Anda di halaman 1dari 7

FIQIH MUAMALAH PERNIKAHAN

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

SATRIA DARMA
NPM . 1410301033
SEMESTER
: V (LIMA)
DOSEN PEMBIMBING : AGUSTIANSYAH, SH, M.Si

PENDIDIKAN DAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GUNUNG LEUSER KUTACANE
2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kasih sayang
rahmat hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun makalah ini dengan
baik.
Tidak akan terbentuk suatu laporan yang baik dan benar jika tidak ada orang-orang yang
demikian sabar membantu dan membimbing kami, maka dari itu kami ingin mengucapkan
terima kasih.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak ditemukan
kekurangan. Oleh karena itu, kami minta maaf dan sekaligus mohon kepada pembaca yang
budiman untuk berkenan memberikan kritik maupun saran guna perbaikan penulisan selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Kutacane

Oktober 2016

penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari ketergantungan dengan orang
lain. Menurut Ibnu Khaldun, manusia itu (pasti) dilahirkan di tengah-tengah masyarakat, dan
tidak mungkin hidup kecuali di tengah-tengah mereka pula. Manusia memiliki naluri untuk
hidup bersama dan melestarikan keturunannya. Ini diwujudkan dengan pernikahan. Pernikahan
yang menjadi anjuran Allah dan Rasull-Nya ini merupakan akad yang sangat kuat atau mitssaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Pernikahan yang telah diatur sedemikian rupa dalam agama dan Undang-undang ini
memiliki tujuan dan hikmah yang sangat besar bagi manusia sendiri. Tak lepas dari aturan yang
diturunkan oleh Allah, pernikahan memiliki berbagai macam hokum dilihat dari kondisi orang
yang akan melaksanakan pernikahan.
Dalam makalah ini akan menjelaskan pernikahan, tujuan dan hikmah pernikahan, hokum
pernikahan, nilai pernikahan dan bentuk perkawinan yang telah dihapus oleh Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian nikah menurut bahasa, istilah, UU perkawinan dan KHI?
2. Apa hikmah dan tujuan perkawinan?
3. Bagaimana hukum dari perkawinan?
4. Bagaimana nilai ubudiyah dan bukan ubudiyah dalam perkawinan?
5. Apa bentuk perkawinan yang telah dihapuskan oleh Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian nikah menurut bahasa, istilah, UU perkawinan
dan KHI.
2. Untuk mengetahui dan memahami hikmah dan tujuan perkawinan.
3. Untuk mengetahui dan memahami hukum dari perkawinan.
4. Untuk mengetahui dan memahami nilai ubudiyah dan bukan ubudiyah dalam perkawinan.
5. Untuk mengetahui dan memahami bentuk perkawinan yang telah dihapuskan oleh Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Nikah
Perkawinan disebut juga pernikahan, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa
artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).
Menurut istilah hukum Islam, pernikahan adalah:
.
Perkawinan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk membolehkan bersenangsenang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan
dengan laki-laki.
Para ulama Hanafiah mendefinisikan bahwa nikah adalah sebuah akad yang memberikan hak
kepemilikan untuk bersenang-senang secara sengaja.
Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Berdasarkan pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Perkawinan menurut hukun Islam
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
2. Hikmah dan Tujuan Perkawinan
Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia
karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia.
Dengan pernikahan tali keturunan bisa diketahui dan hal ini sangat berdampak besar bagi
perkembangan generasi selanjutnya. Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada
batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan
penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi dan agama.
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah. Kita bisa mengatakan bahwa tujuan dari ditetapkannya pernikahan
pada umumnya adalah untuk menghindarkan manusia dari praktik perzinaan dan seks bebas.

Adapun hikmah-hikmah perkawinan adalah dengan pernikahan maka akan memelihara gen
manusia, menjaga diri dari terjatuh pada kerusakan seksual, sebagai tiang keluarga yang teguh
dan kokoh serta dorongan untuk bekerja keras.
3. Hukum Perkawinan
Nikah ditinjau dari segi hukum syari ada lima macam, secara rinci jumhur ulama
menyatakan hukum perkawinan itu dengan melihat keadaan orang-orang tertentu:
a. Sunnah bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk menikah, telah pantas untuk
menikah dan dia telah mempunyai perlrngkapan untuk melangsungkan perkawinan.
b. Makruh bagi orang-orang yang belum pantas untuk menikah, belum berkeinginan untuk
menikah, sedangkan perbekalan untuk perkawinan juga belum ada. Begitu pula ia telah
mempunyai perlengkapan untuk perkawinan, namun fisiknya mengalami cacat impoten,
c.

berpenyakitan tetap, tua Bangka dan kekurangan fisik lainnya.


