yang jelas yang diucapkan oleh calon mempelai pria
atas rukun-rukun dan syarat, sedangkan menurut madzah 4 (Syafi‟i, Hambali,
Hanafi dan Maliki) mendefinisikan pernikahan yaitu suatu akad yang
memperbolehkannya laki-laki berhubungan badan dengan perempuan.
Sebagian ulama Syafi‟iyah memandang bahwa akad nikah adalah akad ibadah,
yaitu membolehkan suami menyetubuhi istrinya. Jadi bukan akad tamlik bi al
intifa‟. Demikian pula di dalam al-Qur‟an dan hadis-hadis Nabi, perkataan
“nikah” pada umumnya diartikan dengan “perjanjian perikatan”.
Dalam pandangan Al-Qur‟an, salah satu tujuan pernikahan adalah
untuk menciptakan sakinah, mawaddah, dan rahmah antara suami, istri, dan
anak-anaknya. Hal ini ditegaskan dalam QS. Ar-Rum: 21. Yang artinya: Dan
diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berpikir (Ismatulloh, 2015).
Maksud dari ayat di atas adalah tanda-tanda kekuasaan allah adalah
kehidupan bersama antara laki-laki dan perempuan yang diikat oleh sebuah
pernikahan, manusia mempunya perasaan tertentu kepada lawan jenis,
perasaan tersebut timbul karena adanya daya tarik diantara keduanya, sehingga
terjalinlah hubungan diantara keduanya, puncak dari saling mencintai tersebut
yaitu terjadinya proses pernikahan, setelah sah menjadi suami istri diharapkan
mampu membentuk keluarga yang sakinnah, mawaddah wa rohmah.

3
Di Indonesia terdapat hukum positif yang mengatur tentang
pernikahan, yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa
: Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Privatum, 2013).
Definisi di atas bila dirinci akan ditemukan : 1. Pernikahan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. 2. Ikatan
lahir batin itu ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan sejahtera. 3. Dasar ikatan lahir batin dan tujuan bahagia yang kekal
itu berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Hakikat pernikahan yang
digambarkan dalam UU No.1 Tahun 1974 itu sejalan dengan hakikat
pernikahan dalam Islam, karena keduanya tidak hanya melihat dari Pernikahan
dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam segi ikatan kontrak lahirnya saja,
tetapi sekaligus ikatan pertautan kebatinan antara suami istri yang ditujukan
untuk membina keluarga yang kekal dan bahagia, sesuai dengan kehendak
Tuhan Yang Maha Esa. Kedua bentuk hukum (hukum positif Indonesia dan
hukum Islam) tersebut berbeda dengan hukum Barat-Amerika, yang
memandang pernikahan hanya merupakan bentuk persetujuan dan kontrak
pernikahan. Tetapi mereka mempunyai kesamaan dalam hal pernikahan
tersebut terdiri dari tiga pihak, yaitu calon istri, calon suami dan Negara
(government) (Mudhiiah, 2014).

2.2 Hukum-Hukum Pernikahan dalam Islam


Di dalam Islam pernikahan merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh
Rasulullah bagi mereka yang mampu untuk melakukannya. Tetapi, terdapat
aturan dimana hukum nikah dapat berubah tergantung situasi dan kondisi
seseorang.

Berikut macam-macam hukum pernikahan dalam Islam:


1. Wajib
Bagi orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
menikah, serta khawatir dirinya terjerumus dalam perbuatan zina, maka
hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal itu
didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri

