Anda di halaman 1dari 8

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Fiqih


B. Kegiatan Belajar : KB 2 (Pernikahan Monogami, Poligami dan Nikah Mut’ah)
C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

Peta Konsep (Beberapa


1 istilah dan definisi) di modul
bidang studi

1. PERNIKAHAN
a) Pengertian Pernikahan
Secara bahasa, nikah berarti mengumpulkan,
menggabungkan, atau menjodohkan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, nikah diartikan sebagai
perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk
bersuami istri (dengan resmi) atau pernikahan.
Adapun menurut syari’ah, nikah berarti akad yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan
kewajiban masing-masing.
b) Syariat Pernikahan
Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang
terkandung di dalamnya nilai-nilai ibadah. Kelayakan
manusia untuk menerima syariat tersebut paling tidak
diperkuat oleh tiga argumen:
• Manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya
tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan
syariat dengan baik.
• Manusia diciptakan oleh Allah berpasangan, yaitu laki-
laki dan perempuan.
• Pernikahan dalam Islam disebut sebagai perilaku para
Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah
yang dimiliki oleh manusia.

Kehadiran Islam menghapus semua bentuk pernikahan-


pada zaman Jahiliyyah:
• Perkawinan pacaran (khidn), yaitu berupa pergaulan
bebas pria dan wanita sebelum perkawinan yang
resmi dilangsungkan yang tujuannya untuk
mengetahui kepribadian masing-masing pasangan.
• Nikah badl, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki
lain untuk saling menukar istrinya.
• Nikah istibdha, yaitu seorang suami minta kepada laki-
laki kaya, bangsawan atau orang pandai agar bersedia
mengumpuli istrinya yang dalam keadaan suci sampai
ia hamil. Setelah itu baru si suami mengumpulinya.
• Nikah Raht (urunan), yaitu seorang wanita dikumpuli
oleh beberapa pria sampai hamil. Ketika anaknya lahir,
lalu wanita itu menunjuk salah satu pria yang telah
mengumpulinya untuk mengakui bayi yang telah
dilahirkannya sebagai anaknya.

Pernikahan dikatakan sah, jika memenuhi rukun nikah:


• Calon suami
• Calon istri
• Wali dari calon isteri
• Dua orang saksi
• Ijab-qabul
c) Hikmah Nikah
• Pernikahan merupakan aturan yang paling baik dan
jalan keluar yang menyejukkan untuk memuaskan
seks manusia.
• Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak,
memperbanyak kelahiran dan melestarikan
kehidupan dengan selalu menjaga keturunan.
• Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan
berkembang dalam menaungi anak masa kanak-kanak
serta tumbuhnya rasa kasih-sayang.
• Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus
anak dapat membangkitkan semangat dan
mencurahkan segala kemampuan dalam memperkuat
potensi diri.
• Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung
jawab pekerjaan kepada suami dan isteri.

d) Hukum Pernikahan
• Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik,
mental, ekonomi maupun akhlak untuk melakukan
pernikahan, mempunyai keinginan untuk menikah,
dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan
jatuh pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya
untuk menikah.
• Sunnah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai
keinginan untuk menikah namun tidak dikhawatirkan
dirinya akan jatuh kepada maksiat, sekiranya tidak
menikah.
• Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi
tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat
sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut
usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan
wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus
rasyidah (berakal).
• Haram, yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya
tidak akan mampu melaksanakan kewajiban-
kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang berkaitan
dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban lainnya.
• Makruh, yaitu bagi seseorang yang mampu menikah
tetapi dia khawatir akan menyakiti wanita yang akan
dinikahinya, atau menzalimi hak-hak istri dan
buruknya pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi
hak-hak manusia, atau tidak minat terhadap wanita
dan tidak mengharapkan keturunan.

2. PERNIKAHAN MONOGAMI DAN POLIGAMI


a) Pengertian Pernikahan Monogami dan Poligami
Monogami adalah pernikahan antara seorang laki dengan
seorang perempuan, tanpa ada ikatan penikahan lain.
Azas monogami telah ditetapkan oleh Islam sejak lima
belas abad yang lalu sebagai salah satu asas perkawinan
dalam Islam. Oleh karena itu hukum asal perkawinan
dalam Islam adalah monogami.

Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih


dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan Dalam
perspektif hukum Islam, poligami dibatasi sampai
maksimal empat orang isteri.

b) Hukum Poligami
Pada asalnya, Islam memerintahkan laki-laki untuk
beristeri satu, dan boleh beristeri lebih dari satu jika
dipandang darurat dan suami mampu berbuat adil (tidak
zhalim terhadap isteri-isterinya). Jika tidak dapat berlaku
adil, sehingga isteri-isteri terzalimi, maka haram bagi laki-
laki untuk berpoligami. Allah swt berfirman dalam QS. al-
Nisa: 3.
‫سا ٓ ِء‬ َ ِ‫اب َل ُكم ِمنَ ٱلن‬ َ ‫ط‬ َ ‫طو ْا فِي ۡٱليَ َٰتَ َم َٰى فَٱن ِك ُحو ْا َما‬ ُ ‫َو ِإ ۡن ِخ ۡفت ُ ۡم أَ اَّل ت ُ ۡق ِس‬
‫ث َو ُر َٰبَ َۖ َع فَإِ ۡن ِخ ۡفت ُ ۡم أَ اَّل تَعۡ ِدلُو ْا فَ َٰ َو ِح َدةً أَ ۡو َما َم َلك َۡت أَ ۡي َٰ َمنُ ُك ۡۚۡم‬َ ‫َم ۡثن ََٰى َوث ُ َٰ َل‬
‫َٰذَلِكَ أَ ۡدن َٰ َٓى أَ اَّل تَعُولُو ْا‬
Artinya: “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Menurut Yusuf Qardhawi, kondisi darurat yang
membolehkan berpoligami adalah:
• Ditemukan seorang suami yang menginginkan
keturunan, tetapi isterinya tidak dapat melahirkan
anak disebabkan karena mandul atau penyakit.
• Di antara suami ada yang memiliki overseks, tetapi
isterinya memiliki kelemahan seks, memiliki penyakit
atau masa haidhnya terlalu panjang sehingga
suaminya tidak sabar menghadapi hal tersebut.
• Jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki,
khususnya setelah terjadi peperangan.

c) Hikmah Poligami
Menurut Rasyid Ridha, hikmah poligami antara lain:
• Untuk mendapatkan anak bagi suami yang subur dan
isteri yang mandul.
• Menjaga keutuhan keluarga tanpa harus mencerai
isteri pertama meski ia tidak berfungsi semestinya
sebagai isteri karena cacat fisik dan sebagainya.
• Untuk menyelamatkan suami yang hiperseks dari
perbuatan free sex.
• Menyelamatkan harkat dan martabat wanita dari
krisis akhlak (melacur), terutama bagi mereka yang
tinggal di negara yang jumlah wanitanya lebih banyak
dibanding laki-laki.
3. NIKAH MUT’AH
a) Pengertian Nikah Mut’ah
Kata mut’ah secara bahasa berarti pernikahan
kesenangan. Disebut juga sebagai nikah kontrak, yaitu
pernikahan dalam tempo masa tertentu.

Adapun secara istilah, nikah mut’ah adalah pernikahan


dalam masa waktu yang telah ditetapkan dan setelah itu
ikatan perkawinan tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Yusuf Qardhawi memberikan pengertian nikah mut’ah
secara terminologi, yaitu seorang laki-laki mengikat
(menikahi) seorang perempuan untuk waktu yang
ditentukan dengan imbalan uang yang tertentu pula.
b) Hukum Nikah Mut’ah
Pada zaman Nabi, nikah mut’ah pernah diperbolehkan,
namun tidak berlaku untuk semua orang, melainkan
hanya untuk orang tertentu yang disebabkan karena
terdapat suatu kondisi yang sangat mendesak.
Sebagaimana informasi Hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Mas’ud:

