Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FIQH MUNAKAHAT

POLIGAMI DALAM ISLAM

Dosen Pengampu:

Sirojudin Ahmad, M. H

Disusun Oleh:

1. Salsa Alvalinnas Alitsa Minha (103220076)


2. Sherly Shenia Candra Nurmala (103220079)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Poligami dalam Islam ini dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita
nantikan syafa`atnya di Yaumul Akhir nanti.

Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat-Nya. Tak lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Fiqh Munakahat Bapak Sirojudin Ahmad, M. H yang telah
memberikan tugas terhadap kami.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan – kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami
menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada dosen pengampu yang selalu
memberikan dukungan nya.

Ponorogo, 09 April 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2

A. Pengertian Poligami........................................................................................................2

B. Dasar Hukum Poligami...................................................................................................3

C. Pengaturan Poligami dalam UU Perkawinan..................................................................4

D. Pengaturan Poligami dalam Kompilasi Hukum Islam....................................................5

BAB III PENUTUP..................................................................................................................7

A. Kesimpulan.....................................................................................................................7

B. Saran................................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Poligami sudah berlangsung sejak jauh sebelum datangnya agama Islam.
Bangsa-bangsa Eropa, Asia, dan Afrika sudah berpoligami sejak lama. Karena itu
tidak benar apabila ada tuduhan bahwa Islam yang melahirkan aturan tentang
poligami. Bedanya, agama Islam membatasinya dalam batasan jumlah maksimal
empat orang istri.

Poligami pastinya sudah terdengar tidak asing ditelinga masyarakat. Poligami


sendiri juga sudah menjadi bagian dari kehidupan di masyarakat. Walaupun begitu,
tidak sedikit juga yang kontra dengan hal ini, mereka beranggapan bahwa poligami
dapat memunculkan masalah dalam rumah tangga. Dan untuk pihak yang pro,
berpoligami dianggap jalan yang terbaik untuk membantu dan menjaga
kemashlahatan yang terlibat dalam berpoligami. Walaupun dalam Islam
membolehkan berpoligami, tetapi harus dengan syarat yang sudah ditentukan dalam
peraturan yang ada di Indonesia, yaitu jika suami bisa berlaku adil maka di
perbolehkan untuk poligami tetapi apabila suami tidak bisa berlaku adil maka suami
cukup menikahi satu istri saja tidak lebih.

Poligami yang dilakukan Rasulullah berbeda dengan poligami yang dilihat


seperti sekarang ini. Praktek poligami Rasululllah tidak berlandaskan kebutuhan
biologis, tetapi ada beberapa pertimbangan, diantaranya ingin member kehormatan
untuk janda, mengangkat derajat para janda dan wanita yang menawarkan dirinya
untuk dinikahi. Sedangkan di masa sekarang, kebanyakan poligami dilakukan
berlandaskan kebutuhan biologis dan terkadang lupa dengan unsur keadilan di
dalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Poligami?
2. Apa saja dasar hukum Poligami?
3. Bagaimana ketentuan Poligami dalam UU Perkawinan dan KHI?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Poligami
Kata poligami secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu polus yang
berarti banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila digabungkan, maka poligami
akan berarti “suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang”.1 Secara
terminologi, poligami berarti “seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa poligami adalah system
perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya
dalam waktu yang bersamaan.

Dengan kata lain, poligami merupakan perkawinan seorang suami dengan


lebih dari satu istri (poligini), atau perkawinan seorang istri dengan lebih dari satu
orang suami (poliandri). Namun, dalam pandangan umum, istilah poligami senderung
dipahami sebagai perkawinan yang dilakukan oleh seorang suami dengan beberapa
orang istri dalam waktu yang bersamaan. Lawan dari poligami adalah monogami,
yakni perkawinan seorang suami dengan seorang istri.2

Para ulama berbeda pendapat mengenai ketentuan dan hukum berpoligami.