4
untuk tidak berbuat yang terlarang. Seseorang dikatakan wajib untuk
menikah apabila:
• Pertumbuhan jasmani dan rohaninya sudah sempurna.
• Baik dalam hal seksual dan perekonomian.
• Seseorang yang takut terjerumus dalam hal yang diharamkan Allah
SWT.
• Memiliki kemampuan membayar mahar dan seluruh nafkah perkawinan
2. Sunnah
Bagi orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
menikah, serta khawatir dirinya terjerumus perbuatan zina, maka hukum
melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal itu didasarkan
pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak
berbuat yang terlarang. Seseorang dikatakan wajib untuk menikah apabila:
• Pertumbuhan jasmani dan rohaninya sudah sempurna.
• Baik dalam hal seksual dan perekonomian.
• Seseorang yang takut terjerumus dalam hal yang diharamkan Allah
SWT.
• Memiliki kemampuan membayar mahar dan seluruh nafkah perkawinan
3. Mubah
Seorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada
zina, zalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah. Tidak
pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan
pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang tersebut
yakni boleh atau mubah, yang artinya tidak berdosa dan tidak pula berpahala
apabila dilakukan.
4. Makruh
Seorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada
zina, zalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah. Tidak
pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan
pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang tersebut
yakni boleh atau mubah, yang artinya tidak berdosa dan tidak pula berpahala
apabila dilakukan.

5
5. Haram
Pernikahan menjadi haram hukumnya bagi orang yang tidak
mempunyai keinginan dan kemampuan serta tanggung jawab untuk
melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga. Apabila melangsungkan
perkawinan berpotensi menelantarkan dirinya dan istrinya maka hukum
pernikahan bagi orang itu haram.
Pernikahan bisa menjadi haram apabila:
• Seseorang tahu bahwa dirinya tidak mampu melakukan aktivitas seks.
• Tidak ada sumber penghasilan untuk menafkahi keluarga.
• Merasa akan menyakiti pasangan saat bersetubuh, menganiaya, atau
mempermainkannya.

2.3 Rukun Nikah


Selain hukum nikah, dalam Islam terdapat rukun nikah yang menjadi
syarat sahnya pernikahan. Rukun nikah memiliki lima perkara yang harus ada
dan dilaksanakan oleh calon suami dan istri saat pernikahan berlangsung.
Berikut Rukun Nikah yang ada dalam islam:
1. Mempelai Pria dan Wanita
Rukun nikah yang pertama tentunya kehadiran mempelai pria dan
wanita yang akan melangsungkan proses pernikahan. Baik pria dan wanita
yang akan dinikahkan harus memberikan persetujuannya dalam pernikahan
ini. Mayoritas ulama berpendapat bahwa mempelai pria dan wanita sebagai
rukun nikah haruslah memenuhi syarat dan ketentuan sebagai calon
pasangan. Keduanya haruslah beragama Islam dan tidak memiliki hubungan
darah.
2. Ijab Qabul
Rukun nikah yang kedua adalah ijab qabul yang merupakan
pernyataan dan penerimaan antara calon suami dan istri. Pihak wanita harus
memberikan ijab (pernyataan) dengan sukarela yang menyatakan
kesediaannya untuk dinikahi oleh pihak pria. Kemudian, pihak pria harus
menerima ijab tersebut dengan qabul (penerimaan) secara jelas dan tegas.
Proses ijab qabul ini harus dilakukan dengan kesadaran penuh dan tanpa

6
paksaan dari pihak lain. Rukun nikah ini menjadi dasar sahnya pernikahan
dalam agama Islam.
3. Wali Nikah
Rukun nikah ini mengacu pada keberadaan wali sah dari calon
pengantin wanita. Wali nikah bertanggung jawab untuk memberikan izin
dan persetujuan atas pernikahan tersebut. Dalam islam, wali nikah biasanya
adalah ayah mempelai Wanita. Namun, kedudukan ayah sebagi wali nikah
bisa digantikan oleh wali yang lebih dekat hubungannya (kakek, saudara
laki-laki, atau paman).

Wali nikah ini memiliki peran penting dalam memberikan izin dan
melindungi kepentingan Wanita yang akan menikah. Izin dari wali nikah
dibutuhkan sebagai bagian dari proses pernikahan dalam islam. Tanpa
persetujuan dari wali nikah, maka sebuah pernikahan tidak akan dianggap
sah.

