Tentang
POLIGAMI
Disusun Oleh:
Kelompok 13
Andre Aldi Saputra : 2114010169
Iftahul falah : 2114010163
M. Rusydan Hamdi : 2114010173
Dosen Pengampu:
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3
A. Pengertia Poligami.............................................................................3
B. Hukum dan Syarat Poligami..............................................................5
C. Alasan dan Prosedur Poligami...........................................................6
A. Kesimpulan.......................................................................................12
B. Saran.................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................iii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menikah adalah salah satu Sunnah Rasulullah saw. yang
tergolong penting. Bahkan Rasulullah pernah berkata akan
mengeluarkan seseorang dari barisan umatnya jika membenci atau
tidak mau untuk menikah. Oleh sebab itu, dalam Islam tidak ada
yang namanya pemisahan diri dengan kelompok tertentu yang
memiliki jenis kelamin yang berbeda.
Islam sangat melarang adanya sesorang yang menghindar
untuk menikah, baik itu laki atau perempuan yang dengan sengaja
menghindar untuk dinikahi karena sebab-sebab tertentu. Misalnya,
seorang wanita ingin tetap dalam kesucian.1
Kata poligami selalu saja dikaitkan dengan apa yang
dilakukan oleh Nabi saw. beliau berpoligami dengan cara yang
dibenarkan oleh syariat dengan pengaplikasian ayat-ayat dalam al-
Qur’an yang mengatakan laki-laki boleh memiliki istri lebih dari
satu.
Dengan adanya ayat tersebut yang menjadi pegangan bagi
kaum laki-laki untuk melakukan poligami. Tetapi, banyak diantara
umat Rasulullah saw. yang kurang atau tidak mengerti sama sekali
akan makna poligami yang benar, sehingga menjadikan poligama
hanya untuk melampiaskan kebutuhan seksual saja dan
menghilangkan tujuan mulia yang ada di dalamnya.2
Persoalan yang paling banyak dibicarakan dalam lingkup
perkawinan adalah poligami. Poligami ini memang sangat
kontroversial, ada satu sisi menolak poligami dengan sandaran
berbagai macam, baik itu yang bersifat normatif, psikologis bahkan
1
Muhammad Yahya, Poligami Dalam Perspektif Nabi saw (Makassar: Alauddin
University Perss, 2013), h.
2
Agus Mustofa, Poligami Yuuk! (Surabaya: PADMA Press), h. 225
1
banyak pula yang mengaitkan dengan munculnya ketidakadilan
gender.
Banyak pula penulis-penulis barat yang mengatakan bahwa
ajaran poligami ini awalnya bersumber dari agama Islam yang
sangat diskriminatif terhadap kaum perempuan. Kemudian disisi
lain, poligami ini malah dikampanyekan karena mereka menganggap
memiliki sandaran normatif yang jelas dan tegas. Kelompok yang
pro tersebut memandang dengan adanya pembolehan tentang
poligami ini bisa menjadi alternatif untuk mengurangi
perselingkuhan dan prostitusi yang merajalelaPersoalan yang paling
banyak dibicarakan dalam lingkup perkawinan adalah poligami.
Poligami ini memang sangat kontroversial, ada satu sisi menolak
poligami dengan sandaran berbagai macam, baik itu yang bersifat
normatif, psikologis bahkan banyak pula yang mengaitkan dengan
munculnya ketidakadilan gender.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu poligami?
2. Apa syarat dan hukum dari poligami?
3. Apa alasan dan prosedur poligami?
C. Tujuan
1. Menjelaskan apa itu poligami
2. Menjelaskan apa syarat dan hukum dari poligami
3. Menjelaskan apa alasan dan prosedur poligami
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, dari kata poly
yang berarti banyak dan gamien yang berarti kawin, jika
digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak (Bibit
suprapto, 1990: 61). Bandingkan dengan (Labib MZ, 1986: 15).
Dalam bahasa Arab poligami disebut ta’adud al-zawajah. Poligami
diartikan dengan perkawinan yang dilakukan dengan beberapa
pasangan pada waktu bersamaan. Dengan demikian poligami itu
tidak terbatas hanya dilakukan oleh lelaki, tetapi juga oleh
perempuan. Istilah khusus yang mengacu pada perkawinan
seseorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan adalah
poligini (polyginy) dan yang mengacu pada perkawinan antara
seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki adalah poliandri
(polyandry).
Pengertian poligami yang berlaku di masyarakat adalah
seorang laki-laki kawin dengan banyak wanita. Menurut tinjauan
Islam poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu,
dengan batasan umum yang dibolehkan hanya sampai empat wanita.
Istilah lain yang maknanya mendekati makna poligami yaitu
poligini, kata ini berasal dari poli atau polus dalam bahasa Yunai
yang artinya banyak, dan gini atau gene artinya isteri, jadi poligini
arrtinya beisteri banyak (Badriyah Fahyimi, 2002: 40).
Dalam Ensiklopedi Nasional, poligami diartikan suatu
pranata perkawinan yang memungkinkan terwujutnya keluarga yang
suaminya memiliki lebih dari seorang isteri atau isteri memiliki lebih
dari seorang suaminnya. Istilah yang lebih tepat dalam permasalah di
atas sebenarnya adalah “poligini” yaitu seorang suami memiliki dua
atau lebih isteri dalam waktu yang sama, sedangkan poligami adalah
istilah yang digunakan untuk menyebut perkawinan yang lebih dari
satu, baik laiki-laki atau perempuan.