Artinya: “Kami ikut berperang dengan Rosulullah dan


istri-istri kami tidak ada di samping kami. Kemudian kami
bertanya kepada Rosulullah, bolehkah kami mengebiri?
Maka Rosulullah melarang kami untuk mengebiri dan
memberikan keringanan kepada kami untuk menikahi
perempuan dengan membayar imbalan untuk waktu
yang ditentukan. (HR. Bukhari Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, maka kebolehan hukum nikah


mut’ah pada zaman Nabi itu memiliki alasan:
• Merupakan keringanan hukum (rukhsah) untuk
memberikan jalan keluar dari problematika yang
dihadapi oleh dua kelompok orang yang imannya kuat
dan imannya lemah.
• Sebagai langkah perjalanan hukum Islam menuju
ditetapkannya kehidupan rumah tangga yang
sempurna untuk mewujudkan semua tujuan
pernikahan yaitu melestarikan keturunan, cinta kasih
sayang dan memperluas pergaulan melalui
perbesanan.

Terkait dengan hukumnya, dilihat dari prosesnya,


langkah pengharaman nikah mut’ah yang ditempuh
oleh Islam dilakukan secara priodik seperti proses
pengharaman khamar. Rosulullah memperbolehkan
nikah mut’ah dalam kondisi tertentu (darurat),
kemudian Rosulullah saw mengharamkan nikah
mut’ah sebagai bentuk pernikahan.
Artinya: Wahai manusia, aku pernah membolehkan
untuk mu melakukan nikah mut’ah dengan wanita
kemudian Allah mengharamkan nikah mut’ah itu.
Oleh karena itu jika masih terdapat memiliki wanita
yang diperoleh dengan cara nikah mut’ah maka
hendaknya ia melepaskannya dan janganlah kamu
mengambil sedikitpun dari apa yang telah kamu
berikan kepada mereka (HR Muslim)

Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil


kesimpulan bahwa kebolehan hukum nikah mut’ah itu
telah dinasakh (dihapus hukumnya) oleh
keharamannya. Dengan demikian hukum yang berlaku
sejak terjadinya penghapusan sampai sekarang dan
seterusnya adalah keharaman nikah mut’ah.

c) Nikah Mut’ah Masa Kini


Nikah mut’ah saat ini masih banyak dilakukan oleh
sebagaian masyarakat. Penghalalan nikah mut’ah pada
masa sekarang ini dapat dikatakan bathil, karena:
• Islam menetapkan pernikahan sebagai ikatan
perjanjian yang kuat, yang dibangun atas landasan
motivasi untuk hubungan yang kekal yang akan
menumbuhkan cinta, kasih sayang dan ketentraman
batin serta menciptakan keturunan yang langgeng.
Sedangkan dalam nikah mut’ah (kontrak) tidak
bersifat kekal, tapi dibatasi oleh waktu yang telah
disepakati. Jadi, nikah mut’ah ini bertentangan
dengan prinsip dan tujuan nikah dalam Islam.
• Menghalalkan kembali nikah mut’ah berarti langkah
mundur dari sesuatu yang telah ditetapkan secara
sempurna oleh Islam. Diperbolehkannya nikah mut’ah
ketika itu sebagai langkah proses menuju pernikahan
yang sempurna. Jadi nikah mut’ah sekarang ini tidak
dapat dibenarkan karena sudah disyariatkannya nikah
yang sempurna.
• Alasan darurat untuk menghalalkan kembali nikah
mut’ah merupakan alasan yang terlalu dibuat-buat.
Sebab diperbolehkannya nikah mut’ah pada zaman
Nabi itu dalam keadaan berperang di mana isteri
mereka tinggal berjauhan.
• Dampak negatif yang diakibatkan dari nikah mut’ah
sangat merusak dimensi sosial. Sebab akibat nikah
mut’ah akan bermunculan perempuan-perempuan
yang kehilangan suaminya, seakan-akan wanita
dijadikan pemuas nafsu laki-laki sesaat dan akan
muncul anak-anak yang tidak mendapatkan kasih
sayang ayahnya. Hal ini akan menggangu
pertumbuhan psikologis anak.

Praktik-praktik pernikahan zaman Jahiliyah:


• khidn
Daftar materi bidang studi • badl
2 yang sulit dipahami pada
modul • istibdha
• raht
• baghaya

Daftar materi yang sering 1. Poligami dan poligini


3 mengalami miskonsepsi
dalam pembelajaran 2. Mahar termasuk rukun atau syarat dalam pernikahan

Anda mungkin juga menyukai