4. Saksi
Kehadiran saksi yang memastikan bahwa ijab qabul telah dilakukan
dengan benar dan sah juga termasuk rukun nikah. Pernikahan harus
disaksikan oleh minimal dua orang saksi yang berakal dan memiliki ahlak
baik, sehingga dapat dipercaya. Dengan adanya saksi nikah, keabsahan
pernikahan semakin terjamin dan menghindari sengketa di masa
mendatang.
5. Mahar Pernikahan
Mahar pernikahan menjadi rukun nikah yang kelima. Ini merupakan
hak mutlak calon mempelai wanita yang tidak boleh dikurangi atau diambil
kembali tanpa izinnya. Mahar pernikahan adalah pemberian harta kepada
pihak mempelai wanita sebagai simbol tanggung jawab seorang suami
untuk memberikan nafkah pada istri sekaligus sebagai bentuk penghargaan
atas pernikahan yang dijalani.

Ada banyak bentuk mahar pernikahan yang bisa diberikan kepada


mempelai wanita. Anda bisa memberikan mahar berupa harta, uang, atau
barang berharga lainnya yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika

7
kelima rukun nikah di atas telah terpenuhi, maka pernikahan dianggap sah
dalam Islam. Penting bagi calon pengantin untuk memahami dan mematuhi
rukun nikah ini agar bisa membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
dan warahmah.

2.4 Syarat Pernikahan


Lalu, pernikahan dalam islam harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Beragama Islam
Jika kelima rukun nikah di atas telah terpenuhi, maka pernikahan
dianggap sah dalam Islam. Penting bagi calon pengantin untuk memahami
dan mematuhi rukun nikah ini agar bisa membina rumah tangga yang
sakinah, mawadah, dan warahmah.
2. Bukan Mahram
Bukan mahram menandakan bahwa tidak terdapat penghalang agar
perkawinan bisa dilaksanakan. Selain itu, sebelum menikah perlu
menelusuri pasangan yang akan dinikahi. Misalnya, sewaktu kecil
dibesarkan dan disusui oleh siapa. Sebab, jika ketahuan masih saudara
sepersusuan maka tergolong dalam jalur mahram seperti nasab yang haram
untuk dinikahi.
3. Wali Nikah bagi Perempuan
Sebuah pernikahan wajib dihadiri oleh wali nikah. Wali nikah harus
laki-laki, tidak boleh Perempuan merujuk hadis:

“Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW: ‘Perempuan


tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap Perempuan dan tidak boleh
menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).

Wali nikah mempelai Perempuan yang utama adalah ayah kandung.


Namun, jika ayah dari mempelai Perempuan sudah meninggal bisa
diwakilkan oleh lelaki dari jalur ayah, misal kakek, buyut, saudara laki-laki
seayah seibu, paman, dan seterusnya berdasarkan urutan nasab. Jika wali
nasab dari keluarga tidak ada, alternatifnya adalah wali hakim yang syarat
dan ketentuannya pun telah diatur.

8
4. Dihadiri Saksi
Syarat sah nikah selanjutnya adalah terdapat minimal dua orang
saksi yang menghadiri ijab qabul, satu bisa dari pihak mempelai Wanita dan
satu lagi dari mempelai pria. Mengingat saksi menempati posisi penring
dalam akad nikah, saksi disyaratkan beragam islam, dewasa, dan dapat
mengerti maksud akad.
5. Sedang Tidak Ihram atau Berhaji
Jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram). Hal
ini juga ditegaskan seorang ulama bermazhab Syafii dalam kitab Fathul
Qarib al-Mujib yang menyebut salah satu larangan dalam haji adalah
melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam pernikahan yang
artinya:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram)
yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram,
bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)”
6. Bukan Paksaan
Syarat nikah yang tak kalah penting adalah mendapat keridaan dari
masing-masing pihak, saling menerima tanpa ada paksaan. Ini sesuai
dengan hadis Abu Hurairah ra: “Tidak boleh seorang janda dinikahkan
hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak boleh
seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR Al Bukhari: 5136,
Muslim: 3458).