3
Istilah poligami sering dipakai untuk mengacu kepada
poligini, karena praktek ini sering dilaksanakan dalam masyarakat
dibandingkan dengan poliandri (seorang isteri mempunyai suami dua
orang dalam waktu yang sama). Selanjutnya penulis menggunakan
istilah poligami untuk menyebut seorang suami yang memiliki lebih
dari seorang isteri.3
Poligami sendiri berasal dari bahasa Yunani. Kata ini
merupakan penggalan kata poli dan polus yang artinya banyak, dan
kata gemein atau gamos, yang artinya kawin atau perkawinan. Maka,
ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan
yang banyak. Dalam Islam, arti dari poligami adalah perkawinan
yang dilakukan lebih dari satu dengan memiliki batasan yang telah
ditentukan, yang pada umumnya dipahami sampai dengan empat
wanita. Ada pula yang memahami bahwa poligami dalam Islam bisa
sampai Sembilan atau lebih. Akan tetapi, poligami dengan batasan
sampai dengan empat istri ini lebih umum dipahami dengan
dukungan dari sejarah, sebab Rasulullah saw. Melarang umatnya
melakukan pernikahan lebih dari empat wanita.
Agama Nasrani pada awalnya tidak melarang atau
mengharamkan poligami, landasan diperbolehkannya karena dalam
kitab Injil tidak satupun ayat yang melarang keras melakukan
poligami. Berbeda dengan agama Yunani dan Romawi yang
memang dari awal memarang melakukan poligami. Setelah mereka
memeluk agama Kristen, mereka tetap menjalankan monogami yang
dianggap sebagai ajaran dari nenek monyang mereka terdahulu yang
melarang poligami. Oleh karena itu, orang-orang Kristen bangsa
Eropa tetap melaksanakan perkawinan dengan asas monogami.
Dengan demikian, ajaran mengenaai monogami ini bukan murni dari
agama Kristen, melainkan ajaran lama yang mereka anut. Gereja
kemudian menjadikan larangan poligami sebagai peraturan dan
3
Suprapto, Bibit. 1990. liku-liku poligami. Yogyakarta: Al-Kausart
4
ajaran dari agama, meskipun pada dasarnya dalam kitab Injil tidak
disebutkan larangan poligami.4
5
Hukum Islam (KHI) Pasal 55 dinyatakan bahwa laki-laki bisa
beristri lebih dari satu orang sampai empat orang dengan syarat
suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-
anaknya, dan apabila syarat tersebut dikhawatirkan tidak
terpenuhi maka suami dilarang beristri lebih dari satu.7
2. Syarat Poligami
a. Jumlah istri paling banyak adalah empat, dan tidak boleh
lebih.
b. Bisa berbuat dan berlaku adil antara istri-istrinya.
c. Adanya kemampuan jasmani dan nafkah dalam bentuk harta.
7
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, h.
166.
6
a) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
isteri,
b) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak
dapat disembuhkan:
c) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
2. Prosedur Poligami
Pasal 57 KHI
7
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami
yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
8
Adapun tata cara teknis pemeriksaan menurut Pasal
42 PP Nomor 9 Tahun 1975 adlah sebagai berikut:
9
diperoleh, maka menurut ketentuan Pasal 44 PP Nomor 9
Tahun 1975, Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan
pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih
dari seorang sebelum adanya izin pengadilan seperti yang
dimaksud dalam Pasal 43 PP Nomor 9 Tahun 1975.
10
alternatif untuk beristri hanya sebatas 4 (empat) orang istri. Hal
itu ditegaskan oleh Pasal 55 KHI sebagai berikut: (1) Beristeri
lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan, terbatas hanya
sampai empat orang isteri. (2) Syarat utama beristeri lebih dari
satu orang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-
isteri dan anak-anaknya. (3) Apabila syarat utama yang disebut
pada ayat 2) tidak mungkin terpenuhi, suami dilarang beristeri
lebih dari satu.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Poligami adalah perkawinan yang dilakukan lebih dari satu
dengan memiliki batasan yang telah ditentukan, yang pada umumnya
dipahami sampai dengan empat wanita. Ada pula yang memahami
bahwa poligami dalam Islam bisa sampai Sembilan atau lebih. Akan
tetapi, poligami dengan batasan sampai dengan empat istri ini lebih
umum dipahami dengan dukungan dari sejarah, sebab Rasulullah
saw. Melarang umatnya melakukan pernikahan lebih dari empat
wanita.
Salah satu ulama ternama, Syaikh Mustafa Al-Adawiy,
menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Poligami juga
sifatnya tidak memaksa. Kalau pun seorang perempuan tidak mau dimadu
atau seorang laki-laki tidak mau berpoligami, maka itu tak jadi masalah.
B. Saran
Dengan terselesainya makalah ini, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
segi pengetikan maupun dari segi penyusunan. Semoga penyusun
dan pembaca dapat mengerti dan memahami materi dalam makalah
ini
12
DAFTAR PUSTAKA
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI
Suprapto, Bibit. 1990. liku-liku poligami. Yogyakarta: Al-Kausart
Syihab, Umar, Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran
iii