Sebagian ada yang menyetujui ada pula yang melarangnya. Musdah Mulia
berpendapat bahwa hukum poligami adalah haram lighairihi. Artinya, keharaman dari
berpoligami bukan karena poligaminya, melainkan didasarkan pada dampak yang
ditimbulkan dari poligami tersebut. Sedangkan, Surahman Hidayat berpendapat
bahwa poligami, pada dasarnya tidak menzhalimi siapa pun. Bahkan, sangat mungkin
poligami dapat mengupayakan tegaknya kebahagiaan. Pada gilirannya, poligami juga
dapat mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.3 Islam
memandang poligami lebih banyak membawa resiko/mudharat daripada manfaatnya,
karena manusia itu menurut fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri
hati, dan suka mengeluh.

1
Supardi Mursalin, Menolak Poligami, Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 15.
2
‘Iffah Qanita Nailiya, Poligami, Berkah ataukah Musibah?, (Yogyakarta: DIVA Press, 2016), 15.
3
Ibid, 16.
2
B. Dasar Hukum Poligami
1. Al-Qur’an
a. Q. S. An-Nisa’ ayat 3

َ ‫س ِاء َم ْثنٰى َو ُث ٰل‬


‫ث َو ُر ٰب ۚ َع‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫َوا ْن خ ْفتُ ْم اَاَّل ُت ْقسطُْوا فى الْيَت ٰٰمى فَانْك ُح ْوا َماط‬
َٓ ِّ‫اب لَ ُك ْم ِّم َن الن‬

۳﴿‫ك اَ ْد ٰنٓى اَاَّل َتعُ ْولُْو ۗا‬


َ ِ‫ ْم ٰذل‬8ۗ ‫ت اَيْ َمانُ ُك‬ ِ ‫﴾فَِا ْن ِخ ْفتم اَاَّل َتع ِدلُوا َفو‬
ْ ‫اح َد ًة اَ ْو َم َاملَ َك‬ َ ْ ْ ُْ

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir
tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar
kamu tidak berbuat dzalim.”

Allah SWT memperbolehkan poligami hingga empat orang istri, dengan syarat
dapat berlaku adil kepada mereka. Berlaku adil dalam hal ini dimasudkan
dengan adil dalam melayani istri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal,
pakaian, giliran, dan segala hal yang bersifat lahiriyah. Apabila tidak dapat
berlaku adil, maka cukup dengan memiliki satu istri saja.

b. Q. S. An-Nisa’ ayat 129

‫صتُ ْم فَالَ تَ ِم ْيلُ ْوا ُك َّل ال َْم ْي ِل َفتَ َذ ُر ْو َها َكال ُْم َعلَّ َق ۗ ِة َواِ ْن‬ ِ َٓ ِّ‫ولَن تَست ِطي ُٓعوااَ ْن َتع ِدلُوابين الن‬
ْ ‫ساء َولَ ْو َح َر‬ َ َْ ْ ْ ْ ْ َْ ْ َ

‫۝‬۱۲۹ ‫ار ِح ْي ًما‬


َّ ‫صلِ ُح ْوا َوَتَّت ُق ْوافَِا َّن ﷲَ َكا َن غَ ُف ْو ًر‬
ْ ُ‫ت‬

“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada istri yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang”.

2. Al-Hadis

3
‫اء َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة َو ِش َّقهُ َماِئ ٌل‬ ِ َ ‫ان فَم‬
ِ
َ ‫ال الَى اخ َدا ُه َما َج‬ َ َ‫ت لَهُ ْام َراَت‬
ْ َ‫َم ْن َكان‬
“Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang
diantara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya
miring”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan An Nasai).

C. Pengaturan Poligami dalam UU Perkawinan


Poligami diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan disebutkan bahwa: Pengadilan, dapat memberi izin kepada
seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak
yang bersangkutan.