2.5 Hikmah Pernikahan


1. Keluarga Harmonis
Perkawinan dalam Islam memiliki tujuan untuk membentuk
keluarga yang harmonis, penuh dengan cinta dan kasih sayang. Dalam
surat Ar-Rum ayat 21, Allah SWT berfirman,

9
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa
tenteram dan tenteram kehidupanmu, dan Dia jadikan di antaramu rasa
kasih dan sayang.”

2. Mewujudkan Keseimbangan
Perkawinan juga memiliki hikmah dalam mewujudkan
keseimbangan dalam kehidupan. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 1,
Allah SWT berfirman,

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan


kamu dari satu jiwa dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya,
dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.”

3. Menjaga Kelestarian Manusia


Perkawinan dalam Islam juga memiliki hikmah dalam menjaga
kelestarian manusia. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 1 juga
disebutkan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan
tujuan memperkembangbiakkan manusia. Dengan perkawinan, manusia
dapat melanjutkan keturunan dan menjaga kelangsungan umat manusia.
4. Meningkatkan Kualitas Diri
Perkawinan dalam Islam juga memiliki hikmah dalam
meningkatkan kualitas diri. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda,
“Nikahi wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan membanggakan

10
jumlah umatku pada hari kiamat.” Dalam perkawinan, seseorang akan
belajar untuk menghormati, saling mengasihi, dan mengembangkan diri
menjadi pribadi yang lebih baik.
5. Mencegah Perzinaan
Perkawinan dalam Islam juga memiliki hikmah dalam mencegah
perzinaan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai
pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu untuk menikah, maka
menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan.”
6. Membentuk Generasi Penerus yang Sholeh
Perkawinan dalam Islam memiliki tujuan untuk membentuk
generasi penerus yang sholeh. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW
bersabda, “Nikahilah wanita yang sholeh untuk keturunanmu.
Sesungguhnya keturunan itu menjadi bunga mati di dalam kubur.”

2.6 Membangun Keluarga Islami


1. Pahami bahwa berumah tangga adalah ibadah maka niatkan karena Allah
SWT
Orang-orang didalam rumah tangga itu diawali dari suami, istri dan
kemudian memiliki anak. Apabila ini baik semuanya dijalankan atas
perintah-perintah Allah dan larangan-larangannya InsyaAllah masyarakat
itu akan menjadi baik. Setiap rumah tangga itu baik suami atau istri
diibaratkan sebagai pegawai, yang memiliki perusahannya adalah Allah
SWT. Jadi gajinya, bonusnya yang diberikan akan didapatkan ketika
menjalankan tugasnya masing-masing dengan baik.
Melakukan tugas, suami bukan karena istrinya, istri bukan karena
suaminya tapi karena Allah semata. Suami istri yang melakukan
kewajibannya karena Allah tidak akan merasa jenuh walaupun pasangannya
memiliki kekurangan, dia akan menerima dan berusaha membantu karena
itu kewajiban dari pasangannya. Seorang suami apabila tahu istrinya salah
tidak melayani suami, membuka auratnya dia tahu itu kewajiban istrinya,
istrinya akan dihukum oleh Allah, dia akan menasehati istrinya bukan
karena haknya tapi khawatir istrinya masuk neraka dan dihukum oleh Allah.

11
Begitu pula sebaliknya, jika istri melihat suaminya tidak melakukan
kewajibannya, contohnya tidak memberikan nafkah, maka sikap istri
menasehati suaminya bukan semata-mata karena haknya tapi saya khawatir
jika tidak memberikan nafkah akan dihukum oleh Allah. Jadi Kembalikan
selalu kepada Allah. Yang memberikan hak adalah Allah, yang memberikan
kewajiban adalah Allah, yang menghukum ketika melanggar adalah Allah.
Selalu hadirkan Allah dalam rumah tangga kita, senantiasa penuhi
kehidupan berkeluarga dengan amal-amal salih yang bisa mendatangkan
ridhaNya. Rumah tangga yang dilandasi asas ini InsyaAllah akan bahagia.
2. Pahami bahwa anggota keluarga teritama anak adalah aset dan kunci surga
Secara khusus Allah mengingatkan kepada kita dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu …”
(QS. At Tahrim : 6).