Wajib bagi orang-orang yang telah pantas untuk menikah, berkeinginan untuk menikah dan
memiliki perlengkapan untuk menikah, ia khawatir akan terjerumus ke tempat maksiat kalau

ia tidak menikah.
d. Haram bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara untuk melakukan
perkawinan atau ia yakin perkawinan itu tidak akan memcapai tujuan syara, sedangkan dia
meyakini perkawinan itu akan merusak kehidupan pasangannya.
e. Mubah bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada dorongan untuk menikah dan
perkawinan itu tidak akan mendatangkan kemudaratan apa-apa kepada siapapun.
Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Sedangkan ulama Syafiiyah
mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah, di samping ada yang sunnah, wajib,
haram dan yang makruh.
4. Nilai Ubudiyah dan Bukan Ubudiyah Dalam Perkawinan
a. Nilai ubudiyah dalam perkawinan
Perkawinan dalam Islam bukan semata-mata hubungan atau kontrak keperdataan biasa, tetapi
mempunyai nilai ibadah, sebagaimana dalam KHI ditegaskan bahwa perkawinan merupakan
akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan ibadah
sesuai dengan pasal 2 Kompilasi Hukum Islam.
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik
pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih
Allahsebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak dan melestarikan

hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam
mewujudkan tujuan perkawinan.
Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya
dalam hubungan secara anarki tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabatnya
sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa
saling meridhai.
Jadi dilihat dari nilai ubudiyah bahwa seorang yang menjalankan sunnah Allah dan Rasul-Nya
merupakan suatu ibadah, dalam perkawinan banyak suruhan yang terdapat dalam Al-Quran dan
Al-Hadits sehinggaorang yang menjalankan perkawinan akan dihitung ibadah.
b. Nilai bukan ubudiyah dalam perkawinan
Nilai-nilai perkawinan selain nilai ubudiyah atau ibadah yaitu nilai akidah dan muamalah.
Dilihat dari nilai akidah dalam sahnya dalam perkawinan juga memuat aspek akidah, karena di
dalam perkawinan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Sedangkan dilihat dari nilai muamalah perkawinan merupakan perbuatan yang melibatkan dua
orang sehingga perkawinan tersebut dapat dinamakan hablun minan annas, yaitu hubungan
manusia dengan manusia.
5. Bentuk Perkawinan yang Telah Dihapus Oleh Islam
Tujuan perkawinan bisa dicapai dengan adanya prinsip bahwa perkawinan adalah untuk
selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Karena prinsip perkawinan dalam Islam
seperti itu, maka Islam tidak membenarkan:
a. Nikah Mutah
Nikah mutah adalah perkawinan untuk masa tertentu, dalam arti pada waktu akad dinyatakan
masa tertentu yang bila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan sendirinya.
b. Muhallil Nikah
Nikah Muhallil adalah perkawinan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah
melakukan talak tiga untuk segera kembali pada isterinya.
c. Nikah Syigar
Nikah Syigar adalah seorang wali mengawinkan puterinya dengan seorang laki-laki dengan
syarat agar laki-laki itu mengawinkan puterinya dengan si wali tadi tanpa bayar mahar.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah. Adapun hikmah-hikmah perkawinan adalah dengan pernikahan maka
akan memelihara gen manusia, menjaga diri dari terjatuh pada kerusakan seksual dll.
Nikah ditinjau dari segi hukum syari ada lima macam ialah sunnah, mekruh, wajib, haram dan
mubah.
Nilai Ubudiyah dan Bukan Ubudiyah Dalam Perkawinan : 1. Nilai ubudiyah dalam
perkawinan ialah perkawinan bukan semata-mata hubungan atau kontrak keperdataan biasa,
tetapi mempunyai nilai ibadah. 2. Nilai-nilai perkawinan selain nilai ubudiyah atau ibadah yaitu
nilai akidah dan muamalah.
Bentuk Perkawinan yang Telah Dihapus Oleh Islam yaitu nikah mutah, nikah muhallil
dan nikah syigar.
B. Saran
Demikianlah makalah tentang Nikah yang dapat kelompok kami sampaikan. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kesalahan. Untuk itu
kami mohon maaf dan kritikannya yang membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat. Amin.

Anda mungkin juga menyukai