1. PERNIKAHAN
a) Pengertian Pernikahan
Secara bahasa, nikah berarti mengumpulkan,
menggabungkan, atau menjodohkan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, nikah diartikan sebagai
perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk
bersuami istri (dengan resmi) atau pernikahan.
Adapun menurut syari’ah, nikah berarti akad yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan
kewajiban masing-masing.
b) Syariat Pernikahan
Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang
terkandung di dalamnya nilai-nilai ibadah. Kelayakan
manusia untuk menerima syariat tersebut paling tidak
diperkuat oleh tiga argumen:
• Manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya
tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan
syariat dengan baik.
• Manusia diciptakan oleh Allah berpasangan, yaitu laki-
laki dan perempuan.
• Pernikahan dalam Islam disebut sebagai perilaku para
Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah
yang dimiliki oleh manusia.
d) Hukum Pernikahan
• Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik,
mental, ekonomi maupun akhlak untuk melakukan
pernikahan, mempunyai keinginan untuk menikah,
dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan
jatuh pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya
untuk menikah.
• Sunnah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai
keinginan untuk menikah namun tidak dikhawatirkan
dirinya akan jatuh kepada maksiat, sekiranya tidak
menikah.
• Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi
tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat
sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut
usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan
wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus
rasyidah (berakal).
• Haram, yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya
tidak akan mampu melaksanakan kewajiban-
kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang berkaitan
dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban lainnya.
• Makruh, yaitu bagi seseorang yang mampu menikah
tetapi dia khawatir akan menyakiti wanita yang akan
dinikahinya, atau menzalimi hak-hak istri dan
buruknya pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi
hak-hak manusia, atau tidak minat terhadap wanita
dan tidak mengharapkan keturunan.
b) Hukum Poligami
Pada asalnya, Islam memerintahkan laki-laki untuk
beristeri satu, dan boleh beristeri lebih dari satu jika
dipandang darurat dan suami mampu berbuat adil (tidak
zhalim terhadap isteri-isterinya). Jika tidak dapat berlaku
adil, sehingga isteri-isteri terzalimi, maka haram bagi laki-
laki untuk berpoligami. Allah swt berfirman dalam QS. al-
Nisa: 3.
سا ٓ ِء َ ِاب َل ُكم ِمنَ ٱلن َ ط َ طو ْا فِي ۡٱليَ َٰتَ َم َٰى فَٱن ِك ُحو ْا َما ُ َو ِإ ۡن ِخ ۡفت ُ ۡم أَ اَّل ت ُ ۡق ِس
ث َو ُر َٰبَ َۖ َع فَإِ ۡن ِخ ۡفت ُ ۡم أَ اَّل تَعۡ ِدلُو ْا فَ َٰ َو ِح َدةً أَ ۡو َما َم َلك َۡت أَ ۡي َٰ َمنُ ُك ۡۚۡمَ َم ۡثن ََٰى َوث ُ َٰ َل
َٰذَلِكَ أَ ۡدن َٰ َٓى أَ اَّل تَعُولُو ْا
Artinya: “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Menurut Yusuf Qardhawi, kondisi darurat yang
membolehkan berpoligami adalah:
• Ditemukan seorang suami yang menginginkan
keturunan, tetapi isterinya tidak dapat melahirkan
anak disebabkan karena mandul atau penyakit.
• Di antara suami ada yang memiliki overseks, tetapi
isterinya memiliki kelemahan seks, memiliki penyakit
atau masa haidhnya terlalu panjang sehingga
suaminya tidak sabar menghadapi hal tersebut.
• Jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki,
khususnya setelah terjadi peperangan.
c) Hikmah Poligami
Menurut Rasyid Ridha, hikmah poligami antara lain:
• Untuk mendapatkan anak bagi suami yang subur dan
isteri yang mandul.
• Menjaga keutuhan keluarga tanpa harus mencerai
isteri pertama meski ia tidak berfungsi semestinya
sebagai isteri karena cacat fisik dan sebagainya.
• Untuk menyelamatkan suami yang hiperseks dari
perbuatan free sex.
• Menyelamatkan harkat dan martabat wanita dari
krisis akhlak (melacur), terutama bagi mereka yang
tinggal di negara yang jumlah wanitanya lebih banyak
dibanding laki-laki.
3. NIKAH MUT’AH
a) Pengertian Nikah Mut’ah
Kata mut’ah secara bahasa berarti pernikahan
kesenangan. Disebut juga sebagai nikah kontrak, yaitu
pernikahan dalam tempo masa tertentu.