Dalam pandangan Islam, selain memiliki fungsi sosial, keluarga


juga memiliki fungsi politis dan strategis. Secara sosial, keluarga adalah
ikatan terkuat yang berfungsi sebagai pranata awal pendidikan primer, ayah
dan ibu sebagai sumber pengajaran pertama, sekaligus tempat membangun
dan mengembangkan interaksi harmonis untuk meraih ketenangan dan
ketentraman hidup satu sama lain.
Secara politis dan strategis, keluarga berfungsi sebagai tempat yang
paling ideal untuk mencetak generasi unggulan, yakni generasi yang
bertakwa, cerdas dan siap memimpin umat membangun peradaban ideal di

12
masa depan, hingga umat Islam muncul sebagai khairu ummah (ummat
terbaik).

Karenanya, keluarga dalam fungsi-fungsi ini bisa diumpamakan


sebagai madrasa yang siap mencetak pribadi-pribadi mujtahid sekaligus
mujahid. Bagaimana dahulu para shahabiyah menjadi inspirasi dan motivasi
bagi kita, keberhasilan para ibu terdahulu keluarga yang mampu mendidik
anak-anak mereka, hingga menjadi generasi rabbani yang mengerti arti dan
hakikat hidup, makna kebahagiaan hakiki, dan semangat pengabdian pada
Islam.
Hal ini karena dalam diri mereka tertanam keyakinan kuat bahwa
anak adalah amanah Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat
kelak dan aset bagi kedua orangtuanya. Mereka paham betul, tidak ada yang
bisa memberikan kebahagiaan hakiki pada anak-anaknya selain iman dan
takwa. Tak ada harta yang mereka wariskan kepada anak-anak selain
keimanan yang kukuh, kecintaan akan ilmu dan amal saleh, serta semangat
berkorban demi kemuliaan umat dan Islam semata. Disinilah kewajiban
orangtua dan pahala besar bagi keduanya ketika mampu mendidik secara
Islami mengkondisikan semua anggota keluarganya dalam posisi bertakwa
sampai masing-masing dijemput oleh kematian.
3. Lakukan tugas dan kewajiban
Pembagian peran dan fungsi suami istri serta hak dan kewajiban
diantara anggota keluarga harus kita pahami itu adalah sebagai bentuk
keadilan dan kesempurnaan yang diberikan Islam untuk merealisasikan
tujuan yang sakinah mawadah warahmah. Pemimpin dalam rumah tangga
adalah laki-laki (suami). Dan yang mengangkat laki-laki sebagi pemimpin
adalah Allah Ta’ala sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

13
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)

Dalam berumah tangga, seorang suami memiliki kewajiban yang


harus dia tunaikan kepada istrinya. Kewajiban tersebut tidak hanya
berkaitan dengan nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), sebagaimana
yang disangka oleh sebagian (atau banyak) suami. Akan tetapi, terdapat
kewajiban penting yang banyak dilalaikan oleh para suami, yaitu mendidik
dan mengajarkan perkara atau kewajiban-kewajiban dalam agama kepada
istrinya.
Begitu juga dengan istri harus taat kepada suaminya, selain itu tugas
utama seorang istri secara umum ada dua yaitu sebagai ibu, dan sebagai
pengatur rumah tangga, tidak ada peran dan fungsi yang satu lebih tinggi
dari yang lainnya. Disinilah apabila tugas, fungsi dan kewajiban seluruh
anggota keluarga baik suami, istri dan anak dilaksanakan senantiasa terikat
dengan syariat Islam. InsyaAllah kehidupan bahagia dapat diraih.
4. Butuh peran negara yang menerapkan syariat islam secara kaffah
Keluarga merupakan benteng terakhir keluarga Muslim. Namun
fakta saat ini sulitnya mewujudkan keluarga yang betul-betul Islami karena
lingkungan dan sistem saat ini yang kurang mendukung. Banyaknya
pemikiran pemikiran yang merusak dan menghancurkan tatanan masyarakat
Islam. Peran dan fungsi keluarga yang sesungguhnya akan berjalan jika ada
negara yang mau menjamin dan mengatur posisi strategis keluarga sebagai
pencetak generasi khairu ummah.
Negara bisa menyinergikan peran keluarga dan masyarakat serta
bisa memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan
fungsinya dengan baik, sehingga mampu melahirkan generasi berkualitas.
Fungsi negara sangat penting bahkan gambaran keluarga Islam ini hanya akan