Pasal 4 UU No. 1 Tahun 1974

1. Ayat (1): Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana
tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang ini, maka ia wajib mengajukan
permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
2. Ayat (2): Pengadilan dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin
kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a). Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri,
b). Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
c). Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974


1. Ayat (1): Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan dalam Pasal 4
ayat (1) undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a). Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri,
b). Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka,
c). Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri dan anak-anak
mereka.
2. Ayat (2): Persetujuan yang dimaksud pada ayat 1 huruf (a) pasal ini tidak
diperlakukan bagi seorang suami apabila isteri-isterinya tidak mungkin dimintai
persetujuan dan tidak dapat menjadi pihak dalam pernjanjian, atau apabila tidak

4
ada kabar dari isterinya sekurang-kurangnya 2 tahun, atau karena sebab-sebab
lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.4

D. Pengaturan Poligami dalam Kompilasi Hukum Islam


Pengaturan poligami yang resmi diatur oleh Islam memang tidak ada ketentuan
secara pasti. Namun, di Indonesia telah mengatur hal tersebut dalam Kompilasi
Hukum Islam:5

Pasal 56

1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari
Pengadilan Agama.
2. Pengajuan permohonan izin dimaksud pad aayat (1) dilakukan menurut tatacara
sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin
dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hokum.

Pasal 57

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan
beristri lebih dari seorang apabila:

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.


2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 58

1. Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh
izin Pegadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada
pasal 5 Undang-undang No.1 Tahun 1974, yaitu:
a. Adanya persetujuan istri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri
dan anak-anak mereka.
2. Dengan tidak mengurangi ketetuan Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No.9
Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau
4
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2011), 206-207.
5
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta Timur: PRENADA MEDIA, 2003), 134.
5
dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini
dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada siding Pengadilan Agama.
3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami
apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak
dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau
istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu
mendapat penilaian Hakim.

Pasal 59

Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin
untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur
dalam Pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang
pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di
persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat
mengajukan banding atau kasasi.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Poligami merupakan perkawinan seorang suami dengan lebih dari satu istri
(poligini), atau perkawinan seorang istri dengan lebih dari satu orang suami
(poliandri). Namun, dalam pandangan umum, istilah poligami senderung dipahami
sebagai perkawinan yang dilakukan oleh seorang suami dengan beberapa orang istri
dalam waktu yang bersamaan.

Islam membatasi jumlah istri yang boleh dipoligami, yaitu maksimal 4 orang
istri. Hal ini diatur dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 3. Perlu digaris bawahi bahwa poligami
bukan hanya sekedar menikahi lebih dari satu orang istri, namun juga harus berlaku
adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya, sebagaimana dijelaskan didalam Q. S.
An-Nisa’ ayat 129. Hal ini juga diperkuat dengan adanya hadis nabi yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan An Nasai bahwasannya apabila ada
seorang suami memiliki lebih dari satu istri dan lebih cenderung kepada salah satu
istrinya, maka dihari kiamat nanti ia datang dalam keadaan miring badannya.

Ketentuan mengenai poligami ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat
(1) dan (2), dan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Dan juga tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 56, Pasal 57,
Pasal 58, dan Pasal 59.

B. Saran
Setelah mempelajari makalah mengenai poligami ini, diharapkan kepada
pembaca semoga dapat menambah wawasan dan menjadi alternatif untuk diskusi.
Kami menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan, baik dari segi
tulisan maupun bahasan yang kami sajikan. Maka dari itu, kritik dan saran sangat
kami perlukan guna membangun makalah yang baik dan benar kedepannya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, A. G. (2011). Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.

Ghazaly, A. R. (2003). Fiqh Munakahat. Jakarta Timur: PRENADA MEDIA.

Mursalin, S. (2007). Menolak Poligami, Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan


Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nailiya, '. Q. (2016). Poligami, Berkah ataukah Musibah? Yogyakarta: DIVA Press.

8
9

Anda mungkin juga menyukai