14
terwujud jika syariat Islam dilaksanakan secara sempurna sebagai aturan
hidup umat manusia.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam Islam, melaksanakan pernikahan perlu memerhatikan beberapa
hal dimulai dari konsep pernikahan, hukum-hukum pernikahan, rukun nikah,
dan syarat nikah. Yaitu disesuaikan dengan situasi kondisi dan kebutuhan
setiap individu.

Adapun hikmah dari sebuah pernikahan yaitu membentuk keluarga


harmonis, mewujudkan keseimbangan dalam kehidupan, menjaga kelestarian
manusia, meningkatkan kualitas diri, mencegah perzinaan, serta dapat
membentuk generasi penerus yang soleh. Hal tersebut ditunjang oleh beberapa
cara yang bisa dilakukan untuk membangun keluarga yang harmonis, antara
lain:
1. Luruskan niat pernikahan karena Allah
2. ⁠Menjaga keharmonisan keluarga
3. Melakukan tugas dan kewajiban dalam keluarga dengan baik
4. ⁠Menerapkan syariat Islam secara kaffah

3.2 Saran
Dalam melaksanakan pernikahan haruslah membekali diri dengan
ilmu/fikih nikah, karena pernikahan merupakan sebuah ibadah kepada Allah
swt. Terdapat syarat dan ketentuan yang harus dilaksanakan supaya pernikahan
sesuai syariat agama dan membawa keberkahan dalam
kehidupan berumah tangga.

16
DAFTAR PUSTAKA

A.M. Ismatulloh. (2015). "Konsep Sakinah, Mawaddah Dan Rahmah Dalam Al-
Qur'an (Perspektif Kitab Al-Qur'an Dan Tafsirnya)". Mazahib XIV (1), 53-
64.
Atabik, Ahmad, & Mudhiiah, e. K. (2014). "Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif
Hukum Islam. Yudisia 5 (2), 293-94.
Faisal, A. (2023, Januari 17). Inilah Pengertian Syarat dan Rukun Pernikahan
dalam Islam yang Wajib Kamu Ketahui. Retrieved from hijra.id:
https://hijra.id/blog/articles/lifestyle/syarat-dan-rukun-pernikahan-dalam-
islam/
Privatum, L. (2013). "Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Akibat Perkawinan
Campuran Ditinjau Dari Hukum Positif Indonesia. Lex Privatum 1 (1).
Reika. (2023, September 5). Hikmah Perkawinan dalam Islam. Retrieved from
iqipedia.com: https://iqipedia.com/2023/09/05/hikmah-perkawinan-dalam-
islam/?gad_source=1&gclid=CjwKCAiA0bWvBhBjEiwAtEsoW44IPCsZ
Tk_tLhiqko_0bxPZZPa700scmdiZ0C39zt0KQVh-
u8Cb5RoCxqgQAvD_BwE
Rukun dan Syarat Sah Nikah dalam Islam. (2021, Oktober 5). Retrieved from CNN
Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20211004181808-
289-703269/rukun-dan-syarat-sah-nikah-dalam-islam
Wahyuni, S. S. (2021, Januari 9). Mebangun Keluarga Islam. Retrieved from
Suaraislam.id: https://suaraislam.id/membangun-keluarga-islami/4/

17

Anda mungkin juga menyukai